• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Chikungunya

2.1.1. Definisi Chikungunya

Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus

yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal

dari sebuah kata dalam bahasa Swahili yang berarti yang melengkung ke atas

merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis (Anies,

2006).

Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh

virus Chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. Istilah lain

penyakit ini adalah dengue, dyenge, abu rokap dan demam tiga hari. Penyakit ini

ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia dan

imfadenopati karena vektornya nyamuk maka Chikungunya tergolong

arthropod-borne disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh artropoda

(Widoyono, 2008).

Menurut Soedarto (2009), Chikungunya adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh virus Chikungunya yang menimbulkan gejala mirip demam

dengue tetapi jarang menyebabkan pendarahan. Penderita mengeluh nyeri hebat

dikenal sebagai flu tulang. Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

vektor utama dan Aedes albopictus vektor potensial.

Chikungunya adalah penyakit yang mirip dengan Dengue hemorrhagic

fever. Penyakit ini diidentifikasi dengan timbulnya panas yang disertai arthritis

(radang sendi) yang terjadi pertama pada pergelangan tangan, lutut, pergelangan

kaki dan sendi kecil pada ekstremitas yang berlangsung selama beberapa hari

sampai bulanan (Sarudji, 2010).

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis

Virus Chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa

dari family Togaviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter

sekitar 42 nm. Virus Chikungunya bersama dengan virus O’nyong-nyong dari

genus virus alfadan virus penyebab penyakit „Demam Nil Barat‟ dari genus virus

flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue.

Sebelum menyerang manusia 200 – 300 tahun yang lalu, virus ini telah menyerang primata di hutan dan padang Savana di Afrika. Hewan primata yang

sering terjangkit adalah baboon (Papio sp) dan Cercopithecus sp. Siklus di hutan

diantara satwa primata dilakukan oleh Aedes sp (Widoyono, 2008).

Menurut Soedarto (2009), virus penyebab Chikungunya termasuk

kelompok virus RNA yang mempunyai selubung merupakan anggota grup A

arbovirus, yaitu alphavirus dari Togaviridae. Dengan mikroskop elektron virus

Penyebaran virus Chikungunya tersebar luas di Afrika, Asia Selatan dan Asia

Tenggara. Vektor utama penular Chikungunya adalah nyamuk Aedes aegypti,

sedangkan sumber penularan adalah manusia dan primata.

2.1.3. Gejala Klinis

Masa inkubasi 3 – 5 hari. Permulaan penyakit biasanya; tiba-tiba timbul panas tinggi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri persendian dan timbul bercak

pendarahan (rash). Nyeri sendi pada penderita dewasa umumnya lebih berat

daripada anak-anak. Sendi bekas trauma lebih mudah diserang. Sendi yang

diserang Chikungunya, bengkak dan nyeri bila ditekan. Tanda-tanda peradangan

sendi lain biasanya tidak ditemukan. Rash kulit biasa ditemukan pada permulaan

sakit tetapi biasa juga timbul beberapa hari kemudian. Rash seringnya ditemukan

pada badan dan anggota Limpa dan Liver biasanya tidak teraba (Yatim, 2007).

Demam Chikungunya atau flu tulang (break-bone fever) mempunyai

gejala dan keluhan penderita mirip demam dengue, namun lebih ringan dan jarang

menimbulkan pendarahan. Keluhan utama yang dialami penderita adalah artralgia

yang merasakan nyeri pada tulang-tulang. Selain itu pembuluh konjungtiva mata

penderita tampak nyata dan disertai demam mendadak selama 2 – 3 hari.

Pemeriksaan serum penderita pada uji hemaglutinasi inhibisi atau uji netralisasi

menunjukkan tingginya titer antibodi terhadap virus Chikungunya (Soedarto,

2009).

Menurut Widoyono (2008), masa inkubasi Chikungunya adalah 1 – 6 hari.

ruam kulit dan limfadenopati, artralgia, mialgia atau arthritis yang merupakan

tanda dan gejala khas Chikungunya. Penderita dapat mengeluhkan nyeri atau ngilu

bila berjalan kaki karena serangan pada sendi-sendi kaki. Dibandingkan dengan

DBD, gejala Chikungunya muncul lebih dini. Perdarahan jarang terjadi, diagnosis

ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium yaitu adanya antibodi

IgM dan IgG dalam darah.

2.1.4. Cara Penularan

Penularan Chikungunya dapat terjadi bila penderita yang mengandung

virus Chikungunya digigit nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut

terisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak

diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk didalam kelenjar liurnya.

Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita (extrinsic incubation

period), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan

tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya sehingga selain menjadi

vektor juga menjadi reservoir dari virus Chikungunya (Depkes, 2001).

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),

sebelum nyamuk menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat

tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur

inilah virus Chikungunya dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Seseorang yang

telah terinfeksi oleh virus Chikungunya melalui gigitan nyamuk akan mengalami

(5 – 7 hari). Penderita yang dalam masa viremia inilah yang dapat menularkan Chikungunya ke orang lain selama terdapat vektor penular penyakit (Depkes,

2001).

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus

Chikungunya yaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan. Virus Chikungunya

ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu

penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus tersebut dapat

mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam

timbul kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembangbiak dalam waktu

8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit (Depkes, 2001).

2.1.5. Diagnosis Pasti dan Banding

Diagnosis Chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam,

nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia serta

daerah tempat tinggal penderita yang berisiko terkena Chikungunya. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya ruam makulopapuler, limfadenopati

servikal dan injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan hitung lekosit, beberapa

menurun sedang dan laju endap darah akan meningkat. C-reactive protein positif

pada kasus-kasus akut (Eppy, 2010).

Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan

diagnosis seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan

aglutinasi/HI, complement fixation/CF dan serum netralisasi; tes serologi modern

dengan teknik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); teknik

super modern dengan pemeriksaan PCR serta teknik yang paling baru dengan

RT-PCR (2002). Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat

tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya

pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI, CF

ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru ditemukan pada serum yang

diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang

akurat dapat diperoleh dari serum yang sudah diambil sesudah sakit dengan

metode IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikkan

serum akut dari kasus tersangka pada mencit atau kultur jaringan. Diagnosis pasti

adanya infeksi virus Chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal antara

lain: 1) Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI);

2) Virus Chikungunya (CHIK) pada isolasi virus; 3) IgM capture ELISA.

Viral arthropaty dapat diketahui dan dijumpai pada beberapa infeksi virus

seperti dengue, Mayora (Mayora fever, Uruma fever), Ross River, Sindbiss

banding dari penyakit Chikungunya. Diagnosis banding Chikungunya yang paling

mendekati adalah demam dengue atau demam berdarah dengue (Soegijanto,

2004).

2.1.6. Pengobatan

Chikungunya pada dasarnya bersifat self limiting disease artinya penyakit

yang dapat sembuh dengan sendirinya. Hingga saat ini, belum ada vaksin maupun

obat khusus untuk Chikungunya, oleh karenanya pengobatan ditujukan untuk

mengatasi gejala yang mengganggu (simtomatis). Obat-obatan yang dapat

digunakan adalah obat antipiretik, analgetik (non-aspirin analgetik; non steroid

anti inflamasi drug parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam,

ibuprofen, obat anti mual dan muntah adalah dimenhidramin atau

metoklopramid). Aspirin dan steroid harus dihindari. Terapi lain disesuaikan

dengan gejala yang dirasakan (Soedarto, 2007).

Bagi penderita dianjurkan untuk makan makanan yang bergizi, cukup

karbohidrat terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Memperbanyak

konsumsi buah-buahan segar, sebaiknya minum jus buah segar. Vitamin

peningkat daya tahan tubuh dapat bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini.

Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat

juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dan istirahat

cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Disarankan juga

2.2. Nyamuk Penular Chikungunya

Dokumen terkait