• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II UNSUR ALUR, TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR ROMAN

3.1 Pengantar

3.2.1 Citra Diri Perempuan dalam Aspek Fisik

Citra diri perempuan dalam aspek fisik yang berarti pengalaman yang dialaminya dan tidak dialami laki-laki seperti melahirkan dan lain sebagainya. Citra diri perempuan dalam roman Isinga (I) dapat difokuskan pada tokoh utama Irewa dan tokoh tambahan seperti Jingi, ibu Selvi serta suster Wawuntu dan suster Karolin. Untuk itu, akan dijelaskan citra diri perempuan dalam aspek fisik sebagai berikut.

3.2.1.1 Irewa

Secara fisis tokoh Irewa dapat dicitrakan sebagai remaja yang memiliki kulit hitam dan cantik. Kecantikan Irewa membuat hati Meage terpikat saat mereka bertemu di sungai warsor. Dada Irewa berdegup dan juga gemetar ketika tubuhnya berdekatan dengan Meage karena di Aitubu jarang seorang laki-laki berbicara lebih lama kepada perempuan kecuali yang sudah menikah. Ada acara penyambutan bagi kaum laki-laki yang mengikuti upacara muruwal sehingga mama Kame mendadani Irewa dengan mengikat rambut hingga rapi. Mama Kame juga menghias Irewa dengan daun pandan merah hingga Irewa tercium wangi, tubuh Irewa diberi riasan warna-warni di bagian dagu, hidung dan pipi. Irewa terlihat cantik dari biasanya, badannya bersih dan tidak kusam dan kulitnya mengkilat. Mama Kame juga menghiasi betis Irewa dengan gelang karena bagi anak gadis betis melambangkan kecantikan.

Jadi, Irewa dicitrakan sebagai remaja papua dalam roman Isinga yang memiliki kulit hitam dan kusam, cantik serta memiliki betis yang bagus. Berikut kutipannya:

74)...Mama Kame sudah selesai menghias anaknya. Irewa sudah lebih cantik daripada biasa. Badannya bersih. Tak ada yang kusam. Sejak pagi-pagi, ia sudah menyiapkan diri untuk dihias. Ia mencuci badannya di sungai. Kulitnya tampak hitam mengkilat. Bercahaya terkena sinar matahari. Kulit Irewa jenis bagus. Halus (Herliany, 2015: 23).

Irewa menerima cinta Meage dan sudah dilamar dan menjadi istri Meage tetapi secara fisis Irewa belum bisa tinggal bersama Meage karena ia belum menstruasi. Irewa mengalami sakit karena menstruasi pertama, wajah Irewa pucat serta sakit kepala dan sakit perut. Berikut kutipannya:

75)Esoknya, Irewa sakit. Mungkin sedih karena tidak jadi menikah dengan Meage. Malah harus kawin dengan Malom. tapi mungkin saja sakit akibat menstruasinya itu. Darah memang belum berhenti dari vaginanya. Wajah Irewa pucat sekali. Ia mengeluh kepalanya sakit. Perutnya seperti berisi banyak air padahal belum minum...(Herliany, 2015:52).

Irewa merasa badannya lelah karena acara adat yang ia lalui selama beberapa hari. Bagi laki-laki di pegungungan Megafu menikah dengan perempuan untuk memiliki keturunan. Keturunan untuk meneruskan sejarah, anak lelaki untuk berperang sedangkan anak perempuan merawat anak dan menjaga kelangsungan hidup. Secara fisik Irewa masih muda dan belum siap melayani keinginan Malom, dengan terpaksa Irewa melayani Malom Jadi, tradisi suku Hobone maupun Aitubu mengharuskan seorang lelaki mengawini seorang perempuan untuk menghasilkan anak. Anak lelaki berguna untuk meneruskan sejarah, sedangkan perempuan untuk merawat anak dan kelangsungan hidup. Berikut kutipannya:

74) Irewa sudah makin tak bertenaga lagi. Malom berkuasa atas tubuh Irewa. Malom telah menjadi seorang suami. Laki-laki Ikomharus mengawini tubuh perempuan. Irewa tak bisa melawan lagi. Malom menyenangkan diri dan keinginan batinnya pada tubuh Irewa. Anak panah dalam tubuh Malom dilepaskan.

Seorang lelaki Iko sedang menjalankan sebuah tugas. Pegunungan raksasa Megafu meminta para laki-laki, orang kuat Iko menabur benih agar para perempuan menghasilkan anak. Keturunan untuk meneruskan sejarah. Anak laki-laki akan digunakan untuk menjadi prajurit Iko yang bertugas menjalankan perang. Mempertahankan sebuah keutuhan, anak perempuan akan digunakan untuk merawat dan menjaga kelangsungan sebuah kehidupan...(Herliany, 2015: 57).

Kehidupan Irewa berubah setelah menikah dengan Malom dan banyak hal yang harus ia kerjakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti mencari makan dengan berkebun, menangkap ikan di danau, membersihkan kebun sagu dan memelihara babi. Semua pekerjaan inilah yang membuat tubuh Irewa lemas sehingga ia mengalami keguguran pertama. Keguguran yang dialami Irewa membuat Irewa merasa pusing, badannya lemas, wajahnya pucat dan tak bisa bergerak. Jadi, secara fisik Irewa dicitrakan sebagai seorang perempuan yang bertanggung jawab dalam mencukupi setiap kebutuhan rumah tangga tetapi pekerjaan itu juga yang membuat Irewa mengalami keguguran pertama. Berikut kutipannya:

75) Begitulah, Irewa langsung mempelajari banyak hal. Hal yang benar- benar baru baginya adalah seputar danau.Jadi, pekerjaan Irewa lainnya adalah memelihara babi-babi itu. Memberi makan agar hidup baik dan beranak. Lalu babinya bertambah banyak.Pagi itu Irewa berangkat ke kebun sayur. Lalu menanam benih. Berencana akan membuat lubang di kebun... Semua perempuan di pegunungan Megafu punya tugas menyediakan makan bagi keluarga masing-masing. Dalam keadaan bagaimanapun, tugas itu harus dilakukan. Tak pernah ada laki-laki Megafu menyiapkan makan untuk keluarga. Hal-hal berat yang harus dikerjakan Irewa di Hobonelah barangkali penyebab Irewa kehilangan bayi yang baru beberapa minggu ada dalam perutnya...(Herliany, 2015:59, 61, 62 & 63).

Irewa hamil anak kedua dan awal persalinan Irewa dibantu oleh mama bidan karena secara fisik ia masih remaja dan belum bisa melahirkan sendiri, anak pertama yang diberi nama Kiwana. Berikut kutipannya:

76)Irewa cepat belajar dari para mama di Dusun Perem bagaimana merawat bayi. Bayi pertamanya ia beri nama Kiwana...(Herliany, 2015:69).

Irewa memaksakan dirinya untuk melayani Malom walaupun ia merasa tidak senang, tegang dan merasa sakit tetapi ia harus menghadapinya. Semua perempuan mengalami hal yang dialami Irewa, mereka harus melayani suami, merawat anak dan mengurus semua kebutuhan rumah tangga. Berikut kutipannya:

77)Irewa memaksakan diri melayani permintaan Malom. tak senang. Tegang. Kelaminnya terasa nyeri. Sakit. Irewa harus menghadapi apa saja yang terjadi atas dirinya. Begitulah juga yang dialami semua perempuan lain di bawah pegungungan Megafu. Mereka rata-rata mengalami hal sama. Harus terus-menerus melayani suami. Merawat anak jika nanti sudah lahir. Dan mengurus semua kebutuhan keluarga. Tak ada yang mengeluh (Herliany, 2015:70).

Persalinan kedua dan selanjutnya Irewa lakukan sendiri karena ia sudah lebih tahu. Irewa hamil dan melahirkan anak kedua yang diberi nama Mery. Pekerjaan Irewa bertambah berat karena ia harus merawat dua anak. Irewa dewasa dalam bertanggung jawab terhadap anak dan mencari makanan untuk keluarga. Lelaki Megafu tidak pernah mengurus anak dan mencari makan. Semua pekerjaan ini membuat Irewa jatuh sakit dan sudah beberapa hari Irewa merasakan badan lelah, napasnya sesak, kalau pagi ia ingin muntah dan merasa pusing kalau terkena sinar matahari. Empat hari Irewa sakit dan belum juga sehat sehingga persediaan makan habis dan ia dimarahi dan ditampar Malom. Jadi, secara fisis Irewa diperlakukan secara kasar oleh Malom dengan alasan Irewa tidak menyiapkan makanan. Berikut bukti kutipannya:

78)Proses persalinan berlangsung sekitar dua jam. Setelah itu, mama bidan membimbing Irewa kembali ke rumah humia. Bayi Irewa dalam dekapan tangannya. Malom diberitahu, anaknya sudah lahir. Perempuan. Mama bidan lalu pergi ke sungai. Tali pusar dibuang sambil mengucapkan mantra. Irewa cepat belajar dari para mama di Dusun Perem bagaimana merawat bayi. Bayi pertamanya ia beri nama Kiwana. Dua hari setelah melahirkan, Irewa sudah harus bekerja di kebun. Pekerjaan bertambah berat dengan adanya Mery dan Kiwana yang masih kecil itu. Tanggung jawab tentang anak dan tentang makanan, adalah tanggung jawab perempuan. Laki-laki Megafu tak pernah mengurus dua hal itu. Karena semua itu, Irewa jatuh sakit. Bagian dalam di kelopak matanya pucat.

Kulitnya juga pucat kekuningan. pada hari keempat, Irewa belum juga sembuh dari sakiktnya. Malom mulai memarahinya...(Herliany, 2015: 69 &72-73).

79)Pekerjaan di kebun sagu yang jauh dan juga mencari ikan di danau adalah hal yang menguras tenaganya. Kini Irewa harus mengerjakannya sendiri. Lembah Tolabugi ini letaknya lebih rendah daripada Lembah Piriom di Aitubu. Orang menyebutnya oloblok (daerah rendah). Tanah di Aitubu ada di soli (daerah tinggi. Lebih subur. Mutu tanahnya bagus. Karena itu, orang-orang Hobone harus bekerja keras daripada orang-orang Aitbu. Semua perempuan di pegunungan Megafu punya tugas menyediakan makan bagi keluarga masing-masing. Dalam keadaan bagaimanapun, tugas itu harus dilakukan. Mama Fos yang baru datang mengantarkan betatas, kaget. Ia memeriksa keadaan Irewa. Ia tahu, Irewa keguguran (Herliany, 2015:62).

Irewa hamil anak ketiga tetapi ia keguguran lagi karena pekerjaan yang berat dan kurang makan. Irewa hamil lagi dan melahirkan anak ketiga yang diberi nama Ansel. Dengan waktu yang singkat Irewa sudah memiliki tiga orang anak. Ansel berumur empat tahun, Irewa hamil lagi dan melahirkan Nella. Setiap hari Irewa harus menyiapkan makan untuk dirinya dan Malom serta tiga orang anaknya. Secara fisis perempuan yang baru saja melahirkan harus beristirahat untuk memulihkan kekuatan namun hal ini tidak berlaku bagi Irewa dan perempuan Papua lainnya. Setelah dua hari melahirkan Irewa sudah harus bekerja di kebun, mengurus babi-babi, menyiapkan makan untuk Malom dan dirinya. Irewa juga harus sehat dan air susunya harus keluar untuk anaknya. Jadi, tradisi masyarakat suku Hobone mengharuskan perempuan untuk menyiapkan makan dan merawat anak dalam keadaan apapun walaupun perempuan baru saja melahirkan sedangkan lelaki hanya berburu dan berperang. Berikut kutipannya:

80)...Dua hari setelah melahirkan, Irewa sudah harus bekerja di kebun. Babi- babi harus diurus. Kemarin ada yang mati. Ada yang beranak. Malom dan dirinya harus makan. Ia sendiri harus sehat. Tidak sakit. Air susunya harus keluar. Jadi ia harus makan. Anaknya butuh susu (Herliany, 2015:69).

Perselingkuhan yang dilakukan Lepi terhadap rewa dengan tidak sengaja membuat Malom marah dan memukul Irewa walaupun Irewa melakukan sedikit kesalahan, hal ini membuat Irewa tidak menolak Malom untuk bersetubuh. Berikut kutipannya:

81)Sejak peristiwa itu, Irewa sama sekali tak bisa menolak ajakan bersetubuh dari Malom. Sejak saat itu pula, Malom jadi lebih mudah memukul Irewa. Salah sedikit saja, Irewa ditampar atau dipukul...(Herliany, 2015: 73 &79).

Irewa sudah melahirkan tiga anak untuk Malom tetapi Malom ingin memiliki banyak anak terutama anak lelaki. Pekerjaan berat dan Malom yang ingin punya banyak anak membuat Irewa jatuh sakit lagi. Musim kemarau membuat persediaan makan kurang dan Irewa yang masih saja sakit mengakibatkan kelaparan bagi anak-anaknya dan Malom. Malom memukul Irewa dalam keadaan yang sakit membuat Irewa tidak bisa tidur dan merasakan ngilu, memar dan sakit dibagian tubuhnya. Esok paginya, Irewa membawa anak-anaknya bertemu mama Kame di Aitubu. Kondisi tubuh yang terus bekerja, keguguran, hamil dan melahirkan, diperlakukan kasar oleh Malom, dan terkena penyakit malaria membuat Irewa keguguran dan ini anak kelima yang ada dalam kandungannya. Saat Irewa masih bayi ia lebih kuat daripada Jingi saudara kembarnya tetapi setelah menikah Irewa tampak lebih tua dari umurnya, ia lebih kusut dan kurus, sering sakit-sakit serta badannya berdebu, jarang tersenyum tetapi kecantikan Irewa terpancar di wajahnya. Irewa tampak lebih tua karena ia terus bekerja, terus hamil dan melahirkan banyak anak dan merawatnya seorang diri.

Kehamilan demi kehamilan, keguguran demi keguguran tidak mengurung niat Malom untuk memiliki banyak anak, karena seorang perempuan diharuskan menghasilkan anak. Memiliki anak perempuan mendatangkan kesuburan dan anak lelaki menuntut pengakuan akan tanah dan simbol penerus keturunan.

Bagi masyarakat Megafu makin banyak anak laki-laki makin berharga dan bermartabat, menggantikan prajurit perang sedangkan anak perempuan bernilai ekonomi (mendapatkan mas kawin berupa babi). Bagi masyarakat Iko, kehamilan dan kelahiran adalah sebuah peristiwa biasa yang dialami semua keluarga. Oleh karena itu, dengan terpaksa Irewa sudah terbiasa soal mengandung dan melahirkan anak dengan jarak yang rapat. Berikut kutipannya:

82) ...Irewa tak bisa tidur merasakan ngilu, memar, dan sakit di seluruh tubuhnya. Sunyi. Lebam. Ia memikirkan banyak hal. Suster Wawuntu memeriksa kondisi Irewa. Ia kaget. Ternyata Irewa mengalami keguguran. Itu anak kelima yang ada dalam kandungannya...(Herliany, 2015:80 & 84).

83)Jingi tampak sehat dan lebih berisi. Penampilannya juga tampak lebih bersih dan senyum selalu mengembang. Hidupnya ringan. Tak ada kesusahan yang ia alami. Jingi hidup Jingi bahagia sejak kecil. Irewa lebih kusut dan lebih kurus. Badannya berdebu sebagaimana umumnya orang-orang di Megafu. Ia tampak lebih tua dari umurnya yang sebenarnya. Lebih matang. Jarang tersenyum tapi jernih kecantikannya tetap terpancar di wajah (Herliany, 2015:89).

84)Kehamilan demi kehamilan, keguguran demi keguguran tidak mengurangi niat Malom untuk terus punya anak. Malom berpikir itu sudah menjadi tugasnya sebagai laki-laki. Tugas yang diminta masyarakat. Suami harus mengawini istri agar menghasilkan anak. Perempuan adalah makhluk yang mendatangkan kesuburan. Anak laki- laki berguna untuk menuntut akan tanah dan simbol penerus keturunan... (Herliany, 2015:90 &91).

Irewa adalah seorang perempuan yang menarik walau sudah memiliki banyak anak. Ketika Malom memukuli Irewa karena suatu hal ia ingat pada Lepi. Laki-laki yang menyukai dan sengaja berselingkuh dengan Irewa menggunakan sihir. Hal inilah yang membuat Malom memperlakukan Irewa dengan kasar tanpa salah. Berikut buktinya:

85)Sebagian perempuan, Irewa tetap perempuan yang menarik walaupun ia sudah punya banyak anak. Suatu hari Irewa ke kebun...(Rosa, 2015:73). Badan Irewa lemas, ia hanya tersenyum ketika melihat Jingi datang memeriksa kondisinya. Irewa menderita penyakit sifilis yang menular dari suaminya.

Irewa hamil lagi dan melahirkan anak ketujuh tetapi anaknya meninggal ketika berumur enam bulan karena terkena penyakit diare. Jarak kelahiran yang rapat, kondisi Irewa yang kurang sehat, terus bekerja jarang istirahat, kurang makan, hamil dan keguguran, kemudian hamil dan melahirkan lagi. Hal tersebut, mempengaruhi kandungan Irewa sehingga ia melahirkan anak kedelapan tanpa kulit perut dan bayinya meninggal. Berikut kutipannya:

86)Jarak kelahiran yang rapat, kondisi badan yang yang bekerja terus- menerus jarang beristirahat, sering sakit dan kurang makan, hamil terus- menerus, beberapa kali mengalami keguguran, semuanya memegaruhi kondisi kandungan Irewa.Jingi berhasil mengeluarkan bayi dalam kandungan Irewa. tapi sayang sekali, bayi tiu lahir tanpa kulit sehingga ususnya terburai. Jingi sedih. Ia menanyakan pada Irewa, ini bayinya yang keberapa? Bisanya ibu-ibu Papua tak bisa menghitung bila ditanya seperti itu. Sebab mereka terlalu sering hamil, bayi meninggal, lalu melahirkan lagi. Jadi, susah dihitung. Tapi Irewa memang tak seperti perempuan lai. Ia bilang, ini anak kedelapan dalam kandungannya. Dan akan menjadi anak kelima nanti. Setelah bertemu Jingi di Aitubu dulu itu, Irewa masih melahirkan lagi anaknya yang ketujuh. Tapi meninggal umur enam bulan karena diare (Herliany, 2015:144).

Penulis menyimpulkan bahwa secara fisik Irewa dicitrakan sebagai perempuan yang memiliki kulit hitam, menarik dan cantik. Kecantikannya membuat Meage dan Malom jatuh hati. Irewa menerima Meage menjadi suamianya tetapi secara fisis Irewa belum bisa tinggal serumah dengan Meage karena ia belum menstruasi. Kecantikan Irewa membuat Malom menjadikan Irewa sebagai istri dengan menculik Irewa. Setelah menikah, Irewa melakukan banyak hal untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti mencari makan dengan cara berkebun, menangkap ikan, membersihkan kebun sagu dan memelihara babi. Pekerjaan berat inilah yang membuat Irewa mengalami keguguran pertama. Irewa hamil lagi dan melahirkan anak pertama yang dibantu oleh mama bidan karena Irewa masih muda dan belum tahu melahirkan dan anak itu diberi nama Kiwana. Irewa hamil lagi dan melahirkan anak kedua yang diberi nama Mery, untuk persalinan kedua Irewa lakukan seorang diri.

Irewa hamil lagi dan keguguran karena melakukan pekerjaan berat untuk menghidupi keluarga, kurang makan dan terkena penyakit malaria. Irewa hamil lagi dan melahirkan anak ketiga yang diberi nama Ansel, karena Malom ingin punya anak banyak sehingga Irewa hamil lagi tetapi anak Irewa meninggal ketika berumur enam bulan karena terkena diare. Tradisi masyarakat pegunungan Megafu mengharuskan seorang lelaki mengawini tubu seorang perempuan untuk menghasilkan banyak anak. Namun, anak yang diinginkan adalah anak laki- lakai karena anak laki-laki berguna untuk meneruskan sejarah, pengakuan hak tanah, prajurit perang dan penerus keturunan sedangkan anak perempuan untuk kelangsungan hidup dan bernilai ekonomi. Oleh sebab itu, Malom ingin Irewa melahirkan banyak anak. Saat bayi Irewa adalah yang dianggap kuat dibanding Jingi saudara kembarnya tetapi setelah dewasa dan menikah Irewa tampak lebih tua dari umurnya, kurang sehat, terus bekerja, hamil dan melahirkan banyak anak tetapi wajah cantiknya masih terpancar.

Dengan jarak yang dekat Irewa sudah memiliki tiga anak dan tiga kali keguguran. Kondisi Irewa yang terus bekerja, terus hamil, keguguran, kurang makan dan jarang istirahat yang mempengaruhi kandungan Irewa sehingga Irewa melahirkan anak tanpa kulit perut dan bayi itu meninggal. Irewa diperlakukan dengan kasar oleh Malom kalau Irewa tidak menyiapkan makan. Perselingkuhan Irewa dengan Lepi membuat Malom tambah marah dan memperlakukan Irewa dengan kasar.

3.2.1.2 Jingi

Secara fisik Jingi dicitrakan sebagai perempuan yang beda dengan saudara kembarnya Irewa. Tubuh Jingi lebih kuat, sehat, bersih daripada Irewa dan terlihat muda dibanding Irewa. Jingi dan Irewa secara fisik berbeda karena Jingi dirawat oleh suster Wawuntu dan suster Karolin sedangkan Irewa diasuh oleh mama Kame dan bapa Labobar.

Jingi terlihat tampak sehat dan berisi. Berikut buktinya:

87)Mama Kame kaget. Tak menyangka sama sekali. Perempuan muda dan cantik ini adalah anaknya sendiri. Kembaran Irewa. dia tampak lebih bersih dan lebih segar.Jingi tampak sehat dan lebih berisi. Penampilannya juga tampak lebih bersih dan senyum selalu mengembang. Hidupnya ringan. Tak ada kesusahan yang ia alami. Jingi hidup bahagia sejak kecil.... Diterangkan lagi, sekarang Jingi masih sedang belajar di perguruan tingggi. Sekolah dokter di Manado. Jingi yang tampak lebih kuat. Bukan karena Irewa sedang sakit. Tapi secara keseluruhan, keduanya memang kelihatan berbeda (Herliany, 2015:86, 87 & 89). Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa secara fisik Jingi dicitrakan sebagai perempuan yang berbeda dengan Irewa karena Jingi dirawat oleh suster Wawuntu dan suster Karolin sedangkan Irewa dirawat oleh mama Kame dan bapak Labobar. Jingi lebih kuat, sehat, bersih dan terlihat mudah dari Irewa.

3.2.1.3 Ibu Selvi

Ibu Selvi adalah ibu dua anak yang sudah besar dan ia lebih tua daripada Irewa, ibu Selvi juga seorang camat baru di distrik Yar. Ibu Selvi sebelum menjadi camat di distrik Yar ia memiliki kegiatan dengan para perampuan lain di kelompok kerja. Kegiatan tersebut adalah mengumpulkan dan menjual noken-noken dari mama-mama, hal ini sudah dilakukan ibu Selvi sejak lama. Berikut buktinya:

88)Ibu Selvi adalah ibu dua anak yang sudah besar-besar. Yang pertama, laki-laki, kuliah disebuah universitas di kota Anjaya. Yang kedua, perempuan, sudah kelas tiga SMA. Suaminya baru saja meninggal.Distrik Yar punya camat atau kepala distrik baru. Camat lama baru saja diganti karena terbukti melakukan korupsi dana pinjaman daerah. Penggantinya seorang perempuan, Ibu Selvi Warobay (Herliany, 2015:189).

Penjelasan tersebut membuktikan bahwa secara fisik tokoh ibu Selvi dicitrakan sebagai seorang ibu dari dua anak yang sudah remaja dan sebagai camat di distrik Yar.

3.2.1.4 Suster Wawuntu dan suster Karolin

Suster Karolin dan suster Wawuntu adalah perawat yang membantu dokter Leon di rumah sakit di Aitubu. Suster Karolin berasal dari Belanda sedangkan suster Wawuntu berasal dari Manado dan mereka juga orangtua asuh Jingi. Mereka merawat Jingi sejak bayi hingga dewasa dengan baik walaupun Jingi bukan anak kandung mereka. Berikut kutipannya:

89)Penanganan berjalan lancar. Bayi keluar dengan selamat. Ternyata bayi kembar. Itu masalah. Menurut kepercayaan masyarakat di pegunungan Megafu, kalau ada bayi kembar, salah satu harus di buang ke sungai atau dibunuh. Suster Karolin tentu tidak mau melakukan hal itu. Seorang manusia tidak boleh dibunuh atau dibuang . ia berasal dari Belanda tak memercayai kepercayaan yang ada di masyarakat Megafu. Selain itu, Suster Karolin tak punya anak. Jadi ia ingin mengambil bayi itu untuk dijadikan anak asuh (Herliany, 2015:86).

Suster Karolin pulang ke negaranya karena ada masalah yang harus diselesaikan sehingga ia menitipkan Jingi kepada suster Wawuntu. Suster Wawuntu membawa Jingi dan merawatnya di Manado hingga dewasa. Suster Wawuntu mengajak Jingi ke Aitubu Papua karena Jingi ingin melihat perkampungan yang diceritakan suster Wawuntu. Di rumah sakit Aitubu suster Wawuntu memberitahu mama Kame bahwa Jingi adalah saudara kembarnya Irewa. Berikut kutipannya:

Dokumen terkait