• Tidak ada hasil yang ditemukan

CIVIL SERVANTS MAN POWER PLANNING: CASE STUDY ON THE SPECIALIST JOB

Novi Savarianti Fahrani

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara

Jl. Mayjen Sutoyo No. 12 Cililitan Jakarta Timur

e-mail: novi.savarianti@gmail.com

(Diterima 5 Desember 2017, Direvisi 15 Desember 2017, Disetujui 15 Juni 2017)

Abstrak

Perencanaan Pegawai Negeri Sipil dalam kurun lima tahun terakhir difokuskan pada Jabatan Fungsional

Tertentu.Terlihat dari data bahwa rekrutmen antara JFT dan JFU terdapat perbedaan yang signiikan dan jumlah JFT yang diangkat tidak lebih 50% dari formasi yang diajukan. Artikel ini menitikberatkan bagaimana pola

perencanaan PNS yang selama ini telah dilakukan dan menganalisis mengenai hambatan-hambatan yang ditemui dalam melakukan perencanaan PNS khususnya pada JFT sebagai dasar untuk menentukan model perencanaan PNS yang ideal kedepannya. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif di 13 instansi pemerintah daerah. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, pola perencanaan PNS

selama ini melalui tiga tahap, yaitu Penyusunan Anjab dan ABK, Mengkoordinasikan kembali hasil Anjab dan ABK yang telah disusun oleh setiap SKPD tersebut untuk mendapatkan persetujuan kepala SKPD, dan diserahkan kepada BKD untuk ditetapkan rincian formasi. Kedua, terdapat 6 hambatan dalam melakukan perencanaan PNS khususnya JFT, yaitu adanya regulasi yang tumpang tindih, perbedaan format perencanaan SDM, adanya perbedaan jumlah formasi CPNS antara BKN dan Menpan, minimnya kualitas dan komunikasi pegawai yang melakukan perencanaan SDM, kurangnya perhatian pimpinan, dan tidak di anggarkan belanja pegawai untuk

JFT.

Kata kunci: Perencanaan PNS, Jabatan Fungsional Tertentu, Anjab, ABK, Formasi

Abstract

The (man power) planning of the civil servants in the last ive decade were focused on the specialist job. Data has shown that there were signiicance differences on the number of the recruitment between general and specialist job, and not more than 50% of the specialist job demand were approved. This article focused on the pattern of the

civil servants (man power) planning that has been conducted, identify the problem that inhibit the implementation, and use it as reference to create an ideal planning model. This research is a qualitative descriptive study that had

been conducted in 2106 at 13 region. The result were, irst, the current planning pattern were using three stages, which are job dan work load analysis, approvement from the each chief of the work unit, and submit the plan to

the region civil service agency. Secondly, there were six hindrances on conducting the civil servants man power

planning especially on the specialist job, which are overlapping regulations, differences in the man power planning format, unsynchronized sum of the formation between BKN and Menpan, low perform level of the human resources

and communication that arranging the plan, lack of leaders attention, the absent of the budget for specialist plan.

Keywords: civil servants (man power) planning, specialist job, job analysis, work load analysis, formation

PENDAHULUAN

Reformasi mengenai Sumber Daya A p a r a t u r ( S D A ) h a r u s b e r m u l a d a r i mereformasi sistem perencanaan SDA, karena hal ini menurut Rivai (2009) “tanpa didukung pegawai/karyawan yang sesuai baik segi kuantitatif, kualitatif, strategi

dan operasionalnya, maka organisasi itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya, mengembangkan dan me- majukan dimasa yang akan datang”. Tanpa rencana yang jelas tentang kebutuhan SDM menurut Sulistyani & Rosidah (2003) maka organisasi akan mengalami kesulitan dan terutama dalam menentukan arah apabila

suatu ketika membutuhkan tambahan pegawai. Perencanaan dibutuhkan untuk mengantisipasi dan memanfatkan sumber daya secara efektif karena mengingat sumber daya selalu terbatas dengan diiringi tujuan yang ingin dicapai selalu tidak terbatas. Seperti yang dikatakan Stone (2005) “An effective HR planning process is essential to optimizing the utilisation of an organisation’s human resources”.

Dalam mencapai sasaran reformasi tersebut, maka setiap instansi harus me- lakukan perencanaan SDA yang tepat baik berupa menentukan jumlah kebutuhan pegawai hingga pada pengembangan SDA dan kompensasinya. Selama 5 tahun terakhir, berdasarkan data dari Kedeputian Sistem Informasi Kepegawaian (Kedeputian Sinka) dan juga Pusat Perencanaan Kepegawaian dan Formasi (Pusat Renpegfor), pengajuan formasi umum pegawai negeri sipil (PNS) ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) lebih banyak formasi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) dari pada Jabatan Fungsional Umum (JFU). Hal tersebut terkait adanya himbauan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan) bahwa lebih difokuskan kepada JFT. Saat ini

sudah terdapat 142 proil JFT yang menjadi

acuan bagi instansi dalam mengajukan formasi. JFT merupakan jabatan khusus, yang sudah jelas tugas dan fungsi pekerjaannya dan juga terdapat instansi pembina yang melakukan pembinaan terhadap para pejabat fungsional tersebut. Dikarenakan JFT ini merupakan jabatan khusus, maka secara pengembangan karir dan juga kompensasi yang diterima oleh pejabat fungsional tersebut juga berbeda dengan JFU ataupun jabatan struktural.

Himbauan Menpan tersebut menye-

babkan terdapat perbedaan signiikan antara

pengajuan formasi JFU dengan JFT pada

tiap tahunnya seperti terlihat dalam graik

dibawah ini.

Sumber: Diolah oleh tim Penelti BKN: 2016

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pengajuan formasi JFT mengalami perbedaan yang signifikan hingga 2 kali lipat tiap tahunnya oleh instansi pengusul bahkan pada tahun 2014 pengajuan formasi JFT hampir 4 kali lipat jumlahnya dari JFU. Melihat besarnya jumlah pengajuan JFT pada tiap tahunnya tersebut sangat ironis jika data yang ada menunjukkan bahwa pergerakan pegawai yang akhirnya dapat diangkat menjadi JFT sesuai dengan formasi awal tidak lebih dari 25% setelah beberapa tahun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Tahun JFT Formasi

JFT

Saat ini Prosentase 2010 9.092 1.943 21,37% 2012 7.330 2.612 35,63% 2013 39.244 539 1,37% 2014 43.800 211 0,48% Diolah oleh tim Peneliti BKN: 2016

D a r i d a t a d i a t a s m a k a t e r l i h a t bahwa instansi pengusul tidak melakukan perencanaan SDA khususnya JFT dengan baik. Hal tersebut mencerminkan dalam melakukan perencanaan kebutuhan pegawai tidak berdasarkan pada Analisis Beban Kerja (ABK), Analisis Jabatan (Anjab) dan Evaluasi Jabatan (Evajab) serta tidak sesuai dengan kemampuan personil organisasi dalam mengelola SDA tersebut. Selain itu, dalam hal belum diangkatnya pegawai tersebut pada JFT, menunjukkan adanya

Perencanaan Pegawai Negeri Sipil: Study Kasus Jabatan Fungsional Tertentu

(Novi Savarianti Fahrani)

ketidaksiapan instansi dalam menerima konsekuensi yang melekat pada JFT, antara lain mendiklat-fungsionalkan pegawai ter- sebut dan juga memberikan kompensasi yang melekat sesuai dengan peraturan Menpan pada masing-masing JFT.

Berdasarkan permasalahan-perma- salahan yang telah diuraikan diatas, terlihat adanya suatu urgensitas dari reformasi SDA yang bermula dari reformasi perencanaan PNS, oleh karenanya, perlu adanya suatu penelitian untuk mencari model perencanaan PNS yang ideal kedepannya dengan permasalahan pokok dari penelitian ini, yaitu pertama, bagaimana perencanaan SDA khususnya JFT yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah selama ini?. Kedua, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi instansi pemerintah dalam melakukan perencanaan SDA khususnya JFT. Ketiga, bagaimana model perencanaan SDA khususnya JFT yang ideal kedepannya?

PEMBAHASAN

Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

M a n a j e m e n S D M m e r u p a k a n bagian dari ilmu manajemen, yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola SDM di dalam suatu

organisasi agar mampu berikir dan bertindak

sebagaimana yang diharapkan organisasi. Menurut Hasibuan (2012) manajemen SDM adalah “Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat“. Sedangkan menurut Simamora (2010) manajemen SDM adalah ”pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.

Menurut Wirawan (2015), ada dua istilah yang dipergunakan untuk memberikan

nama pengelolaan SDM yaitu Manajemen atau administrasi personalia (personeel management/administration) dan MSDM (human resource management). Pada awalnya istilah yang dipergunakan dalam pengelolaan SDM adalah manajemen atau administrasi personalia. Istilah ini dipakai dalam pengertian aktivitas manajemen yang terkait dengan perstafan organisasi, upah, kontrak kerja dan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan personalia. Manajemen personalia lebih dekat dengan memanajemeni tenaga kerja daripada memanajemeni SDM. Manajemen personalia lebih bersifat administrative dan tugas manajer personalia untuk memenuhi kebutuhan personalia setelah mereka melaksanakan tugasnya. Manajer personalia berfungsi sebagai mediator antara manajemen perusahaan dengan tenaga kerja dan tidak terkait dengan strategi perusahaan mencapai tujuannya.

Perencanaan Sumber Daya Manusia

SDM adalah kemampuan terpadu

dari daya pikir dan daya isik yang dimiliki

individu, perilaku dan sifatnya ditentukan o l e h k e t u r u n a n d a n l i n g k u n g a n n y a , sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Berbagai pandangan mengenai definisi perencanaan SDM seperti yang dikemukakan oleh Handoko (2012), Perencanaan SDM atau perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi

tersebut. Pandangan lain mengenai deinisi

perencanaan SDM dikemukakan oleh Mangkunegara (2013), Perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis.

P e r e n c a n a a n S D M m e r u p a k a n

proses analisis dan identiikasi tersedianya

kebutuhan akan SDM sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya. George Milkovich dan Paul C. Nystrom dalam Mangkunegara (2013) mendefinisikan bahwa “Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, peng- implementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai ke- sesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat”. Sedangkan Wirawan (2015) mengatakan bahwa Perancanaan SDM adalah suatu proses memprediksi keadaan dan kebutuhan SDM suatu organisasi di masa sekarang dan masa akan datang agar organisasi tidak kekurangan atau kelebihan jumlah SDM dengan kualitias tertentu untuk mencapai tujuan organisasi.

Jabatan Fungsional Tertentu

JFT ASN adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. JFT terdiri dari beberapa rumpun jabatan yang ditetapkan oleh Presiden atas usul Menpan. Jenis rumpun JFT disusun dengan menggunakan perpaduan pendekatan antara jabatan dan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas dan fungsi jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan. Dari 142 jenis JFT terbagi menjadi 25 rumpun jabatan fungsional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 Tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil.

Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional yang pelaksanaan tugasnya:

1. Mensyaratkan kualiikasi profesional dengan pendidikan serendah-rendahnya berijasah Sarjana (Strata-1);

2. Meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan, peningkatan dan penerapan konsep dan teori serta metode operasional dan

penerapan disiplin ilmu pengetahuan yang mendasari pelaksanaan tugas dan fungsi jabatan fungsional yang bersangkutan;

3. Terikat pada etika profesi tertentu yang ditetapkan oleh ikatan profesinya.

Berdasarkan penilaian terhadap bobot jabatan fungsional, maka jabatan fungsional keahlian dibagi dalam 4 (empat) jenjang jabatan yaitu:

1. Jenjang Utama, yaitu jenjang jabatan fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat strategis

nasional yang mensyaratkan kualiikasi

profesional tingkat tertinggi dengan kepangkatan mulai dari Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d sampai dengan pembina utama, golongan ruang IV/e.

2. Jenjang Madya, yaitu jenjang jabatan fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat strategis sektoral yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi dengan kepangkatan mulai dari Pembina, golongan ruang IV/a sampai dengan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.

3. Jenjang Muda, yaitu jenjang jabatan fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat taktis operasional yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan dengan kepangkatan mulai dari Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.

4. Jenjang Pertama, yaitu jenjang jabatan fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat operasional yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar dengan kepangkatan mulai dari Penata muda, golongan ruang III/a sampai dengan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.

Jabatan fungsional ketrampilan adalah jabatan fungsional yang pelaksanaan tugasnya:

1. Mensyaratkan kualiikasi teknisi pro- fesional dan/atau penunjang profesional dengan pendidikan serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau Sekolah

Perencanaan Pegawai Negeri Sipil: Study Kasus Jabatan Fungsional Tertentu

(Novi Savarianti Fahrani)

Menengah Kejuruan dan setinggi- tingginya setingkat Diploma III (D-3); 2. Meliputi kegiatan teknis operasional

yang berkaitan dengan penerapan konsep atau metode operasional dari suatu bidang profesi;

3. Terikat pada etika profesi tertentu yang ditetapkan oleh ikatan profesinya.

Berdasarkan penilaian bobot jabatan fungsional, maka jabatan fungsional ke- trampilan dibagi dalam empat jenjang jabatan yaitu:

1. Jenjang Penyelia, adalah jenjang jabatan fungsional ketrampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pembimbing, pengawas, dan penilai pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional tingkat dibawahnya yang mensyaratkan pe- ngetahuan dan pengalaman teknis operasional penunjang beberapa cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan ke- pangkatan mulai dari Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.

2. Jenjang Pelaksana Lanjutan, adalah jenjang jabatan fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pelaksana tingkat lanjutan dan mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknis operasional penun- jang yang didasari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu, dengan kepangkatan mulai dari Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.

3. Jenjang Pelaksana, adalah jenjang j a b a t a n f u n g s i o n a l k e t e r a m p i l a n yang tugas dan fungsinya utamanya sebagai pelaksana dan mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknis operasional penunjang yang didasari oleh satu cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan kepangkatan mulai dari Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.

4. Jenjang Pelaksana Pemula, adalah jenjang jabatan fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai

pembantu pelaksana dan mensyaratkan pengetahuan teknis operasional penun- jang yang didasari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan kepangkatan Pengatur Muda, golongan ruang II/a.

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan metode analisis kualitatif. Yang menitikberatkan pada model perencanaan PNS khususnya adalah jabatan fungsional tertentu. Bentuk penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang bagaimana model perencanaan SDM yang ideal.

Penelitian dilaksanakan pada tahun 2016, di 13 (tiga belas) daerah. Untuk perwakilan Provinsi dilakukan di 3 Provinsi, yaitu Prov DIY, Prov Jateng dan Prov Jatim. Sedangkan perwakilan Kabupaten dilakukan 3 Kabupaten, yaitu Kab. Garut, Kab Bekasi dan Kab Timor Timur Selatan. Dan untuk perwakilan Kota dilakukan di 7 Kota, yaitu Kota Palembang, Kota Bogor, Kota Tanjung Pinang, Kota Balikpapan, Kota Depok, Cilegon dan Kota Bandung. Sedangkan informan penelitian ini pihak-pihak yang melakukan perencanaan PNS di instansi pemerintah, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (Kepala BKD) dan serta pengelola kepegawaian lainnya.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data lapangan, sedangkan data sekunder ialah data kepus- takaan, sebagai data pendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui Wawancara dan Focus Group Disscussion (FGD).

Dalam penelitian mengenai model perencanaan PNS ini lebih difokuskan mengenai perencanaan PNS khususnya formasi JFT, hal ini dikarenakan trend yang ada saat ini adalah pengajuan PNS lebih difokuskan pada formasi JFT, namun hanya 25% yang hingga saat ini diangkat menjadi JFT setelah pegawai yang bersangkutan

diangkat menjadi PNS. Kondisi seperti itu menimbulkan permasalahan tidak hanya bagi instansi pemerintah namun juga PNS yang nantinya menduduki JFT.

Bagi instansi pemerintah, permasa- lahan tersebut mengakibatkan penumpukan pegawai, sedangkan untuk pegawai JFT sendiri, terhambat dalam karirnya karena tidak dapat naik pangkat yang disebabkan sistem yang ada. Apabila calon JFT tersebut tidak juga diangkat menjadi JFT dalam kurun waktu 4 tahun, maka calon JFT tersebut tidak akan naik pangkat secara reguler seperti halnya rekannya yang menduduki posisi JFU. Walaupun saat ini telah ada suatu kelonggaran yang diberikan kepada calon JFT tersebut untuk dapat naik pangkat secara reguler selama satu kali, namun apabila hingga empat tahun kedepannya calon JFT tersebut juga tidak dapat diangkat menjadi JFT maka tidak ada kesempatan untuk dapat naik pangkat. Dalam sistem aplikasi pelayanan kepegawaian (SAPK) calon JFT tersebut telah terkunci untuk pelayanan kepegawaiannya dikarenakan calon JFT harus melampirkan PAK sebagai dasar untuk dapat naik pangkat di jalur JFT. Oleh karena itu, JFT merupakan suatu jabatan yang khusus dimana tugas dan fungsinya sudah jelas dan dituang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara pada setiap jenis JFT-nya.

Sebelum membahas mengenai bagai- mana model perencanaan PNS yang ideal nantinya, peneliti akan membahas bagaimana pola perencanaan PNS yang selama ini telah dilakukan dan menganalisis mengenai hambatan-hambatan yang ditemui dalam melakukan perencanaan PNS khususnya pada JFT sebagai dasar untuk menentukan model perencanaan PNS yang ideal kedepannya

Deskripsi Perencanaan PNS Saat Ini

Perencanaan PNS secara umum me- rupakan inti dari suatu manajemen SDM karena akan dijadikan dokumen standar untuk merekrut dan melakukan penataan komposisi PNS sehingga dapat memenuhi kebutuhan riil dan beban kerja organisasi. Dalam kegiatan pengumpulan data me-

lalui FGD dengan 13 lokus penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa mengenai perencanaan PNS selama ini menggunakan hingga 3 tahap perencanaan sebelum formasi pegawai diajukan ke BKN, yaitu:

1. Tahap pertama

Penyusunan Anjab dan ABK. Langkah awal dari perencanaan PNS khususnya untuk formasi JFT di ketiga belas lokus penelitian ini adalah melakukan kegiatan penyusunan Anjab dan ABK. Kegiatan penyusunan Anjab dan ABK dilakukan oleh Bagian Organisasi dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dengan melibatkan para SKPD diwakili oleh para kasubag kepegawaian sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perencanaan PNS di setiap SKPD. Kegiatan penyusunan Anjab dan ABK ini dimulai dengan Sekretaris Daerah (Sekda) yang dalam hal ini bertindak sebagai Pejabat Yang Berwewenang membuat Surat Edaran (SE) keseluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tentang formasi dan budgetting untuk memonitor dan evaluasi perlengkapan kebutuhan tenaga, serta meminta usulan prioritas tenaga yang dibutuhkan di setiap SKPD.

Keterlibatan setiap kasubag kepegawaian tersebut dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung seperti yang dilakukan oleh Kota Cilegon dan Kota Balikpapan berkolaborasi dengan para SKPD dalam hal ini adalah setiap kasubag kepegawaian tersebut dilibatkan dalam rapat-rapat mengenai penyusunan Anjab dan ABK.

Secara tidak langsung seperti halnya yang dilakukan oleh Kota Depok adalah setiap SKPD hanya memberikan data-data yang dibutuhkan melalui Kasubbag Kepegawaian kepada bagian organisasi. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah, BKD memfasilitasi para SKPD dengan memberikan formullir berupa Daftar Susunan Pegawai (DSP) untuk menentukan jumlah pegawai di masing-masing SKPD. DSP ini

Perencanaan Pegawai Negeri Sipil: Study Kasus Jabatan Fungsional Tertentu

(Novi Savarianti Fahrani)

merupakan ringkasan dari hasil kegiatan penyusunan Anjab dan ABK sebagai dasar BKD untuk mengusulkan ke BKN dan Menpan dalam pengajuan formasi. Hal ini dimaksudkan karena yang mengetahui tugas dan fungsi dari setiap SKPD adalah SKPD itu sendiri.

Hal tersebut juga dilakukan oleh Kota Tanjung Pinang, pada saat menerbitkan SE mengenai permintaan kebutuhan pegawai berdasarkan Anjab dan ABK, dilampirkan format yang sudah di- sesuaikan dengan format kebutuhan pegawai dari BKN, Kemenpan dan juga Kemendagri yang terdiri dari informasi

kebutuhan dan kualiikasi pendidikan

serta jabatan yang dibutuhkan, sehingga dalam melakukan kegiatan penyusunan Anjab dan ABK langsung dituangkan pada ketiga bentuk format tersebut. Dalam FGD dengan Kota Bandung terlihat bahwa kegiatan penyusunan Anjab dan ABK tersebut adalah untuk menghasilkan informasi mengenai per- hitungan kebutuhan pegawai secara tepat dan akurat, antara lain:

a. Analisis jumlah PNS yang melakukan tugas dimasing-masing SKPD. b. Identifikasi struktur SKPD ber-

dasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah untuk dilihat jumlah PNS yang menempati JFU, JFT, berikut staf yang tersedia di bawahnya.

c. Identifikasi jenis pekerjaan, yaitu macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu pegawai dalam melaksanakan tugas pokoknya, terutama pekerjaan yang dapat di- ciptakan dalam 1 tahun.

d. Identiikasi beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu dibedakan jumlah kebutuhan setiap bidang pekerjaan pegawai.

e. Peta jabatan memuat nama-nama jabatan yang tersusun dalam suatu unit organisasi beserta jumlah pemegang jabatan tersebut.

f. Kemampuan keuangan daerah terkait dengan belanja pegawai.

Dasar hukum yang digunakan dalam melakukan kegiatan penyusunan ABK dan Anjab, adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2012 tentang Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Biro- krasi Nomor 75 Tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2011 tentang