• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI CATATAN DAN REKOMENDASI

6.1 Catatan

Diskusi dengan pemerintah daerah di Denpasar Bali pada tanggal 28 September 2011, diskusi dengan narasumber pada tanggal 22 November 2011 di Bappenas dan diseminasi melalui Seminar Nasional pada tanggal 14 Desember 2011 menghasilkan beberapa perubahan yang cukup mendasar terhadap pemahaman insentif dan disinsentif. Pemahaman terhadap insentif ini juga dikaji dari sudut pandang hukum administrasi. Berdasarkan sudut pandang hukum administrasi tersebut, maka terdapat beberapa perubahan pemahaman sebagai berikut:

1. Pemahaman insentif

Menurut narasumber, dalam hukum administrasi insentif dimaknai sebagai:

 pranata kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) guna mengembangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.;

 manfaat ekonomi/sosial yang dinikmati seseorang karena melaksanakan suatu perbuatan/perilaku tertentu (good behavior).

Berbeda dari pemahaman yang ditetapkan dalam UU No. 26/2007 yang menganggap insentif berlaku umum, dalam hukum administrasi insentif bersifat konkrit individual (kasus per kasus), tidak dapat berlaku umum. Oleh karenanya penting untuk melakukan kajian yang mendalam untuk setiap kasus rencana penerapan insentif.

Selain itu, insentif hanya diberikan untuk perilaku yang ideal, bukan perilaku standar (dalam mematuhi arahan peraturan perundang-undangan). Sedangkan bila terjadi pelanggaran maka akan diberikan sanksi.

2. Pemberian insentif-disinsentif

Berbeda dari yang ditetapkan dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 bahwa pemberian insentif-disinsentif dapat diberikan dari: (i) Pemerintah kepada pemerintah daerah, (ii) pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya, dan (iii) pemerintah kepada masyarakat, insentif dalam hukum administrasi hanya diberikan dari pemerintah kepada masyarakat, tidak ada insentif antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ataupun antarpemerintah daerah. Pemerintah Daerah tidak menerima insentif karena menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya merupakan kewajiban.

Selain itu, dalam Seminar Nasional juga mengemuka bahwa seharusnya tidak ada insentif-disinsentif antarpemerintah daerah, karena seharusnya bentuknya adalah kerjasama antardaerah. Sebagai contoh adalah pemberian subsidi dalam bentuk belanja hibah dari DKI Jakarta kepada kabupaten/kota di Bodetabekjur. Hibah ini diberikan dalam konteks kerjasama antardaerah di perkotaan metropolitan Jabodetabekpunjur.

Hal lain yang juga perlu ditetapkan adalah skema pemberian insentif dari korporasi kepada masyarakat. Di Provinsi Bali, pemberian insentif secara parsial telah diterapkan misalnya oleh hotel-hotel di Ubud yang memberikan insentif kepada para petani di sekitarnya karena pemandangan lahan pertanian dengan sistem Subak dianggap merupakan nilai tambah bagi hotel tersebut.

3. Pemahaman disinsentif

Dalam hukum administrasi, insentif dan disinsentif adalah satu kesatuan. Disinsentif adalah pencabutan insentif. Berarti harus ada insentif dulu baru dapat diberikan disinsentif. Tanpa insentif, disinsentif juga tidak ada.

Dalam hal ini, disinsentif berbicara tentang ‘skala pembatasan’. Artinya, dalam memberikan disinsentif tidak harus 100% insentif yang diberikan dicabut, tetapi dapat hanya sebagian (pengurangan insentif).

Pada umumnya, perilaku terhadap suatu kebijakan bersifat standar. Untuk meningkatkan perilaku standar tersebut menjadi perilaku yang ideal, maka dapat diberikan insentif. Namun, bila perilaku ideal yang diharapkan tersebut tidak terjadi, maka diberikan disinsentif berupa pencabutan (pengurangan) insentif (dalam hal ini perilaku tetap bersifat standar).

Dengan adanya perubahan pemahaman disinsentif ini maka otomatis jenis-jenis disinsentif yang ditetapkan dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 juga berubah dan diusulkan untuk dihilangkan atau diganti.

4. Jenis-jenis insentif

Dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010, jenis-jenis insentif meliputi: (1) pemberian keringanan pajak, (2) pengurangan retribusi, (3) pemberian kompensasi, (4) subsidi silang, (5) kemudahan prosedur perizinan, (6) imbalan, (7) sewa ruang, (8) urun saham, (9) pembangunan serta pengadaan infrastruktur, (10) penghargaan dan fasilitasi, serta (11) publikasi dan promosi. Namun, dalam hukum administrasi beberapa jenis insentif tersebut kurang tepat. Beberapa perubahan yang perlu dilakukan dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 6.1 Perubahan Pemahaman atas Jenis-jenis Insentif dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010

No dalam UU 26/2007 Jenis Insentif dan PP 15/2010

Jenis Insentif yang Disarankan dalam Konteks Hukum

Administrasi

Keterangan 1 Pemberian

keringanan pajak Pemberian pembebasan atau pengurangan pajak

Tidak ada perubahan makna, hanya penyesuaian nama dengan peraturan lainnya (Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.011/2011).

2 Pengurangan

retribusi Pengurangan retribusi Tidak ada perubahan. 3 Pemberian

kompensasi Pengurangan beban kompensasi (dari pemerintah kepada masyarakat/korporasi)

Berubah karena adanya perbedaan pemahaman terhadap makna

‘kompensasi’. Dalam hukum administrasi, kompensasi dikenakan pada korporasi/ masyarakat yang menggunakan/

memanfaatkan public domain (air, tanah, dst). Mereka harus membayar

kompensasi kepada pemerintah. Dalam konteks ini, maka jenis insentifnya adalah pengurangan beban kompensasi.

Sedangkan makna ‘pemberian

No dalam UU 26/2007 Jenis Insentif dan PP 15/2010

Jenis Insentif yang Disarankan dalam Konteks Hukum

Administrasi

Keterangan makna ‘subsidi’.

4 Subsidi silang Subsidi (dari pemerintah kepada masyarakat)

Terjadi perubahan makna dan nama. Istilah subsidi silang sebenarnya adalah pemberian subsidi dari satu sektor ke sektor lainnya. Namun hal ini tidak dianjurkan karena cenderung disalahgunakan menjadi korupsi. Sesuai dengan penjelasan pada ‘pemberian kompensasi’ di atas, maka makna ‘pemberian kompensasi’ dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 lebih sesuai dimaknai sebagai ‘subsidi’. Namun demikian, tetap terdapat perbedaan makna dengan makna subsidi dalam hukum administrasi negara. Mengingat dalam hukum administrasi negara, insentif hanya diberikan dari pemerintah kepada masyarakat, maka tidak dikenal pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau dari pemerintah daerah yang satu kepada pemerintah daerah yang lain. Misalnya subsidi diberikan oleh daerah pemberi manfaat kepada daerah penerima manfaat. (sebenarnya pemahaman ini dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 dimasukkan ke dalam ‘pemberian kompensasi’), Pemahaman ‘subsidi’ ini masih perlu dikaji lebih lanjut mengingat pemberian ‘subsidi’ dari pemda yang satu kepada pemda lainnya seharusnya dilakukan dalam konteks kerjasama daerah, jadi bukan dalam konteks pemberian insentif. Namun, dengan adanya pedoman pemberian hibah yang dikeluarkan oleh Kemendagri (Permendagri No. 32/2011), hal tersebut menjadi tidak sesuai karena dalam Permendagri tersebut diatur bahwa pemberian hibah dari pemda kepada pemda lainnya hanya dapat diberikan bagi pemda yang merupakan daerah otonom baru hasil pemekaran. Demikian juga pemberian ‘subsidi’ dari Pemerintah kepada pemerintah daerah – sebagai salah satu jenis insentif- perlu

No dalam UU 26/2007 Jenis Insentif dan PP 15/2010

Jenis Insentif yang Disarankan dalam Konteks Hukum

Administrasi

Keterangan

dikaji apakah sudah sesuai dengan hukum administrasi, ataukah lebih tepat disebut sebagai ‘hibah’?

5 Kemudahan

prosedur perizinan - Kemudahan prosedur perizinan merupakan hak semua warga negara, sehingga tidak tepat dianggap sebagai jenis insentif karena merupakan kewajiban pemerintah. Oleh karenanya disarankan untuk dihilangkan.

Namun, hal ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan sebagai masukan yang lebih rinci. Perlu dikaji kembali apakah untuk kasus-kasus tertentu kemudahan prosedur perizinan dapat dianggap sebagai insentif. Misalnya dalam hal pemberian kemudahan administrasi pertanahan bagi masyarakat kurang mampu, bila konflik pertanahan yang ada telah dapat diselesaikan. Disarankan bila insentif jenis ini akan diterapkan, maka sebaiknya harus disebutkan secara jelas bentuknya (misal administrasi

pertanahan) dan diterapkan dalam konteks yang spesifik.

6 Imbalan - Imbalan bersifat umum (generic), jadi

sulit untuk dianggap sebagai insentif. Atas dasar itu, maka direkomendasikan untuk menghapus ‘imbalan’ sebagai bagian dari jenis-jenis insentif.

7 Sewa ruang - Tidak jelas maknanya, maka disarankan

untuk dihilangkan dari jenis-jenis insentif.

8 Urun saham - Urun saham merupakan perangkat yang

kuat, tetapi bukan merupakan insentif, jadi sebaiknya dihilangkan.

9 Pembangunan serta pengadaan infrastruktur Pembangunan serta pengadaan infrastruktur (dari pemerintah kepada masyarakat/korporasi)

Tidak ada perubahan makna, tetapi – sesuai dengan makna insentif dalam hukum administrasi- hanya diberikan dari pemerintah kepada

masyarakat/korporasi. (Dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 insentif jenis ini juga diberikan dari Pemerintah kepada pemda, dan dari pemda kepada pemda lainnya).

10 Penghargaan dan

fasilitasi Penghargaan dan fasilitasi (dari pemerintah kepada

Tidak ada perubahan makna, tetapi – sesuai dengan makna insentif dalam hukum administrasi- hanya diberikan

No dalam UU 26/2007 Jenis Insentif dan PP 15/2010

Jenis Insentif yang Disarankan dalam Konteks Hukum

Administrasi

Keterangan

masyarakat/korporasi. (Dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 insentif jenis ini juga diberikan dari Pemerintah kepada pemda).

11 Publikasi dan

promosi Publikasi dan promosi (dari pemerintah kepada

masyarakat/korporasi)

Tidak ada perubahan makna, tetapi – sesuai dengan makna insentif dalam hukum administrasi- hanya diberikan dari pemerintah kepada

masyarakat/korporasi. (Dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010 insentif jenis ini justru diberikan dari Pemerintah kepada pemda, dan dari pemda kepada pemda lainnya).

Dengan adanya perubahan pemahaman seperti dijelaskan dalam Tabel 6.1 di atas, maka jenis-jenis insentif seperti yang dituangkan dalam Tabel 3.2 di Bab 3 berubah menjadi Tabel 6.2 berikut ini.

Tabel 6.2 Perubahan Jenis-jenis Insentif yang Disarankan No INSENTIF pemerintah daerahPemerintah ke pemerintah daerah ke pemerintah daerah

pemerintah ke masyarakat (dan/atau korporasi) A FISKAL 1 Pemberian pembebasan atau pengurangan pajak - -  2 Pengurangan retribusi - - B NON FISKAL 3 Pengurangan beban kompensasi - -  4 Subsidi (silang) -Dalam hukum administrasi tidak ada pemberian insentif kepada pemda. Subsidi dari Pemerintah kepada pemda dapat diberikan dalam konteks hibah, bukan insentif -Dalam hukum administrasi tidak ada pemberian insentif dari

pemda kepada pemda lainnya. ‘Subsidi’ dari pemda kepada pemda lainnya dapat diberikan dalam konteks kerjasama

daerah, bukan sebagai insentif. (Pemahaman ini

No INSENTIF pemerintah daerahPemerintah ke pemerintah daerah ke pemerintah daerah pemerintah ke masyarakat (dan/atau korporasi) (Pemahaman ini

perlu dikaji lebih lanjut)

perlu dikaji lebih lanjut)

5 Kemudahan prosedur perizinan - -  (dapat diberikan untuk kasus-kasus tertentu/ spesifik dan harus disebutkan secara jelas bentuk insentifnya, misal kemudahan administrasi pertanahan untuk masyarakat miskin) 6 Imbalan -(bukan jenis insentif)

-(bukan jenis insentif) -(bukan jenis insentif)

7 Sewa ruang

-(bukan jenis insentif)

-(bukan jenis insentif) (bukan jenis -insentif)

8 Urun saham

-(bukan jenis insentif)

-(bukan jenis insentif) (bukan jenis -insentif) 9 Pembangunan serta pengadaan infrastruktur (Penyediaan prasarana dan sarana) -(diberikan karena merupakan konsekuensi dari kebijakan Pemerintah, misal untuk KSN, bukan sebagai insentif) -(diberikan sebagai konsekuensi kebijakan

dalam konteks kerja sama daerah, bukan

sebagai insentif)  10 Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/ atau pemda -(diberikan sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah, misal untuk KSN) -  11 Publikasi atau

promosi (diberikan sebagai -konsekuensi dari

kebijakan Pemerintah, misal

5. Jenis-jenis disinsentif

Dengan adanya perubahan makna disinsentif, maka otomatis jenis-jenis disinsentif yang ditetapkan dalam UU N0. 26/2007 dan PP No. 15/2010 juga berubah. Mengingat disinsentif adalah satu kesatuan dengan insentif, maka jenis disinsentif selalu terkait dengan jenis-jenis insentif.

Tabel 6.3 Perubahan Pemahaman atas Jenis-jenis Disinsentif dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 15/2010

No Jenis Disinsentif dalam UU 26/2007 dan PP 15/2010

Jenis Disinsentif yang Disarankan dalam

Konteks Hukum Administrasi

Keterangan 1 Pengenaan pajak yang

tinggi Pencabutan/pengurangan atas insentif pemberian pembebasan atau

pengurangan pajak

Pengenaan pajak yang tinggi tidak dibenarkan secara hukum. Disinsentif yang tepat adalah satu kesatuan dari jenis insentifnya, yaitu pemberian pembebasan/ pengurangan pajak.

2 Kewajiban memberi

kompensasi Pencabutan/pengurangan atas insentif pengurangan beban kompensasi

Disinsentif yang tepat adalah satu kesatuan dari jenis insentifnya, yaitu pengurangan beban kompensasi.

3 Persyaratan khusus

dalam perizinan - Insentif terkait perizinan dihapus karena merupakan kewajiban pemerintah, dengan demikian tidak ada disinsentif terkait hal ini.

4 Kewajiban memberi

imbalan - Insentif imbalan dihapus karena bersifat terlalu umum (generic), dengan demikian tidak ada disinsentif terkait hal ini. 5 Pemberian status

tertentu - Tidak ada insentif terkait pemberian status, berarti juga tidak ada disinsentif ini.

6 Penalti - Merupakan sanksi.

7 Pembatasan penyediaan infrastruktur Pencabutan/pembatasan atas insentif pembangunan serta pengadaan infrastruktur 8 - Pencabutan/pengurangan

atas insentif pengurangan retribusi

Sebagai kesatuan dari insentif ‘pengurangan retribusi’.

9 Pencabutan/pengurangan

atas insentif subsidi Sebagai kesatuan dari insentif ‘subsidi’.

10 Pencabutan atas insentif

penghargaan dan fasilitasi Sebagai kesatuan dari insentif ‘penghargaan dan fasilitasi’.

11 Pencabutan atas insentif

Dengan adanya perubahan pemahaman seperti dijelaskan dalam Tabel 6.3 di atas, maka jenis-jenis disinsentif seperti yang dituangkan dalam Tabel 3.3 di Bab 3 berubah menjadi Tabel 6.4 berikut ini.

Tabel 6.4 Perubahan Jenis-jenis Disinsentif yang Disarankan

No DISINSENTIF Pemerintah ke pemerintah daerah pemerintah daerah ke pemerintah daerah pemerintah ke masyarakat (dan/atau korporasi) A FISKAL 1 Pencabutan/pengurangan atas insentif pemberian pembebasan atau pengurangan pajak

- - 

B NON FISKAL

2 Pencabutan/pengurangan atas insentif pengurangan

beban kompensasi

-- 

3 Pensyaratan khusus

dalam perizinan (bukan jenis -disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) 4 Kewajiban memberi

imbalan (bukan jenis

-disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) 5 Pencabutan/pembatasan atas insentif pembangunan serta pengadaan infrastruktur - -  6 Pemberian status

tertentu (bukan jenis

-disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) -(bukan jenis disinsentif) 7 Penalti (UU) -(merupakan sanksi) -(merupakan sanksi) -(merupakan sanksi) 8 Pencabutan/pengurangan

atas insentif pengurangan retribusi

- - 

9 Pencabutan/pengurangan

atas insentif subsidi -

- 10 Pencabutan atas insentif

penghargaan dan fasilitasi

- - 

11 Pencabutan atas insentif

publikasi dan promosi -

-

Penjelasan tersebut di atas sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam FGD di Denpasar, Bali. Saat FGD, peserta menyatakan perlunya kejelasan pemahaman terhadap insentif

dan disinsentif, serta perbedaan makna dan penerapan antara disinsentif dan sanksi. Namun demikian, terdapat hal-hal lain yang dianggap masih perlu diperjelas, yaitu:

a. Bagaimana menetapkan rentang waktu penerapan insentif/disinsentif, kapan dimulai dan kapan akan berakhir?

b. Bagaimana menetapkan indikator dalam penerapan insentif? Hal ini sebenarnya sulit untuk digeneralisasi karena penerapan setiap jenis insentif adalah unik untuk setiap kasus. Oleh karenanya diperlukan kajian mendalam sebelum insentif diterapkan.

c. Penerapan insentif disinsentif baru dapat dilakukan jika kewenangan telah jelas misalnya kewenangan atas kawasan sempadan. Siapa yang memperjelas kewenangan ini?

Hal lain yang perlu ditekankan di sini adalah perlunya dilakukan kajian yang mendalam untuk setiap rencana pemberian insentif. Hal ini penting agar pemberian insentif benar-benar dapat tepat sasaran dan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan, serta tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sangatlah penting untuk dapat menentukan dengan tepat jenis investor (sektor manufaktur atau sektor jasa? footloose atau manufaktur berat? Investasi baru atau perluasan?) yang akan diberikan insentif (apa jenis insentifnya, berapa besarnya, serta jangka waktunya) untuk suatu tujuan dan sasaran tertentu (pengembangan sektor unggulan/kawasan strategis, pengubahan jalur pertumbuhan ekonomi lokal, pengendalian pembangunan, dsb) . Dalam melakukan kajian ini salah satu hal yang perlu dilakukan adalah perhitungan manfaat-biaya dari pemberian insentif tersebut (cost-benefit analysis). Sebagai contoh adalah insentif pemberian fasilitas pembebasan/pengurangan pajak.

Pajak adalah sumber dana pemerintah yang juga berfungsi untuk alat pengaturan. Terkait dengan hal tersebut, insentif pemberian pembebasan/pengurangan pajak fungsinya lebih ke arah alat pengaturannya. Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya kriteria yang jelas untuk menerapkan insentif pemberian fasilitas pembebasan/pengurangan pajak. Sebelum itu perlu dilakukan kajian mendalam tentang kemungkinan penerapan insentif pembebasan/pengurangan pajak ini, termasuk melakukan analisis dampaknya sejak awal. Selama ini insentif pembebasan/pengurangan pajak tidak jelas manfaatnya bagi negara. Oleh karenanya kajian yang dilakukan perlu juga memuat cost-benefit analysis, agar dapat menentukan berapa besar pengurangan pajak dapat diberikan, apa dampaknya bagi negara, kepada siapa insentif ini dapat diberikan, dan untuk jangka waktu berapa lama.

Hal yang perlu dicermati di sini adalah bahwa perhitungan berdasarkan model fiskal bukan satu-satunya perhitungan yang dapat dilakukan, terutama terkait dengan pengembangan kawasan dan penataan ruang. Dalam konteks ini, penerapan insentif dapat terus diberikan sampai terjadi perubahan land use sesuai dengan arahan dalam rencana tata ruang. Namun dengan pendekatan ini akan sulit untuk menghitung manfaat-biayanya (cost-benefit analysis) karena tidak jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai perubahan land use benar-benar terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk penetapan investor yang tepat sebagai pioneer pendorong pengembangan kawasan.

Dokumen terkait