• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Hasil Kajian Desk Study dan Kegiatan Lapangan

4.5 Seminar Nasional

Upaya diseminasi hasil kajian ini dilakukan melalui penyelenggaraan Seminar Nasional Pola Insentif dan Disinsentif untuk Pengelolaan Kawasan Strategis Nasional di Hotel Treva Internasional, Menteng-Jakarta pada tanggal 14 Desember 2011 yang mencakup peserta dari berbagai kementerian, perwakilan pemerintah daerah, dunia usaha dan akademisi.

Seminar nasional ini diisi dengan narasumber dari Bappenas yang menyampaikan hasil kajian insentif dan disinsentif, serta dua narasumber lainnya yang menyampaikan contoh penerapan insentif-disinsentif di dua tipologi KSN, yaitu (i) Kawasan Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu

Boko yang merupakan tipologi KSN Kawasan Adat Tertentu dan Warisan Budaya, serta (ii) Jabodetabekpunjur yang merupakan tipologi KSN Perkotaan Metropolitan.

Seminar diawali dengan penyampaian keynote speech oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan-Bappenas, Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc. Setelah itu dilanjutkan dengan paparan dari para narasumber yang dimoderatori oleh Kasubdit Informasi dan Sosialisasi Bidang Tata Ruang dan Pertanahan-Bappenas, Mia Amalia, PhD. Adapun ketiga topik dan pembicara dalam seminar tersebut adalah: (i) Kajian Kebijakan Insentif dan Disinsentif Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional oleh Kepala Sub Direktorat Pertanahan-Bappenas, Uke Mohammad Hussein, SSi, MPP; (ii) Pola Insentif dan Disinsentif dalam Pengelolaan Kawasan Jabodetabekjur, oleh Sekretaris Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur diwakili oleh Ir. Listiani, MSi; (iii) Membangun Citra dan Jatidiri Bangsa Melalui Wisata Budaya oleh Direktur Utama PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko-Yogyakarta, Purnomo. Peserta yang hadir dalam seminar tersebut adalah Direktorat mitra Kementerian/Lembaga (K/L) di Bappenas, K/L anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), pemerintah daerah dan perguruan tinggi. Secara umum hasil seminar dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Perlunya Peraturan Rinci tentang Insentif-Disinsentif

a. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang diamanatkan mengenai Insentif-Disinsentif, namun diperlukan pengaturan lebih lanjut seperti perda, perbup/perwako;

b. Tingkat informasi bagi Insentif-Disinsentif dalam PP No. 15/2010 masih sama dengan yang tertulis dalam UU No. 26/2007 sehingga perlu mendorong Kementerian PU untuk merevisi PP (dan UUnya);

2. Perubahan pada Pemahaman Insentif-Disinsentif a. Makna insentif dalam hukum administrasi.

 Insentif bersifat individual (per kasus) dan hanya diberikan dari pemerintah kepada masyarakat. (Sementara UU No. 26/2007 memberi kesan pemberian insentif bersifat umum).

 Insentif diberikan untuk perilaku ideal, bukan perilaku standar. Jika terjadi pelanggaran maka akan diberikan sanksi.

b. Terdapat perbedaan makna antara makna insentif yang diberikan dalam UU No. 26/2007 dengan insentif dalam hukum administrasi, sehingga terjadi beberapa perubahan makna dan usulan penghapusan beberapa jenis insentif.

c. Disinsentif merupakan satu paket dengan insentif. Disinsentif adalah penghapusan insentif. Pemahaman ini berbeda dengan UU No. 26/2007, yang menyatakan seolah-olah disinsentif terpisah dari insentif.

d. Dengan adanya perbedaan makna insentif-disinsentif dalam UU No. 26/2007 dengan insentif-disinsentif dalam hukum administrasi, hal yang perlu diputuskan adalah apakah akan tetap mengacu pada UU No. 26/2007 yang berarti melanggar pemahaman hukum administrasi. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati mengingat dalam UU No. 26/2007 juga diatur sanksi dengan hukum pidana. Bila pelanggaran yang terjadi sampai ke pengadilan maka ada kemungkinan dapat dianggap batal karena tidak sesuai dengan hukum administrasi yang berlaku. Perlu memberikan masukan kepada Kementerian PU untuk melakukan revisi UU, khususnya untuk hal-hal yang terkait dengan Insentif-Disinsentif. Misalnya jenis insentif Urun Saham yang merupakan perangkat yang kuat, tetapi sebenarnya bukan jenis insentif, sehingga perlu dicarikan kategorinya yang sesuai. Demikian juga untuk beberapa jenis insentif yang lain yang perlu diubah/dihilangkan karena tidak sesuai dengan hukum administrasi.

e. Pemberian Insentif-Disinsentif

 Insentif-Disinsentif antarpemda tidak dapat diberikan karena harusnya dalam bentuk kerjasama antardaerah; Sebagai contoh adalah pemberian subsidi dalam bentuk belanja hibah dari DKI Jakarta ke Kabupaten/kota di Bodetabekjur. Hibah ini

diberikan dalam konteks kerjasama antardaerah di perkotaan metropolitan Jabodetabekpunjur.

o Pada tahun 2011 Mendagri telah mengeluarkan Permendagri No. 32 tahun 2011 tetang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Beberapa hal yang diatur dalam Permendagri tersebut terkait dengan hibah antara lain adalah:

- Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah (menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah).

- Hibah kepada pemerintah daerah lainnya diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah.

o Terkait dengan butir yang kedua, hal ini menjadi pembahasan di Jabodetabekjur, karena skema yang sudah berjalan saat ini adalah pemberian hibah dari Pemprov DKI kepada kabupaten/kota di Bodetabekjur (yang bukan merupakan daerah otonom baru hasil pemekaran).

 Insentif-Disinsentif dapat diberikan dari Pemerintah kepada pemda atau masyarakat;

 Perlu juga ditetapkan skema pemberian insentif dari korporasi kepada masyarakat. Sebagai contoh adalah yang dilakukan oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Insentif ini juga dapat diberikan dalam konteks Corporate Social Responsibility (CSR).

3. Jenis-jenis Insentif dan Penerapannya

a. Kemudahan administrasi dan prosedur perizinan adalah hak semua warga negara. Dalam konteks ini maka kemudahan prosedur perizinan seharusnya merupakan kewajiban pemerintah, sehingga tidak tepat sebagai salah satu jenis insentif. Namun, hal ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan sebagai masukan yang lebih rinci.

 Harus disebutkan secara jelas kemudahan administrasi apa yang akan diberikan sebagai insentif, misalnya langsung disebut kemudahan administrasi pertanahan. Jadi harus dieksplorasi kemudahan administrasi apa saja yang perlu/dapat diberikan terkait dengan penataan ruang.

 Contoh penerapan kemudahan administrasi pertanahan di KSN. Saat ini telah dilakukan inventarisasi data pertanahan di KSN. Terlihat bahwa dalam hal ini dibutuhkan penerapan insentif. Misalnya, di Taman Nasional terdapat banyak penduduk yang sudah tinggal turun-temurun di dalam kawasan tersebut. Sehubungan dengan itu, salah satu insentif yang dapat diberikan adalah kemudahan administrasi pertanahan bagi penduduk asli. Namun, kesulitannya adalah mekanisme fiskal belum dapat dilaksanakan.

 Hal yang sering terjadi adalah konflik pertanahan. Hal ini perlu segera diselesaikan. Begitu konflik telah diatasi, maka penduduk dapat dibantu untuk mengadministrasikan pertanahannya. Hal ini dapat lebih optimal bila didukung oleh mekanisme pajak (fiskal). Terkait dengan isu ini diharapkan kajian yang telah dilakukan oleh Bappenas ini dapat ditindaklanjuti di level yang lebih tinggi/luas. b. Pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak

 Insentif pengurangan pajak: pajak adalah sumber dana pemerintah yang juga berfungsi untuk alat pengaturan. Terkait dengan hal tersebut, insentif-disinsentif fungsinya lebih ke arah alat pengaturannya.

 Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya kriteria yang jelas untuk melakukan analisis dampak terhadap pemberian insentif pengurangan pajak. Selama ini insentif pembebasan/pengurangan pajak tidak jelas manfaatnya bagi negara. Oleh karena itu penting untuk melakukan analisis dampak pemberian insentif sejak awal.

o Perlu ada hitungan-hitungan model seberapa besar pengurangan pajak dapat diberikan dan untuk jangka waktu berapa lama (cost-benefit analysis).

o Terkait dengan hal tersebut, sudah ada peraturan yang menetapkan bahwa pemberian insentif pembebasan/pengurangan pajak harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur setiap tahun dilengkapi dengan pelaporannya.

o Dengan demikian, pemberian pembebasan/pengurangan pajak dapat dilakukan tetapi diperlukan kriteria yang jelas, serta analisis untuk mengetahui dampaknya bagi negara;

 Hal lain yang perlu dicermati adalah pemahaman mengenai UU No. 26/2007 di mana pemberian insentif bersifat umum, maka tidak cocok untuk hanya melakukan perhitungan berdasarkan model fiskal.

o Sebagai contoh adalah pengembangan kawasan di Tangerang Selatan. Saat akan mulai dikembangkan kawasan tersebut masih berupa kawasan tidak terbangun. Padahal dalam RTR direncanakan sebagai pusat ekonomi. Kawasan tersebut belum berkembang sehingga belum ada yang tertarik melakukan investasi di sana. Untuk menarik investasi ke kawasan tersebut, walikota Tangerang Selatan menerapkan pemberian tax holiday,: sehingga Cineplex 21 dan Hero Supermarket mau masuk dan menjadi pioneer pengembangan kawasan tersebut.

o Tata ruang tidak selalu sesuai dengan pertanahan. Dalam UU Penataan Ruang yang lama (UU No. 24/1992) dinyatakan dengan jelas bahwa pemberian izin harus sesuai dengan pertanahan, dan pertanahan harus disesuaikan dengan RTR. Namun sekarang izin diberikan berdasarkan tata ruang. Jadi penatagunaan tanah tidak dianggap perlu lagi karena pemberian izin mengacu ke tata ruang. Dalam konteks ini, penerapan insentif dapat terus diberikan sampai perubahan land use sudah sesuai dengan RTR. Tapi dari segi keuangan, sulit dihitung potential loss-nya karena tidak jelas berapa tahun penerapan insentifnya. Dengan demikian sangatlah penting untuk dapat menentukan dengan tepat jenis (siapa) investor yang akan diberikan insentif (apa jenisnya, berapa besarnya, serta jangka waktunya).

c. Sesuai dengan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk melakukan kajian yang mendalam sebelum menerapkan insentif-disinsentif. Setiap kajian bersifat spesifik untuk penerapan jenis insentif tertentu di kawasan tertentu (tidak berlaku umum).

4. Penerapan Insentif-Disinsentif dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN)

a. Insentif-Disinsentif tidak dapat diberlakukan pada semua KSN karena harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing, yang penting adalah bagaimana mengisi kegiatan pembangunannya. Hasil literatur menyebutkan insentif adalah untuk kasus per kasus; b. Pemberian Insentif-Disinsentif juga dapat diberikan bagi masyarakat di KSN;

c. Jumlah KSN ada saat ini adalha 76 KSN, sehingga terlalu banyak kalau harus dikaji satu persatu. Untuk itu diperlukan penetapan kriteria, stakeholder yang terlibat, dan mekanisme pemberian insentif-disinsentif di KSN. Hasil kajian ini akan disampaikan kepada Kementerian PU, karena pada tahun 2012 akan melaksanakan kajian tentang Insentif-Disinsentif.

5. Tindak Lanjut Hasil Kajian

a. Sesuai hasil diskusi, berbagai masukan yang diperoleh akan diadopsi dalam kebijakan Insentif-Disinsentif penataan ruang bagi KSN.

b. Hasil ini akan ditindaklanjuti sebagai masukan kepada kementerian yang terkait dengan Insentif-Disinsentif, yaitu Kementerian PU.

Dokumen terkait