• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Pustaka

TINJAUAN TEORITIS

2.4 BAHAYA ZAT PEWARNA BAGI KESEHATAN

2.4.1 Ciri Makanan Menggunakan Pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow:

Terdapat pada saos, kerupuk, agar-agar (jelly), minuman ringan, sirup, es puter dan jajanan basah dll.

a. Warnanya mencolok b. Cerah mengilap

c. Warnanya tidak homogen (ada yang menggumpal) d. Ada sedikit rasa pahit

e. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsi

Anak – anak tidak bisa memilih yang terbaik bagi diri mereka maka ada baiknya kita yang mengarahkan mereka tidak terlalau banyak mengonsumsi jajanan anak – anak, baik jajanan tradisional maupun makanan kemasan. Yang paling baik adalah memberikan bekal berupa makanan dan minuman yang telah kita pilih dengan baik dan menjamin kesehatan mereka. Mengingat terkadang pabrik pembuatan makanan dalam mencantumkan lebelpun tidak sesuai dengan isinya, misalnya tidak terkandung MSG atau pewarna buatan, tetapi nyatanya terkandung MSG atau pewarna buatan. (Yuliarti, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis.Tetapi, sebelum faktor–faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang–kadang sangat menentukan.Selain faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat di tandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Cahyadi, 2009).

Kita hendaknya berhati–hati dalam menkonsumsi makanan.Tidak semua pewarna sintesis baik untuk kesehatan walaupun tidak semua pula berbahaya bagi kesehatan.Tindakan selektif dalam memilih makanan dengan mengenal berbagai pewarna yang mungkin ditambahkan oleh produsen sangat kita perlukan.Mendampingi buah hati anda saat membeli makanan adalah hal yang penting karena jajanan anak – anak seringkali mengandung bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan termasuk pewarna sintesis (Yuliarti, 2007).

Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga di temukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar.Hampir setiap makanan olahan telah di campur dengan pewarna sintesis mulai dari jajanan anak, tahu, kerupuk, terasi, cemilan bahkan buah dingin terutama mangga (Yuliarti, 2007).

Pewarna dicampur dalam makanan untuk menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera, tetapi tidak banyak zat pewarna yang diharapkan. Zat pewarna yang tidak di anjurkan antara lain : (102)tertrazine,(104)quinolinyellow,(110)susetyellow,(122)azorubine,(123)amara nth,(124)ponceu4R,(127)erythrosine,(129)allura red (132)indigiotine, (133)brilliant blue,(food green s,(131)brillian black BN (155) brown HT, dan (160b) annatto extracts (arisman, 2009).

Badan pengawas obat dan makanan di dunia World Health Organization (WHO) secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan informasinya ke seluruh dunia.Di Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Hermayana, 2010).

Bedasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88, yang di maksud dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan

merupakan komposisikhas makanan yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan segaja ditambahkan ke dalam makanan (cahyadi 2009). Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Men.Kes/Per/V/1985, menetapkan zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan barbahaya dan dilarang di gunakan dalam obat, makanan, dan komestika (Sartono, 2002).

Zat Pewarna terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun,berpotensi memicu kanker, alergi, dan diare pada anak-anak dan ginjal akibat terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu, karena tingginya kadar bahan pewarna, maka hati akan bekerja keras untuk merobek agar dapat dikeluarkan dari hati. Menurut data WHO penderita kanker karena zat pewarna adalah 80 % dari penderita kanker,dan angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir.Saat ini 30% orang di negara berkembang menderita alergi.6 juta menderitadermatitis (alergi kulit)pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi.Saat ini morbiditas angka kejadian diare akibat zat pewarna makanan di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN (Anonymous, 2006 dalam hermayanan 2010).

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di

rumah sakit menderita diare akibat makanan zat pewarna sedangkan penyakit ginjal ialah 56,6 % (Depkes RI, 2008 dalam Hermayana, 2010).

Data pukesmas kecamatan tanah jambo aye kab. Aceh utara prov. Aceh menunjukan 178 kasus diare dan 105 kasus asma di tahun 2011 dan meningkat di tahun 2012 menjadi 220 kasus diare dan 110 kasus asma ini di perkirakan akan terus meningkat (Pukesmas Tanjay, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2003) menunjukkan bahwa dari 25 sampel makanan dan minuman jajanan yang beredar di wilayah kota Bandung, terdapat 5 sampel yang positif mengandung zat pewarna yang di larang pemerintah, yaitu rhodamin B (produk sirup jajanan kerupuk dan terasi merah), sedangkan untuk methanyl yellow tidak terdapat dalam sampel. Beberapa pedagang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa bahan pewarna yang dilarang digunakan untuk pangan, seperti rhodhamin B,menthanyl yellow dan amaranth. Dari 251 jenis minuman yang di ambil sebagai contoh di daerah Bogor dan rangkasblitung mengandung rhodamin B, dengan persentase di Bogor 14,5% dan Rangkasbitung 17 %, sedangkan di kota – kota kecil dan di desa – desa sebanyak 24% minuman yang berwarna merah ternyata mengandung rhodamin B. Tetapi beberapa pedangang ada pula yang menggunakan pewarna alami, seperti karamel, cokelat, dan daun suji (Cahyadi, 2009).

Usia 3 – 5 tahun, dimana inisiatif anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal – hal di sekitarnya. Anak - anak mulai mencoba makanan dan minuman yang bervariasi (Jahja, 2011) anak – anak memang sangat menyukai makanan dengan warna yang menarik dan aroma yang

sangat menyegat, terlebih bila makanan itu di iklankan di televisi yang mereka tonton setiap hari(Yuliarti, 2007).

Menurut Moehji (2008), Ibu perlu meningkatkan pengetahuannya terhadap bahaya zat pewarna makanan pada kesehatan anak. Sebaiknya ibu mengunakan pewarna makanan yang alami misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning karena tidak mengandung bahan kimia yang dapat mempunyai efek racun, berpotensi memicu kanker, alergi, dan diare pada anak-anak dan ginjal akibat terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu.

Bedasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 24–25 Mei 2013 di Gampong Rawang Itek Kab, Aceh Utara Prov Aceh terdapat 450 ibu–ibu yang memiliki anak usia 3–5 tahun, dari data diatas peneliti merasa perlu melakuan penelitian dengan judul “Pengetahuan Ibu Tentang Bahaya Zat Pewarna makanan pada kesehatan anak usia 3–5 tahun.