• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIAN

A. Keluarga Kristiani

3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani

a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih

Keluarga kristiani yang diresapi oleh cinta kasih menurut Gaudium et

untuk memelihara dan memupuk janji setia mereka dengan cinta yang murni dan

perkawinan mereka dengan kasih yang tak terbagi. Undangan sabda ilahi bagi

pasangan suami istri amat sangat berarti”. Melalui undangan tersebut pasangan

suami istri diharapkan mampu memelihara dan memupuk janji setia dalam

kehidupan perkawinan agar kelak bisa membangun keluarganya menjadi sebuah

keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Melalui cinta kasih pasangan

suami istri menjadi semakin saling menghargai dan mencintai satu sama lain.

Mereka diharapkan untuk tidak membagi kasih setia dan cintanya kepada orang

yang bukan pasangan hidupnya. Mereka diharapkan mampu menjunjung

kesetiaan dalam hidup perkawinannya.

Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 “ Cinta kasih suami

istri hakekatnya terbuka bagi penerimaan kehidupan”. Cinta kasih dalam

kehidupan pasangan suami istri kiranya dapat terbuka bagi keturunan, dimana

sebuah keturunan menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan sebuah

keluarga. Keterbukaan akan kehadiran keturunan kiranya atas dasar kesamaan

tersebut dibentuk keluarga sebagai satu persekutuan hidup manusia yang

dipersatukan didalam cinta kasih.

b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan

Dalam perkawinan katolik terdapat dua sifat hakiki perkawinan yang tak

dapat dipisahkan atau diceraikan oleh manusia yaitu monogam dan tak

terceraikan, seperti yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1056)

“sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak terceraikan, yang dalam

1).Monogam

Monogam menurut Kitab Hukum Kanonik (kan. 1056) artinya satu suami

dan satu istri. Perkawinan kodrati selalu membangun kesatuan yaitu melibatkan

dua pribadi yang ingin mempersatukan diri dan hidup dengan pasangannya.Maka

perkawinan katolik harus monogam. Pendidikan anak-anakpun hanya dapat

lengkap dalam persekutuan hidup monogam, karena hal itu tidak hanya berarti

kesejahteraan material. Persekutuan hidup berdasarkan kesetiaan manusiawi

membutuhkan demi terwujudnya kesejahteraan hidup perkawinan. Namun

kesetiaan tidak hanya berarti bahwa menyeleweng kepada orang lain melainkan

setia pada pasangannya.

Dalam surat Ef 5:22-29 Paulus menyatakan harapan agar suami istri

kristiani saling mencintai sepenuh-penuhnya, seperti Kristus dalam Gereja saling

mencintai. Kesetiaan Gereja pada Kristus dan cinta Kristus pada Gereja harus

menjadi contoh bagi suami istri. Suami harus mencintai istrinya seperti badannya

sendiri begitu pula sebaliknya, sebab Allah sendirilah yang telah menyatukan

suami istri itu sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan kata lain

perkawinan katolik harus bercirikan kesetiaan sepenuh-sepenuhnya.

Kesetiaan dalam hidup perkawinan ditegaskan kembali dalam Konsili

Vatikan II yang menyatakan bahwa poligami mengaburkan nilai perkawinan dan

bahwa monogami dituntut oleh kesetiaan cinta suami istri yang diajarkan oleh

Kristus sendiri. Lebih lanjut dikatakan, perceraian mengaburkan seluruh

kesatuan suami istri dan kepentingan anak-anak menuntut tak terceraikan

perkawinan.

Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981 art. 33 menegaskan

tentang perkawinan dan hidup berkeluarga:

Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antar pribadi yang saling mencinta. Kesatuan pertama ialah cinta eksklusif suami istri. Roh kudus mencurahkan lewat sakramen perkawinan cinta sejati antar mereka, seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Kesatuan semacam itu dilawan oleh poligami yang menentang kehendak Allah.

2). Tak-Terceraikan

Perkawinan yang tak-terceraikan berarti bahwa ikatan yang timbul dari

perjanjian perkawinan itu berlaku seumur hidup. Pandangan itu berdasarkan pada

Mrk 10:9 yang mengatakan “karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah tidak

boleh diceraikan oleh manusia”. Perkawinan yang tak-terceraikan merupakan sifat

yang berdasarkan cinta kasih antar pasangan suami istri. Semangat dan nilai-nilai

cinta kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci mendorong suami istri kearah cinta

kasih personal. Cinta kasih personal mereka merupakan dasar hidup perkawinan

yang sungguh-sungguh membahagiakan. Mereka memperkembangkan sifat-sifat

manusia yang terluhur (cinta kasih) dan dirindukan oleh setiap manusia. Cinta

kasih yang digambarkan itu diekspresikan secara khusus dalam persetubuan.

Dalam persetubuan cinta kasih antar suami istri secara personal dan total

yang dikukuhkan oleh Allah sedemikian erat sehingga keduanya bukan lagi dua

melainkan satu, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Gereja mengajarkan bahwa

persetubuan adalah mutlak tak-terceraikan kecuali oleh kematian. Seperti dalam

Kan.1141 ”Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputuskan oleh

kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian”. Tak-

terceraikan perkawinan itu berhubungan erat dengan ciri perkawinan sebagai

sakramen, karena sakramen melambangkan hubungan cinta tak-terceraikan antara

Kristus dengan Gereja. Perkawinan yang tak-terceraikan memberi manfaat bagi

suami istri, anak dan bagi seluruh masyarakat.

c. Keluarga Adalah Tempat Kudus

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: “keluarga

yang didasarkan pada perkawinan sungguh-sungguh merupakan tempat kudus

untuk kehidupan”. Keluarga merupakan tempat Kudus dimana kehidupan

keluarga dimulai dan sebagai hadiah dari Allah, diterima secara senang hati dan

selalu diberi perlindungan dari berbagai macam bahaya yang dapat mengancam

kehidupan keluarga dalam mengembangkan kehidupan keluarga.

Masih dari Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 dinyatakan bahwa:

“keluarga memberi sumbangsi besar bagi kesejahteraan bersama melalui

pelaksanaan tugas sebagai ayah dan ibu yang bertanggungjawab. Dengan itu

mereka ambil bagian atas cara istimewa dalam karya penciptaan Allah”.

Tanggung jawab sebagai ayah dan ibu tidak boleh menjadi suatu alasan untuk

membenarkan segala keegoisan yang ada dalam diri masing-masing baik dalam

menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, tetapi harus mengarahkan pada

suatu pembenaran akan penerimaan pasangan suami istri atas kehidupan yang

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: orang tua

mempunyai tugas untuk mendidik: “keluarga memainkan peranan yang asli dan

tak tergantikan dalam mendidik anak-anak”. Cinta kasih orang tua yang memberi

dirinya untuk melayani anak-anaknya karena mereka hendak membantu anak-

anak itu agar sanggup melakukan yang terbaik darinya, menemukan

perwujudannya yang penuh di dalam tugas pendidikannya.

Hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya harus disebut

sebagai yang utama karena hak dan kewajiban ini melekat pada penerusan

kehidupan itu sendiri, sebagai tugas yang asli dan pertama dibandingkan dengan

tugas-tugas lainnya dari orangtua berdasarkan kekhasan relasi yang ada antara

orang tua dan anak. Sebagai tugas yang tak tergantikan dan tak dapat dirampas

karena tidak dapat dialihkan secara menyeluruh kepada orang lain ataupun

diambil orang lain. Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk memberi

pendidikan agama dan moral kepada anak-anak mereka. Hak ini tidak dapat

diambil dari mereka tetapi harus dihargai dan diteguhkan menjadi satu kewajiban

utama yang tidak dapat diabaikan oleh keluarga atau diserahkan ke pihak lain.

d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini

Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya Membangun Keluarga Kristiani,

1995 “Keluarga kristiani merupakan Gereja mini artinya persekutuan dasar iman

dan tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga kristiani, pertama-tama

diharapkan perkembangan iman yang dapat menghangatkan satu sama lain.

Kehangatan dimana suatu keluarga tersebut bisa hidup tenang, damai dan

akan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keluarga

kristiani akan tumbuh dengan sendirinya karena keluarga kristiani merupakan satu

penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Dalam keluarga

kristiani ditampilkan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda, citra dan

persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Keluarga dipanggil, supaya

mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Keluarga kristiani mempunyai

suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil karena Injil menjadi sumber

kekuatan dalam keutuhan keluarga.

Keluarga kristiani diharapkan mampu menjadi pengikut Yesus Kristus yang

sejati dengan mewartakan dan menyebarluaskan Injil dalam kehidupan

berkeluarga dan kehidupan bermasyarakat. Keluarga kristiani di sini adalah

keluarga yang membangun persekutuan hidup berdasarkan persaudaraan dan iman

akan Yesus. Dalam keluarga kristiani ditampakkan kasih suami dan istri melalui

kesediaan untuk berkurban, kesetiaan dan kerjasama yang penuh kasih antara

semua anggotanya. Dengan demikian keluarga tersebut menampilkan cinta kasih

Allah kepada Gereja-Nya.

Dokumen terkait