• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Pencegahan dan Pengendalian Vektor Chikungunya

Mengingat vektor penular virus Chikungunya dan virus dengue (DBD)

sama, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus maka upaya pencegahan

Chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk penyakit DBD. Upaya

pencegahan dititikberatkan pada pengendalian nyamuk penular dapat dilakukan

terhadap jentiknya dan nyamuk dewasa. Upaya terpadu perlu diterapkan untuk

pengendalian nyamuk penular vektor Chikungunya dengan menggunakan metode

yang tepat, antara lain dengan pengelolaan lingkungan, perlindungan diri,

pengendalian biologi, pengendalian kimiawi dan pendekatan pemberantasan

2.5.1. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang berkaitan

dengan upaya pencegahan, ditujukan untuk mengurangi perkembangbiakan vektor

sehingga mengurangi kontak vektor dengan manusia. Metode pengelolaan

lingkungan untuk mengendalikan Aedes aegypti dan Aedes albopictus serta

mengurangi kontak vektor dengan manusia dengan melakukan kegiatan antara

lain: Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

modifikasi tempat perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain

rumah (Sukamto, 2007).

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya adalah

pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak.

Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat-tempat

umum dengan melaksanakan PSN meliputi: 1) Menguras bak mandi dan

tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan

dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7 – 10

hari; 2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan

tempat air lain; 3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung

sekurang-kurangnya seminggu sekali; 4) Membersihkan pekarangan dan halaman

rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga

tidak menjadi sarang nyamuk; 5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan

2.5.2. Perlindungan Diri

Upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk

antara lain seperti: 1) Membersihkan halaman atau kebun di sekitar rumah;

2) Membersihkan saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak; 3) Membuka

pintu dan jendela rumah setiap pagi hari sampai sore agar udara segar dan sinar

matahari dapat masuk sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang

sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk;

4) Memakai pakaian pelindung dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dapat

merupakan alternatif penting dalam memutus kontak antara nyamuk dewasa

dengan manusia. Pakaian tersebut cukup tebal atau longgar berlengan panjang dan

celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki dari tusukan

nyamuk karena merupakan bagian tubuh yang rawan; 5) Memakai repellent.

Repellent atau penolak serangga merupakan sarana pelindung diri terhadap

nyamuk dan serangga yang umumnya digunakan. Bahan ini secara garis besar

dibagi menjadi 2 kategori yaitu penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak

esensial dan ekstrak tanaman merupakan bahan pokok penolak alami misalnya

minyak neem (pada kayu mahoni). Penolak kimiawi misalnya DEET

(N,N-Diethyl-m-Taluamide) dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus. Repellent dioleskan seperlunya pada bagian tubuh

yang terbuka; 6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian. Kebiasaan

meletakkan pakaian digantungkan yang terbuka misalnya di belakang pintu

tidak hinggap pada pakaian tersebut; 7) Tidur siang dengan menggunakan

kelambu. Kebiasaan orang tidur pada siang hari akan mempermudah penyebaran

Chikungunya karena nyamuk betina mencari umpannya pada siang hari (Anies,

2006).

2.5.3. Pengendalian Biologi

Menurut Soegijanto (2006), pengendalian biologi dilakukan dengan

menggunakan kelompok hidup baik dari golongan mikroorganisme, hewan

invertebrata atau hewan vertebrata. Pengendalian biologi dapat berperan sebagai

patogen dan parasit. Beberapa jenis ikan seperti ikan kepala timah

(Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia) adalah pemangsa yang cocok untuk

larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda seperti Romanomarmis

iyengari dan R.culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen

seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan

sebagai pengendalian hayati larva nyamuk di tempat perindukannya. (3) Cara

Fisik, pemberantasan secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M (Menguras,

Menutup, Mengubur) yaitu: 1) Menguras dan menyikat tempat-tempat

penampungan air seperti bak mandi/wc, drum dan lain-lain seminggu sekali;

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan

lain-lain; 3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

2.5.4. Pengendalian Kimia

Pengendalian secara kimia terhadap vektor Chikungunya ditujukan pada

jentik dan nyamuk dewasa.

a. Pemberantasan Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti dilakukan dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) atau dikenal dengan

larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos.

Formulasi temephos yang digunakan adalah granula (sand granula). Dosis yang

digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap

100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.

Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator (Depkes, 2005).

b. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

pengasapan (fogging) dengan insektisida, hal ini dilakukan mengingat kebiasaan

nyamuk senang hinggap pada benda-benda yang bergantungan maka

penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan

nyamuk penular malaria (Depkes, 2005).

Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat

misalnya malathion dan feritrothion. Golongan pyrectic syntetic misalnya lamda

sihalotrin dan parmietrin. Golongan karbamat. Alat yang digunakan untuk

penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan maka tidak mempunyai efek

residu (Suroso, 2003).

Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi

penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk

mengandung virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya

akan mati. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi

penularan akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentik agar

populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).

2.5.5. Pendekatan Pemberantasan Terpadu

Penggunaan insektisida sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan

vektor Chikungunya sedapat mungkin harus dipadukan dengan metode

pengelolaan lingkungan. Selama periode tidak ada atau sedikit aktifitas virus

Chikungunya. Langkah rutin dari pemberantasan sarang nyamuk dapat dipadukan

dengan penggunaan larvasida untuk wadah yang tidak dapat dikuras isinya, tak

dapat ditutup. Sebagai upaya pengendalian darurat dalam menekan KLB/wabah,

dilakukan program pemberantasan populasi Aedes aegypti dengan cepat,

menyeluruh dengan menggunakan insektisida dan menerapkan teknik-teknik

secara terpadu (Sukamto, 2007).

Dokumen terkait