BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Nyamuk Penular Chikungunya
2.2.5. Ekologi Vektor
Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara vektor dan lingkungannya. Lingkungan merupakan interaksi vektor penular
Chikungunya dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah lingkungan sekeliling manusia yang terdiri dari
benda-benda yang tidak hidup (non living things) dan kekuatan-kekuatan fisik
lainnya. Dalam hal ini lingkungan fisik dapat menjadi enviromental reservoir dan
ikut berperan menentukan pola populasi nyamuk. Lingkungan fisik sebagai
berikut:
1. Jarak antara rumah
Jarak rumah memengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah
lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah menyebar ke rumah
sebelah. Bahan-bahan rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam
rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.
Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan
yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar
terserang penyakit (Depkes, 1998).
Penelitian Roose (2008), di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa ada hubungan jarak antar rumah ≤ 5 m memberikan kontribusi dampak/risiko dengan kejadian DBD sebesar 1,79 kali dibanding
dengan jarak antar rumah > 5 m.
2. Macam kontainer
Macam kontainer disini antara lain: jenis/bahan kontainer, letak kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup kontainer dan asal air memengaruhi nyamuk
3. Ketinggian tempat
Keadaan geografis seperti ketinggian memengaruhi penularan penyakit.
Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai ketinggian lebih dari 1000 m di atas
permukaan laut. Kadar oksigen juga memengaruhi daya tahan tubuh seseorang,
semakin tinggi letak pemukiman maka akan semakin rendah kadar oksigennya.
Dataran tinggi juga berhubungan dengan temperatur udara (Widoyono, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis.
Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di
tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian
daerah ± 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat
berkembangbiak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah
sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes, 2005).
Tiap kenaikan 100 m maka selisih suhu udara tempat semula adalah 0,5oC.
Bila perbedaan tempat cukup tinggi maka perbedaan suhu udara juga cukup
banyak dan akan memengaruhi faktor-faktor lain seperti penyebaran nyamuk,
siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dan musim penularan
(Depkes, 2007).
4. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari
a. Suhu udara
Nyamuk termasuk binatang berdarah dingin karenanya proses-proses
metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu
lingkungannya. Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu
rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°C – 27°C. Nyamuk
dapat bertahan hidup dalam suhu rendah tetapi proses metabolismenya
menurun atau bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis
pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses
fisiologinya.
Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari
10ºC atau lebih dari 40ºC. Toleransinya terhadap suhu tergantung pada
spesies nyamuknya tetapi pada umumnya suatu spesies tidak akan tahan
lama bila suhu lingkungan meninggi 5ºC – 6ºC di atas, dimana spesies secara normal dapat beradaptasi.
Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses
metabolisme sebagian diatur oleh suhu, oleh karena kejadian-kejadian
biologis tertentu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan pencernaan
darah yang dihisap, pematangan idung telur, frekuensi mencari makanan
atau menggigit dan lamanya pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk
b. Kelembaban udara
Menurut Gobler dalam Depkes (1998), umur nyamuk dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Pada suhu 20ºC kelembaban nisbi 27% umur nyamuk
betina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban kurang dari
60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena
tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar
ludah.
Menurut Depkes (2007), kelembaban udara adalah banyak uap air yang
terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan
rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan
berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban
yang baik berkisar antara 40% – 70%. Pada keadaan ini nyamuk tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek
sehingga nyamuk tersebut tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit
di dalam tubuh nyamuk.
c. Curah hujan
Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim
hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi
Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan
menambah jumlah tempat perkembangbiakan. Curah hujan yang lebat
menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor, oleh karena
jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk
biasanya meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan lebat. Pengaruh
hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah.
Terlalu banyak hujan akan menyebabkan kekeringan, mengakibatkan
berpindahnya tempat perkembangbiakan vektor tetapi keadaan ini akan
segera pulih cukup bila keadaan kembali normal. Curah hujan yang cukup
dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk
berkembangbiak secara optimal (Depkes, 2007).
d. Pencahayaan
Cahaya merupakan faktor utama yang memengaruhi nyamuk beristirahat
pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang
tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya
merupakan faktor terbesar yang memengaruhi aktivitas terbang nyamuk.
Intensitas pencahayaan untuk kehidupan nyamuk adalah < 60 lux (Depkes,
2007).
e. Kecepatan angin
Kecepatan angin secara langsung berpengaruh pada penguapan
(evaporasi) air dan suhu udara (konveksi), disamping itu angin
11 – 14 meter perdetik atau 25 – 31 mil per jam akan menghambat penerbangan nyamuk. Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu nyamuk
ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu lingkungan, bila ada
angin evaporasi baik dan konveksi baik maka suhu nyamuk akan turun
beberapa fraksi atau derajat lebih rendah dari suhu lingkungan
(Depkes, 2007).
b. Lingkungan biologik
Lingkungan biologik yang memengaruhi penularan Chikungunya adalah
banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi
pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah dan halaman. Bila banyak tanaman
hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang disenangi oleh
nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk (Soegijanto,
2003).