• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II UNSUR ALUR, TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR ROMAN

3.1 Pengantar

3.3.2 Citra Sosial Perempuan dalam Bidang Publik

3.3.2.1 Segi Ekonomi

Perempuan tidak hanya berperan sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga tetapi perempuan juga berperan dalam sistem ekonomi untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Untuk segi ekonomi dalam roman Isinga hanya di fokuskan pada Irewa, Irewa dicitrakan sebagai perempuan yang menjual hasil ladang, menjual babi-babi peliharaan untuk keperluan keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya, mendirikan usaha kios di pasar, ia pernah sekolah di sekolah dasar setahun, dan diakhir cerita sebelum Irewa menjadi guru edukatif kesehatan diruang marya, ia sudah menyampaikan pendapat tentang ilmu kesehatan kepada masyarakat berdasarkan pengalaman dan bantuan Jingi.

Indonesia merdeka setengah abad dan sebagian masyarakat di distrik Yar sudah mengenal uang seratus rupiah. Irewa lebih dulu mengenal uang seratus rupiah dari masyarakat yang lainnya. Masyarakat yang dulunya hanya menukar barang dengan barang kini masyarakat sudah menukar barang dengan menggunakan uang. Masyarakat mulai mengikuti perkembangan di kampung distrik Yar. Untuk mendapatkan uang agar mencukupi kebutuhan rumah tangga dan keperluan lain, Irewa menjual hasil ladang seperti sayur, buah, ikan dan babi-babi peliharaan. Jadi, sejak masyarakat distrik Yar mengenal uang seratus rupiah, masyarakat sudah menukar barang dengan uang dan babi-babi yang biasa digunakan sebagai mas kawin bisa dijual untuk mendapatkan uang. Berikut kutipannya:

114) Irewa sebetulnya memiliki banyak babi-babi peliharaan. Namun sejak masyarakat mengenal uang merah, Irewa terpaksa menjual babi- babinya satu demi satu. Misalnya saat musim kering panjang dan ladangya tak bisa menghasilkan apa-apa, padahal ia membutuhkan uang pada tahun-tahun awal rumah tangga mereka.Malom tak bekerja. Kalau ia menjual tanah, uang itu dipakainya untuk dirinya sendiri. Jadi Irewa yang harus memikirkan semua kebutuhan keluarga. Yang terakhir babi milik Irewa hanya tinggal dua ekor saja. Ladang yang dulu tanahnya longsor, sudah dijual oleh Malom. begitu pula ladang-ladangnya lain.Untuk menghidupi keluarga, Irewa lalu menjual dua ekor babinya itu. Uangnya dipakai untuk beberapa keperluan. Untuk sewa kios di pasar. Sedikit untuk mencicil utang pedagang pasar waktu Ansel masuk SMA. Sedikit untuk pegangan biaya hidup dengan anak-anaknya. Sejak saat itu, Irewa tak hanya menjual hasil kebun milik sendiri, tapi menjual sayur, buah, dan lainnya milik para perempuan di kampung-kampung. Dari situlah ia dan anak-anaknya bisa makan dan ada sedikit uang untuk biaya lain (Herliany, 2015:183 & 184).

3.3.2.2 Segi Pendidikan

Perempuan tidak hanya berperan dalam rumah tangga sebagai istri, ibu dari anak dan bekerja di kebun tetapi perempuan juga berperan dalam dunia pendidikan. Dalam segi pendidikan, roman Isinga menggambarkan gedung sekolah setahun yang didirikan oleh pendeta Ruben di kampung Aitubu.

Roman ini juga menggambarkan Irewa yang belajar di sekolah setahun.Irewa adalah salah satu murid sekolah dasar setahun di Aitubu dalam roman Isinga namun ia tidak selesaikan sekolahnya karena ia menikah dengan Malom dan juga perang. Irewa adalah perempuan yang pandai dan belajar lebih cepat dan otaknya sudah bekerja sejak kecil ketika ia sekolah di “Sekolah Setahun”. Dalam dunia pendidikan, Irewa juga memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap biaya sekolah Ansel dan Nella. Jingi digambarkan sebagai remaja yang menyukai ilmu kesehatan sehingga ia menyelesaikan kuliah bagian dokter di Manado dan memperdalam dokter spesialis THT di Belanda dan Jingi sudah menjadi dokter. Ibu Selvi memiliki dua anak yakni anak laki-laki sudah kuliah di universitas Anjaya sedangkan anak perempuannya masih kelas tiga SMA. Ibu Selvi juga bertanggung jawab dalam biaya sekolah anak-anaknya. Berikut kutipannya:

115) ...Pendeta Ruben membuka sekolah. Sekolah itu hanya berupa rumah kosong. Di dalamnya tak ada isi apa-apa. Pendeta Ruben memberi pelajaran dengan berdiri. Kadang duduk, sama dengan muridnya, hanya beralas lantai tanah. Irewa perempuan pintar. Ia bisa belajar dengan cepat. Otaknya sudah biasa diminta bekerja sejak kecil. Sejak Irewa menjadi murid pasif yang mendengarkan pelajaran di “sekolah setahun” di Aitubu dari luar kelas Setelah mereka sekeluarga pindah, Irewa langsung mencarikan sekolah dasar baru bagi Nella. Nella tak lama harus menganggur. Ia meneruskan sekolahnya di situ. Ansel masih tetap di kelas satu SMA. Diterangkan lagi, sekarang Jingi masih sedang belajar di perguruan tinggi. Sekolah dokter di Manado. Ibu Selvi adalah ibu dua anak yang sudah besar-besar. Yang pertama, laki-laki, kuliah di sebuah universitas di kota Anjaya. Yang kedua, perempuan, sudah kelas tiga SMA (Herliany, 2015: 15, 159, 184, 78 &189).

3.3.2.3Segi Kesehatan

Dalam roman Isinga karya DRH, menggambarkan perkampungan-perkampungan yang ada di pegunungan Papua yang belum memiliki rumah sakit dan tenaga kesehatan cukup. Kampung Aitubu sudah memiliki rumah sakit yang di bangun dokter Leon.

Suster Karolin dan suster Wawuntu adalah perawat yang membantu dokter Leon di rumah sakit di kampung Aitubu. Suster Karolin dan suster Wawuntu juga membantu mama Kame saat melahirkan Irewa dan Jingi di rumah sakit. Berkembangnya zaman dan sudah ada rumah sakit tetapi belum ada dokter spesialis dan Jingi memperdalam spesialis THT di Belanda karena kampung di Papua dalam roman Isinga membutuhkan dokter spesialis. Berikut kutipannya:

116) Waktu itu di Aitubu baru saja ada rumah sakit. Dibangun Dokter Leon. Dokter Leon sehari-hari di situ. Dibantu perawat, Suster Karolin. Dokter Leon sedang pergi ke perkampungan lain menolong orang sakit ketika Mama Kame tiba. Suster Wawuntu sedang ditugaskan di Aitubu. Membantu suster Karolin. Mama Kame lalu diperiksa oleh dua orang perawat itu. Pulau itu sangat membutuhkan spesialis THT ( telingga, hidung, tenggorakan), anak, gigi, penyakit dalam, dan kandungan. Rumah sakit tempat Jingi terakhir bekerja kewalahan dengan banyaknya pasien yang datang. Banyak di antaranya membutuhkan perawatan khusus dari dokter spesialis. Irewa memberi tahu hal-hal menyangkut kesehatan, anak, dan remaja pada sesama perempuan yang datang ke ruang itu..(Herliany, 2015: 86, 191-192, 68 & 194).

Pengetahuan yang Irewa dapatkan sejak sekolah setahun itu ia terapkan ketika ia sadar bahwa seorang yonime bisa menyampaikan pendapat. Sebelum Irewa bekerja sebagai edukatif kesehatan bersama ibu Selvi, ia sudah memulai kegiatan tersebut dengan adiknya Jingi.Irewa mulai menyampaikan pendapatnya tentang pelacuran, menceritakan pengalamannya ketika terkena penyakit sifilis dan Irewa juga mengajak para pedagang di pasar agar mengajari anak- anak mereka dengan baik.Para perempuan Jawa dan perempuan Papua lainnya mendukung apa yang dikatakan Irewa bahwa perempuan harus berani melawan laki-laki. Irewa meneruskan kegiatannya yakni memberitahu kepada perempuan agar menjaga kesehatan dan menjaga anak- anak dari pelacuran. Berikut kutipannya:

117) Irewa tetap meneruskan kegiatannya. Menjaga keharmonisa. Kini, dibantu Jingi, ia memberikan pengetahuan pada perempuan di daerah- daerah pendalaman. Pengalaman yang disampaikan pertama kali di pasar itu disampaikan pula ke perempuan lain di tempat lain...(Herliany,

Irewa dan ibu Selvi membicarakan banyak hal mulai dari penyakit HIV-AIDS, soal perempuan, anak kecil dan anak remaja. Irewa menemukan pencerahan untuk meneruskan kegiataanya, ia bekerja sebagai guru atau edukatif kesehatan bersama dengan ibu Selvi.Irewa bekerja di ruang marya di kantor distrik, di ruang ini Irewa mengajarkan berbagai hal menyangkut kesehatan kepada remaja dan mengajari remaja membuat noken dari kulit tali kayu dan benang wol.Irewa juga menggunakan buku karya Bapa Rumanus sebagai referensi untuk mengajarkan beberapa lagu dan tarian yang ada dalam buku tersebut. Berikut kutipannya:

118) Irewa kaget mendengar kata „guru.‟ Ia menyadari, ia tak bersekolah. Tapi, dalam hati ia tahu dirinya memang lebih pintar daripada perempuan-perempuan lain di distrik Yar dan sekitarnya.Pembicaraan dari soal penyakit telah berpindah ke soal perempuan. Lalu berpindah ke masalah anak kecil yatim piatu. Ruang Marya juga dipakai untuk kegiatan lainnya. Tempat baru bagi para perempuan untuk berbicara satu sama lain. Juga tukar-menukar informasi...(Herliany, 2015:187 & 193).

Jingi menyelesaikan pendidikan bagian dokter di Manado untuk memperdalam ilmu kedokteran bedah spesialis THT di Belanda, Jingi menjadi dokter keliling untuk mendapatkan uang kuliah. Jingi juga berperan dalam kegiatan yang dijalankan Irewa, ia membantu Irewa dengan menjelaskan tentang ilmu kesehatan. Penyakit HIV-AIDS sudah tersebar dan Jingi memberitahu Irewa tentang penyakit itu bahwa anak remaja perlu melindungi diri, laki-laki dan perempuan remaja harus memahami diri sendiri dan fungsi dari alat kelamin karena pemahaman benar membuat mereka memiliki keyakinan, dan mereka juga harus dibimbing untuk akan rencana hidup bagi masa depan yang cerah. Berikut kutipannya:

119) ...Jingi ingin perg dengan biaya sendiri. Ia lalu bekerja lebih banyak. rumah sakit tempat ia bekerja membutuhkan dokter keliling. Jingi tak masalah bertugas menjadi dokter keliling.Jingi telah memberinya tambahan pengetahuan. Anak-anak remaja perlu melindungi diri dari penyakit kelamin. Mereka, laki-laki dan perempuan, perlu mengerti diri mereka sendiri lebih banyak. termasuk mengerti tentang alat kelamin

Ibu Selvi adalah seorang kepala distrik Yar, sebelum bekerja sama dengan Irewa ia mempunyai kegiatan bersama para ibu-ibu Papua lainnya. Kegiatan yang ibu Selvi adalah mengumpulkan noken dari mama-mama dan membantu menjualkan, ibu Selvi sudah lama melakukan kegiatan yang berkaitan dengan perempuan. Ibu Selvi juga mengajarkan bahwa nasib anak kecil, anak remaja dan mama-mama harus dijaga dari penyakit HIV-AIDS. Untuk itu, ibu Selvi mendirikan ruang Marya di kantor distrik dan banyak hal yang ibu Selvi dan Irewa lakukan untuk para remaja dan mama-mama Papua. Berikut kutipannya:

120) ...Sebelum menjadi kepala distrik, Ibu Selvi punya kegiatan dengan perempuan para perempuan lain di sebuah kelompok kecil. Kegiatan mereka mengumpulkan noken dari mama-mama di kampung dan membantu menjualkanya...(Rosa, 2015:189).

3.3.2.4Segi Budaya

Dalam roman Isinga menggambarkan tentang kebudayaan suku Aitubu dan Hobone tetapi budaya yang paling menonjol adalah suku Hobone seperti pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan.Sistem pembagian kerja untuk perempuan yaitu perempuan di suku Hobone di haruskan melayani suami, menyiapkan makan untuk keluarga, berkebun, menangkap ikan di danau, mengandung dan setelah melahirkan anak tersebut di rawat oleh ibunya tanpa bantuan suami, sedangkan laki-laki hanya berburu dan berperang. Dalam segi budaya hanya digambarkan atau di perankan oleh Irewa. Mama Kame memberikan nasehat berupa nyanyian dalam bahasa daerah kepada Irewa. Irewa harus berperan sebagai perempuan yang baik yang tidak banyak bicara, tidak marah suami, tidak boleh iri hati karena mengakibatkan pertengkaran dan pembunuhan. Perempuan punya betis yang kokoh dan berisi untuk berkebun dan melahirkan banyak anak. Irewa harus bisa berkebun, rajin membersihkan kebun, mencari kayu bakar, meremas sagu, memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Irewa harus semangat dalam mengerjakan berbagai pekerjaan di kebun, hutan dan rumah tangga karena semangat menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik. Mama Kame memberitahu Irewa bahwa Irewa akan memiliki buah dada yang nanti berguna untuk anak- anaknya, Irewa mendengarkan semua nasihat ibunya. Berikut bukti kutipannya:

121) Sambil melakukan hal itu, Mama Kame memberi nasihat pada anak perempuannya ini. Nasihat disampaikan dalan bentuk nyanyian bahasa setempat yang terjemahannya begini,

Jadilah perempuan yang baik. Perempuan yang baik itu adalah perempuan yang tidak banyak bicara dan tidak pernah marah pada suami. Sebaliknya, perempuan tak baik adalah perempuan yang banyak bicara, sering marah, suka bertengkar dan berkelahi.

Begitu katanya.

Janganlah lau sifat iri hati. Iri hati bisa menyebabkan pertengkaran, perseteruan, bahkab pembunuhan.

Dan lanjutnya,

Betismu kokoh dan berisi. Dengan betis seperti ini kamu bisa bekerja di kebun dengan baik. Kamu bisa melahirkan banyak anak.Seorang perempuan harus bisa berkebun. Rajin mencabut rumput liar. Membuang ulat dan menyingkirkan daun yang rusak atau kuning. Dimakan tikur, cendawan, atau jamur. Pandai mencari kayu bakr. Meremas sagu. Memasak, dan mengerkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya. Kamu harus bersemnagat dalam hidup. Semangat itu penting untuk dipakai mengerjakan berbagai pekerjaan jika ada kesulitan. Baik di kebun, di hutan, maupun di lingkungan rumah tanga. Dengan semangat dan pantang menyerah maka pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik.Tak lama lagi buah dadamu akan makin besar. Itulah kelebihan perempuan dibanding laki-laki. Kamu harus senang punya buah dada. Buah dadamu akan memberi anakmu susu. Laki-laki tak bisa memberi susu pada anaknya. Ia tak bisa memberi kasih sayang langsung seperti bisa dilakukan olehmu dengan dadamu. Hanya dengan matahari yang membakar kulitmu dan hujan yang membasahi tubuhmu, engkau dan anak-anakmu kelak dapat makan. karena itu, rajinlah kamu bekerja. Hanya orang matilah yang tidak bekerja. Orang hidup yang tidak bekerja itu akan dianggap orang yang sudah mati. Begitu katu nenekmu padaku dulu. Berpangku tangan adalah perbuatan tabu (Herliany, 2015: 22, 23 & 24).

Dalam budaya Aitubu, digambarkan nasihat yang disampaikan Mama Kame bahwa perempuan (Irewa) sangatlah penting dan berharga, jadi para laki-laki harus melindungi perempuan, Irewa mendengarkan nasihat yang diucapkan mama Kame. Irewa hamil anak kedua karena lagu-lagu yang dinyanyikan mama-mama Hobone. Irewa juga mendapat nasihat dari mama dari Dusun Onef bahwa bekerja ketika hamil akan mempermudah proses persalinan dengan mudah.

Irewa mendapatkan nasihat lagi dari mama-mama di Dusun Fafor, Dusun Perem, Dusun Egiwo dan Dusun Papopen. Irewa dinasihati agar menjadi perempuan yang baik, perempuan baik itu mesti pendiam, tidak mengeluh, tidak protes, membantah, tidak bersedih, tidak menyakiti hati orang, senang membantu orang lain, penurut, tidak berkata kasar, memiliki suara yang lembut, tidak pelit, tidak membicarakan orang lain, sabar, menunjukan ketrampilan, menyiapkan makan untuk keluarga, menghidangkan hasil kebun, Irewa harus mengurus suami dan keluarga dengan baik dan mampu bergaul dengan semua orang. Berikut kutipannya:

122) Jagalah istriku

jagalah anakku

berilah pertumbuhan yang baik untuk rambut dan kulit istriku berilah kesejahteraan untuk istriku

berilah perlingdungan untuk anakku dari pohon yang tumbung

dari batu yang jatuh dari penyakit

dari sakit parah

Melalui kata-kata itu, Mama Kame ingin memberi tahu bahwa walaupun perempuan tidak pernah dilibatkan dalam upacara-upacara adat apa pun di Aitubu, tetapi perempuan adalah penting. Begitu pula Irewa, berharga sebagai seoarang perempuan...(Herliany, 2015: 32).

123) ...Perempuan yang baik itu mesti pendiam. Tidak pernah mengeluh. Tidak pernah protes. Tidak pernah membantah. Tidak pernah bersedih. Tidak pernah berbicara kasa. Tidak pernah menyakiti hati orang lain. Tidak bertengkar. Tidak pernah marah. Tidak pernah mendendam. Tidak pernah punya perasaan dengki pada orang lain. Senang membant orang lain. Tidak mengeluh kalau ada kesulitan. Tidak pernah bicara kasar.

Roman Isinga juga menggambarkan Irewa yang sudah menjadi istri Meage secara adat, tetapi mereka tidak bisa tinggal serumah karena Irewa belum menstruasi. Budaya Aitubu mengharuskan seorang perempuan untuk mengikuti ritual menstruasi. Ritual tersebut diadakan untuk menjamin kesuburan dan mempermudah dalam proses persalinan nanti. Dukun menyuruh Meage mengambil betatas yang diberi nama kuluk dan suwa dan membawa air yang terkumpul dari daun rambat yang lebar.Irewa memasak betatas tesebut dengan cara khusus dan sebelum Irewa makan, dukun membacakan mantra dan menyucikan air. Irewa sudah mengikuti ritual pertama dan akan ada ritual kedua tetapi ia diculik Malom. Berikut kutipannya:

124) Dukun memita Irewa memasak dengan cara khusus, di panggang di atas api. Setelah matang, dukun mengucapkan mantra-mantra yang intinya betatas dan air itu disucikan. Lalu betatas dan air itu diberikan pada Irewa untuk dimakan dan diminum (Herliany, 2015:44).

Tradisi masyarakat Aitubu memperbolehkan perempuan menolak saat dilamar laki-laki, tetapi tidak bisa menolak atau melawan ketika ia dijadikan alat damai karena sudah disepakati bersama untuk kepentingan perdamaian. Irewa akan menikah dengan Malom, Mama Kame menasihati Irewa lagi bahwa Irewa tidak boleh makan pandan merah karena itu adalah warna menstruasi. Dalam hal ini, buah pandan merah disamakan dengan seorang perempuan yang sudah dewasa. Upacara perdamaian secara adat sudah diadakan dan kampung Aitubu dan Hobone sudah berdamai. Setelah itu, diadakan upacara perkawinan dan Irewa sudah dibayar dengan mas kawin berupa babi. Berikut kutipannya:

125) Perempuan bisa menolak laki-laki saat dilamar. Tapi ia tidak bisa menolak saat diminta seluruh penghuni perkampungan untuk kepentingan perdamaian.“Mulai sekarang kamu tidak boleh makan pandan merah, Irewa” jelasa Mama Kame memberi tahu tentang buah larangan. “Karena warna merah dari buah pandan merah adalah darah menstruasi,”kata Mama Kame ketika melihat anaknya akan membuka mlut, mau bertanya.“Suami-istri baru bisa melakukan hubungan persetubuhan kalau pandan merah di pohon sudah matang. Pandan itu adalah manusia perempuan. sudah merah berarti peempuan itu sudah dewasa,” tambah Mama Kame. Upacara perdamaian secara adat

Ada banyak babi-babi lagi dibakar batu panas...(Herliany, 2015: 52, 53, 54 & 55).

Masyarakat Hobone percaya darah atau kotoran persalinan menyebabkan penyakit bagi laki-laki dan anak-anak serta menghilangkan keampuhan dan berkat dari perang. Maka setiap perempuan yang melahirkan harus ditempat yang jauh dari rumah. Mama bidan membawa Irewa ke pondok berupa segi empat yang jauh dari rumah dan membantu Irewa melahirkan anak pertamanya. Berikut kutipannya:

126) Mama bidan lalu membawa Irewa ke sebuah pontok. Masyarakat Megafu percaya bahwa darah dan kotoran persalinan bisa menyebabkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak. Juga, darah yang mengalir dari rahim perempuan melahirkan dapat menghilangkan keampuhan dan berkat dari alat-alat perang yang tersimpan di rumah adat keramat. Karena itu, kalau perempuan melahirkan, harus di tempat yang jauh atau di tempat yang hanya ada perempuan itu sendirian (Herliany, 2015: 67).

Tradisi masyarakat Hobone mengharuskan istri untuk menyiapkan makanan bagi keluarga. Laki-laki mengawini perempuan untuk menghasilkan banyak anak terutama anak laki-laki karena anak laki-laki berguna untuk berburu, berperang, penerus keturunan dan pemegang hak tanah sedangkan anak perempuan bernilai ekonomi yakni mendapatkan mas kawin berupa babi-babi. Jadi Irewa harus menyiapkan makan dan merawat anak karena itu sudah menjadi tugas perempuan, sedangkan laki-laki hanya berburu dan berperang. Berikut kutipannya:

127) Semua perempuan di pegungungan Megafu punya tugas menyediakan makan bagi keluarga masing-masing.Dalam keadaan yang bagaimanapun, tugas itu harus dilakukan. Tak pernah ada laki-laki Megafu menyiapkan makan untuk keluarga. Tugas yang diminta masyarakat. Suami harus mengawini istri agar menghasilkan anak. Perempuan adalah makhluk uang mendatangkan kesuburan. Anak laki- laki berguna untuk menuntut pengakuan akan tanah dan simbol penerus keturunan. Makin banyak anak laki-laki, makin berharga dan bermartabat. Tanah luas dan keturuan banyak. Anak laki-laki juga berguna agar prajurit mati ada yang menggantikan. Anak perempuan bernilai ekonomi. Perempuan berguna untuk mendapatkan mas kawin

Masyarakat Aitubu percaya bahwa seorang perempuan melahirkan anak kembar salah satu harus dibuang atau dibunuh. Masyarakat Aitubu juga percaya lahir bayi kembar karena seorang suami berhubungan badan dengan perempuan lain saat istrinya hamil. Jika salah satu bayi itu tidak dibuang atau bunuh maka ayah bayi merasa malu. Bayi tersebut adalah Irewa dan saudara kembarnya Jingi. Berikut kutipannya:

128) ...Menurut kepercayaan masyarakat pegunungan Megafu, kalau bayi kembar, salah satu harus di buang ke sungai atau dibunuh.Mereka juga percaya, bayi kembar itu terjadi karena seorang suami melakukan hubungan badan dengan perempuan lain waktu istrinya sedang hamil. Itu larangan yang tidak boleh dilanggar. Jadi kalau ada bayi kembar, bapak si bayi juga akan merasa malu (Herliany, 2015: 86 & 88).

3.3.2.4 Segi Pemerintahan

Dalam segi pemerintahan roman Isinga menggambarkan tokoh ibu Selvi yang bekerja sebagai kepala distrik Yar. Ibu Selvi cemas dengan penyakit HIV-AIDS yang mulai menyebar dan banyak masyarakat yang sudah menderita penyakit tersebut. Ibu Selvi adalah kepala distrik Yar yang memperhatikan kesehatan masyarakatnya mulai dari bayi, anak-anak, remaja bahkan orang dewasa dari penyakit HIV-AIDS. Berikut kutipannya:

129) Distrik Yar punya camat atau kepala distrik baru. Camat lama baru saja diganti karena terbukti melakukan korupsi dana pinjaman daerah. Penggantinya seorang perempuan, Ibu Selvi Warobay. Dari seoarng warganya, Ibu Selvi mendengar tentang kegiatan yang dilakukan oleh Irewa. Ibu Slevi juga merasa cemas dengan adanya penyakit ini di

Dokumen terkait