• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Hasil Kajian Desk Study dan Kegiatan Lapangan

4.4 FGD dengan Narasumber di Jakarta

FGD dengan Narasumber di Jakarta dilaksanakan pada hari Selasa, 22 November 2011 bertempat di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN di Bappenas. Narasumber yang diundang adalah Dr. Indra Perwira, SH (Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAD-Bandung) dan Teguh Kurniawan S.Sos, M.Sc (Staf Pengajar Administasi Negara, FISIP-UI-Jakarta). Dari hasil FGD tersebut diperoleh beberapa butir penting yang menjadi bahan masukan berharga bagi kajian ini, antara lain diuraikan sebagai berikut:

a. Insentif dalam Perspektif Hukum Administrasi

Dalam perspektif hukum administrasi, insentif didefinisikan sebagai:

 pranata kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) guna mengembangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

 manfaat ekonomi/sosial yang dinikmati seseorang karena melaksanakan suatu perbuatan/perilaku tertentu (good behavior).

Dalam hal ini insentif bersifat konkrit individual (kasus per kasus), tidak dapat berlaku umum. Selain itu, insentif dalam hukum administrasi hanya diberikan dari pemerintah kepada masyarakat, tidak ada insentif antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ataupun antarpemerintah daerah. Pemerintah Daerah tidak menerima insentif karena menjalankan tugas dan fungsinya merupakan kewajiban. Dalam konteks pemerintah pusat–pemerintah daerah (atau antar pemda) yang ada adalah bagi hasil, bukan insentif. Insentif selalu antara pemerintah dengan perorangan.

Dalam politik penegakan hukum (enforcement policy) terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk menjamin terjadinya kepatuhan, yaitu (Lihat Gambar 4.1):

 Sanksi, merupakan hard instrument, membuat masyarakat takut/jera terhadap ancaman sanksi dan karenanya menjadi patuh terhadap peraturan; dan

 Insentif, merupakan soft instrument, membuat masyarakat sadar akan perlunya kepatuhan dalam menjalankan peraturan tersebut karena kepatuhan akan menguntungkan secara ekonomi/sosial.

Gambar 4.1

Politik Penegakan Hukum

(Enforcement Policy)

SANKSI INSENTIF Takut/Jera Sadar PATUH Peraturan

Sanksi Insentif a. Takut pada ancaman sanksi

b. Perlu pengawasan yang terus menerus

c. Butuh biaya yang cukup besar d. Butuh aparatur yang memadai e. Prosedur yang jelas.

a. Kesadaran bahwa patuh lebih

menguntungkan baik secara ekonomi/sosial b. Pengawasan ringan

c. Biaya ringan

d. Kebutuhan aparatur terbatas e. Prosedur tidak terlalu rinci.

Kedudukan Insentif (Disinsentif) dan Sanksi

Dalam hukum administrasi, insentif dan disinsentif adalah satu kesatuan. Disinsentif adalah pencabutan insentif. Berarti harus ada insentif dulu baru dapat diberikan disinsentif. Tanpa insentif, disinsentif juga tidak ada. Disinsentif berbicara tentang ‘skala pembatasan’. Artinya, dalam memberikan disinsentif tidak harus 100% insentif yang diberikan dicabut, tetapi dapat hanya sebagian.

Pada umumnya, perilaku terhadap suatu kebijakan bersifat standar. Untuk meningkatkan perilaku standar tersebut menjadi perilaku yang ideal, maka dapat diberikan insentif. Namun, bila perilaku ideal yang diharapkan tersebut tidak terjadi, maka diberikan disinsentif berupa pencabutan insentif (dalam hal ini perilaku tetap bersifat standar). Sebaliknya bila yang terjadi adalah perilaku yang dilarang, maka diterapkan sanksi, untuk mengembalikan pada perilaku standar. Lihat Gambar 4.2.

Gambar 4.2

Perbedaan Posisi antara

Sanksi dan Insentif

Standar Perilaku Disinsentif Insentif Perilaku ideal Perilaku dilarang

Sanksi

Jenis-jenis Insentif dan Penerapannya

Berikut ini jenis-jenis insentif yang dikenal dalam perspektif hukum administrasi:  Keringanan/penghapusan pajak;

 Pengurangan beban retribusi/kompensasi;  Promosi/publikasi;

 Penundaan kewajiban; dan  Penghargaan/perlakuan istimewa.

Sedangkan, jenis-jenis berikut ini bukan dikategorikan sebagai insentif tetapi merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat:

 Kemudahan memperoleh/memperpanjang izin; dan

 Pembangunan infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah.

Dalam konteks penataan ruang, perilaku seperti apakah yang layak diberikan insentif? a. Mereka yang membangun sesuai dengan izin pemanfaatan ruang; atau

b. Dalam izin disyaratkan koefisien bangunan 40%, tetapi pemegang izin hanya menggunakan 25% sementara sisanya dibuat ruang terbuka hijau.

Perilaku seperti pada butir (a) tidak layak mendapat insentif karena hal itu merupakan kepatuhan standar terhadap peraturan yang dituangkan dalam rencana tata ruang. Sedangkan perilaku seperti pada butir (b) adalah contoh perilaku ideal yang layak mendapatkan insentif (insentif diberikan untuk mendorong terjadinya perilaku ideal tesebut).

Stakeholder

Dalam hukum administrasi pemerintah, ditetapkan bahwa sebuah kebijakan publik yang akan mempengaruhi satu atau lebih stakeholder harus dikonsultasikan dengan pihak-pihak yang potensial terkena dampak. Penataan ruang yang tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan stakeholder akan sulit diimplementasikan. Namun demikian, walau suatu kebijakan publik melibatkan banyak pihak (stakeholder), tetap keputusan kebijakan tersebut ada pada pemerintah. Konsultasi antar-stakeholder tersebut bersifat horizontal dan terbuka.

Contoh: Incentive for Biodiversity

Berikut ini beberapa contoh jenis-jenis insentif yang biasa diterapkan dalam konteks keanekaragaman hayati, antara lain sebagai berikut:

 Regulatory & economy;

 Voluntary incentive, insentif ini bersifat sukarela, biasanya diterapkan oleh pihak swasta (dikalangan swasta saat ini dikenal adanya sustainable report), insentif ini sangat tergantung pada konteks lokal, namun potensial untuk dikembangkan;

 Institutional innovation;  Property right;

 Market-oriented decision;  Financial incentive;  Public tax incentive;  Facilitation incentive.

Seperti telah disebutkan, jenis-jenis insentif sangat beragam. Penerapannya harus melihat situasi lokal. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan saat mau menerapkan insentif:

1) Fokus: harus jelas fokusnya, mengapa memerlukan insentif; 2) Implementasi strategis;

3) Implementasi dapat diukur dan dimonitor (untuk mengukur efektivitasnya); 4) Harus diadministrasikan secara baik;

5) Terdapat mitra;

6) Berbasis pada penelitian; dan 7) Harus dapat diakses oleh stakeholder.

Mekanisme Penerapan Insentif

Mekanisme penerapan insentif tergantung pada siapa yang memiliki kewenangan. Misalnya, bila insentif yang diberikan adalah keringanan pajak daerah, maka mekanismenya tidak perlu sampai ke pemerintah pusat karena hal tersebut merupakan kewenangan daerah sehingga cukup diatur dalam peraturan daerah (perda). Pajak daerah dapat langsung diberikan oleh Bupati/Walikota. Namun harus dibuat kriterianya, mengapa suatu kawasan boleh mendapatkan insentif.

Prinsip hukum pajak: setiap orang berhak mendapatkan keringanan pajak. Oleh karena itu hal tersebut bukan insentif. Hal tersebut menjadi insentif karena dikaitkan dengan suatu kebijakan tertentu (misalnya pengembangan kawasan, dsb).

Insentif hanya dapat diberikan oleh pihak yang memiliki kewenangan kepada pihak tertentu. Terkait dengan penataan ruang kewenangan tersebut dimiliki oleh:

1) Bupati/Walikota; 2) Gubernur; dan

3) Menteri Pekerjaan Umum. Berikut contoh penerapan insentif:

 Masyarakat didorong untuk mampu mengatur diri sendiri dan lingkungannya, untuk itu masyarakat diberikan insentif. Misalnya, pemerintah membuat kebijakan perlunya masyarakat membuat sumur resapan. Bagi yang menerapkan hal tersebut maka diberi insentif berupa pengurangan retribusi.

 Di Jawa Barat bagian Selatan akan dibangun tiga pelabuhan, di Cikalong, Cipatujah, dan Sukabumi. Investornya menyarankan agar semua infrastruktur dibangun menggunakan bambu (investor tersebut memiliki teknologinya untuk dapat melakukan itu). Investor seperti ini layak diberi insentif.

Diskusi: Sudah tepatkah jenis-jenis insentif yang ditetapkan dalam UU No. 26 tahun 2007 dan PP No 15 tahun 2010?

 Pemberian kompensasi Terdapat 3 jenis izin:

a. Permit: misalnya IMB, dsb;

b. Licensing: semua orang dapat memperoleh izin ini asalkan memiliki kompetensi yang sesuai;

c. Konsesi: Bila investor memanfaatkan sebuah public domain (air, hutan, tanah), maka ia wajib membayar kompensasi kepada pemerintah. Hal ini berbeda dari retribusi yang merupakan pembayaran atas suatu jasa pelayanan.

Dengan demikian jenis insentifnya adalah: pengurangan beban kompensasi (bukan pemberian kompensasi). Contoh: kompensasi dari pemegang HPH kepada pemerintah. Perlu dicatat pula bahwa ganti rugi tidak sama dengan kompensasi. Ganti rugi adalah hukum perdata, sedangkan kompensasi adalah hukum administrasi.

 Subsidi Silang

Subsidi silang tidak dikenal dalam administrasi negara sebagai insentif, karena insentif hanya diberikan dari pemerintah kepada masyarakat. Sementara subsidi silang diberikan dari pemda yang satu kepada pemda yang lain. Misalnya subsidi silang diberikan oleh daerah pemberi manfaat kepada daerah penerima manfaat (contoh Kota Bandung memberi subsidi silang kepada Kabupaten Sumedang yang memiliki sumber air). Konteks ini dalam UU 26/2007 dan PP 15/2010 dimasukkan ke dalam ‘pemberian kompensasi’, sementara hal tersebut sebenarnya lebih sesuai sebagai ‘subsidi silang’.

Hal ini merupakan kewajiban pemerintah, jadi bukan merupakan insentif.  Imbalan

Istilah imbalan bersifat generik, sehingga terlalu umum, oleh karenanya sebaiknya dihilangkan saja.

 Sewa Ruang

Tidak terlalu jelas apa yang dimaksud dengan sewa ruang di sini. Apalagi sekarang yang digunakan adalah HGU /HGB, misalnya investor mendapatkan HGU/HGB langsung untuk selama 90 tahun.

 Urun Saham

Untuk urun saham dapat dicontohkan dengan kapitalisasi aset. Lahan milik masyarakat di’bebas’kan namun istilah pembebasan lahan sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya yang dibebaskan bukan lahan tetapi peruntukannya (pembebasan peruntukan). Sertifikat hak milik tetap menjadi milik masyarakat, yang disewakan adalah HGU/HGBnya. Hal ini dapat dimasukkan sebagai saham di perusahan tersebut (kapitalisasi aset). Hal ini bukan insentif tetapi merupakan bagian dari konsolidasi lahan.

 Pemberian pajak yang tinggi

Hal ini tidak dibenarkan secara hukum. Selain itu, seperti telah disebutkan sebelumnya, disinsentif merupakan satu kesatuan dengan insentif. Disinsentif adalah pencabutan insentif, sehingga tidak perlu dibahas secara terpisah. Misalnya insentif pembangunan infrastruktur merupakan satu kesatuan dengan disinsentif pembatasan infrastruktur.

Selanjutnya, untuk memperjelas jenis-jenis insentif ini ada baiknya dilakukan kajian mendalam mengenai insentif dalam konteks hukum administrasi.

Catatan lain:

 Masyarakat tradisional yang berada di dalam hutan lindung. Kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan cara penerapan insentif atau sanksi, tetapi dibutuhkan pendekatan lain yang lebih sesuai. Masyarakat tradisional tersebut sebenarnya merupakan bagian dari yang perlu dipelihara (preserve, protect, conserve).

 Pembangunan serta pengadaan infrastruktur tetap dapat dimasukkan sebagai insentif. Saat ini untuk DAK dalam kriteria umum terdapat indeks khusus untuk kepatuhan terhadap tata ruang. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar bagi insentif pengadaan infrastruktur.

 Perlu ditekankan bahwa monitoring/pengawasan dan evaluasi penerapan insentif ini menjadi tugas BKPRD di daerah.

Dokumen terkait