• Tidak ada hasil yang ditemukan

© Hak cipta milik Azrina Chaidir, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut ……….………... 4

2. Hubungan konsentrasi dengan nilai viskositas alginat. …….…………... 17 3. Diagram alir penelitian ………... 26 4. Diagram alir proses penelitian tahap 1 ………... 27 5. Diagram alir proses penelitian tahap 2 ………... 28 6. Diagram alir proses penelitian tahap 3 ………... 29 7. Eucheuma cottonii kering asin dan setelah fermentasi………... 40 8. Eucheuma cottonii hasil perendaman terbaik (perlakuan A).…………... 42 9. Glacilaria sp segar dan kering asin ..………... 43 10. Glacilaria sp hasil perendaman terbaik (perlakuan F)...………...…... 44 11. Sargassum sp segar dan kering………... 46 12. Sargassum sp hasil perendaman terbaik (perlakuan G).………... 48 13. Tiga jenis Tepung Rumput Laut ………... 50 14. Rendemen Tepung Rumput Laut ………... 51 15. pH Tepung Rumput Laut ……….. 52 16. Kelarutan Tepung Rumput Laut ……… 56 17. Kadar Air Tepung Rumput Laut ………... 57 18. Kadar Abu Tepung Rumput Laut ………... 59 19. Kadar Protein Tepung Rumput Laut ………... 60 20. Kadar Karbohidrat Tepung Rumput Laut ………... 61 21. Kadar Iodium Tepung Rumput Laut …….………... 65 22. Hasil Uji Rasa Minuman Berserat ………... 76 23. Hasil Uji Aroma Minuman Berserat ….………... 77 24. Hasil Uji Kenampakan Minuman Berserat ……..………... 78 25. Hasil Uji kekentalan Minuman Berserat ………... 79 26. Nilai Viskositas Minuman Berserat ………... 80 27. Nilai Kelarutan Minuman Berserat ………... 82 28. Kadar Serat Pangan Minuman Berserat ………... 83 29. Minuman Berserat ………... 84

xii 30. Hasil Uji Perbandingan Pasangan formula A ………... 85 31. Hasil Uji Perbandingan Pasangan formula E ………... 85

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lembar isian uji perbandingan pasangan………... 96

2. Score Sheet Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman …………. 97

3. Score Sheet Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ………... 98

4. Score Sheet Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman………... 99

5. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Eucheuma cottonii Hasil Perendaman ……… 99

6. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman………. 100

7. Analisis ragam dan uji lanjut Tekstur Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman……… 100

8. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Glacilariai sp Hasil Perendaman ………...….. 100

9. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman………. ... 100

10. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ... 101

11. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman ………. 101

12. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman………. 101

13. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman….. 101

14. Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Eucheuma cottonii….…….. 101

15. Analisis ragam Rendemen TRL Glacilaria sp ………. 102

16. Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Sargassum sp…………..… 102

17. Analisis ragam pH TRL Eucheuma Cottonii………... 102

18. Analisis ragam pH TRL Glacilaria sp ……….... 102

19. Analisis ragam dan uji lanjut pH TRL Sargassum sp ………... 102

20. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Eucheuma cottonii ……... 102

21. Analisis ragam Viskositas TRL Glacilaria sp ... 102

22. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Sargassum sp... 103

23. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Eucheuma cottonii……... 103

24. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Glacilaria sp ... 103

xiv

26. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Eucheuma cottonii ... 103

27. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Glacilaria sp... 104

28. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Sargassum sp ... 104

29. Analisis ragam Kadar Abu TRL Eucheuma cottonii ... 104

30. Analisis ragam Kadar Abu TRL Glacilaria sp ... 104

31. Analisis ragam Kadar Abu TRL Sargassum sp ... 104

32. Analisis ragam Kadar Protein TRL Eucheuma cottonii ... 104

33. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Protein TRL Glacilaria sp ... 104

34. Analisis ragam Kadar Protein TRL Sargassum sp ... 105

35. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Eucheuma cottonii ... 105

36. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Glacilaria sp ... 105

37. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Karbohidrat TRL Sargassum sp ... 105

38. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL

Eucheuma cottoni... 105

39. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Eucheuma cottonii …... 105

40. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Eucheuma cottonii …... 105

41. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Glacilaria sp ………... 106

42. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Glacilaria sp ………... 106

43. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Glacilaria sp ………... 106

44. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Sargassum sp ….... 106

45. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Sargassum sp …………... 106

46. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Sargassum sp …………... 106

47. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Eucheuma cottonii …... 106

48. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Glacilaria sp ……….... 107

49. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Sargassum sp ……….... 107

50. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii ………. 108

51. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Glacilaria Sp ………. 109

52. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Sargassum Sp ………. 110

53. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan TRL Eucheuma cottonii …… 110

54. Analisis ragam Kenampakan TRL Glacilaria sp ……… 110

55. Analisis ragam Kenampakan TRL Sargassum sp ……….. 111

57. Analisis ragam Bau TRL Glacilaria sp ... 111

58. Analisis ragam Bau TRL Sargassum sp ... 111

59. Analisis ragam Tekstur TRL Eucheuma cottonii ... 111

60. Analisis ragam Tekstur TRL Glacilaria sp ... 111

61. Analisis ragam Tekstur TRL Sargassum sp ... 111

62. Analisis ragam dan uji lanjut Rasa Formula Minuman Berserat ... 111

63. Analisis ragam dan uji lanjut Aroma Formula Minuman Berserat... 112

64. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Formula Minuman Berserat ... 112

65. Analisis ragam dan uji lanjut Kekentalan Formula Minuman Berserat... 112

66. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat A dan E ... 113

67. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat A ... 113

68. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat E ... 113

69. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minumana Berserat A dan E ... 114

70. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat A... 114

71. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat E ... 115

72. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan serat larut dan tidak larut minuman berserat …………...………... 115

73. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan Serat Pangan Minuman Berserat Komersil dan Produk Baru ... 115

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Minuman berserat merupakan salah satu minuman yang digemari saat ini. Selain sebagai sumber serat juga berfungsi sebagai suplemen makanan. Minuman ini dikemas dalam kemasan praktis dan menarik sehingga sangat menarik minat konsumen. Dalam penyajiannya dapat langsung ditambah air, diaduk dan siap diminum atau didinginkan terlebih dahulu. Ada juga yang menyajikan setelah diolah dalam berbagai rasa dan tambahan bahan makanan lainnya. Penelitian yang dilakukan Qomari (2003), menyimpulkan bahwa sebanyak 53 % responden dari 100 orang memilih minuman berserat adalah untuk mendapatkan manfaat dari serat yang dikandungnya.

Salah satu sumber serat yang digunakan diantaranya berasal dari jenis tumbuhan Plantago ovata dan Inulin Chicory. Serat pada minuman ini berfungsi membantu pencernaan manusia, membantu diet, dan lain-lain sehingga masyarakat menyakini bahwa dengan mengkonsumsi minuman berserat dapat memperlancar ekskresi, mengurangi masalah wasir, gangguan pencernaan sampai mencegah penyakit jantung yang semuanya bersumber pada kesehatan pencernaan.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada dinding usus), hameorhoid (ambeien), tumor dan kanker pada saluran pencernaan, serta usus buntu. Selain itu serat pangan juga memiliki sifat mengikat bahan organik lain, misalnya asam empedu, kemudian terbuang bersama feses. Dengan proses pengikatan tersebut maka jumlah asam empedu akan berkurang sehingga perlu dibentuk asam empedu baru. Asam empedu baru dibentuk dari kolesterol yang terdapat di dalam darah, dengan demikian konsentrasi kolesterol dalam darah akan menurun (Matz, 1972).

Serat pangan memiliki daya serap air yang tinggi, karena ukuran polimernya besar, strukturnya kompleks dan banyak mengandung gugus hidroksil namun tergantung pada jenis polisakaridanya. Komponen yang terbanyak dari serat makanan (dietary fiber) ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini

termasuk senyawa structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan Lignin (Southgate, 1982).

Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman laut yang kaya polisakarida dengan kandungan serat pangan cukup tinggi, selain itu rumput laut adalah komoditas hasil perikanan yang sedang ditingkatkan pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan banyak sekali manfaat yang dapat dihasilkan dengan cara mengoptimalkan seluruh potensi rumput laut yang ada. Beberapa jenis rumput laut yang bermanfaat bagi manusia adalah dari jenis rumput laut merah dan coklat. Menurut Mabeu dan Fleurence (1995), kandungan serat pangan total pada rumput laut berkisar antara 25 - 75 % dan kandungan serat pangan larut air antara 51 - 85 % (bk). Menurut Davidson dan Donald (1998), serat pangan larut ini diperlukan untuk membentuk gel yang viscous pada saluran usus manusia dan rumput laut merupakan sumber serat larut yang baik. Jenis rumput laut coklat (Sargassum sp) memiliki komponen serat yaitu laminaran, alginat, fucan, selulosa. Sedangkan jenis rumput laut merah (Eucheuma cottonii dan

Glacilaria sp) memiliki komponen serat yaitu sulphate galactans (karagenan dan agar), xylans, mannans dan selulosa (Escrig & Muniz, 2000).

Eucheuma cottonii sebagai penghasil karagenan mempunyai kandungan serat pangan total sebesar 78,94 %, bk (Astawan et al. 2004). Sedangkan menurut Ristanti (2003), kandungan serat pangan tidak larutnya adalah 52,4 %; serat pangan larut adalah 30,8 % dan total serat pangan adalah 83,2 % (bk). Yunizal (2004) dalam penelitiannya menyatakan untuk jenis Sargassum sp dan

Glacilaria sp, masing-masing sebagai penghasil alginat dan agar, mempunyai kandungan serat berturut-turut adalah 28,39 % dan 8,92%. Komposisi kandungan serat tersebut berasal dari rumput laut yang dihasilkan dari Kepulauan Seribu. Selain kandungan serat pangan, rumput laut juga mengandung kadar iodium yang cukup tinggi, sekitar 0,1 – 0,15 % pada Eucheuma (Winarno, 1990). Menurut Ristanti (2003), kadar iodium Eucheuma cottonii sebesar 51,3 ug/g. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di negara Jepang dan China yang erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakatnya mengkonsumsi rumput laut dalam jumlah banyak.

3 Keunggulan lain dari produk rumput laut ini menurut Januar et al. (2004) adalah rumput laut mempunyai sifat sebagai zat antioksidan yang cukup potensial karena mengandung senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang tinggi. Menurut Ireland et al. (1993) dalam Januar et al. (2004), hasil riset bahan alam dari laut tahun 1977 – 1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500 produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut. Pada rumput laut coklat terkandung senyawa algin yang memiliki banyak khasiat biologi dan kimiawi seperti dapat digunakan pada pembuatan obat anti bakteri, anti tumor, penurunan tekanan darah dan mengatasi gangguan kelenjar (Anon dalam Darmawan et al. 2004).

Mengingat pentingnya peranan serat untuk kesehatan pencernaan, maka penggunaan rumput laut sebagai sumber serat dalam minuman berserat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan tubuh akan serat. Selain itu untuk meningkatkan manfaat dan menganeka ragamkan (diversifikasi) jenis olahan rumput laut. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pengolahan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp sebagai bahan baku minuman berserat yang alami, dan mengkaji pemanfaatan tepung rumput laut yang dihasilkan untuk minuman berserat.

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Rumput Laut

Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang (algae) yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara keseluruhan merupakan batang yang dikenal sebagai thallus (Guhardja, 1981).

The International Code of Botanical Nomenclatur membagi ganggang menjadi 4 kelas, yaitu ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Dari ke 4 kelas tersebut, hanya ganggang merah dan coklat yang mempunyai nilai ekonomi cukup berarti dalam perdagangan. Gambar 1 menyajikan klasifikasi rumput laut dengan hasil ekstraksinya.

Kelas :

Chlorophyceae Cyanophyceae

(Ganggang hijau) (Ganggang biru)

Rumput Laut

Phaeophyceae Rhodophyceae

(Ganggang coklat) (Ganggang merah)

Genus :

Ascophyllum laminaria Glacilaria Chondrus Furcellaria Macrocystis Gelidium Eucheuma

Gigartina

Ekstraksi :

Algin (Alginat) Agar-agar Karagenan Furcellaran

5 Jenis rumput laut coklat yang terdapat di perairan Indonesia ada 28 species yang berasal dari 6 genus yaitu Sargassum, Turbinaria, Padina, Dictyota, Hormophysa dan Hydroclathrus. Sedangkan jenis yang potensial sebagai penghasil alginat di Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum polycystum

J.G.Agardh, Sargassum crassifolium J.A. Agardh, Turbinaria conoides (J.C.A.G) Kuetzing dan Hormophysa triquetra (Yunizal, 2004). Hampir semua jenis ini hidup di laut dan melekat pada suatu substrat yang keras. Cadangan makanannya terutama berupa karbohidrat yang disebut laminarin. Rumput laut jenis ini dijumpai hampir semua lautan dengan kedalaman tidak lebih dari 20 m (Mc Connaugey, 1970). Sargassum sp memiliki ciri-ciri tergolong dalam bentuk

thallus yang umumnya silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter dan warna thallus umumnya coklat (Aslan, 1991).

Rhodophyceae terdiri dari jenis-jenis yang sangat komplek. Tempat tumbuhnya berupa batuan atau karang, terutama di daerah pasang surut dan dapat hidup sampai kedalaman 170 m dari permukaan laut (Mc Connaugey, 1970). Mc Hugh dan Lanier (1983) menyatakan jenis ini lebih tersebar daripada ganggang coklat, beberapa speciesnya dapat tumbuh di daerah tropic. Demikian juga bentuk thallus dari ganggang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan ganggang coklat. Eucheuma cottonii yang berasal dari kelas Rhodophyceae

(ganggang merah) tumbuh subur pada kedalaman sekitar 130 meter dari permukaan laut. Semakin dalam tempat tumbuhnya maka warnanya akan semakin cerah, beberapa lainnya ada yang berwarna agak coklat atau hijau (Susanto

et al. 1978). Permukaan thallus licin kadang-kadang terdapat tonjolan yang berupa setengah lingkaran bola. Tinggi tanaman dapat mencapai 40 cm, cabang tidak beraturan, tumbuh di bagian yang muda maupun yang tua. Diameter thallus

ke arah ujung kelihatan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pangkalnya.

Thallus mengembung atau membentuk bulatan jika terdapat bekas luka sebagai regenerasi cabang (Dotv, 1973). Sedangkan Glacilaria sp, umumnya pertumbuhannya lebih baik ditempat dangkal. Substrat tempat melekat berupa batu, pasir dan lumpur. Glacilaria sp memiliki cir-ciri kerangka tubuh berbentuk

silindris atau gepeng dengan percabangan, warna beragam dan substansi kerangka tubuh tanaman menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan (Aslan, 1991).

Di Indonesia, daerah penghasil rumput laut yang besar adalah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur dan Maluku. Daerah penghasil lainnya yaitu Sumatera Barat, DI Aceh, Pantai Jawa sebelah selatan, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain produksi laut, sekarang rumput laut sudah dibudidayakan diantaranya ada di Bali, NTB, Sulawesi Selatan untuk jenis Eucheuma. Sedangkan untuk jenis

Glacilaria diantaranya ada di Lamongan, Jawa Timur, Pangkep dan Sulawesi Selatan. Rumput laut dibudidayakan di pantai yang terhindar dari ombak kuat, air harus jernih, bebas dari limbah industri atau bahan pencemar lain seperti oli serta jauh dari muara sungai. Kadar garam optimal adalah 30– 34 permil dengan suhu air 27 – 32 oC, pH 6 – 8,5 (Angka & Suhartono, 2000). Data produksi rumput laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Rumput Laut, 1999-2004

Tahun Volume (ton)

1999 133.720 2000 2.937 2001 212.478 2002 223.080 2003 231.927 2004 397.964 Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, 2005.

2.2. Komposisi Kimia Rumput Laut

Kualitas rumput laut di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH dan unsur hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa. Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga faktor-faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan kandungan protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut (Kadi et al. 1988). Menurut Winarno (1990), komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang

7 sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Vegetable gum

yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori (Suwandi et al. 2002).

Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu sekitar 80 – 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10 – 20 % (Ito et al. 1989). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dalam keadaan segar menurut Astawan et al. (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan kandungan kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii menurut Ristanti (2003) dan Sihombing (2003) disajikan pada Tabel 3. Jenis alga merah lainnya yaitu Glacilaria sp, komposisi kimia disajikan pada Tabel 4. Dalam penggunaannya, jenis rumput laut ini dapat digunakan sendiri atau dicampur dengan Glacilaria tambak (budidaya) untuk mendapatkan hasil ekstrak agar yang lebih baik.

Table 2. Komposisi kimia Eucheuma cottonii segar (berat kering)

Zat gizi Astawan et al. (2004) Ristanti (2003) Kadar abu (%) 29,97 2,7 Kadar protein (%) 5,91 4,3

Lemak (%) 0,28 2,1

Kadar karbohidrat (%) 63,84 90,9 Serat pangan tidak larut air (%) 55,05 52,4 Serat pangan larut air (%) 23,89 30,8 Serat pangan total (%) 78,94 83,2

Tabel 3. Komposisi kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii (berat kering) Zat gizi Ristanti (2003) Sihombing (2003) Kadar air (%) 23,3 (bb) 26,5 (bk)

Kadar abu (%) 15,4 5,1

Kadar protein (%) 8,5 5,4 Kadar lemak (%) 0,8 1,5 Kadar karbohidrat (%) 75,4 - Serat pangan larut air (%) 30,8 38,8 Serat pangan tidak larut air (%) 60,5 43,2 Serat total (%) 91,3 82,0 Kadar iodium (ug/g) 19,4 54,6

Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut Glacilaria sp Komposisi Jumlah ( % ) Kadar air 9,38 Kadar abu 32,76 Kadar lemak 0,68 Kadar protein 6,59 Karbohidrat 41,68 Serat Kasar 8,92 Sumber : Yunizal (2004).

Selain kandungan gizi, menurut Winarno (1990), rumput laut merah sangat kaya akan trace element terutama iodium. Kandungan iodium bervariasi antar spesies dan habitat rumput laut. Secara umum, konsentrasi trace element dari rumput laut lebih tinggi daripada tumbuhan (Ito et al. 1989). Menurut Rai (1996) kandungan iodium tumbuhan laut umumnya tinggi yaitu sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan iodium sayur-sayuran yang tumbuh di daratan.

Menurut Suryaningrum (1988), rumput laut Eucheuma cottonii potensial sebagai penghasil karagenan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan. Karagenan terdiri dari 2 senyawa utama, yaitu senyawa sulfat yang bersifat hidrophilik dan mampu membuat cairan menjadi kental, dan senyawa 3,C-6 anhidrogalaktosa yang mampu membentuk gel dan bersifat hidrophobik. Jenis karagenan yang dihasilkan adalah kappa-karagenan, dengan sifat-sifatnya antara lain yaitu garam natriumnya akan larut seluruhnya dalam air dingin, larut pada suhu 70 oC, membentuk gel dengan ion kalium, stabil pada pH netral dan alkali, sedangkan pada pH asam akan terhidrolisa dan larut dalam susu panas (Istini et al. 1986).

Senyawa kimia yang banyak terdapat pada rumput laut coklat adalah alginat, sedangkan senyawa kimia lain dalam jumlah yang relatif sedikit diantaranya laminaran, fukoidin, selulosa, manitol dan senyawa bioaktif lainnya. Senyawa komplek diterpenoid dan terpenoidaromatik juga terdapat pada rumput laut coklat jenis Sargassum natans. Meskipun tidak sama tetapi secara kimiawi kedua senyawa tersebut sama dan dinamakan sarganin A dan sarganin B yang keduanya bercampur membentuk kompleks sarginin. Berdasarkan hasil uji sensitifitasnya, senyawa ini tergolong dalam antimikroba spektrum luas. Genus-genus alga coklat

9 yang telah diketahui kelimpahan dan penyebarannya sebagai penghasil zat antibakteri adalah Cystoseira, Dictyota, Sargassum dan semua species lumut besar dan lumut batu di peraitan dingin. Disamping itu rumput laut coklat juga mengandung protein, lemak, serat kasar, vitamin dan zat anti bakteri serta mineral (Yunizal, 2004). Tabel 5 menyajikan komposisi kimia rumput laut jenis

Sargassum sp.

Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut Sargassum sp

Komposisi % Kadar air 11,71 Kadar abu 34,57 Kadar lemak 0,74 Kadar protein 5,53 Karbohidrat 19,06 Serat Kasar 28,39 Iodium (ug/g) 0,1 – 0,8 Kalium (ug/g) 6,4 – 7,8 Sumber : Yunizal (2004).

Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen khlorofil a dan beta-karoten, serta pigmen khasnya. Pada rumput laut coklat terdapat pigmen santofil, violasantin, fukosantin, flavosantin, neosantin A dan B. keberadaan pigmen fukosantin pada rumput laut coklat menutupi pigmen lainnya dan memberikan warna coklat (Yunizal, 2004).

Pemanfaatan rumput laut sangat luas, yaitu sebagai makanan (pangan dan gizi), farmasi, kosmetika, pakan, pupuk dan industri lainnya. Senyawa bioaktif dari rumput laut telah banyak diekstraksi, diidentifikasi dan dieksplorasi. Hasil riset bahan alam dari laut tahun 1977–1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500 produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut (Ireland et al.1993 dalam Januar et al. 2004).

2.3. Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut

Untuk meningkatkan mutu rumput laut, sebaiknya rumput laut diberi perlakuan pencucian. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada rumput laut sehingga diperoleh rumput laut yang bersih. Setelah proses pencucian, rumput laut direndam dalam air tawar dengan perbandingan

1 : 10 selama 2 – 8 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur sirih 1%, hal ini selain untuk menghilangkan bau amis juga untuk mendapatkan rumput laut yang aseptis dan memiliki tekstur yang lebih kenyal ( Peranginangin et al. 2003).

Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dan penepungan untuk mendapatkan tepung rumput laut matang siap pakai dengan mutu yang diinginkan. Pada tahun 1997, Chan et al. melakukan penelitian mengenai pengaruh 3 metode pengeringan, yaitu pengering matahari, pengering oven dan pengering beku (Freeze-drier), terhadap komposisi nutrisi rumput laut jenis

Sargassum hemyphyllum. Pada pengering oven menggunakan suhu 60 oC selama 15 jam. Hasil yang didapat menyatakan bahwa dengan pengering oven terjadi kehilangan nilai gizi yang lebih besar dibanding dengan pengering beku tetapi metode oven lebih baik dibanding dengan pengering matahari. Lebih jauh dikatakan bahwa pengering beku memerlukan biaya yang lebih tinggi. Pemilihan metode pengeringan dapat disesuaikan dengan kegunaan selanjutnya, apakah untuk makanan, obat, pakan atau lainnya. Selanjutnya dilakukan penepungan dengan ukuran lubang 1 mm. Urbano dan Goni (2002) dalam penelitiannya mengeringkan rumput laut dengan suhu 60oC selama 16 jam. Selanjutnya dilakukan penepungan dan pengayakan dengan ukuran lubang 0,5 mm. Sedangkan Wong dan Cheung (2000) melakukan pembekuan terlebih dahulu kemudian pengeringan rumput laut dengan menggunakan alat pengering beku

Dokumen terkait