• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II UNSUR ALUR, TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR ROMAN

3.1 Pengantar

3.2.2 Citra Diri Perempuan dalam Aspek Psikis

Dalam aspek psikis kejiwaan perempuan dewasa oleh sikap pertanggungjawaban penuh terhadap nilai diri sendiri, nasib sendiri, dan pembentukan diri sendiri (Kartono via Sugihastuti, 2000:100). Penulis akan memaparkan citra psikis tokoh utama (Irewa), dan tokoh tambahan (Jingi, ibu Selvi serta suster Wawuntu dan suster Karolin) sebagai berikut.

3.2.2.1Irewa

Irewa merasa senang dan lega selamat dari arus sungai warsor tetapi ia juga malu karena berbicara dengan Meage. Tradisi suku Aitubu jarang seorang laki-laki berbicara lebih lama kepada perempuan karena mereka merasa malu. Sebelum Irewa menikah dengan Malom ia terlihat bahagia hidup bersama orangtuanya. Namun, setelah menikah dengan Malom hidupnya berubah karena banyak hal yang harus ia kerjakan.

Secara psikis Irewa mengalami ketidakadilan dalam menentukan siapa yang harus menjadi pasangannya. Irewa tidak bisa melawan atau menolak menikah dengan Malom karena ia dijadikan alat damai (yonime) untuk mendamaikan kampung Aitubu dan Hobone. Irewa tidak bisa melawan karena hal ini sudah menjadi keputusan bersama masyarakat Aitubu dan Hobone. Irewa hanya bisa menangis mendengar penjelasan dari mama Kame bahwa Irewa satu-satunya jalan untuk mendamaikan dua kampung yang sudah bermusuhan sejak lama. Tradisi suku Aitubu dan Hobone memperbolehkan perempuan untuk menolak lamaran laki-laki tetapi tidak bisa menolak keputusan umum. Berikut kutipannya:

91)“Kamu adalah satu-satunya jalan damai bagi permusuhan sudah bertahun- tahun terjadi,” Mama Kame menjelaskan lagi...Irewa tak bisa menghentikan tangisnya. Mama Kame menjelaskan, begitulah tata hidup orang Iko, orang-orang kuat. Perempuan bisa menolak laki-laki saat dilamar. Tapi ia tidak bisa menolak saat diminta seluruh penghuni perkampungan untuk kepentingan perdamaian (Herliany, 2015:52). Irewa sudah menentukan nasibnya sendiri dan bisa menyesuaikan diri di kampung Hobone. Untuk mendapatkan ikan Irewa harus menyelam di danau dan Irewa juga belajar mengatasi rasa takut karena ia hampir celaka. Pekerjaan membuat Irewa lelah namun nasehat mama Kame membangkitkan semangatnya. Irewa ingin menjadi istri seperti yang diharapkan ibunya dan mama-mama Hobone yakni menjadi perempuan yang kuat. Irewa ingin menjadi perempuan yang baik dan cantik karena watak ini disukai masyarakat Hobone tetapi ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Berikut kutipannya:

92)Irewa sudah lebih bisa menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat Hobone. Ia sering merasakan pekerjaannya berat. Nasihat-nasihat mama Kame diingatnya kembali. Jika ia sedang merasa lelah, Irewa ingat nasihat Mama Kame bahwa ia harus bersemangat dalam hidup...Perempuan berwatak semua itu sangat disukai oleh masyarakat Hobone. Berhari-hari, berminggu-minggu, Irewa belajar mengatasi rasa ketakutannya pada.Itulah yang disebut perempuan baik. Perempuan baik itu perempuan cantik. Irewa ingin menjadi perempuan yang baik dan cantik. Tapi ia tak yakin bisa memenuhi semua itu. Betapa banyak yang harus kulakukan agar aku menjadi seorang yang cantk, Irewa membatin (Herliany, 2015: 60 & 66).

Kini Irewa tidak hanya bertanggung jawab atas dirinya dan suaminya serta dalam menyiapkan makan untuk keluarga, tetapi ia juga bertanggung jawab dalam menjaga masa kehamilan hingga ia melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Kiwana. Berikut kutipannya:

93)Maka, dengan membawa bayi ke dalam noken, Irewa berjalan ke kebun, ke danau, ke sungai. Mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Semuanya harus hidup dan Irewalah yang harus menyiapkan makannya. Semua perempuan di Hobone juga begitu...(Herliany, 2015:69).

Secara psikis Irewa mengalami ketidakadilan dari masyarakat karena ia dijadikan yonime dan dalam rumah tangga. Irewa terus melayani Malom dan mengurus anaknya kalau sudah lahir serta mengurus kebutuhan rumah tangga, Irewa tidak bisa melawan atau mengeluh karena ia sudah di bayar dengan mas kawin berupa babi-babi. Berikut kutipannya:

94)Irewa memaksakan diri melayani permintaan Malom. tak senang. Tegang. Kelaminnya terasa nyeri. Sakit. Irewa harus menghadapi apa saja yang terjadi atas dirinya. Begitulah juga yang dialami semua perempuan lain di bawah pegungungan Megafu. Mereka rata-rata mengalami hal sama. Harus terus-menerus melayani suami. Merawat anak jika nanti sudah lahir. Dan mengurus semua kebutuhan keluarga. Tak ada yang mengeluh. Jadi Irewa juga tak ingin mengeluh. Para perempuan ini menjalani semuanya. Begitu saja. Mereka tidak mengenal kata tak adil...(Herliany,2015:70).

Dalam jarak yang dekat Irewa mengandung dan melahirkan anak keduanya tanpa bantuan mama bidan karena ia sudah tahu menyiapkan peralatan untuk melahirkan. Bagi perempuan Megafu melahirkan adalah peristiwa biasa dan saat hamil mereka melakukan pekerjaan sehari-hari hingga kandungan besar. Irewa sudah membentuk diri sendiri dalam proses persalinan anak keduanya, ia bisa membedakan perut sakit biasa dengan melahirkan. Berikut kutipannya:

95)Ketika Kiwana masih berumur satu tahun, Irewa hamil lagi. Sembilan bulan kemudian melhirkan. Kali ini Irewa tahu segala sesuatu urusan melahirkan. Ia lakukan persalinan sendirian...Bagi perempuan Megafu, melahirkan adalah peristiwa biasa saja. Seperti peristiwa alam yang lain. Setiap perempuan akan melahirkan. Para perempuan Megafu tetap melakukan pekerjaan sehari-hari sampai kandungan besar...(Herliany, 2015:70-71).

Irewa merasa repot dengan dua anaknya karena ketika ia pergi berkebun Irewa mengendong Mery dengan menaruh di dalam noken sedangkan Kiwana ia pikul di atas bahu. Sebelun ia mengerjakan kebun ia memberi makan kepada Kiwana dan menyusui Mery.

Secara psikis Irewa merasa beban hidupnya bertambah dengan kelahiran Kiwana dan Mery, ia harus bertanggung jawab atas dirinya dan suaminya, kedua anaknya dan menyiapkan makan. Irewa jatuh sakit karena melakukan pekerjaan berat di kebun dan merawat Kiwana dan Mery seorang diri. Irewa masih sakit sehingga ia tidak menyiapkan makan untuk Malom dan ia ditampar Malom.

Secara psikis Irewa menderita karena ia terus bekerja dan harus melahirkan anak, Irewa hamil lagi tetapi ia keguguran karena Irewa kurang makan. Irewa hamil lagi dan melahirkan anak lelaki bagi Malom yang diberi nama Ansel. Jadi, dalam waktu yang singkat Irewa sudah memiliki tiga orang anak dan Irewa juga sudah menerima nasibnya untuk melayani Malom, melahirkan dan merawat anak serta bekerja di kebun untuk menyiapkan makan bagi keluarga. Secara psikis Irewa adalah perempuan yang bertanggung jawab dalam diri sendiri dan keluarga. Irewa merasa hidupnya semakin berat dengan tiga orang anaknya dan ditambah lagi ia sering dipukuli Malom. Perlakuan kasar Malom membuat Irewa berpikir bahwa ia menjadi istri Meage ia pasti disayang dan tidak dipukuli. Irewa tidak hanya menyiapkan makan dan merawat anak-anaknya, ia juga mengalami kekerasan dari Malom. Irewa sudah mulai memahami perkara tentang anak yang tak selesai ia juga harus paham untuk melayani Malom karena Malom ingin mempunyai banyak anak. Berikut kutipannya:

96)Irewa kini repot dengan dua anak. Anaknya yang kedua bernama Mery. Sejak Kiwana masih bayi. Irewa selalu membawa anaknya ke kebun. Bayinya diletakan di dalam jaring noken. Kini, Kiwana dipikul di atas bahu. Ganti Mery yang ada di dalam noken. Setelah tiba di kebun, Irewa memberi Kiwana betatas setelah terlebih dulu dikunyahnya.Pekerjaan bertambah berat dengan adanya Mery dan Kiwana yang masih kecil itu. Tanggung jawab tentang anak dan makanan, adalah tanggung jawab perempuan. Laki-laki Megafu tak pernah mengurus dua hal itu. Karena semua itu, Irewa sakit...Pada hari keempat, Irewa belum juga sembuh dari sakitnya. Malom mulai memarahinya. Begitulah hari-hari Irewa. Seperti sudah ditetapkan bahwa ia harus terus-menerus bekerja. Juga harus terus- menerus beranak. Setelah anaknya yang kedua itu, Irewa hamil lagi. Tapi karena pekerjaan yang berat dan kurang makan, kembali Irewa

97) Lalu Irewa hamil lagi. Anak yang lahir dan hidup kali inis seorang laki- laki. Diberi nama Ansel. Jadi dalam waktu yang singkat Irewa sudah punya tiga orang anak...Dengan tiga orang yang semuanya masih kecil- kecil, Irewa merasa hidupnya semakin berat. Apalagi sekarang Malom sudah terbiasa memukul Irewa. Irewa berpikit, seandainya ia jadi istri Meage, Irewa yakin Meage tidak akan memukulnya...(Herliany, 2015:72- 73).

Penderitaan membuat Irewa ingin pisah dengan Malom tetapi ia tahu seorang perempuan bisa menikah lagi dengan laki-laki lain kalau laki-laki itu mau menjadi suaminya tetapi harus membayar dengan jumlah babi yang banyak. Dua kali Irewa berselingkuh dengan Lepi karena Irewa dipukuli Malom sehingga ia merasa kesal terhadap Malom dan juga Lepi menggunakan sihir. Lepi mengajak Irewa berselingkuh lagi tanpa membacakan mantra tetapi Irewa menolak. Hal tersebut diketahui Malom dan akibatnya Irewa dipukuli Malom tanpa kesalahan. Irewa jatuh sakit lagi dan tidak bisa ke ladang untuk menyiapkan makan sehingga Malom memukulinya lagi. Irewa tidak bisa tidur karena banyak hal yang ia pikirkan, ia ingin malam berganti siang. Irewa pergi meninggalkan rumah karena ia sudah tidak tahan dengan perlakuan Malom. Keadaan Irewa masih lemah tetapi ia memaksakan diri untuk pergi menemui mama Kame di kampung Aitubu. Irewa dan anak-anaknya sudah tiba di dusun Eryas tempat tinggal Meage, ia mengingat Meage lelaki yang dicintainya dan ia merasa lega berada di tempat kelahirannya. Berikut kutipannya:

98) Lalu Lepi mengajak Irewa bicara. Irewa kebetulan sehari sebelumnya baru saja dipukuli Malom. Malom marah karena tak mau betatas sulit didapat di musum kemarau. Hati Irewa sangat kesal. Ingin marah juga. Irewa meninggalkan rumah. Ia sudah tak tahan lagi dengan perlakuan Malom. Irewa merasa tidak sehat sebetunlnya. Badannya merasa kedinginan. Mengigil. Demam. Keringat keluar. Tapi ia memaksakan diri untuk pergi. Hati Irewa lega ketika kakinya sudah menginjak wilayah Dusun Kapo, tempat tinggalnya yang dulu (Herliany, 2015: 76, 81 & 83).

Kondisi Irewa lemas dan terkena malaria sehingga ia keguguran. Irewa terlihat pucat dan sedih kehilangan bayinya. Irewa tidak menangis karena banyak kesusuhan yang ia alami.

Sudah dua hari Irewa di rumah sakit tetapi ia belum pulih. Irewa merasa kaget dan tidak menyangka ia mempunyai saudara kembar yang bernama Jingi. Irewa merasa sedih karena harus kembali ke Hobone kembali menjalani kehidupan yang berat, ia sadar tentang yang dijalaninya. Irewa harus ikut Malom ke Hobone dan tidak bisa menolak karena ia sudah dijadikan alat damai dan sudah dibeli dengan mas kawin. Berikut kutipannya:

99)...Wajah Irewa tampak pucat. Irewa pasti sedi. Tak ada seorang ibu yang ingin anak dalam kandungannya meninggal. Namun rasa sakit yang dideritanya membuat Irewa tak menangis. Ia tertidur dalam keadaan lemah.Selang beberapa hari, Malom datang. Ia minta Irewa pulang. Mama Kame dan Bapa Labobar tak bisa mengcegah. Malom adalah suami yang sah. Orangtua Malom sudah membeli Irewa dengan sejumlah babi-babi sebagai mas kawin. Selain itu, Irewa juga seorang yonime, juru damai dua pihak yang bermusuhan (Herliany, 2015:85 & 90).

Secara psikis Irewa bertanggung jawab dalam menyiapkan makan, melahirkan dan merawat anak. Namun, Irewa tidak mengerti kapan ia hamil dan sebaiknya tidak hamil karena belum ada pengetahuan tentang kehamilan bagi perempuan Megafu. Kelahiran dengan jarak yang dekat, keguguran dan kelahiran dapat membahayakan kondisi perempuan. Kelahiran dan keguguran adalah hal yang biasa dilalui Irewa dan perempuan Megafu. Jadi, secara psikis Irewa mampu dan bertanggung jawab dengan nasibnya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Berikut kutipannya:

100) Tak dimengerti masyarakat Megafu bahwa jarak kelahiran yang rapat, kematian demi kematian bayi, lalu kehamilan berikutnya, bisa membahayakan kesehatan perempuan dan anak yang dilahirkan kemudian...(Herliany, 2015:91).

Irewa jatuh sakit lagi karena terkena penyakit sifilis, Irewa hanya tersenyum dan senang karena yang merawatnya adalah Jingi. Irewa merasa kaget dengan penyakit yang didertianya karena ia hanya berhubungan dengan Malom.

Hobone mengalami kekeringan, hujan lebat dan tanah longsor sehingga Irewa mendapatkan sedikit betatas, keladi, sayur dan ikan. Malom marah dan Irewa menyindirnya bahwa makanan tidak datang dengan sendiri tetapi harus dicari. Sindiran Irewa membuat Malom marah dan menampar Irewa, memukul Irewa dan menendang Irewa dan Irewa hanya menahan rasa sakit. Jadi, secara psikis Irewa mengalami kekerasan dari suaminya karena sindiran yang diucapkan Irewa mengenai cara mendapatkan makanan. Berikut kutipannya:

101) Irewa duduk lemah di tikar di dalam rumahnya. Irewa bisa terseyum. Senyuman kecil. Senang. Jingilah yang datang. Ia tak malu diperiksa dokter ini.Malom marah. Irewa sudah menduga Malom akan marah. Irewa menjawab, hamang nenaeisele emei roibuyae helemende yang artinya makanan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan...(Herliany, 2015:35 &38).

Dalam kondisi sakit Irewa ke ladang untuk mengambil sayuran, ia merasa sedih karena ladangnya rusak dan sedih memikirkan anak-anaknya. Anak-anak Irewa terkena diare karena hanya mengkonsumsi sayuran saja. Irewa merindukan ibunya tetapi ia sadar ia tidak bisa bergantung pada ibunya. Irewa merasa bosan dengan hidupnya yang selalu bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Irewa tidak bisa tidur setelah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga karena ia merasa jenuh dengan kesusahan yang dialami. Kejenuhan dan kesusahan membuat Irewa berpikir bahwa hanya perempuan yang menjadi orang kuat. Secara psikis Irewa sudah berusaha menjadi perempuan baik tetapi ia sering dipukuli Malom. Irewa tidak memikirkan akan pisah atau cerai dengan Malom karena Irewa sadar ia sudah dibeli dengan mas kawin dan ia adalah juru damai.

Kesulitan dan perlakuan kasar Malom membuat Irewa marah dengan diri sendiri sehingga ia mengatai Malom dalam hati Malom seperti anak kecil yang tidak bisa bekerja. Irewa diperlakukan Malom seperti budak. Irewa terbuai dalam kemarahan dan kata budak sehingga muncul keinginan untuk bunuh diri.

Irewa mulai memikirkan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan anak-anaknya, tetapi ia tidak memikirkan Malom yang sudah membuat hidupnya menderita dan Irewa menolak bunuh diri. Jadi, Irewa sadar akan tanggung jawab terhadap diri sendiri, anak- anaknya dan tahu menghargai diri sendiri dan Irewa sudah lebih lega dari sebelumnya. Kondisi Irewa yang tidak sehat dan banyak bekerja, hamil dan melahirkan dengan jarak rapat dan tidak istirahat, membuat Irewa melahirkan anak tanpa kulit dan anaknya meninggal. Berikut kutipannya:

102) ...Kebosanan-kebosanan dan kesusahan-kesusahan hidup itu, sering memunculkan protes dalam hati Irewa.Lama-lama Irewa jadi marah pada dirinya sendiri. Ia membiarkan batinnya melampiaskan perasaan marah yang memunca....Aku selalu harus mengerjakan semuanya. Aku telah menjadi budaknya...Hari-hari di depan, dijalani Irewa dengan lebih tenang. Hidupnya tetap saja membosankan. Tapi dulu ia menjalaninya sebagai hal yang mau tidak mau harus dijalani. Dan ternyata yang dijalaninya adalah penderitaan dan kesusahan. Itu membuatnya sedih dan putus asa. Sekarang ia sudah lebih menyadari kehidupannya sendiri. Ia kini sudah punya keinginan sendiri. Keinginan bertanggung jawab terhadap hidup anak-anaknya. Mereka membutuhkan ibu.Jarak kelahiran yang rapat, kondisi badan yang bekerja terus-menerus jarang beristirahat, sering sakit dan kurang makanan, hamil terus-menerus, beberapa kali mengalami keguguran, semuannya memengaruhi kondisi kandungan Irewa...(Herliany, 2015: 139-140 & 143- 144).

Ketika melihat ada seorang istri yang menantang suaminya dan keduanya saling berkelahi dan istrilah yang menang. Hal itulah yang membuat Irewa merasa heran karena selama ini perempuan Hobone selalu mengalah dan laki-laki yang menang. Peristiwa itu memberi Irewa pemahaman bahwa perempuan juga bisa menang. Irewa juga merasa kagum terhadap seorang perempuan Jawa yang marah dan mengucapkan kata kasar terhadap suaminya. Irewa juga merasa kecewa dengan kelakuan Malom yang menjual tanah bukan ia melarang tetapi ia berpikir Malom tidak mematuhi aturan adat.Perkembangan zamanpun berubah seiring berjalannya waktu, pelanggaran yang dilakukan Malom dilakukan laki-laki Hobone lainnya. Kekecewaan yang dirasakan Irewa dirasakan perempuan lain.

Perkembangan zaman membawa pengaruh negatif bagi masyarakat di distrik Yar, salah satunya ada rumah pelacuran dan penyakit HIV-AIDS hal ini membuat hati sebagai istri dan ibu gelisah. Hal tersebut dialami Irewa juga karena anaknya yang masih remaja sudah berhubungan dengan pelacuran. Kelakuan Ansel membuat Irewa menyalahkan dirinya sendiri padahal dia sudah memberi banyak pengetahuan. Awalnya Irewa tidak senang dengan peraturan zaman dulu yang memisah anak laki-laki dari keluarga. Pengaruh negatif zaman sekarang mengubah semua itu dan anaknya Ansel tidak mengalami masa seperti itu. Berikut kutipannya:

103) Irewa merasa heran. Kadang ia melihat ada perempuan Hobone yang berkelahi dengan suaminya. Tapi yang selama ini terjadi, si suami selalu menjadi pihak yang menang. Irewa tahu Malom menjual tanah. Itu sebetulnya mengecewakan hatinya. Tapi apa yang bisa dilakukan Irewa? bkan haknya untuk melarang. Irewa kecewa karena Malom tidak mematuhi aturan adat.Hari kedua, Nella masih harus dirawat. Malamnya, Irewa keluar membeli maknan untuk dirinya. Ia melewati rumah makan dan juga rumah yang ada lampu kecil hijau di depannya itu. Betapa kagetnya ia ketika melihat Ansel baru saja keluar dari rumah itu.Tapi kini Irewa berpikir, Ansel tidak mengalami masa itu. Padahal ada satu hal dari kebiasaan itu yanh Irewa sukai. Yakni anak-anak kecil diberi pengetahuan tentang dunia laki-laki oleh siapa saja laki-lkai yang ada di rumah yowi...(Herliany, 2015:150, 152, 153, 154 & 155).

Irewa sudah lebih menyadari akan dirinya sebagai yonime yang diminta menjaga keselarasan masyarakat. Irewa tidak mau terikat dua perkampungan saja tetapi ia ingin memikirkan keharmonisan dimana ia tinggal, Irewa juga merasa memiliki pengaruh untuk mengubah pandagan orang. Irewa juga menyadari statusnya sebagai istri Malom sehingga ia meminta Jingi adiknya untuk menikah dengan Meage. Irewa memang masih mencintai Meage tetapi statusnya tidak bisa diubah, ia rela Jingi menikah dengan Meage karena Meage dan Jingi adalah orang yang ia sayangi. Berikut kutipannya:

104) Irewa kini sudah lebih menyadari akan dirinya. Zaman dulu, yonime diminta menjaga keselaraasan masyarakat di dua kampung. Irewa kini

Kebutuhan waktu sekarang adalah, ia harus ikut memikirkan keharmonisan pada tempat di mana ia berada saat ini. Irewa merasa terpanggil untuk menjadi orang yang punya pengaruh mengubah pandangan orang lain.Irewa merasa kasihan, Meage belum menikah. Ia rela, Meage menjadi suami Jingi. Irewa mengatakan pada Jingi, ia menyanyngi Jingi. “Menikalah kau dengannya, Jingi” kata Irewa dalam suratnya ke Jingi. Tulus. Irewa menyanyangi keduanya. Ia memang mencintai Meage. Tapi statusnya sebagai istri Malom tak bisa diubah lagi. Malom tetap adalah suaminya...(Herliany, 2015:157 & 205).

Secara psikis Irewa mengalami beban hidup dalam mengurus keluarga seperti mencukupi kebutuhan makan dan merawat anak tetapi ia mampu dan menentukan nasibnya sendiri dan bertanggung jawab dalam keluarganya. Irewa menjalani hidup yang berat namun ia menyadari akan hidupnya sedangkan Jingi, ibu Selvi serta suster Wawuntu dan suster Karolin adalah para perempuan yang turut membantu Irewa. Oleh sebab itu, akan dipaparkan citra diri perempuan dalam aspek psikis keempat tokoh tersebut.

3.2.2.2 Jingi

Secara psikis Jingi dicitrakan sebagai anak yang sejak kecil suka dengan ilmu kesehatan dan ia sudah menyelesaikan kuliah di bagian dokter. Jingi mulai menentukan nasibnya sendiri dan ia bekerja sebagai dokter keliling untuk melanjutkan kuliah. Jingi bertanggung jawabdengan dirinya sendiri dan bertanggung jawab dalam pekerjaannya sebagai dokter. Berikut kutipannya:

105) ...Jingi ingin pergi dengan biaya sendiri. Ia lalu bekerja lebih banyak. rumah sakit tempat ia bekerja membutuhkan dokter keliling. Jingi tak masalah bertugas menjadi dokter keliling (Herliany, 2015:143). Jingi merasa kaget memiliki saudara kembar karena Jingi dan Irewa terpisah sejak bayi dan dipertemukan ketika sudah dewasa. Jingi juga senang dan bahagia bisa bertemu dengan Irewa dan mama Kame.

Jingi merasa kasihan dan sayang kepada Irewa dan ia ingin Irewa segera sadar dan tahu tentang dirinya, Jingi ingin memeluk Irewa tetapi ia khawatir akan mengganggu Irewa. Jingi memeluk Irewa dan keduanya saling meneteskan air mata dan merasakan ada ikatan kesatuan. Hidup Jingi dari sejak kecil hingga remaja dipenuhi kebahagian. Jingi juga merasa kaget dan senang bertemu dengan Meage yang berasal dari kampung Aitubu tetapi ia merasa kecewa tidak bertemu dengan Irewa. Jingi sudah bekerja sebagai dokter dan ada yang memberitahu kalau ada seorang perempuan sakit di kampung Hobone. Ketika Jingi melihat perempuan itu, Jingi pun kaget perempuan yang sakit kelamin itu ternyata Irewa saudara kembarnya. Jingi juga merasa kaget dan sedih karena bayinya Irewa meninggal dalam pangkuannya, hal ini merupakan pengalaman pertama bagi Jingi. Berikut kutipannya:

Dokumen terkait