• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN Disiplin Kerja

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) ) ANALYSIS OF STATE CIVIL APPARATUS DISCIPLINE ENFORCEMENT

PEMBAHASAN Disiplin Kerja

Secara etimologis disiplin berasal dari bahasa Inggris “disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Dalam

Analisis Penegakan Disiplin Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))

(Trubus Rahardiansah)

kegiatan belajar tersebut, bawahan dilatih untuk patuh dan taat pada peraturan- peraturan yang dibuat oleh pemimpin. Istilah bahasa Inggris lainnya, yaitu discipline

berarti tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri atau kendali diri. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi kinerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi untuk mencapai hasil yang optimal, seperti yang dikemukakan oleh Mangkuprawira & Hubeis (2007). kedisiplinan pegawai adalah sikap seorang pegawai yang secara sadar mematuhi aturan, dan peraturan organisasi tertentu, sehingga sangat mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini dikarenakan disiplin merupakan bentuk-bentuk latihan bagi pegawai dalam melaksanakan aturan- aturan organisasi, sedangkan menurut Rivai (2011), “Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomuni- kasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.”

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi, pegawai dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap atasan selalu berusaha agar bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang atasan dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Kedisiplinan diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.

Untuk itu menurut Tohardi (2002) ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menegakkan disiplin tersebut, diantaranya adalah:

1. Punishment and Reward.

Punishment (hukuman) atau Reward

(hadiah) dapat digunakan sebagai strategi dalam menegakkan kedisiplinan seorang pegawai dalam organisasi. Namun yang paling penting diperhatikan adalah bagai- mana hukuman dan hadiah tersebut benar-benar ditegakkan. Bila hukuman dan hadiah tersebut hanya peraturan saja, terlebih lagi hanya slogan belaka, maka hal tersebut tidak akan mampu berbuat banyak dalam menegakkan kedisiplinan. 2. Adil dan tegas.

Penegakan hukum, peraturan, prosedur kerja harus dilakukan secara tegas dan untuk hukuman harus diterapkan secara adil untuk semua orang yang ada dalam organisasi. Jika hal tersebut dilakukan hanya sebagai slogan, ancaman tetapi tidak ada realisasinya, maka hal tersebut dapat menjadi contoh yang buruk bagi pegawai yang lain.

3. Motivasi.

Pemberian hukuman dan penghargaan termasuk dalam kelompok motivasi. Dengan adanya sanksi atau hukuman apabila melanggar peraturan yang ada, akan memotivasi seseorang untuk meng- hindarinya, sebaliknya dengan adanya penghargaan mendorong seseorang untuk mendapatkannya, yang dalam konteks ini mendorong seseorang untuk menjadi disiplin. Namun unsur motivasi lainnya yaitu, pertama, pihak yang berkompeten dalam organisasi harus memberikan penjelasan apa manfaat yang akan diperoleh oleh pegawai yang bersangkutan dan apa yang akan diperoleh oleh organisasi bila seseorang disiplin dalam bekerja. Kedua, apa tujuan utama dari disiplin bagi individu maupun bagi organisasi. Ketiga, pimpinan organisasi harus mampu menjelaskan insentif apa yang akan diperoleh pegawai yang disiplinnya tinggi dan apa hukumannya bila tidak disiplin.

4. Keteladanan pimpinan.

Pengaruh yang paling besar dalam kewibawaan seorang pemimpin adalah keteladanan, dengan kata lain pemimpin

yang dapat memberikan keteladanan yang baik, akan menambah wibawa sehingga segala sikap dan perilaku pimpinan selalu menjadi rujukan atau panutan bawahan, maka kedisiplinan juga dapat merujuk kepada pimpinan, sehingga apabila pemimpin disiplin, maka bawahan juga akan ikut disiplin, demikian sebaliknya bila pimpinan tidak disiplin, maka bawahan juga ikut tidak disiplin. Untuk itu dalam sebuah organisasi apabila ingin mendapatkan bawahan yang berdisiplin tinggi, maka pimpinan juga harus menjadi seorang yang berdisiplin tinggi.

5. Lingkungan yang kondusif.

Lingkungan sosial tempat bekerja harus kondusif, bila mengharapkan orang- orang yang bekerja di tempat tersebut berdisiplin tinggi. Lingkungan sosial tempat kerja dapat menjadi acuan seseorang dalam berdisiplin, seseorang pegawai akan ikut menjadi tidak disiplin, bila lingkungan tempat ia bekerja juga tidak ada yang disiplin. Kondisi lingkungan kerja yang tidak kondusif, juga disebabkan tidak ditegakkannya peraturan secara tegas oleh pimpinan, sehingga akan menjadi budaya dan menjadi hal yang biasa saja.

6. Ergonomis.

Lingkungan fisik yang aman dan nyaman turut mempengaruhi ke- disiplinan kerja seseorang. Lingkungan kerja yang ergonomis perlu diciptakan oleh organisasi dalam upaya mendukung program peningkatan kedisiplinan pegawai.

Disiplin merupakan tonggak penopang bagi keberhasilan tujuan organisasi, baik organisasi sektor publik (pemerintahan) maupun sektor swasta. Untuk itu, setiap organisasi harus menerapkan kebijakan disiplin para pegawai dalam organisasi- organisasi tersebut. Bagi pegawai, disiplin merupakan salah satu kunci keberhasilan d a l a m m e n y e l e s a i k a n t u g a s d a n kewajibannya.

Di sisi lain, organisasi juga akan memperoleh manfaat dari penerapan ke-

bijakan disiplin. Tanpa adanya disiplin

dan ancaman tindakan disiplin, efektiitas

akan menjadi sangat terbatas, hal ini dikemukakan oleh Mondy dan Noe (1996)

”The organization beneits from developing and implementing effective disciplinary policies. Without healthy state of discipline, organization’s effectiveness may be severely limited.”

Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa tindakan disiplin yang efektif akan mendorong individu untuk meningkatkan kinerja yang menguntungkan individu ter- sebut dan juga organisasi.

M e n u r u t D a v i s d a n N e w s t r o m (1985), ”Discipline as a management

action to enforce standards organization.”

(disiplin sebagai tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi). Sedangkan menurut Tulus (2004), disiplin adalah pelatihan, terutama pelatihan pikiran dan sikap untuk dapat mengendalikan dirinya, melaksanakan adat istiadat, untuk mematuhi aturan sehingga bisa menjadi kontrol dan indikator yang terkait dengan kinerja karyawan. Lain halnya dengan Davis (dalam Mangkunegara: 2009) menjelaskan bahwa disiplin kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman- pedoman organisasi.

Pada dasarnya disiplin kerja merupakan sikap individu untuk menghormati, patuh, menghargai dan taat terhadap peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya, tidak mengelak untuk menerima sanksi- sanksi apalagi melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja pada diri individu erat kaitannya dengan usaha untuk mencapai tujuan individu dan organisasi.

Jenis-jenis Disiplin

Disiplin kerja memiliki beberapa fungsi antara lain adalah pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan di dalam lingkungan, salah satunya adalah menciptakan suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan. Handoko (2014) membagi 3 disiplin kerja yaitu:

Analisis Penegakan Disiplin Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))

(Trubus Rahardiansah)

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti ber- bagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan. Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif dimana berbagai standar diketahui dan dipahami. 2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelang- garan lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. 3. Disiplin Progresif

Disiplin progresif adalah kegiatan mem- berikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif ini adalah memberikan ke- sempatan kepada karyawan untuk me- ngambil tindakan-tindakan korektif se- belum mendapat hukuman yang lebih serius.

Sasaran pembinaan disiplin adalah seluruh orang yang ada dalam organisasi agar mereka mematuhi semua rambu-rambu peraturan, sistem dan prosedur yang sudah ditentukan. Tujuan utama dari pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi yang sesuai, baik hari ini maupun hari esok.

Untuk mewujudkan tujuan dari kegiatan pembinaan disiplin, maka menurut Saydam (1996) harus diperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

1. Besar kecilnya kompensasi;

2. Ada tidaknya keteladanan dari pimpinan; 3. Ada tidaknya aturan yang dapat dijadikan

pegangan;

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan;

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan; 6. Ada tidaknya perhatian (manajemen)

terhadap para pegawai;

7. Diciptakannya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Selain itu menurut Saydam (1996) ada beberapa ukuran untuk mengukur disiplin, yaitu adanya kepatuhan pegawai dalam: 1. Mentaati jam kerja masuk dan jam kerja

pulang;

2. Mematuhi pemakaian pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda pengenalnya;

3. Ikut serta dalam setiap upacara yang diwajibkan;

4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua karyawan, atasan dan anggota masyarakat lainnya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, menggambarkan bahwa para pegawai perlu terus dilakukan pembinaan terhadap kedisiplinan. Pembinaan disiplin merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi guna menumbuhkan dan mengembangkan ketertiban agar pegawai mematuhi semua peraturan, sistem dan prosedur yang berlaku.

Indikator-indikator Kedisiplinan

Secara teoritis terdapat berbagai macam indicator yang berpengaruh terhadap kedisiplinan karyawan dalam bekerja. Menurut Hasibuan (2014) indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai dalam suatu organisasi adalah:

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai, karena tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai ber-

sangkutan agar pegawai tersebut bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, ber- disiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan.

3. Balas jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) dapat mempengaruhi disiplin pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi dan pekerjaannya. Untuk itu perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik apabila balas jasa yang diterima kurang memuaskan.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena keadilan dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Untuk itu keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap organisasi supaya kedisiplinan pegawai baik pula.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Sehingga atasan akan mengetahui kemampuan dan ke- disiplinan setiap individu dan dapat dinilai secara objektif.

6. Sanksi hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan

organisasi, sikap dan perilaku indisipliner pegawai akan berkurang.

Sanksi hukuman harus ditetapkan ber- dasarkan pertimbangan logis, masuk akal, wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, menjadi motivasi untuk memelihara kedisiplinan serta diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi ke- disiplinan pegawai. Seorang pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang in- disipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai yang in- disipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan pegawai.

8. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama pegawai ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi. Hubungan-hubungan baik itu bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship

hendaknya harmonis. Human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada organisasi.

Sedangkan menurut Singodimendjo dalam Sutrisno (2011), indikator disiplin kerja adalah:

1. Taat terhadap aturan waktu. Dilihat dari jam masuk kerja, jam pulang, dan jam istirahat yang tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam suatu organisasi.

2. Taat terhadap peraturan organisasi. Peraturan dasar tentang cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan. 3. Taat terhadap aturan perilaku dalam

pekerjaan. Ditunjukkan dengan cara-cara melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai

Analisis Penegakan Disiplin Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))

(Trubus Rahardiansah)

dengan jabatan, tugas dan tanggung jawab serta cara berhubungan dengan unit kerja lain.

4. Taat terhadap peraturan lainnya di dalam organisasi. Aturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai dalam organisasi.

Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu tetapi dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut atau terpaksa. Indikator dalam disiplin kerja yaitu menghargai waktu dan tepat waktu, patuh dan taat kepada organisasi dengan penuh kesadaran dan bukan karena terpaksa atau takut, bagaimana sikap dalam bekerja dan sejauhmana pengetahuan dan pemahaman terhadap aturan yang berlaku.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam disiplin kerja terkandung aspek-aspek peri- laku disiplin kerja yaitu suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui serangkaian proses perilaku kerja yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, ketepatan, keteraturan dan ketertiban. Aspek-aspek disiplin kerja tersebut, yaitu:

1. Aspek pemahaman terhadap peraturan yang berlaku. Tanpa memahami per- aturan terlebih dahulu, seorang pegawai mustahil dapat mematuhi atau melanggar peraturan tersebut. Artinya sebelum mematuhi suatu peraturan organisasi perlu diketahui apakah pegawai sudah mengetahui atau memahami standar dan peraturan organisasi dengan jelas. Seorang pegawai dikatakan menunjukkan disiplin yang baik bila menunjukkan usaha-usaha untuk memahami secara jelas peraturan dan standar organisasi. Pegawai secara proaktif berusaha mendapatkan informasi tentang per- aturan di tempat kerja secara jelas, sehingga pegawai akan rajin mengikuti sosialisasi, membaca pengumuman, atau menanyakan ketidakjelasan suatu peraturan. Sebaliknya pegawai akan memiliki disiplin kerja yang buruk bila

ia tidak menunjukkan pemahaman sama sekali terhadap peraturan-peraturan organisasi.

2. Aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan standar. Salah satu aspek utama dalam penilaian kedisiplinan seorang pegawai adalah jumlah peringatan dan sanksi terhadap pelanggaran yang dibuat. Pegawai mempunyai disiplin tinggi jika tidak mempunyai catatan pelanggaran selama masa kerja, mentaati peraturan tanpa ada paksaan dan secara sukarela serta dapat menyesuaikan diri dengan aturan organisasi yang telah ditetapkan. 3. Aspek pemberian hukuman jika terjadi

p e l a n g g a r a n . H u k u m a n d i b e r i k a n apabila pegawai melakukan pelanggaran. Pemberian hukuman diberikan sesuai jenis dan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menurut Sutrisno (2011) adalah:

1. Pemberian Kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mem- pengaruhi tegaknya disiplin. Para pegawai akan mematuhi segala peraturan yang berlaku bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi organisasi. Namun demikian, pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam kegelisahan para pegawai, disamping banyak lagi hal-hal yang di luar kompensasi yang mencukupi, sedikit banyak akan membantu pegawai untuk bekerja tenang, karena dengan menerima kompensasi yang wajar kebutuhan primer mereka akan dapat terpenuhi.

2. Keteladanan pimpinan dalam organisasi Keteladanan pimpinan sangat penting

sekali karena dalam lingkungan organi- sasi semua pegawai akan selalu mem- perhatikan bagaimana pimpinan dapat

menegakkan disiplin dirinya dan bagai- mana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam organisasi, bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang mempengaruhi disiplin dalam organisasi, karena pimpinan dalam organisasi masih menjadi panutan setiap hari, apapun yang dibuat pimpinannya.

3. Aturan yang dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam organisasi, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Oleh sebab itu, disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu organisasi, jika ada aturan tertulis yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, para pegawai akan mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pengecualian.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Bila seorang pegawai melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua pegawai akan merasa terlindungi dan berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.

5. Pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh organisasi perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para pegawai agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan, maka pegawai akan ter- biasa melaksanakan disiplin kerja. 6. Perhatian kepada para pegawai

Seorang pegawai tidak hanya puas

dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para pegawai akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para pegawai sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja pegawai. 7. Kebiasaan-kebiasaan yang mendukung

tegaknya disiplin

Kebiasaan-kebiasaan yang perlu di- tegakkan untuk menciptakan disiplin yaitu: 1. Saling menghormati, bila bertemu di

lingkungan pekerjaan

2. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para pegawai akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.

3. Sering mengikutsertakan pegawai dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.

4. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja dengan menginformasikan kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pen- dekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan bagaimana hasil (output) penegakan disiplin kerja pegawai BNPB. Pendekatan kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna - yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang - dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Data kualitatif diperoleh melalui observasi, wawancara, analisis dokumentasi tertulis dan lain sebagainya. Dalam kaitan ini peneliti tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja tetapi juga melakukan analisa dan interprestasi tentang arti kata tersebut. Prosedur pengolahan data dilakukan secara sistematis dan bersifat holistik, yakni data yang telah dikumpulkan

Analisis Penegakan Disiplin Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB))

(Trubus Rahardiansah)

melalui observasi, wawancara dan kajian kepustakaan diolah sebagai bahan dasar analisis. Kesimpulan diambil secara induktif sehingga diperoleh penjelasan yang men- dalam dan komprehensif.

Berdasarkan penelitian awal, terlihat bahwa pegawai BNPB khususnya di lingkungan Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi memiliki tingkat disiplin yang rendah. Menurunnya atau rendahnya disiplin pegawai terlihat secara kasat mata di lapangan, yaitu keterlambatan masuk kantor dan pulang kerja lebih awal dari

jam kerja yang telah ditentukan, pada saat jam kerja pegawai masih berada di luar ruangan, menumpuknya berkas-berkas di meja pegawai serta pekerjaan yang tidak diselesaikan tepat pada waktunya, adanya pegawai yang meninggalkan tugas selama jam kerja tanpa izin, pegawai yang tidak mengikuti upacara-upacara nasional.

Realitas empiris di atas didukung oleh data rekapitulasi absensi dari Biro Kepegawaian dalam 3 (tiga) bulan, dapat digambarkan seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Absensi Pegawai di Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bulan Januari 2016

NO UNIT KERJA J U M L A H PEGAWAI

JANUARI

TOTAL

H TK C I T

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi 1 20 0 0 0 0 20

2 Direktorat Penilaian Kerusakan 19 280 1 3 5 91 380

3 Direktorat Pemulihan dan Peningkatan Fisik 17 285 1 7 47 340

4 Direktorat Pemulihan dan Peningkatan Sosek 21 323 5 8 8 76 420

JUMLAH 58 908 6 12 20 214 1160

Prosentase (%) 78% 1% 1% 2% 18% 100%

Sumber : Diolah dari data Biro Kepegawaian, BNPB, 2016

Keterangan : H = Hadir; TK = Tanpa Keterangan; C = Cuti; I = Izin; T = Terlambat Datang/Pulang Awal; Jumlah hari kerja = 20 hari kerja.

Tabel 1.2

Rekapitulasi Absensi Pegawai di Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bulan Februari 2016

NO UNIT KERJA J U M L A H PEGAWAI

JANUARI

TOTAL

H TK C I T

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi 1 20 0 0 0 0 20

2 Direktorat Penilaian Kerusakan 19 320 3 5 2 50 380

3 Direktorat Pemulihan dan Peningkatan Fisik 17 301 1 5 33 340