• Tidak ada hasil yang ditemukan

d Kesimpulan dan Rekomendas

Dalam dokumen Buku Peta Jalan Pendidikan 12 Tahun (Halaman 64-69)

Dalam rangka mencapai Wajar 12 tahun, terkait dengan tata kelola sekolah yang baik khususnya dalam rangka mengurangi pungutan sekolah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;

mENDORONg TATA KELOLA

 45

1. Tata kelola sekolah yang baik akan berkontribusi posiif pada pencapaian Wajar 12 tahun. Masalah pendidikan termasuk adanya pungutan idak bisa dilepaskan dari masalah manajemen atau tata kelola Sekolah. Perubahan cukup mendasar di dunia pendidikan sekitar 1 dekade terakhir seiring dengan adanya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah tata kelola, kurikulum dan kemudian diikui dengan perubahan teknis lainnya. Tata kelola sekolah yang baik, harus bisa mensinergikan kesepuluh komponen (Pendidik, Peserta Didik, Tenaga Kependidikan, Paket Instruksi Pendidikan, Metode Pengajaran, kurikulum Pendidikan, Alat Instruksi dan Pendukung, Fasilitas Pendidikan, Anggaran Pendidikan, dan Evaluasi Pendidikan) berjalan selaras. Dengan berjalannya kesepuluh komponen utama, seidaknya permasalahan pungutan bisa dikurangi. 2. Pemerintah dan pemerintah daerah memiliki tanggung jawab

utama menyelaraskan kebijakan, anggaran, sumber daya

dan sarana prasarana pendukung guna menjawab tuntutan

Wajar 12 tahun. Dari aspek tata kelola pendidikan, perubahan cukup mendasar adalah berubahnya sentralisasi pendidikan menjadi desentralisasi. Meskipun belum semua kebijakan ‘didesentralisasi’ namun perubahan ini cukup membawa perubahan signiikan yang membawa dampak bagi daerah untuk menyukseskan pengelolaan pendidikan diingkat daerah. Untuk sebagian daerah dengan infrastruktur dan kapasitas sumber daya yang memadaii akan lebih mudah melakukan akselerasi dan otonomi pendidikan tertentu. Ini berbeda dengan daerah yang memiliki infrastruktur dan kapasitas sumber daya terbatas, apalagi daerah yang baru berdiri sebagai daerah otonomi baru.

3. Desentralisasi pendidikan yang tengah bergulir memberi peluang bagi daerah untuk mengembangkan pendidikan dan pengajaran yang selaras dengan kebutuhan dan situasi masyarakat setempat. Begitupun dalam hal

penyelenggaraan. Hubungan kewenangan yang makin dekat akan meningkatkan parisipasi masyarakat dalam proses peningkatan kualitas pendidikan di daerahnya. Namun demikian, praktek-praktek terkait pungutan di sekolah harus menjadi perhaian bersama terutama Pemerintah baik pusat maupun daerah.

4. Pemenuhan akses dan standar kualitas pelayanan pendidikan di daerah masih rendah. Meskipun sudah ada Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 yang menetapkan bahwa seiap kabupaten dan kota wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sekurang-kurangnya dalam waktu 3 tahun setelah SPM tersebut disahkan. Sampai tahun 2013 baru ada sebanyak 68,7% SD/MI dan 62,5% SMP/MTs yang terakreditasi minimal B. Ini berari kualitas pendidikan dasar masih rendah. Hal yang hampir sama juga pada kualitas layanan pendidikan di jenjang pendidikan menengah.

Untuk itu, kami memberikan rekomendasi untuk mengatasi persoalan tata kelola sekolah agar dapat menjadi pendorong tercapainya Wajar 12 tahun sebagai berikut;

1. Mencabut atau memperbaiki Permendikbud Nomor 44 Ta- hun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendi- dikan Pada Satuan Pendidikan Dasar. Hal ini sangat krusial karena akan membawa efek perhaian bagi seluruh pe- mangku kepeningan pendidikan khususnya sekolah. Peme- rintah daerah bisa membantu dalam rangka proses penga- wasan dan mendorong tata kelola sekolah yang lebih baik. 2. Perlunya kebijakan lokal sebagai pendukung pelaksanaan

akuntabilitas sekolah. Meskipun diingkat nasional sudah ada aturan yang mendukung, namun di daerah perlu ada payung hukum tambahan untuk memasikan bahwa

mENDORONg TATA KELOLA

 47

dan ada sangsi hukumnya. Di level tertentu bahkan bisa masuk ke ranah hukum. Kebijakan lokal dimaksud bisa berupa Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Kepala Daerah (Perkada), Keputusan Kepala SKPD (SK Kepala Dinas), sampai keputusan kesepakatan di ingkat Sekolah (Berita acara kesepakatan atau Surat Kepala Sekolah).

3. Mendorong parisipasi dan praktek transparansi pengelolaan keuangan sekolah. Sebagai upaya mengurangi praktek pungutan di sekolah, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat perlu mendorong kembali upaya transparansi pengelolaan keuangan sekolah dengn membuat pedolan tentang transparansi dan larangan praktek pungutan di sekolah. Bentuknya adalah adanya pedoman tentang transparansi dan larangan praktek- praktek pungutan sekolah. Pedoman ini berisi sangsi hukum bagi yang melanggar.

4. Penguatan kapasitas sekolah SD dalam mengelola sekolah, berupa penguatan kapasitas pengelola keuangan. Isu transparansi masih menjadi tantangan bagi pihak sekolah terutama di SD. Salah satu penyebabnya adalah kapasitas pengelola keuangan. Berbeda dengan ingkat SMP dan SMA yang telah mempunyai tata usaha (TU) atau staf administrasi yang bisa dipekerjakan, situasi di SD belum mendukung. Salah satu alternaifnya adalah melakukan penguatan kapasitas pengelolaan keuangan ingkat SD khususnya untuk bendahara sekolah atau guru yang ditunjuk menjadi pengelola keuangan. Bentuk penguatan dimaksud di antaranya adalah pelaihan administrasi keuangan, workshop khusus, kunjungan belajar, assistensi keuangan, dst. Stakeholder yang ada di sekolah perlu menyadari bahwa sekolah adalah badan publik, sehingga pengelolaan keuangan sekolah juga perlu menganut prinsip-prinsip keterbukaan. Sekolah idak perlu merasa risih, jika pengelolaan keuangan sudah dilakukan dengan baik. Ppenyadaran bersama

tentang peningnya transparansi pengelolaan keuangan di sekolah harus terus dilakukan. Transparansi dimaksud diantaranya mendorong pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) berbasis Parisipasi Masyarakat. Melaporkan penggunaan dana yang bisa diakses orang tua dan peserta didik (misalnya melalui papan pengumuman, majalah dinding, atau surat kepada orang tua murid tentang pertanggungjawaban penggunaan dana).

5. Guna menguatkan kualitas layanan pendidikan, maka perlu mengefekikan kembali peran pengawas dan komite Sekolah. Peran pengawas sekolah sangat relevan untuk melakukan pengawasan sekaligus peningkatan kapasitas bagi pengelola keuangan. Sehingga pengawas, seidaknya memiliki jadwal ruin untuk melakukan kunjungan ke sekolah (minimal per semester). Selain kunjungan ruin, pengawas sekolah bisa menjadi mitra untuk peningkatan kapasitas bagi pengelola keuangan. Agenda kunjungan pengawas sekolah harus jelas dan diketahui bersama (jika perlu gunakan berita acara pengawasan) sehingga sekolah juga mendapatkan feedback dan langkah perbaikan. (idak sekedar informal pertemuan di sekolah, rumah makan dan tempat ngopi). Sekecil apapun pungutan akan sangat mempengaruhi performance dari sekolah. Sehingga pengawas dapat memberikan feedback yang mendorong akuntabilitas sekolah karena akan berpengaruh pada performance sekolah yang bersangkutan.Sedangkan komite sekolah, dapat melakukan perannya sebagai perwakilan orang tua murid untuk menampung keluhan dan aspirasi perbaikan (meskipun bisa juga langsung ke sekolah), menyalurkan keluhan dan menjadi mitra sekaligus pengawas pelaksanaan kegiatan sekolah. Komite sekolah bukan stempel kebijakan kepala sekolah, tetapi menjadi perwakilan akif orang tua

PEmENUHAN

Dalam dokumen Buku Peta Jalan Pendidikan 12 Tahun (Halaman 64-69)