• Tidak ada hasil yang ditemukan

Citra Perusahaan

Dalam dokumen Public Relations Sebagai Tools Marketing (Halaman 37-42)

2.1. Kerangka Teori

2.1.5. Citra Perusahaan

Di dalam sebuah institusi atau perusahaan terbentuknya citra positif merupakan hal utama yang perlu untuk diperhatikan. Adanya sikap publik atau konsumen yang kritis membuat perusahaan atau institusi untuk lebih peka terhadap pendapat dari publik dan citra perusahaan di mata publik sebagai konsumennya. Seitel (2001;193) menyatakan citra perusahaan adalah fragile

commodity (komoditas yang rapuh/mudah pecah). Namun, kebanyakan

perusahaan juga meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang (soemirat & elvinaro, 2007;111). Adanya citra positif bagi perusahaan berguna untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari masyarakat. Menurut Bill Canton yang dikutip dalam buku Soemirat & Elvinaro (2007;111) mengatakan bahwa citra adalah

image: the impression, the feeling, the conception which the public has a company; a concioussly created created impression of an object, person or organization.”

(Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi).

Rosady ruslan (2003;68) mengatakan citra adalah tujuan utama , dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat (kehumas) atau public relations. Dapat disimpulkan bahwa citra perusahaan merupakan suatu prestasi yang diperoleh sebuah perusahaan baik itu prestasi negatif atau positif yang sengaja diciptakan oleh perusahaan tersebut untuk mengambil perhatian dari masyarakat sebagai konsumennya.

Citra merupakan apa yang dikatakan oleh perusahaan kepada konsumennya melalui advertising dan sebagainya. Dengan kata lain citra dibentuk sendiri oleh perusahaan untuk memperoleh citra positif dan mendapatkan perhatian serta meningkatkan profit perusahaan. Menurut Frank Jefkins, dalam bukunya Hubungan Masyarakat (Intermasa, 1992) ada beberapa jenis citra (image) dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat (public relations), dan dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai berikut (Rosady, 2003;70-71)

a) Citra Cermin ( Mirror Image)

Merupakan citra cermin yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan – terutama para pimpinannya yang selalu merasa dalam posisi baik tanpa mengacuhkan kesan orang luar. Setelah diadakan studi tentang tanggapan, kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru mencerminkan “citra” negatifnya yang muncul. Cerminan citra yaitu bagaimana dugaan (citra) manajem terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaannya (Soemirat &Elvinaro,2007;117).

b) Citra Kini (Current Image)

Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan atau organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Berdasarkan pengalaman dan informasi kurang baik penerimaannya, sehingga dalam posisi tersebut pihak Humas/PR akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk (prejudice), dan hingga muncul

kesalahpahaman (misunderstanding) yang menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan yang negatif diperolehnya. c) Citra Keinginan (Wish Image)

Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga/perusahaan, atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum.

d) Citra Perusahaan (Corporate Image)

Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan (corporate image) yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing,

dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social care) sebagainya. Dalam hal ini pihak Humas/PR berupaya atau bahkan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan citra perusahaan, agar mampu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi (liquid) untuk berkompetisi di pasar bursa saham.

e) Citra Serbaneka (Multiple Image)

Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan di atas, semua itu kemudian diunifikasikan atau diindentikkan ke dalam suatu citra serbaneka (multiple image) yang diintergrasikan terhadap citra perusahaan.

f) Citra Penampilan (Performance Image)

Citra penampilan ini ditujukan kepada subyeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para profesional pada perusahaan bersangkutan.

Citra perusahaan yang baik tidak dapat dibeli tapi didapat oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi bagus umumnya memiliki enam hal yaitu (Anggoro, 2000:67):

1. Hubungan baik dengan pemuka masyarakat. 2. Hubungan positif dengan pemerintah setempat. 3. Resiko krisis yang lebih baik.

4. Rasa kebanggaan dalam organisasi dan diantar khalayak sasaran.

5. Saling pengertian antara khalayak sasaran baik internal maupun eksternal. 6. Meningkatkan kesetiaan para staff perusahaan.

Citra perusahaan menggambarkan sekumpulan kesan (impressions), kepercayaan (beliefs), dan sikap (attitudes), yang ada di dalam benak konsumen terhadap perusahaan. Pembentukan citra yang ada di dalam benak konsumen terhadap perusahaan dapat diukur dengan menggunakan indikator penilaian citra (Sutojo, 2004: 96) sebagai berikut, yakni :

1. Kesan

Kesan yang didapat oleh konsumen terhadap perusahaan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai alat pengukur citra. Kesan terhadap program, pelayanan dan sebagainya dapat melihat bagaimana citra perusahaan di mata masyarakat.

2. Kepercayaan

Kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang memang memiliki kualitas yang dapat mengikat dirinya, seperti tindakannya yang konsisten, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu dan rendah hati. Kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan diimplementasikan dari kredibilitas perusahaan dan kepedulian perusahaan pada pelanggan yang ditujukan melalui performance perusahaan pada pengalaman melakukan hubungan dengan pelanggan.

3. Sikap

Indikator lain dari pengukuran citra perusahaan adalah sikap, dimana sikap masyarakat dapat menunjukkan bagaimana sebenarnya masyarakat menilai suatu perusahaan. Jika masyarakat bersikap baik, maka citra perusahaan itu baik. Sebaliknya, jika sikap yang ditunjukkan negatif, berarti citra perusahaan tersebut juga kurang di mata masyarakat. Proses pembentukan sikap berlangsung secara bertahap, dan berlangsung dengan cara:

a. Komponen kognitif, yaitu sikap yang menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut diperoleh melalui pengalaman langsung dari objek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber.

b. Komponen afektif, yaitu mengggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau merek. Perasaan itu merupakan evaluasi menyeluruh terhadap objek sikap. Afek mengungkapkan penilaian konsumen kepada suatu produk apakah baik atau buruk, “disukai” atau “tidak disukai”. Perasaan dan emosi seseorang tersebut terutama ditujukan kepada produk secara keseluruhan, bukan perasaan dan emosi kepada atribut-atribut yang dimiliki produk.

c. Komponen konatif, menggambarkan kecenderungan dri seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap. Konatif juga bisa meliputi perilaku yang sesungguhnya terjadi.

2.1.5.1. Pelayanan

Dalam manajemen Tjiptono (2012:4), dijumpai setidaknya empat lingkup definisi konsep pelayanan (service), salah satunya yaitu pelayanan (service) merefleksikan proses, yang mencakup penyampaian produk utama, interaksi personal, kinerja dalam artian luas (termasuk di dalamnya drama dan keterampilan), serta pengalaman layanan.

Gronroos dalam Kirom (2010:20) mendefinisikan pelayanan adalah usaha/ tindakan pemasar untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen agar tidak kehilangan pasarnya.

Sedangkan menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary dalam Rahmayanty (2010:12) pelayanan “merupakan sistem yang melakukan sesuatu yang dibutuhkan publik, organisasi, pemerintah atau perusahaan swasta dalam periode waktu yang lama, tidak berwujud, dan memudahkan”. Menurut pengertian tersebut pelayanan dapat diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan, dan keramah-tamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat yang dapat melampaui harapan-harapan dari pelanggan untuk kepuasan konsumen. Pelayanan yang baik harus didukung oleh kecakapan sumber daya manusia sebagai pelaksana layanan dan berhubungan langsung dengan pelanggan.

Suchaeri (2012:148) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan staf pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen yaitu nilai-nilai kerja, yang akan dipengaruhi oleh kejujuran, tanggung jawab, dedikasi

dan komitmen untuk melayani, semangat kerja, penguasaan keterampilan berkomunikasi dengan konsumen, penguasaan teknologi informasi, dan supervisi atasan.

Dalam dokumen Public Relations Sebagai Tools Marketing (Halaman 37-42)

Dokumen terkait