BAB II VALIDASI DAN VERIFIKASI
2.3. Pentingnya validasi metode
Validasi metode sangat diperlukan karena beberapa alasan yaitu validasi metode merupakan elemen penting dari kontrol kualitas, validasi membantu memberikan jaminan bahwa pengukuran akan dapat diandalkan. Dalam beberapa bidang, validasi metode adalah persyaratan peraturan.
Menurut ISO 17025 validasi adalah konfirmasi dengan pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa
persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus yang terpenuhi. Menurut Quality Assurance Standards for Forensic DNA Testing Laboratories, validasi adalah proses dimana prosedur dievaluasi untuk menentukan kemanjuran dan keandalan untuk analisis. Untuk menunjukkan bahwa metode cocok untuk tujuan yang dimaksudkan .
Menurut EUROCHEM validasi adalah konfirmasi melalui pemeriksaan dan penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu untuk penggunaan yang dimaksudkan tertentu terpenuhi. Metode validasi adalah proses pem-bentukan karakteristik kinerja dan keterbatasan metode dan identifikasi pengaruh yang mungkin mengubah karak-teristik ini dan sampai sejauh mana sekarang juga proses verifikasi bahwa suatu metode cocok untuk tujuan, yaitu, untuk digunakan untuk memecahkan analitis tertentu masalah. Beberapa tujuan validasi metode uji adalah:
1. Untuk menerima sampel individu sebagai anggota dari populasi yang diteliti.
2. Untuk mengakui sampel pada proses pengukuran 3. Untuk meminimalkan pertanyaan tentang keaslian
sampel
4. Untuk memberikan kesempatan bagi resampling bila diperlukan
Organisasi yang mengharuskan validasi metode uji adalah International Standards Organization (ISO) yaitu ISO 17025, AOAC International (Association of Official Analytical Chemists), ASTM International (American Society for Testing and Materials), ILAC (International Laboratory Accreditation Cooperation). Beberapa parameter yang harus
ditentukan dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Parameter dalam validasi metode uji menurut EUROCHEM
Metode uji divalidasi jika, metode baru yang akan digunakan dalam pekerjaan rutin, setiap kali kondisi berubah maka metode harus divalidasi, misalnya, instru-men yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda, setiap kali metode berubah dan perubahannya di luar lingkup asli dari metode.
BAB III PRESISI DAN AKURASI
3.1 Pendahuluan
Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntuk-kan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi.
Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu metode dengan melengkapi bukti-bukti yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan.Verifikasi sebuah metode uji bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Verifikasi bertujuan untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja.
Parameter yang diuji dalam verifikasi metode penentuan
kadar nikel dalam NaOH dengan spektrofotometer UV-Vis antara lain presisi, akurasi, linieritas, LOD dan LOQ dan estimasi ketidakpastian.
Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi. Perbedaan antara presisi dan akurasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Perbedaan presisi dan akurasi
Low Precision Low Accuracy
Low Precision High Accuracy
High Precision
Low Accuracy H igh Precision
H igh A ccuracy
3.2 Presisi
Presisi atau precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan).
Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2%
atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah
sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.
Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini. Contoh presisi penentuan konsentrasi Fe dengan spektrofotometer UV-Vis dintunjukkan pada Tabel 3.1.
No. Kadar Fe dalam AMDK (mg/L)
5 0,54
6 0,55
7 0,57
8 0,54
9 0,54
10 0,56
Jumlah 5,48
Rata-rata 0,548
SD 0,015491933
RSD(%) 2,826995143
Karena RSD (%) lebih dari 2%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang tidak baik. Presisi pengukuran kuantitatif dapat ditentukan dengan menganalisis contoh berulang-ulang (minimal 6 x pengulangan), dan menghitung nilai simpangan baku (SD) dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dihitung nilai koefisien variasi dengan rumus:
Dari nilai KV yang diperoleh dibandingkan dengan KV Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan reproducibilitas (presisi yang inyatakan sebagai % KV) dengan konsentrasi analit. Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui persamaan:
KV (%) = 2 1 - 0,5 log C
Dimana C merupakan fraksi konsentrasi dan dinyatakan sebagai pangkat dari 10.
Presisi suatu metode akan memenuhi syarat apabila KV yang diperoleh dari percobaan lebih kecil dari KV Horwitz.
Tabel 3.2 Penentuan kadar Au dalam batuan dengan AAS.
No. Kadar Au dalam Batuan (mg/kg)
1 5.55
2 5.55
3 5.57
4 5.52
5 5.54
6 5.55
7 5.57
8 5.54
9 5.54
10 5.56
Jumlah 55.49
Rata-rata 5.549
SD 0.015238839
RSD(%) 0.274623162
Karena dari hasil tersebut diperoleh RSD 0,275%, maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik.
Tabel 3.3 Penentuan COD dalam air limbah maka metode uji tersebut mempunyai presisi yang baik.
Tabel 3.4 Penentuan Cr dalam air limbah dengan AAS No. Cr dalam air limbah (mg/L)
No. Cr dalam air limbah (mg/L)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandungbahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Selektivitas metode ditentukan dengan mem-bandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang
mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry.
Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).
Precision menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Presisi menunjukkan tingkat keakuratan di antara individual hasil uji dalam suatu pengujian.
Tabel 3.5 Presisi suatu metode uji
Variabel Replicability Repeatability Reproducibility
Sub-sampel
S/B S/B B
Sampel S S S
Analisis S - B
Alat S 1B B
Hari S 2S S/B
Lab. S S B
Ket : S = sama; B = beda
Tabel 3.6 Jenis-jenis presisi dan teknik pelaksanaannya Keterangan Repeatability Intra-laboratory
repeatability
Reproducibility
Sampel Sama Sama Sama
Operator Sama Beda Beda
Instrument Sama Sama atau Beda Beda Periode
waktu
Pendek Panjang Panjang
Kalibrasi Sama Beda Beda
Laboratorium Sama Sama Beda
Gambar 3.2 Skema untuk intra-laboratorium (Repeatability) Presicion diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan). Repeatability adalah kesek-samaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu
yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2%
atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.
Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan antara nilai hasil pengukuran dari sampel yang homogen pada kondisi normal (sampel yang sama diuji secara berurutan dengan menggunakan alat yang sama). Uji presisi berarti kedekatan antar tiap hasil uji pada suatu pengujian yang sama untuk melihat sebaran diantara nilai benar. Presisi dipengaruhi oleh kesalahan acak (random error), antara lain ketidakstabilan instrumen, variasi suhu atau pereaksi, keragaman teknik dan operator yang berbeda.
Presisi dapat dinyatakan dengan berbagai cara antara lain dengan simpangan baku, simpangan rata-rata atau kisaran yang merupakan selisih hasil pengukuran yang terbesar dan terkecil (Hidayat, 1989). Suatu nilai ketelitian dinyatakan dalam Relative Standar Deviation (% RSD). Besarnya RSD menyatakan tingkat ketelitian analis, semakin kecil % RSD yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya.
Menurut Bievre (1998), presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability), ketertiruan (reproducibility) dan presisi antara (intermediate precision). Parameter presisi tersebut antara lain :
1. Keterulangan (Repeatability)
Keterulangan adalah ketelitian yang diperoleh dari hasil pengulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, laboratorium, dan dalam interval pemeriksaan waktu yang singkat. Pemeriksaan keterulangan bertujuan untuk mengetahui konsistensi analit, tingkat kesulitan metode dan kesesuaian metode.
2. Presisi Antara (Intermediate Precision)
Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang berbeda, namun dalam laboratorium yang sama.
3. Ketertiruan(Reproducibility)
Ketertiruan yaitu ketelitian yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang sama, namun dilakukan oleh analis, peralatan, laboratorium dan waktu yang berbeda.
Presisi dari metode uji ditentukan dengan rumus : ̅ x
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan nilai %RSD ≤ 2%. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Nilai RSD atau koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang
dianalisis (Harmita, 2004). Menurut american pre-veterinary medical assosiation (APVMA) (2004) tingkat presisi yang sebaiknya dipenuhi berdasarkan konsentrasi analit yang dianalisis dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Tingkat presisi berdasarkan konsentrasi analit Jumlah komponen terukur dalam sampel
(x) Tingkat presisi (y)
x ≥ 10,00 % y ≤ 2 %
1,00 % ≤ x ≤ 10,00 % y ≤ 2 % 0,10 % ≤ x ≤ 1,00 % y ≤ 10 %
x ≤ 0,10 % y ≤ 20 %
Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan atau kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang lainnya pada serangkaian pengujian. Presisi hasil pengukuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative Standar Deviation (%RSD). Uji presisi yang dilakukan termasuk jenis uji keterulangan (repeatability). Hasil uji presisi untuk sampel natrium hidroksidadengan berbagai konsentrasi yaitu, 32%; 48%; 98% dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Data hasil uji presisi pada sampel natrium hidroksida
Pengulangan Penimbangan (g) Kadar Ni (ppm) 32% 48% 98% 32% 48% 98%
Pengulangan Penimbangan (g) Kadar Ni (ppm)
Syarat keberterimaan untuk nilai % RSD < 2%
Berdasarkan data pada Tabel 3.8 diperoleh nilai relative standar deviasi (%RSD) sebesar 0,39 % (natrium hidroksida 32%), 0,22% (natrium hidroksida 48%) dan 0,13% (natrium hidroksida 98%). Hasil ini menunjukkan bahwa metode uji yang digunakan pada penentuan kadar nikel dalam sampel natrium hidroksida dengan spektrofotometer UV-Vis memiliki ketelitian yang baik untuk ketiga jenis sampel karena memenuhi syarat nilai %RSD yang diterima. Nilai ketelitian yang diperoleh dapat ditentukan dengan rumus 100% - %RSD. Nilai presisi dapat memberikan informasi bahwa metode ini dapat digunakan sebagai metode tetap pada laboratorium.
Adanya variasi pada hasil presisi untuk tiga sampel tersebut disebabkan kesalahan acak. Kesalahan ini disebabkan karena adanya faktor yang tidak dapat dikendalikan. Kesalahan acak merupakan kesalahan dalam pengukuran karena gangguan dan perbedaan kondisi setiap pengukuran hingga menghasilkan angka yang berbeda.
Faktor kesalahan acak ini sebenarnya dapat dikurangi dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran.
3.3 Coefficient Variance Horwitz (CV Horwitz)
Pada tahun 1980 Horwitz, Kamps, dan Boyer menunjukkan bahwa: "pemeriksaan hasil lebih dari 50 penelitian kolaboratif antar laboratorium yang dilakukan oleh AOAC pada berbagai komoditas untuk berbagai analit menunjukkan hubungan antara koefisien rata-rata variasi (CV), dinyatakan sebagai kekuatan 2, dengan konsentrasi rata-rata yang diukur, dinyatakan sebagai pangkat 10, independen dari metode yang menentukan.
RSD% Horwitz = 2(1 – 0.5 log C)
Dimana C, adalah konsentrasi analit dinyatakan sebagai fraksi massa berdimensi (pembilang dan penyebut memiliki satuan yang sama); dan RSDR adalah koefisien variasi CV dalam kondisi reproducibility.
Tabel 3.9 Hubungan Konsentrasi dengan RSD
Konsentrasi Analit RSD
10% 2,8%
1 % 4,0 %
0,1 % 5,7 %
0,01 % 8,0 %
1 ppm 16 %
1 ppb 45 %
0,1 ppb 64 %
Gambar 3.3 Kurva variansi Horwitz hubungan konsentrasi dengan KV (%)
Gambar 3.4 Kurva reproduksibilitas Horwitz
Table 3.10 Data larutan standar Cu dan Pb dengan AAS No. Konsentrasi Cu (ppm) Konsentrasi Pb (ppm)
1 40,8658 1,0024
Rata-rata 40,1640 0,9994
CV Horwitz 9,1774 16,0014
Contoh lain dalam penentuan presisi adalah:
Tabel 3.11 Hasil uji presisi Penentuan Amonium dan Nitrat
No. Konsentrasi rata-rata NH4+ (ppm)
Cara penentuan CV Horwitz pada penentuan
Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya.
Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.
Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).
Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar.
Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.
Accuracy menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau
metode penambahan baku (standard addition method).
Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.
Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur
dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).
Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dan lain-lain.
Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.
Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya yang diterima (Gary, 1996). Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan, 1996). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel
Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)
10< A ≤ 100 (%) 98-102
Kesulitan utama dalam evaluasi akurasi adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya analit yang akan diuji tidak diketahui. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Pengujian persen perolehan kembali dilakukan dengan menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah analit yang ditetapkan. Jumlah absolut yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh (tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai perolehan kembali analit itu. Kriteria akurasi sangat tergantung pada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan keseksamaan metode (RSD).
Metode analisis yang mungkin digunakan untuk menetapkan akurasi yaitu metode menggunakan CRM (Certified Refference Material)dan adisi standar. CRM mempunyai nilai tertelusur ke SI dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan (refference value) untuk nilai yang sebenarnya. Syarat CRM yang digunakan matriksnya cocok dengan contoh uji (mempunyai komposisi matriks yang mirip matriks contoh uji). Apabila CRM tidak tersedia maka dapat menggunakan bahan yang mirip contoh uji yang diperkaya dengan analit yang kemurniannya tinggi atau disebut metode adisi standar, lalu diuji persen recovery-nya. Analit yang terkait dalam matriks contoh harus dilarutkan atau dibebaskan sebelum dapat diukur karena analit tidak boleh hilang selama proses agar hasil pengujian akurat maka efisiensi pelarutan harus 100%.
Akurasi dapat juga diartikan sebagai kedekatan hasil analisis terhadap nilai sebenarnya atau seberapa jauh hasil
menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini sangat baik dilakukan bila menggunakan sertified reference material (CRM). Namun penetapan akurasi dilakukan dengan cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tesedianya CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh adalah sebesar 0,1ppm; 0,2ppm; 0,3ppm; 0,5ppm. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat
menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini sangat baik dilakukan bila menggunakan sertified reference material (CRM). Namun penetapan akurasi dilakukan dengan cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tesedianya CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh adalah sebesar 0,1ppm; 0,2ppm; 0,3ppm; 0,5ppm. Nilai recovery yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat