Di dalam Dasa Titah, Allah menyatakan bahwa diri-Nya adalah Allah yang cemburu (Kel. 20:5) untuk melengkapi perintah "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Kel. 20:3). Perintah ini seharusnya diingat oleh bangsa Israel kapanpun dan dalam kondisi apapun.
Akan tetapi, ketika menghadapi godaan dari perempuan-perempuan Moab, Taurat itu seperti menguap dari ingatan mereka. Selain berzina dengan perempuan Moab, bangsa Israel pun
dengan mudah dipengaruhi untuk menyembah sesembahan orang Moab (1-2). Bagaimana Tuhan tidak murka? Maka respons Tuhan selanjutnya tidaklah mengejutkan. Tuhan ingin
membinasakan mereka! Tuhan memberikan instruksi kepada Musa bahwa para pemimpin harus dibinasakan di hadapan publik (3-4). Tidak ketinggalan, semua orang yang menyembah Baal harus dihukum mati juga. Maka ketika melihat seorang pria Israel dan seorang wanita Moab memasuki kemah yang berada di dekat Kemah Tuhan, Pinehas menombak kedua orang itu hingga mati (7-8). Pinehas sama sekali tidak ingin menunjukkan toleransi kepada mereka yang berdosa, karena Tuhan pun menginginkan demikian (17). Maka berikutnya kita melihat
bagaimana tindakan Pinehas ini mengakhiri sebuah bencana yang memakan korban dua puluh empat ribu orang (8-9).
Betapa lemahnya bangsa Israel. Berkat besar melalui perlindungan dari musuh malah diikuti dengan kegagalan besar umat yang menduakan Tuhan. Bila sebelumnya Balak ingin
melenyapkan Israel, kini Tuhan sendiri yang turun tangan membinasakan mereka. Ini menjadi peringatan penting bagi kita untuk tidak menduakan Allah. Mintalah Allah menyelidiki hati kita dan menyatakan dalam aspek manakah kita telah menduakan Dia. Bila Allah telah menyatakannya, jangan pernah kompromi dengan dosa. Segeralah bertobat dan berhentilah berbuat dosa. Ingatlah, Tuhan berjanji bahwa Ia akan memberkati umat bila
mematuhi taurat, seperti yang dialami Pinehas (13). Sebaliknya, Ia akan menghukum mereka jika mereka melawan Dia (Im. 26; Ul. 28-31).
Diskusi renungan ini di Facebook:
169 Kamis, 7 Mei 2015 Bacaan : Bilangan 26
(7-5-2015)
Bilangan 26
Hitung berkat
Judul: Hitung berkatTiga puluh delapan tahun sebelumnya, pada permulaan masa Kitab Bilangan, ketika Israel berkemah di Gunung Sinai, Tuhan memerintahkan mereka untuk mengadakan sensus (Bil. 1:2-3). Sensus pertama ini diadakan untuk perhitungan jumlah kekuatan militer Israel sebelum memasuki Tanah Perjanjian.
Sebelum pergi berperang melawan bangsa Midian seperti yang diperintahkan Tuhan (Bil. 25:18), Tuhan menyuruh Musa untuk mengadakan sensus lagi (2). Yang dihitung adalah pria berumur dua puluh tahun ke atas, yang sanggup berperang. Dua puluh empat ribu orang telah mati dalam bencana sebelumnya (Bil. 25:9). Mereka adalah generasi terakhir yang menolak memasuki Tanah Perjanjian tiga puluh delapan tahun sebelumnya. Hanya Kaleb, Yosua, dan Musa yang masih tetap ada saat itu, sebagaimana firman Tuhan (64-65). Sensus ini juga bertujuan untuk melihat seberapa besar jumlah setiap suku agar Musa dapat memperhitungkan seberapa luas wilayah di Tanah Perjanjian yang akan mereka tempati (53-54).
Bila kita bandingkan hasil sensus pertama (Bil. 1:46) dan sensus kedua (51), maka kita akan melihat bahwa perubahan jumlahnya tidak terlalu banyak. Padahal bangsa Israel hidup dalam kondisi yang tidak menentu selama tiga puluh delapan tahun. Ditambah lagi dengan beberapa kali kegagalan mereka untuk berpaut kepada Allah. Melalui semua itu, kita dapat melihat bagaimana Allah melindungi umat-Nya dan akan membawa mereka ke Tanah Perjanjian sebagaimana yang ia telah janjikan kepada para patriark. Inilah hal penting yang ingin dinyatakan oleh Kitab Bilangan.
"Hitunglah berkatmu pasti kau lega, dan bernyanyi t'rus penuh bahagia...", itulah penggalan lagu rohani yang mengajak kita untuk menghitung berkat ketika hidup dilanda badai. Melihat kembali perjalanan hidup dan menghitung-hitung kembali berkat Tuhan yang telah kita alami, memang perlu kita lakukan secara berkala. Itu akan mengaburkan kabut kelam yang melanda hidup kita. Di sisi lain, puji-pujian akan mengalir dari bibir kita.
Diskusi renungan ini di Facebook:
170 Jumat, 8 Mei 2015 Bacaan : Bilangan 27:1-11
(8-5-2015)
Bilangan 27:1-11
Hukum waris
Judul: Hukum warisTujuan hukum adalah untuk menciptakan keteraturan di dalam masyarakat. Kata "hukum" dalam ayat 11b, dalam bahasa Ibrani juga dapat diterjemahkan dengan "keadilan". Maka tujuan lain dari hukum adalah untuk menciptakan keadilan di antara umat Israel.
Dalam masalah hukum waris, Musa diperhadapkan pada kasus anak-anak perempuan Zelafehad yang meminta hak waris, karena Zelafehad tidak memiliki anak laki-laki (1-4).Secara umum, ketika seorang ayah wafat, anak-anak laki-laki akan membagi-bagi harta milik ayahnya, dan yang sulung akan menerima dua kali lipat. Anak-anak perempuan tidak mendapat warisan. Dari sang ayah, mereka hanya akan menerima hadiah yang sangat banyak saat mereka menikah. Bila suatu keluarga hanya memiliki anak perempuan, maka harta waris akan diberikan kepada saudara laki-laki sang ayah. Mungkin anak-anak perempuan Zelafehad merasa bahwa hal itu tidak adil. Itu sebabnya mereka menghadap Musa.
Musa yang mendengar keluhan anak-anak perempuan Zelofehad, membawa perkara itu kepada Tuhan (5). Inilah salah satu ciri khas kepemimpinan Musa. Tuhan kemudian menyatakan, bila suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka anak perempuannya boleh berbagi harta warisan (8). Jika keluarga itu tidak memillki anak, maka harta warisan itu akan dimiliki oleh keluarga terdekat (9-11). Nanti, di pasal 36, Tuhan akan memberikan aturan yang mengharuskan anak-anak perempuan penerima warisan untuk menikah dengan orang-orang sesuku. Tujuannya, untuk menjaga agar harta warisan itu tetap berada di suku itu, seperti jika sang ayah memiliki anak laki-laki.
Perikop ini menarik karena memperlihatkan iman anak-anak perempuan Zelofehad, yang meyakini bahwa Tuhan akan membawa mereka memasuki Tanah Perjanjian. Selain itu, memperlihatkan keadilan dan belas kasih Allah atas diri anak-anak perempuan yang ayahnya telah wafat itu. Ini menjadi pelajaran bagi kita untuk mencari Allah ketika menghadapi maalah, bahkan untuk masalah seperti warisan.
Diskusi renungan ini di Facebook:
171 Sabtu, 9 Mei 2015 Bacaan : Bilangan 27:12-23
(9-5-2015)
Bilangan 27:12-23
Alih kepemimpinan
Judul: Alih kepemimpinanBerbagai persiapan dilakukan untuk memasuki tanah Kanaan, termasuk memilih pemimpin untuk menggantikan Musa. Allah telah menyatakan bahwa Musa akan mati sebelum memasuki tanah itu (Bil. 20:12). Meski demikian, Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya itu untuk melihat Tanah Perjanjian dari Gunung Nebo (Ul. 32:48-52).
Reaksi Musa saat mendengar pemberitahuan Tuhan mengenai kematiannya cukup
mengagumkan. Ia tidak panik seperti Raja Saul (1Sam. 28:20), atau berdoa agar diberikan hidup lebih lama seperti Raja Hizkia (2Raj. 20:1-3). Yang ia doakan adalah kesejahteraan Israel, bangsanya membuat dia sering bersedih.
Banyak pemimpin yang memilih dan mempersiapkan orang yang akan menggantikan tempatnya, tetapi Musa menyerahkan hal ini kepada Allah. Ini memperlihatkan penundukan dirinya ke bawah kedaulatan Allah atas Israel. Lalu Allah memilih Yosua, seorang yang penuh roh (18), yang telah melayani Musa elama bertahun-tahun (lihat Kel. 24:13). Musa kemudian melantik Yosua dengan menumpangkan tangannya atas Yosua (22-23). Pelantikan yang dilakukan di depan seluruh umat ini penting agar seluruh bangsa mengetahui bahwa Yosualah yang akan menjadi pemimpin untuk menggantikan Musa. Implikasinya, mereka harus mengikuti dan mematuhi kepemimpinan Yosua.
Betapa mulus proses penyerahan tongkat estafet kepemimpinan dari Musa kepada Yosua. Namun apa yang terjadi di beberapa gereja dalam peristiwa alih kepemimpinan, sungguh menyedihkan. Ada yang tidak rela dicopot dari jabatan kepemimpinannya sehingga jabatan itu harus diambil paksa. Sementara sesuatu yang diambil dengan paksa, pasti menimbulkan kericuhan. Kericuhan semakin menjadi, bila jemaat membela sang pemimpin. Ini menjadi pelajaran penting bagi kita. Entahkah kita menjadi jemaat atau berada dalam jajaran pemimpin jemaat. upayakanlah mekanisme pergantian pemimpin yang mendahulukan kehendak Tuhan. Jauhkanlah intrik dan politik di dalam sistem alih kepemimpinan gereja.
Diskusi renungan ini di Facebook:
172
Minggu, 10 Mei 2015
Bacaan : Mazmur 18