• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PRESISI DAN AKURASI

3.3 Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz)

Pada tahun 1980 Horwitz, Kamps, dan Boyer menunjukkan bahwa: "pemeriksaan hasil lebih dari 50 penelitian kolaboratif antar laboratorium yang dilakukan oleh AOAC pada berbagai komoditas untuk berbagai analit menunjukkan hubungan antara koefisien rata-rata variasi (CV), dinyatakan sebagai kekuatan 2, dengan konsentrasi rata-rata yang diukur, dinyatakan sebagai pangkat 10, independen dari metode yang menentukan.

RSD% Horwitz = 2(1 – 0.5 log C)

Dimana C, adalah konsentrasi analit dinyatakan sebagai fraksi massa berdimensi (pembilang dan penyebut memiliki satuan yang sama); dan RSDR adalah koefisien variasi CV dalam kondisi reproducibility.

Tabel 3.9 Hubungan Konsentrasi dengan RSD

Konsentrasi Analit RSD

10% 2,8%

1 % 4,0 %

0,1 % 5,7 %

0,01 % 8,0 %

1 ppm 16 %

1 ppb 45 %

0,1 ppb 64 %

Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi dengan KV (%)

Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz

Table 3.10 Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS No. Konsentrasi Cu (ppm) Konsentrasi Pb (ppm)

1 40,8658 1,0024

Rata-rata 40,1640 0,9994

CV Horwitz 9,1774 16,0014

Contoh lain dalam penentuan presisi adalah:

Tabel 3.11 Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat

No. Konsentrasi rata-rata NH4+ (ppm)

Cara penentuan CV Horwitz pada penentuan

Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya.

Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar

standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.

Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar.

Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.

Accuracy menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau

metode penambahan baku (standard addition method).

Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.

Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur

dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dan lain-lain.

Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.

Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya yang diterima (Gary, 1996). Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan, 1996). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel

Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)

10< A ≤ 100 (%) 98-102

Kesulitan utama dalam evaluasi akurasi adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya analit yang akan diuji tidak diketahui. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

Pengujian persen perolehan kembali dilakukan dengan menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah analit yang ditetapkan. Jumlah absolut yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh (tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai perolehan kembali analit itu. Kriteria akurasi sangat tergantung pada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan keseksamaan metode (RSD).

Metode analisis yang mungkin digunakan untuk menetapkan akurasi yaitu metode menggunakan CRM (Certified Refference Material)dan adisi standar. CRM mempunyai nilai tertelusur ke SI dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan (refference value) untuk nilai yang sebenarnya. Syarat CRM yang digunakan matriksnya cocok dengan contoh uji (mempunyai komposisi matriks yang mirip matriks contoh uji). Apabila CRM tidak tersedia maka dapat menggunakan bahan yang mirip contoh uji yang diperkaya dengan analit yang kemurniannya tinggi atau disebut metode adisi standar, lalu diuji persen recovery-nya. Analit yang terkait dalam matriks contoh harus dilarutkan atau dibebaskan sebelum dapat diukur karena analit tidak boleh hilang selama proses agar hasil pengujian akurat maka efisiensi pelarutan harus 100%.

Akurasi dapat juga diartikan sebagai kedekatan hasil analisis terhadap nilai sebenarnya atau seberapa jauh hasil

menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini sangat baik dilakukan bila menggunakan sertified reference material (CRM). Namun penetapan akurasi dilakukan dengan cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tesedianya CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh adalah sebesar 0,1ppm; 0,2ppm; 0,3ppm; 0,5ppm. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 3.13.

terukur (µg) Perolehan kembali (%)

Kisaran syarat keberterimaan 80-110

Hasil yang diperoleh dapat dilihat untuk sampel natrium hidroksida 32% menunjukkan bahwa persen perolehan kembali (recovery) yaitu 93,01%. Sampel natrium

hidroksida 48% menunjukkan persen perolehan kembali 86,78% dan sampel natrium hidroksida 98% menunjukkan hasil 94,97%. Nilai persen perolehan kembali dari ketiga sampel natrium hidroksida ini menunjukkan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan, yaitu 80–

110%. Dari ketiga jenis sampel yang mempunyai persen perolehan kembali terendah yaitu sampel natrium hidroksida 48%, 32% dan paling tinggi natrium hidroksida 98%. Nilai persen perolehan kembali ini juga dapat berarti bahwa terjadi penyimpangan terhadap hasil pengukuran yang seharusnya.

Penentuan akurasi suatu metode biasanya terdapat kesalahan-kesalahan yang menyebabkan nilai akurasi yang diperoleh kecil atau tidak tepat 100 %, kesalahan ini disebabkan karena adanya kesalahan personal seperti pemipetan dan kesalahan sistematis seperti peralatan atau pereaksi yang digunakan. Namun demikian, kesalahan sistematik pada prinsipnya dapat diidentifikasi dan diperkecil.

Untuk mengecek efisiensi proses pretreatment dan preparasi tersebut maka dilakukan uji perolehan kembali (recovey test, %R) yang dapat dirumuskan dengan persamaan yang berbeda yaitu:

Recovery (%) = [ ] [ ]

[ ] x 100%

Akurasi melalui uji perolehan kembali harus memperhatikan konsentrasi akhir sampel setelah ditambahkan analit dari larutan standar (spike) berkisar antara 2–5 dari kali konsentrasi sampel sebelum ditambahkan analit. Nilai konsentrasi sampel yang telah

ditambahkan analit tidak boleh melebihi batas rentang kerja tertinggi pada ruang lingkup metode pengujian yang digunakan. Konsentrasi sampel yang telah ditambahkan analit harus masuk dalam regresi linear kurva kalibrasi yang digunakan. Syarat-syarat analit (standar) ke sampel harus memiliki sifat-sifat yaitu larutan standar yang ditambahakan ke sampel (spike) memiliki kemurnian tinggi, memiliki matrik hampir sama dengan sampel; dan memilki kelarutan hampir sama dengan sampel.

Penentuan recovery dapat menggunakan Standard Reference Material (SRM) dan sampel yang sudah diketahui konsentrasinya. NIST Standard Reference Material (SRM) - Sebuah CRM yang dikeluarkan oleh NIST yang juga memenuhi kriteria sertifikasi NIST khusus tambahan dan dikeluarkan dengan sertifikat atau sertifikat analisis yang melaporkan hasil karakterisasi dan menyediakan informasi mengenai penggunaan yang tepat (s) material (NIST SP 260-136). SRM disiapkan dan digunakan untuk tiga tujuan utama: (1) untuk membantu mengembangkan metode analisis akurat; (2) untuk mengkalibrasi sistem pengukuran yang digunakan untuk memfasilitasi pertukaran barang, kontrol kualitas lembaga, menentukan karakteristik kinerja (3) untuk menjamin kecukupan jangka panjang dan integritas program jaminan kualitas pengukuran.

Tabel 3.14 SRM tanah dan kandungan elemen di sertifikat dan hasil analisis

Elemen Sertifikat Hasil Analisis Rata-rata SD

As 105,0 8,0 102,4 1,1

Cd 41,7 0,25 40,8 0,27

Cu 114,0 2,0 115,0 1,6

Pb 1162,0 31,0 1138,1 11,0

Ti 2,47 0,15 2,57 0.08

Zn 350,4 4,8 350,3 3,4

Bi ND - 2,66 0.17

Sb ND - 21,0 0,18

ND: tidak terdeteksi; SD: Standar deviasi

Gambar 3.5 SRM 1950 Metabolit di Human Plasma

SRM 1950 Metabolit di Human Plasma terdiri dari kolam plasma dikumpulkan dari jumlah yang sama dari pria dan wanita dan dengan distribusi rasial yang mencerminkan penduduk AS. Nilai awal fase tugas untuk SRM ini difokuskan pada metabolit yang NIST memiliki metode yang ada. Konsentrasi lebih dari 30 metabolit, termasuk elektrolit, hormon, glukosa, kreatinin, vitamin, dan asam lemak kini telah ditentukan oleh MS, LC-MS/MS, dan metode GC-MS.

Gambar 3.6 SRM 2907 trace terrorist explosive simultans The Institut Nasional Standar dan Teknologi (NIST) telah merilis materi baru standar acuan (SRM) untuk membantu dalam deteksi dua senyawa peledak yang diketahui digunakan oleh teroris. Para peneliti merancang sampel uji baru untuk mensimulasikan ukuran dan perilaku residu yang tersisa setelah menangani bahan peledak PETN (pentaerythritol tetranitrate) dan TATP (triacetone triperoxide).

Gambar 3.7 Contoh CRM untuk analisis lingkungan Gambar 3.7 menunjukkan CRM CZ 7006 untuk digunakan dalam analisis enviromental (disertifikasi oleh Ceko Metrologi Institute, sertifikat No 0217-CM-7006-06).

Semua analit berkontribusi terhadap perhitungan toksisitas total disertifikasi oleh WHO serta sejumlah analit lainnya (logam berat, PCB, PAH, OCP, BFR) dalam nilai-nilai non-bersertifikat disajikan.

NIST (National Institute of Standards and Technology) adalah Institut Nasional Standar dan Teknologi, sebuah unit dari Departemen Perdagangan AS.

Sebelumnya dikenal sebagai National Bureau of Standards, NIST mem-promosikan dan mempertahankan standar pengukuran. Ia juga memiliki program aktif untuk mendorong dan membantu industri dan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan dan menggunakan standar ini.

Certified Reference Material (CRM) atau Reference Material Bersertifikat adalah bahan Referensi ditandai dengan prosedur metrologically berlaku untuk satu atau

lebih sifat tertentu, disertai dengan sertifikat yang memberikan nilai properti tertentu, ketidakpastian yang terkait, dan pernyataan ketertelusuran metrologi. Dokumen yang menyertai bahan referensi bersertifikat yang menyatakan satu atau lebih nilai properti dan ketidakpastian mereka, dan mengkonfirmasikan bahwa prosedur yang diperlukan telah dilakukan untuk memastikan validitas dan ketertelusuran mereka.

Gambar 3.8 Contoh sertifikat CRM Aluminium produksi dari Sigma Aldrich

Gambar 3.9 Contoh sertifikat berbagai jenis CRM Reference Material (RM) adalah material yang cukup homogen dan stabil sehubungan dengan satu atau lebih sifat tertentu, yang telah dibuat dengan fresh untuk digunakan dalam proses pengukuran.

1. Penentuan recovery menggunakan SRM

Penentuan recovery dengan Standard Reference Material Kode NBS 2781 (Lumpur Domestic) analisis merkuri (Hg) dengan ICP-OES adalah:

Recovery (%) =

x 100%

Recovery (%) =

x 100%

Recovery (%) = 93,4%

2. Penentuan recovery menggunakan metode spike Penentuan recovery logam Pb pada sampel air limbah (sampel dari uji profisiensi) dengan menggunakan

metode spiking diketahui data bahwa konsentrasi Pb pada sampel uji profisiensi sebesar 1,23 mg/L. Pada sampel tersebut ditambahkan (di-spiking) dengan larutan standar Pb sebesar 1,0 mg/L. Setelah ditambah dengan larutan standar, kemudian dianalisis didapatkan konsentrasi Pb sebesar 2,25 mg/L. Dari data tersebut dapat ditentukan recovery yaitu sebesar:

Recovery (%) = [ ] [ ]

[ ] x 100%

Recovery (%) = x 100%

Recovery (%) = 102%

Nilai recovery sebesar 102% merupakan nilai yang baik, berarti metode uji tersebut memiliki akurasi yang baik, dengan batas penerimaan 95%-105%.

BAB IV LINEARITAS DAN DAERAH KERJA

4.1 Linearitas dan Daerah Kerja

Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.

Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.

Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50–150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang

konsentrasi yang digunakan antara 0–200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur. Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Gambar 4.1 Perbandingan nilai R2 dengan data hasil pengukuran

Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.

Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.

Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur

Linieritas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran yang ada

(Wenclawiak, 2004). Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan standar dalam mendeteksi analit dalam contoh. Linieritas biasanya dinyatakan dengan istilah variansi disekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik datayang diperoleh dari hasil pengukuran analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linieritas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil (least square method) antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Linieritas metode dapat menggambarkan ketelitian pengerjaan analisis suatu metode yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi sebesar  0,997 (Chan, 2004)

Uji linieritas dilakukan dengan suatu seri larutan standar yang terdiri dari minimal empat konsentrasi yang berbeda dengan rentang 50-150 % dari kadar analit dalam sampel. Parameter hubungan kelinieran yang digunakan yaitu koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R) pada analisis regresi linier y = bx + a (b adalah slope, a adalah intersep, x adalah konsentrasi analit dan y adalah respon instrumen). Koefisien determinasi adalah rasio dari variasi yang dijelaskan terhadap variasi keseluruhan. Nilai rasio ini selalu tidak negatif sehingga ditandai dengan R2. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antara dua set data dan ditandai dengan r. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1 atau -1 merupakan hubungan yang sempurna, tanda + dan - bergantung pada arah garis. Tanda positif (+) menunjukkan korelasi positif yang ditandai dengan arah garis yang miring ke kanan, sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan

korelasi negatif yang ditandai dengan arah garis yang miring ke kiri (Spiegel, 1988).

Contoh penentuan daerah kerja atau daerah linier yaitu penentuan kadar Cu dengan AAS:

1. Buat deret larutan kerja 0,05; 1; 2; 3; 4; 6; 8 dan 10 mg/L yang diencerkan dari larutan induk 1000 mg/L (SRM tertelusur ke NIST)

2. Analisis kadar Cu dengan AAS Flame pada panjang gelombang 324,7 nm

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran larutan standar Cu dengan AAS

No. Konsentrasi mg/L Absorbansi

1 0.5 0.0905

2 1 0.178

3 2 0.3379

4 3 0.4938

5 4 0.6438

6 6 0.9116

7 8 1.1315

8 10 1.2344

Berdasarkan data Tabel 4.1 dibuat kurva kalibrasi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Cu

Jika semua data digunakan untuk membuat kurva kalibrasi, maka R2 (koefisien korelasi) yang diperoleh yaitu 0,979 sehingga tidak memenuhi syarat linieritas dimana R2 harus mendekati 1. Untuk meningkatkan nilai R2 maka dibuang data yang menyebabkan kurva tidak linier, sehingga didapatkan nilai R2 0,999. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa derah kerja atau daerah linear yaitu 0,5-4 mg/L.

Linieritas menunjukkan kemampuan metode analisis untuk menghasilkan respon yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran atau rentang yang ada. Uji ini dilakukan dengan membuat satu seri larutan standar yang terdiri dari 4 konsentrasi yang bertingkat. Larutan standar diukur 7 kali diperoleh nilai

absorbansi. Nilai absorbansi dirata-rata sehingga diperoleh data konsentrasi versus absorbansi rata-rata sehingga dibuat kurva hubungan antara absorbansi versus konsentrasi. Hasil pengujian linieritas penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva kalibrasi larutan standar Ni

Berdasarkan Gambar 4.3, diperoleh nilai koefisian determinasi (R2) pada penentuan kadar nikel adalah 0,9980.

Nilai koefisien determinasi yang didapat mendekati satu dan sesuai dengan syarat keberterimaan yaitu nilai koefisien determinasi hasil uji linieritas adalah > 0,9970 (Chan, 2004). Menurut Kantasubrata (2008) untuk jumlah deret standar (n) 4 dengan tingkat kepercayaan 95% nilai koefisien determinasi minimal 0,811. Oleh karena itu, uji linieritas untuk metode penentuan kadar nikel dalam natrium hidroksida menghasilkan korelasi yang linier

y = 0,038x-0,001

sehingga memenuhi kriteria keberterimaan artinya kinerja metode yang digunakan untuk rentang konsentrasi yang diukur sangat baik.

Gambar 4.4 Kurva kalibrasi larutan standar Cr (VI) dengan spektrofotometer UV-Vis

(Ahmed et al. 2011)

Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa setelah konsentrasi 12 mg/L, absorbansi mengalami penurunan sehingga nilai R2 menurun. Jika data pada konsentrasi di atas 12 mg/L dihilangkan maka akan diperoleh kurva dengan R2 0,9987.

Daerah kerja atau daerah linier pada konsentrasi 1-12 mg/L.

4.2 Kurva Standar Adisi

Metode standar adisi adalah bagian dari teknik analisis kuantitatif dengan cara menambahkan sederatan larutan standar dengan jumlah yang telah diketahui ke dalam sampel. Dengan menambahkan lebih dari satu larutan standar, maka kurva kalibrasi dapat disiapkan.

Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan ekstrapolasi kurva kalibrasi sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4.5. Pada pelaksanaannya metode standar adisi adalah dengan membagi sampel ke dalam beberapa bagian yang sama lalu menambahkan ke dalamnya standar dengan level konsentrasi yang meningkat. Larutan sampel yang sudah ditambahkan dengan larutan standar dengan konsentrasi yang bervariasi selanjutnya dibuat kurva dan respon absorbansi versus konsentrasi. Konsentrasi akhir merupakan titik perpotongan pada sumbu x di daerah negative.

Gambar 4.5 Teknik pelaksanaan metode kurva adisi standar

Gambar 4.6 Kurva adisi standar

Contoh aplikasi penggunaan standar adisi yaitu penentuan konsentrasi logam Fe dalam air minum dengan GFAAS, didapatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data larutan standar Fe dengan GFAAS Volume sampel

(mL)

Konsentrasi standar yang ditambahkan

Absorbansi

10 0 0,215

10 5 0,424

10 10 0,685

10 15 0,826

10 20 0,967

Gambar 4.7 Kurva adisi standar penentuan Fe dengan GFAAS

Konsentrasi Fe pada air minum dapat ditentukan dengan menentukan titik perpotongan pada nilai y=0. Jika nilai y=0 maka nilai x= 0,225/0.038= 5, 9211. Konsentrasi dapat ditentukan dengan menarik garis lurus kurva regresi sehingga memotong garis pada sumbu x. Konsentrasi didapatkan pada daerah negative dan hasil akhir dianggap menjadi positif.

y = 0.0381x + 0.2253 R² = 0.9978

-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

-10 -5 0 5 10 15 20 25

Ab so rba ns i

Konsentrasi Fe yang ditambahkan (mg/L)

BAB V LIMIT DETEKSI (LOD) DAN LIMIT KUANTISASI (LOQ)

5.1 Pengertian LOD dan LOQ

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Cara menentukan LOD dan LOQ ada tiga cara yaitu:

1. Signal-to-noise

Dengan menggunakan metode signal-to-noise, puncak ke puncak kebisingan di sekitar waktu retensi analit diukur, dan kemudian, konsentrasi analit yang akan menghasilkan sinyal sama dengan nilai tertentu dari kebisingan untuk sinyal rasio diperkirakan.

Kebisingan besarnya dapat diukur secara manual pada printout kromatogram atau dengan auto-integrator dari instrument. Sebuah sinyal-to-noise ratio (S/N) dari tiga umumnya diterima untuk memperkirakan LOD dan rasio signal-to-noise dari

Kebisingan besarnya dapat diukur secara manual pada printout kromatogram atau dengan auto-integrator dari instrument. Sebuah sinyal-to-noise ratio (S/N) dari tiga umumnya diterima untuk memperkirakan LOD dan rasio signal-to-noise dari