• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat"

Copied!
324
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF

UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

AZRINA CHAIDIR. Study on Seaweed as Alternative Dietary Fiber for Health Drink. Under the direction of USMAN AHMAD and SANTOSO

Seaweed is one of marine commodities with high potential as dietary fiber source. The composition, dietary fiber and some physico-chemical properties of two red seaweeds powder (made from Eucheuma cottonii and Glacilaria sp) and one brown seaweed powder (made from Sargassum sp) was investigated using different blanching method and drying temperature.

The methods of blanching are fresh water about 9 hours, rice powder solution with 5 % konsentration about 9 hours and combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The oven temperature that used for drying seaweeds was 50 and 70 oC.

The best blanching method for Eucheuma cottonii and Sargassum sp are fresh water about 9 hours, and for Glacilaria sp is combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The best temperature for drying seaweeds are 70 oC. The seaweed powders have good appearance, smell and texture.

(3)

RINGKASAN

AZRINA CHAIDIR. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan SANTOSO.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada dinding usus), dan manfaat lainnya. Dalam penelitian ini dipelajari pengembangan metode pengolahan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat. Secara khusus penelitian ini mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp sebagai bahan baku minuman berserat yang alami dan mengkaji pemanfaatan tepung rumput laut yang dihasilkan untuk minuman berserat.

Media perendam terbaik untuk Eucheuma cottonii dan Sargassum sp adalah air tawar selama 9 jam. Sedangkan media perendam terbaik untuk Glacilaria sp adalah kombinasi air tawar dan larutan kapur tohor 0,5%, yaitu direndam dalam air tawar 2 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur tohor 0,5 % 10 menit, kemudian dijemur dan direndam kembali dalam air tawar selama 7 jam. Suhu oven 70 oC akan menghasilkan TRL dengan sifat fisik-kimia, kenampakan, bau dan tekstur yang lebih baik daripada suhu 50 oC.

TRL Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp mempunyai kandungan serat pangan yang tinggi. Kandungan serat pangan Eucheuma cottonii berturut-turut adalah 72,19 % (serat pangan larut), 11,23 % (serat pangan tidak larut) dan 83,42 % (serat pangan total). Glacilaria sp yaitu 62,95 % (serat pangan larut), 20,67 % (serat pangan tidak larut) dan 83,62 % (serat pangan total). Sargassum sp adalah 24,99 % (serat pangan larut), 57,62 % (serat pangan tidak larut) dan 82,61 % (serat pangan total). Berdasarkan penilaian organoleptik, maka tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat dijadikan sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat adalah karya saya sendiri dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada semua perguruan tinggi yang ada. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Hasil Penelitian berupa gambar, tabel dan analisis penulis boleh dikutip untuk kepentingan non komersial dengan menyebutkan sumbernya.

Bogor, Desember 2006

Azrina Chaidir

(5)

© Hak cipta milik Azrina Chaidir, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF

UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul : Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat.

Nama : Azrina Chaidir NRP : F 051040041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Usman Ahmad, MAgr. Ir. Santoso, MPhill Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr.Ir. I.Wayan Budiastra, MAgr Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang Nya kepada penulis. Atas bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan tesis berjudul Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat.

Terima kasih yang tulus kepada Firmansyah Dlis, Ananda Rizky Fazri Dlis dan Ananda Fira Catleya Dlis atas doa, kesabaran dan merelakan sebagian waktunya sehingga penulis dapat meneruskan jenjang pendidikan Pasca Sarjana pada Sekolah Pasca Sarjana IPB. Ayahanda Alm. Chaidir Husein, Ibunda Nuranis dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr dan Ir. Santoso MPhill yang telah bersedia membimbing, mengarahkan dan membuka wawasan pengetahuan penulis; Dr. Ir. Suroso, MAgr selaku dosen penguji yang telah memberi masukan untuk kesempurnaan tesis; Ir. Santoso MPhill sebagai Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta yang sudah memberikan kesempatan untuk mengikuti tugas belajar, Sutimantoto, APi MM beserta staf atas dukungan baik moril maupun materiil; Drs. Dwi Budiyanto, MSi beserta staf yang telah membantu selama penelitian; Murtiningsih MAppSc beserta staf dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta; Pak Yaden, Pak Udi, Ibu Pia, Ibu Nina atas diskusi dan bantuannya dalam analisis laboratorium; Ismael, Yani, Asri dan Adnan yang selalu membantu dan memberi semangat; Efi, Kemala, Ana, Tesi, Diah, Bayu, Eni, Ibu Yeni, Ibu Epi, Ibu Indira, Nurdin dan teman-teman yang telah berbagi duka dan suka selama kuliah. Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama mengikuti kuliah, penelitian dan penulisan tesis. Dengan kerendahan hati, mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 30 April 1966. Anak ke tiga dari enam bersaudara dari ayah Alm. Chaidir Husein dan Ibunda Nuranis. Penulis menikah dengan Firmansyah Dlis dan dikaruniakan dua orang putra bernama Rizky Fazri Dlis dan Fira Catleya Dlis.

Penulis menamatkan pendidikan D3 di Diklat Ahli Usaha Perikanan pada tahun 1988 dan melanjutkan pendidikan D4 di Sekolah Tinggi Perikanan pada tahun 1995. Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB melalui program Alih Jenjang.

Penulis bekerja di Dinas Perikanan DKI Jakarta pada tahun 1989 dan sejak tahun 1992 penulis ditempatkan di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Ringkasan…..……….. ii

Kata Pengantar ... vi

Riwayat Hidup .... vii

Daftar Isi ... ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ………... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Rumput Laut ………... ... 4

Komposisi Kimia Rumput Laut ……….………... 6

Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut …….………... 9

Serat Pangan ………... 11

Gum ...………... 15

Alginat ………... 15

Gum Arab …………..……….………... 19

Bahan Tambahan Makanan ……….…………... 21

Bahan pemanis ....………... 22

Bahan Pengasam .………... 22

METODE PENELITIAN ………... 24

Waktu dan Tempat ………... 24

Bahan dan Alat ... ………... 24

Metode Penelitian ………... 24

Analisis Data ………...………... 30

Analisis Sifat Fisik Rumput Laut ..………..……... 30

Analisis Sifat Kimia Rumput Laut ... 32

Analisis Mikrobiologi Minuman Berserat ....……… 37

Uji Organoleptik ...………... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 39

Media Perendam Rumput Laut ... 39

(11)

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF

UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

AZRINA CHAIDIR. Study on Seaweed as Alternative Dietary Fiber for Health Drink. Under the direction of USMAN AHMAD and SANTOSO

Seaweed is one of marine commodities with high potential as dietary fiber source. The composition, dietary fiber and some physico-chemical properties of two red seaweeds powder (made from Eucheuma cottonii and Glacilaria sp) and one brown seaweed powder (made from Sargassum sp) was investigated using different blanching method and drying temperature.

The methods of blanching are fresh water about 9 hours, rice powder solution with 5 % konsentration about 9 hours and combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The oven temperature that used for drying seaweeds was 50 and 70 oC.

The best blanching method for Eucheuma cottonii and Sargassum sp are fresh water about 9 hours, and for Glacilaria sp is combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The best temperature for drying seaweeds are 70 oC. The seaweed powders have good appearance, smell and texture.

(13)

RINGKASAN

AZRINA CHAIDIR. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan SANTOSO.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada dinding usus), dan manfaat lainnya. Dalam penelitian ini dipelajari pengembangan metode pengolahan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat. Secara khusus penelitian ini mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp sebagai bahan baku minuman berserat yang alami dan mengkaji pemanfaatan tepung rumput laut yang dihasilkan untuk minuman berserat.

Media perendam terbaik untuk Eucheuma cottonii dan Sargassum sp adalah air tawar selama 9 jam. Sedangkan media perendam terbaik untuk Glacilaria sp adalah kombinasi air tawar dan larutan kapur tohor 0,5%, yaitu direndam dalam air tawar 2 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur tohor 0,5 % 10 menit, kemudian dijemur dan direndam kembali dalam air tawar selama 7 jam. Suhu oven 70 oC akan menghasilkan TRL dengan sifat fisik-kimia, kenampakan, bau dan tekstur yang lebih baik daripada suhu 50 oC.

TRL Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp mempunyai kandungan serat pangan yang tinggi. Kandungan serat pangan Eucheuma cottonii berturut-turut adalah 72,19 % (serat pangan larut), 11,23 % (serat pangan tidak larut) dan 83,42 % (serat pangan total). Glacilaria sp yaitu 62,95 % (serat pangan larut), 20,67 % (serat pangan tidak larut) dan 83,62 % (serat pangan total). Sargassum sp adalah 24,99 % (serat pangan larut), 57,62 % (serat pangan tidak larut) dan 82,61 % (serat pangan total). Berdasarkan penilaian organoleptik, maka tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat dijadikan sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

(14)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat adalah karya saya sendiri dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada semua perguruan tinggi yang ada. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Hasil Penelitian berupa gambar, tabel dan analisis penulis boleh dikutip untuk kepentingan non komersial dengan menyebutkan sumbernya.

Bogor, Desember 2006

Azrina Chaidir

(15)

© Hak cipta milik Azrina Chaidir, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(16)

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF

UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul : Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat.

Nama : Azrina Chaidir NRP : F 051040041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Usman Ahmad, MAgr. Ir. Santoso, MPhill Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr.Ir. I.Wayan Budiastra, MAgr Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang Nya kepada penulis. Atas bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan tesis berjudul Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat.

Terima kasih yang tulus kepada Firmansyah Dlis, Ananda Rizky Fazri Dlis dan Ananda Fira Catleya Dlis atas doa, kesabaran dan merelakan sebagian waktunya sehingga penulis dapat meneruskan jenjang pendidikan Pasca Sarjana pada Sekolah Pasca Sarjana IPB. Ayahanda Alm. Chaidir Husein, Ibunda Nuranis dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr dan Ir. Santoso MPhill yang telah bersedia membimbing, mengarahkan dan membuka wawasan pengetahuan penulis; Dr. Ir. Suroso, MAgr selaku dosen penguji yang telah memberi masukan untuk kesempurnaan tesis; Ir. Santoso MPhill sebagai Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta yang sudah memberikan kesempatan untuk mengikuti tugas belajar, Sutimantoto, APi MM beserta staf atas dukungan baik moril maupun materiil; Drs. Dwi Budiyanto, MSi beserta staf yang telah membantu selama penelitian; Murtiningsih MAppSc beserta staf dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta; Pak Yaden, Pak Udi, Ibu Pia, Ibu Nina atas diskusi dan bantuannya dalam analisis laboratorium; Ismael, Yani, Asri dan Adnan yang selalu membantu dan memberi semangat; Efi, Kemala, Ana, Tesi, Diah, Bayu, Eni, Ibu Yeni, Ibu Epi, Ibu Indira, Nurdin dan teman-teman yang telah berbagi duka dan suka selama kuliah. Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama mengikuti kuliah, penelitian dan penulisan tesis. Dengan kerendahan hati, mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2006

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 30 April 1966. Anak ke tiga dari enam bersaudara dari ayah Alm. Chaidir Husein dan Ibunda Nuranis. Penulis menikah dengan Firmansyah Dlis dan dikaruniakan dua orang putra bernama Rizky Fazri Dlis dan Fira Catleya Dlis.

Penulis menamatkan pendidikan D3 di Diklat Ahli Usaha Perikanan pada tahun 1988 dan melanjutkan pendidikan D4 di Sekolah Tinggi Perikanan pada tahun 1995. Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB melalui program Alih Jenjang.

Penulis bekerja di Dinas Perikanan DKI Jakarta pada tahun 1989 dan sejak tahun 1992 penulis ditempatkan di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

Ringkasan…..……….. ii

Kata Pengantar ... vi

Riwayat Hidup .... vii

Daftar Isi ... ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ………... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Rumput Laut ………... ... 4

Komposisi Kimia Rumput Laut ……….………... 6

Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut …….………... 9

Serat Pangan ………... 11

Gum ...………... 15

Alginat ………... 15

Gum Arab …………..……….………... 19

Bahan Tambahan Makanan ……….…………... 21

Bahan pemanis ....………... 22

Bahan Pengasam .………... 22

METODE PENELITIAN ………... 24

Waktu dan Tempat ………... 24

Bahan dan Alat ... ………... 24

Metode Penelitian ………... 24

Analisis Data ………...………... 30

Analisis Sifat Fisik Rumput Laut ..………..……... 30

Analisis Sifat Kimia Rumput Laut ... 32

Analisis Mikrobiologi Minuman Berserat ....……… 37

Uji Organoleptik ...………... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 39

Media Perendam Rumput Laut ... 39

(21)

Media Perendam RL Glacilaria sp ..………... 42

Media Perendam RL Sargassum sp ………... 46

Sifat Fisik-kimia Tepung Rumput Laut ………... 49

Rendemen ………... 50

pH ………... 51

Viskositas ………... 52

Titik jendal dan Titik leleh ………... 54

Kelarutan ………... 55

Kadar Air ………... 57

Kadar Abu ………... 58

Kadar Protein ………... 59

Kadar Karbohidrat ………... 61

Kadar Serat Pangan ………... 62

Iodium ………... 64

Organoleptik ………... 66

Tepung Rumput Laut ………... 69

Formulasi Minuman Berserat ………... 74

Rasa ………... 75

Aroma ………... 76

Kenampakan ………... 77

Kekentalan ………... 78

Uji Formulasi Minuman Berserat Terpilih ... 79

Viskositas Minuman Berserat Formula A dan E ...……….…... 79

Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan E .... ..………... 81

Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E ...……... 82

Uji Organoleptik ………... 84

Total Plate Count (TPC) ………... 86

SIMPULAN DAN SARAN... 88

Simpulan ……….……... 88

Saran ………. ... 89

Daftar Pustaka ………... 90

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Produksi Rumput Laut, 1999 – 2004 ………....……..……… 6 2. Komposisi Kimia Eucheuma cottonii segar (berat kering) ………... 7 3. Komposisi Kimia TRL E.cottonii (berat kering) ……..……..………. 7 4. Komposisi Kimia RL Glacilaria sp ……….………. 8 5. Komposisi Kimia RL Sargassum sp ………... 9 6. Aplikasi Alginat dalam industri pangan ……….. 18 7. Natrium Alginat sebagai food grade ………... 18 8. Pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan dari gum arab ………..….... 20 9. Standar mutu gum arab ………... 21 10. Kandungan asam sitrat dalam pengolahan jelly ………... 23 11. Penilaian uji kesukaan……….... 38 12. Nilai Rata-rata Eucheuma cottonii dalam media perendam .…………... 41 13. Komposisi kimia Eucheuma cottonii ……….... 42 14. Nilai Rata-rata Glacilaria sp dalam media perendam ………... 44 15. Komposisi kimia Glacilaria sp ………... 45 16. Nilai Rata-rata Sargassum sp dalam media perendam ………... 47 17. Komposisi kimia Sargassum sp ……….... 48 18. Viskositas Tepung Rumput Laut (centipoises) pada konsentrasi 5 %

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut ……….………... 4

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Lembar isian uji perbandingan pasangan………... 96 2. Score Sheet Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman …………. 97 3. Score Sheet Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ………... 98 4. Score Sheet Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman………... 99 5. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Eucheuma

cottonii Hasil Perendaman ……… 99 6. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman………. 100 7. Analisis ragam dan uji lanjut Tekstur Rumput Laut Eucheuma Cottonii

Hasil Perendaman……… 100 8. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Glacilariai sp

Hasil Perendaman ………...….. 100 9. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Glacilaria sp Hasil

Perendaman………. ... 100 10. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ... 101 11. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Sargassum sp

Hasil Perendaman ………. 101 12. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Sargassum sp Hasil

(26)

26. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Eucheuma cottonii ... 103 27. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Glacilaria sp... 104

28. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Sargassum sp ... 104 29. Analisis ragam Kadar Abu TRL Eucheuma cottonii ... 104 30. Analisis ragam Kadar Abu TRL Glacilaria sp ... 104 31. Analisis ragam Kadar Abu TRL Sargassum sp ... 104

32. Analisis ragam Kadar Protein TRL Eucheuma cottonii ... 104 33. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Protein TRL Glacilaria sp ... 104

34. Analisis ragam Kadar Protein TRL Sargassum sp ... 105

35. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Eucheuma cottonii ... 105 36. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Glacilaria sp ... 105

37. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Karbohidrat TRL Sargassum sp ... 105 38. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL

Eucheuma cottoni... 105

39. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Eucheuma cottonii …... 105 40. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Eucheuma cottonii …... 105

41. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL

Glacilaria sp ………... 106 42. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Glacilaria sp ………... 106 43. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Glacilaria sp ………... 106

44. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Sargassum sp ….... 106 45. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Sargassum sp …………... 106

46. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Sargassum sp …………... 106 47. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Eucheuma cottonii …... 106

(27)

57. Analisis ragam Bau TRL Glacilaria sp ... 111 58. Analisis ragam Bau TRL Sargassum sp ... 111 59. Analisis ragam Tekstur TRL Eucheuma cottonii ... 111 60. Analisis ragam Tekstur TRL Glacilaria sp ... 111 61. Analisis ragam Tekstur TRL Sargassum sp ... 111 62. Analisis ragam dan uji lanjut Rasa Formula Minuman Berserat ... 111 63. Analisis ragam dan uji lanjut Aroma Formula Minuman Berserat... 112 64. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan

Formula Minuman Berserat ... 112 65. Analisis ragam dan uji lanjut Kekentalan

Formula Minuman Berserat... 112 66. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas

Formula Minuman Berserat A dan E ... 113

67. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas

Formula Minuman Berserat A ... 113 68. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas

Formula Minuman Berserat E ... 113 69. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan

Formula Minumana Berserat A dan E ... 114

70. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat A... 114 71. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat E ... 115 72. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan serat larut dan tidak larut

minuman berserat …………...………... 115 73. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan Serat Pangan

(28)

I.

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Minuman berserat merupakan salah satu minuman yang digemari saat ini. Selain sebagai sumber serat juga berfungsi sebagai suplemen makanan. Minuman ini dikemas dalam kemasan praktis dan menarik sehingga sangat menarik minat konsumen. Dalam penyajiannya dapat langsung ditambah air, diaduk dan siap diminum atau didinginkan terlebih dahulu. Ada juga yang menyajikan setelah diolah dalam berbagai rasa dan tambahan bahan makanan lainnya. Penelitian yang dilakukan Qomari (2003), menyimpulkan bahwa sebanyak 53 % responden dari 100 orang memilih minuman berserat adalah untuk mendapatkan manfaat dari serat yang dikandungnya.

Salah satu sumber serat yang digunakan diantaranya berasal dari jenis tumbuhan Plantago ovata dan Inulin Chicory. Serat pada minuman ini berfungsi membantu pencernaan manusia, membantu diet, dan lain-lain sehingga masyarakat menyakini bahwa dengan mengkonsumsi minuman berserat dapat memperlancar ekskresi, mengurangi masalah wasir, gangguan pencernaan sampai mencegah penyakit jantung yang semuanya bersumber pada kesehatan pencernaan.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada dinding usus), hameorhoid (ambeien), tumor dan kanker pada saluran pencernaan, serta usus buntu. Selain itu serat pangan juga memiliki sifat mengikat bahan organik lain, misalnya asam empedu, kemudian terbuang bersama feses. Dengan proses pengikatan tersebut maka jumlah asam empedu akan berkurang sehingga perlu dibentuk asam empedu baru. Asam empedu baru dibentuk dari kolesterol yang terdapat di dalam darah, dengan demikian konsentrasi kolesterol dalam darah akan menurun (Matz, 1972).

(29)

termasuk senyawa structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan Lignin (Southgate, 1982).

Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman laut yang kaya polisakarida dengan kandungan serat pangan cukup tinggi, selain itu rumput laut adalah komoditas hasil perikanan yang sedang ditingkatkan pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan banyak sekali manfaat yang dapat dihasilkan dengan cara mengoptimalkan seluruh potensi rumput laut yang ada. Beberapa jenis rumput laut yang bermanfaat bagi manusia adalah dari jenis rumput laut merah dan coklat. Menurut Mabeu dan Fleurence (1995), kandungan serat pangan total pada rumput laut berkisar antara 25 - 75 % dan kandungan serat pangan larut air antara 51 - 85 % (bk). Menurut Davidson dan Donald (1998), serat pangan larut ini diperlukan untuk membentuk gel yang viscous pada saluran usus manusia dan rumput laut merupakan sumber serat larut yang baik. Jenis rumput laut coklat (Sargassum sp) memiliki komponen serat yaitu laminaran, alginat, fucan, selulosa. Sedangkan jenis rumput laut merah (Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp) memiliki komponen serat yaitu sulphate galactans (karagenan dan agar), xylans, mannans dan selulosa (Escrig & Muniz, 2000).

(30)

Keunggulan lain dari produk rumput laut ini menurut Januar et al. (2004) adalah rumput laut mempunyai sifat sebagai zat antioksidan yang cukup potensial karena mengandung senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang tinggi. Menurut Ireland et al. (1993) dalam Januar et al. (2004), hasil riset bahan alam dari laut tahun 1977 – 1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500 produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut. Pada rumput laut coklat terkandung senyawa algin yang memiliki banyak khasiat biologi dan kimiawi seperti dapat digunakan pada pembuatan obat anti bakteri, anti tumor, penurunan tekanan darah dan mengatasi gangguan kelenjar (Anon dalam Darmawan et al. 2004).

Mengingat pentingnya peranan serat untuk kesehatan pencernaan, maka penggunaan rumput laut sebagai sumber serat dalam minuman berserat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan tubuh akan serat. Selain itu untuk meningkatkan manfaat dan menganeka ragamkan (diversifikasi) jenis olahan rumput laut. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pengolahan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

(31)

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Rumput Laut

Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang (algae) yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara keseluruhan merupakan batang yang dikenal sebagai thallus (Guhardja, 1981). The International Code of Botanical Nomenclatur membagi ganggang menjadi 4 kelas, yaitu ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Dari ke 4 kelas tersebut, hanya ganggang merah dan coklat yang mempunyai nilai ekonomi cukup berarti dalam perdagangan. Gambar 1 menyajikan klasifikasi rumput laut dengan hasil ekstraksinya.

Kelas :

Chlorophyceae Cyanophyceae (Ganggang hijau) (Ganggang biru)

Rumput Laut

Phaeophyceae Rhodophyceae (Ganggang coklat) (Ganggang merah)

Genus :

Ascophyllum laminaria Glacilaria Chondrus Furcellaria Macrocystis Gelidium Eucheuma

Gigartina Ekstraksi :

Algin (Alginat) Agar-agar Karagenan Furcellaran

(32)

Jenis rumput laut coklat yang terdapat di perairan Indonesia ada 28 species yang berasal dari 6 genus yaitu Sargassum, Turbinaria, Padina, Dictyota, Hormophysa dan Hydroclathrus. Sedangkan jenis yang potensial sebagai penghasil alginat di Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum polycystum J.G.Agardh, Sargassum crassifolium J.A. Agardh, Turbinaria conoides (J.C.A.G) Kuetzing dan Hormophysa triquetra (Yunizal, 2004). Hampir semua jenis ini hidup di laut dan melekat pada suatu substrat yang keras. Cadangan makanannya terutama berupa karbohidrat yang disebut laminarin. Rumput laut jenis ini dijumpai hampir semua lautan dengan kedalaman tidak lebih dari 20 m (Mc Connaugey, 1970). Sargassum sp memiliki ciri-ciri tergolong dalam bentuk thallus yang umumnya silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter dan warna thallus umumnya coklat (Aslan, 1991).

(33)

silindris atau gepeng dengan percabangan, warna beragam dan substansi kerangka tubuh tanaman menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan (Aslan, 1991).

Di Indonesia, daerah penghasil rumput laut yang besar adalah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur dan Maluku. Daerah penghasil lainnya yaitu Sumatera Barat, DI Aceh, Pantai Jawa sebelah selatan, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain produksi laut, sekarang rumput laut sudah dibudidayakan diantaranya ada di Bali, NTB, Sulawesi Selatan untuk jenis Eucheuma. Sedangkan untuk jenis Glacilaria diantaranya ada di Lamongan, Jawa Timur, Pangkep dan Sulawesi Selatan. Rumput laut dibudidayakan di pantai yang terhindar dari ombak kuat, air harus jernih, bebas dari limbah industri atau bahan pencemar lain seperti oli serta jauh dari muara sungai. Kadar garam optimal adalah 30– 34 permil dengan suhu air 27 – 32 oC, pH 6 – 8,5 (Angka & Suhartono, 2000). Data produksi rumput laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Rumput Laut, 1999-2004

Tahun Volume (ton)

1999 133.720 2000 2.937 2001 212.478 2002 223.080 2003 231.927 2004 397.964 Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, 2005.

2.2. Komposisi Kimia Rumput Laut

(34)

sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori (Suwandi et al. 2002).

Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu sekitar 80 – 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10 – 20 % (Ito et al. 1989). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dalam keadaan segar menurut Astawan et al. (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan kandungan kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii menurut Ristanti (2003) dan Sihombing (2003) disajikan pada Tabel 3. Jenis alga merah lainnya yaitu Glacilaria sp, komposisi kimia disajikan pada Tabel 4. Dalam penggunaannya, jenis rumput laut ini dapat digunakan sendiri atau dicampur dengan Glacilaria tambak (budidaya) untuk mendapatkan hasil ekstrak agar yang lebih baik.

Table 2. Komposisi kimia Eucheuma cottonii segar (berat kering)

Zat gizi Astawan et al. (2004) Ristanti (2003) Kadar abu (%) 29,97 2,7 Kadar protein (%) 5,91 4,3

Lemak (%) 0,28 2,1

Kadar karbohidrat (%) 63,84 90,9 Serat pangan tidak larut air (%) 55,05 52,4 Serat pangan larut air (%) 23,89 30,8 Serat pangan total (%) 78,94 83,2

Tabel 3. Komposisi kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii (berat kering) Zat gizi Ristanti (2003) Sihombing (2003) Kadar air (%) 23,3 (bb) 26,5 (bk)

Kadar abu (%) 15,4 5,1

(35)

Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut Glacilaria sp Komposisi Jumlah ( % ) Kadar air 9,38 Kadar abu 32,76 Kadar lemak 0,68 Kadar protein 6,59

Karbohidrat 41,68 Serat Kasar 8,92

Sumber : Yunizal (2004).

Selain kandungan gizi, menurut Winarno (1990), rumput laut merah sangat kaya akan trace element terutama iodium. Kandungan iodium bervariasi antar spesies dan habitat rumput laut. Secara umum, konsentrasi trace element dari rumput laut lebih tinggi daripada tumbuhan (Ito et al. 1989). Menurut Rai (1996) kandungan iodium tumbuhan laut umumnya tinggi yaitu sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan iodium sayur-sayuran yang tumbuh di daratan.

Menurut Suryaningrum (1988), rumput laut Eucheuma cottonii potensial sebagai penghasil karagenan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan. Karagenan terdiri dari 2 senyawa utama, yaitu senyawa sulfat yang bersifat hidrophilik dan mampu membuat cairan menjadi kental, dan senyawa 3,C-6 anhidrogalaktosa yang mampu membentuk gel dan bersifat hidrophobik. Jenis karagenan yang dihasilkan adalah kappa-karagenan, dengan sifat-sifatnya antara lain yaitu garam natriumnya akan larut seluruhnya dalam air dingin, larut pada suhu 70 oC, membentuk gel dengan ion kalium, stabil pada pH netral dan alkali, sedangkan pada pH asam akan terhidrolisa dan larut dalam susu panas (Istini et al. 1986).

(36)

yang telah diketahui kelimpahan dan penyebarannya sebagai penghasil zat antibakteri adalah Cystoseira, Dictyota, Sargassum dan semua species lumut besar dan lumut batu di peraitan dingin. Disamping itu rumput laut coklat juga mengandung protein, lemak, serat kasar, vitamin dan zat anti bakteri serta mineral (Yunizal, 2004). Tabel 5 menyajikan komposisi kimia rumput laut jenis Sargassum sp.

Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut Sargassum sp

Komposisi % Kadar air 11,71

Kadar abu 34,57 Kadar lemak 0,74 Kadar protein 5,53

Karbohidrat 19,06 Serat Kasar 28,39

Iodium (ug/g) 0,1 – 0,8 Kalium (ug/g) 6,4 – 7,8 Sumber : Yunizal (2004).

Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen khlorofil a dan beta-karoten, serta pigmen khasnya. Pada rumput laut coklat terdapat pigmen santofil, violasantin, fukosantin, flavosantin, neosantin A dan B. keberadaan pigmen fukosantin pada rumput laut coklat menutupi pigmen lainnya dan memberikan warna coklat (Yunizal, 2004).

Pemanfaatan rumput laut sangat luas, yaitu sebagai makanan (pangan dan gizi), farmasi, kosmetika, pakan, pupuk dan industri lainnya. Senyawa bioaktif dari rumput laut telah banyak diekstraksi, diidentifikasi dan dieksplorasi. Hasil riset bahan alam dari laut tahun 1977–1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500 produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut (Ireland et al.1993 dalam Januar et al. 2004).

2.3. Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut

(37)

1 : 10 selama 2 – 8 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur sirih 1%, hal ini selain untuk menghilangkan bau amis juga untuk mendapatkan rumput laut yang aseptis dan memiliki tekstur yang lebih kenyal ( Peranginangin et al. 2003).

Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dan penepungan untuk mendapatkan tepung rumput laut matang siap pakai dengan mutu yang diinginkan. Pada tahun 1997, Chan et al. melakukan penelitian mengenai pengaruh 3 metode pengeringan, yaitu pengering matahari, pengering oven dan pengering beku (Freeze-drier), terhadap komposisi nutrisi rumput laut jenis Sargassum hemyphyllum. Pada pengering oven menggunakan suhu 60 oC selama 15 jam. Hasil yang didapat menyatakan bahwa dengan pengering oven terjadi kehilangan nilai gizi yang lebih besar dibanding dengan pengering beku tetapi metode oven lebih baik dibanding dengan pengering matahari. Lebih jauh dikatakan bahwa pengering beku memerlukan biaya yang lebih tinggi. Pemilihan metode pengeringan dapat disesuaikan dengan kegunaan selanjutnya, apakah untuk makanan, obat, pakan atau lainnya. Selanjutnya dilakukan penepungan dengan ukuran lubang 1 mm. Urbano dan Goni (2002) dalam penelitiannya mengeringkan rumput laut dengan suhu 60oC selama 16 jam. Selanjutnya dilakukan penepungan dan pengayakan dengan ukuran lubang 0,5 mm. Sedangkan Wong dan Cheung (2000) melakukan pembekuan terlebih dahulu kemudian pengeringan rumput laut dengan menggunakan alat pengering beku (Freeze-drier) selama 5 hari. Rumput laut kering kemudian digiling (penepungan) dan diayak dengan ukuran lubang 0,5 mm.

(38)

tepung. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan standar mutu perdagangan. Selain itu, proses pengeringan pada kondisi tersebut juga cukup efisien dari segi penggunaan energi listrik.

2.4. Serat Pangan

Pada awalnya, serat hanya dianggap sebagai senyawa yang inert secara gizi, hal ini didasarkan bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh dan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia serta hanya dikenal mempunyai efek sebagai pencahar perut. (Raharja et al. 1998).

Serat pangan (dietary fiber) harus dibedakan dengan serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%). Sedang serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan (Joseph, 2006). Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.

(39)

polisakarida, non polisakarida dan yang tidak mempunyai struktur polisakarida. Sumber utama dari serat ini ada pada dinding sel bahan pangan, dimana struktur sel nya membentuk matrik yang mempunyai dampak mengurangi daya cerna pada usus manusia. Menurut Tongmee (1976) dalam Wirakusumah (1995), serat pangan merupakan satu jenis polisakarida yang sering disebut karbohidrat komplek. Karbohidrat komplek ini dibentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia yang panjang sehingga sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Sedangkan Wiseman (2003) menyebutkan serat pangan merupakan nama yang diberikan pada kelompok komponen kompleks yang hanya terdapat pada tumbuhan, dimana komponen tersebut adalah selulosa, hemiselulosa, pectin dan lignin. 3 komponen pertama tersebut adalah karbohidrat sehingga serat pangan kadang disebut sebagai karbohidrat tidak tersedia (unavailable carbohydrates) atau polysakarida bukan tepung (non-starch polysaccharide). Definisi terbaru tentang serat makanan yang dismpaikan oleh the American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin dan bagian tanaman laainnya.

Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu serat larut dalam air (soluble fibre) dan serat tidak larut dalam air (insoluble fibre). Schneeman (1987) menyatakan bahwa selulosa, lignin dan beberapa fraksi hemiselulosa digolongkan sebagai serat tidak larut air (suhu 90 oC) dan disebut insoluble fibre, sedangkan pektin, gum, musilase dan beberapa jenis hemiselulosa digolongkan sebagai serat yang larut dalam air dan disebut soluble fibre.

(40)

bedan, meningkatkan kesehatan pencernaan, mengurangi resiko sakit jantung, mengikat asam empedu, mengikat lemak seperti kolesterol dan mengeluarkan melalui tinja. Sedangkan serat tidak larut air yaitu serat yang tidak dapat larut dalam air dan juga dalam saluran pencernaan, namun memiliki kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur dan volume tinja sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Serat ini berfungsi mempercepat waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat tinja, memperlancar buang air besar, meningkatkan perasaan kenyang, dapat mengurangi resiko wasir, dapat mengurangi resiko kanker usus dan divertikulitis (Anonymousa, 2006). Di negara-negara industri di Barat, terjadi kenaikan serangan penyakit saluran pencernaan seperti divertikulosis (borok pada usus), kanker pada usus besar dan hernia. Hal ini disebabkan rendahnya konsumsi serat dalam makanan sehingga menyebabkan sembelit dan lambatnya makanan bergerak dalam saluran pencernaan. Di kalangan masyarakat pedesaan di Afrika, penyakit ini tidak dikenal. Hal ini karena susunan makanan di daerah tersebut mengandung banyak bahan berserat (Gardjito et al. 1994).

Uji klinis yang dilakukan oleh salah satu produk minuman berserat pada tahun 2001, menyebutkan bahwa terjadi penurunan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol, buang air besar lebih nyaman, tidak mempengaruhi kadar trigliserida, kadar elektrolit, tidak ditemukan efek samping dan keluhan gastrointestinal yang berarti pada pasien yang diberikan suplementasi serat sebesar 8,4 g. Menurut Karyadi (2002), peranan serat makanan larut dalam menurunkan kadar kolesterol darah telah dibuktikan secara klinis pada pasien sukarelawan dan tikus percobaan. Di dalam usus halus, serat makanan larut akan membentuk gel yang mengikat lemak, kolesterol dan asam empedu. Akibatnya asam empedu dalam hati berkurang. Untuk memproduksi asam empedu yang hilang, hati akan menarik kolesterol dari darah sehingga kadar kolesterol darah menurun.

(41)

kalori makanan, misalnya pada produk minuman diet dimana penggunaan serat larut untuk menggantikan kekentalan yang hilang akibat penggantian gula pasir dalam formula. Sedangkan serat makanan yang tidak larut biasanya digunakan dalam makanan-makanan padat dan produk panggangan.

Besarnya peranan serat pangan bagi kesehatan manusia menjadikan produk ini semakin banyak dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai pencampur berbagai jenis makanan, minuman dan produk diet pelangsing tubuh (Le Marie, 1985). Menurut Winarno (1990), dibandingkan dengan bahan pangan lain, maka keistimewaan serat pangan rumput laut terletak pada kandungan asam alginat dan karagenannya. Alginat mempunyai affinitas yang tinggi terhadap logam-logam berat dan unsur-unsur radioaktif. Oleh karena alginat tidak dapat dicerna di dalam tubuh, maka konsumsi alginat sangat membantu membersihkan polusi logam berat dan unsur radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Yunizal (2004) menyatakan bahwa dalam bidang minuman, alginat merupakan senyawa berserat yang mudah larut dalam air, bersifat kental dan tidak mudah dicerna. Uji minuman yang dilakukan terhadap konsumen selama 1 bulan, memberikan pengaruh yang positif, diantaranya yaitu badan menjadi lebih segar, kadar gula darah menurun, kadar kolesterol darah menurun (Yunizal, 2003).

Goni et al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rumput laut yang mengandung serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic pada kesehatan, dimana roti yang ditambahkan Nori alga memberikan hasil yang lebih baik daripada roti tanpa Nori alga. Demikian juga Escrig dan Muniz (2000) menyatakan bahwa serat rumput laut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah dibanding sumber serat lainnya. Penelitian yang dilakukan Miyake et al. (2006) terhadap 2002 orang wanita hamil di Jepang, menyimpulkan bahwa penurunan alergi rhinitis pada wanita hamil berhubungan dengan asupan diet yang tinggi (high dietary intake) dari rumput laut, calcium, magnesium dan phosphorus.

(42)

orang dewasa dan manula. Untuk anak-anak dan remaja (umur 2 hingga 20 tahun) menurut rekomendasi ADA (American Dietetic Association), kebutuhan seratnya sama dengan umur (dalam tahun) ditambah 5 gram setiap hari. Misalnya untuk anak berusia 5 tahun, maka kebutuhan seratnya adalah 10 gram (5 + 5) setiap hari. Pada usia 20 tahun, kebutuhan seratnya sudah mencapai 25 gram setiap hari (Anonymousb, 2006).

2.5. Gum

Whistler (1973) menyatakan bahwa gum merupakan polisakarida atau turunannya yang jika dilarutkan dalam air akan membentuk gel atau larutan dengan viskositas tinggi. Menurut Southgate (1982), gum merupakan polimer heterosakarida dengan rantai utama yang mungkin terdiri dari galaktosa, asam glukoronat-mannosa, asam galakturonat-rhamnosa dan rantai cabang yang terdiri dari xilosa, fukosa dan galaktosa. Glicksman (1982), menyebutkan istilah gum menunjukkan suatu kelompok yang luas dari polisakarida pembentuk gel dan bahan pengental larut air. Istilah lain dari gum yang biasa digunakan adalah stabilizer atau hydrocolloid.

Gum yang digunakan untuk makanan dideskripsikan sebagai bahan-bahan polymeric yang dapat dimakan. Bahan-bahan ini larut dalam air dan mengental atau membentuk gel. Sifat fungsional yang penting termasuk bebas racun, mengikat air, menolak lemak, encapsulating, dan pembentukan susunan (Matz, 1972). Penggunaan gum dalam makanan sangat luas, mulai dari bahan perekat sampai whipping agent. Secara umum fungsi gum dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu sebagai pembentuk gel (gelling) dan bahan pengental (thickening) (Gliksman, 1969). Beberapa jenis gum diantaranya adalah alginat dan gum arab.

2.5.1. Alginat

(43)

Menurut Food Chemical Codex (1981) dalam Yunizal (2004), rumus molekul natrium alginat adalah (C6H7O6 Na)n. Garam natrium dari asam alginat berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30 % dan tidak larut dalam chloroform, eter dan asam dengan pH kurang dari 3.

Mutu alginat ditentukan oleh panjangnya rantai polimer mannuronat maupun guluronat atau selang seling kedua ikatannya (McHugh, 1987). Semakin panjang rantainya, semakin besar berat molekulnya dan semakin besar nilai viskositasnya. Viskositas ditentukan oleh alginat yang terekstrak, bila sebagian besar yang terekstrak adalah alginat berbobot molekul tinggi (berantai panjang) maka Na-alginat yang dihasilkan akan mempunyai nilai viskositas yang lebih tinggi dan sebaliknya bila bagian yang terekstrak hanya alginat berbobot molekul rendah maka viskositasnya juga rendah (Karsini, 1993).

Viskositas larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, bobot molekul, pH, suhu dan keberadaan garam. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul maka viskositasnya semakin tinggi (Gambar 2). Jika dihubungkan dengan suhu, viskositas larutan alginat akan meningkat jika didinginkan kembali, kecuali bila pemanasan yang relatif lama sehingga terjadi degradasi polimer (Klose et al. 1972). Hal ini diperkuat oleh King (1982), yaitu seperti larutan polisakarida lainnya, viskositas larutan alginat menurun dengan meningkatkannya suhu. Viskositas larutan alginat menurun 12% pada setiap kenaikan suhu 5,6 oC (10 oF).

(44)

asam seperti asam fumarat atau asam sitrat yang dikombinasikan dengan garam alginat yang larut, kalsium karbonat, kalsium phospat atau kalsium tartat. Garam kalsium yang sedikit larut, seperti kalsium sulfat, secara bertahap akan membebaskan ion kalsium, yang dapat dicampur dengan tepung alginat untuk membentuk kombinasi tepung yang mampu larut dalam air pada suhu kamar dan mengental menjadi gel setelah dibiarkan beberapa saat (Winarno, 1990).

Gambar 2. Hubungan konsentrasi dengan nilai viskositas alginat (Glicksman, 1969).

Menurut Percival (1970), alginat banyak digunakan pada industri pangan secara luas, bukan sebagai penambah gizi, tetapi menghasilkan dan memperkuat tekstur atau stabilitas dari produk olahan seperti es krim, sari buah, pastel isi dan lain-lain. Alginat dengan konsentrasi kurang dari 0,5 % banyak digunakan sebagai penstabil, pengental, pengemulsi pada saos tomat, sayuran, jelly, kuah daging, dan susu (King, 1983). Beberapa aplikasi alginat dalam industri pangan dan konsentrasi yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 6.

(45)

natrium alginat membentuk kisi-kisi seperti jala yang mampu mengikat kuat banyak molekul air. Larutan alginat dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif, karena dapat mengikat asam empedu yang berguna untuk mengemulsikan lemak dan kolesterol. Kemudian membawanya ke luar tubuh bersama tinja sehingga kadar asam empedu dalam tubuh jadi berkurang. Selanjutnya hati sebagai organ yang memproduksi asam empedu harus mengganti asam empedu yang hilang. Untuk membentuk asam empedu, hati memerlukan kolesterol. Kolesterol dalam darah akan disirkulasikan ke hati, lalu didalam hati kolesterol diurai menjadi asam empedu, sehingga kolesterol dalam darah menurun (Yunizal, 2004).

Tabel 6. Aplikasi alginat dalam industri pangan dan konsentrasi yang dibutuhkan No. Aplikasi Dosis yang digunakan (ppm)

1. Pembentuk jelly 2.000 – 50.000 2. Pengental 5.000 – 20.000 3. Penstabil es krim dan permen 1.000 – 3.000 4. Menjaga suspensi coklat dalam susu 1.000 – 2.000 5. Penstabil krim 500 – 1.500 6. Penstabil busa bis 50 – 100 7. Memperhalus cairan 5 - 20 Sumber : McDowell (1967) dalam Yunizal (2004).

Spesifikasi alginat sebagai food grade menurut Chapman et al. (1980) dalam Yunizal (2004) disajikan pada Tabel 7. Menurut Winarno (1990), alginat yang memiliki mutu food grade harus bebas dari selulosa dan warnanya sudah dilunturkan (dipucatkan) sehingga terang atau putih.

Tabel 7. Natrium Alginat sebagai food grade

No. Spesifikasi Kandungan

1. Kadar air (%) 13

2. Kadar abu (%) 23

3. Berat Jenis (%) 1,59

4. Warna Kuning gading

5. Densitas kamba (kg/m3) 874

6. Suhu pengabuan ( 0C) 480

(46)

2.5.2. Gum Arab

Gum arab adalah exudate alami dari pohon akasia, dengan species utama adalah Acacia senegal L. Gum keluar dari pohon sebagai getah yang membentuk bola-bola atau titik-titik air mata, kemudian dikumpulkan secara manual sebagai gumpalan-gumpalan kering, cara panen yang dilakukan pada musim kering (Thevenet, 1988 dalam Nussinovitch,1997). Secara fisik, gum arab merupakan molekul bercabang banyak dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah. Bentuk molekul dari gum arab berupa spiral yang kaku dengan panjang rantai utama molekulnya berkisar antara 1.050 A0 dan 2.400 A0, tergantung pada jumlah muatannya (Fardiaz, 1989).

Fardiaz (1989) menyatakan secara umum larutan gum arab akan mencapai kekentalan maksimum pada pH sekitar 4,5 – 5,5. Kurang dan lebih dari pH ini akan menyebabkan kekentalan rendah. Adanya elektrolit dalam larutan gum arab juga mengakibatkan turunnya kekentalan, meskipun dalam larutan sangat encer. Penurunan kekentalan ini lebih nyata pada larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Kemampuan untuk membentuk larutan pekat tersebut menyebabkan gum arab merupakan pemantap dan pengemulsi yang baik jika dicampurkan dengan sejumlah besar bahan-bahan yang tidak larut. Gum arab mempunyai sifat daya gabung yang luas seperti jenis gum lainnya, juga dengan karbohidrat dan protein. Dalam banyak hal sifat daya gabung atau tidak bergabung dikontrol oleh pH dan konsentrasinya.

(47)

konsentrasi sampai 50 %. Tabel 8 menunjukkan pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan dari gum arab. Winarno (1997) menyebutkan mekanisme kerja gum arab pada konsentrasi 50 % dalam larutan akan membentuk gel yang sangat kental sekuat gel pati, karena gum arab dan pati termasuk golongan polisakarida. Pembentukan gel pada pati di dalam larutan terjadi setelah pemanasan. Selama pemanasan energi kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik antarmolekul pati di dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal ini menyebabkan membengkaknya granula tersebut. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air lebih besar. Terjadinya peningkatan kekentalan disebabkan oleh adanya air di luar granula yang setelah dipanaskan air tersebut akan berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bebas bergerak lagi.

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan dari gum arab Konsentrasi Kekentalan (Cps)

0,5 - 6,0 - 10,0 16,50 20,0 40,50 30,0 200,00 35 423,75 40 936,25 50 4.162,5 Sumber : Whistler (1973).

(48)

Tabel 9. Standar Mutu Gum Arab

No. Parameter Jumlah maksimum

1. Air (%) 15

2. Abu (%) 4

3. Asam tak larut (%) 0,5 4. Arsen (ppm) 0,5 5. Timah hitam (ppm) 1,7 6. Tembaga (ppm) 10 7. Timah (ppm) 10 Sumber : Glicksman (1973).

Beberapa kelebihan gum arab yaitu : 1. mempunyai banyak fungsi, yaitu pengemulsi yang baik, pembentuk film, pembentuk tekstur, bahan pengikat air dan bulking agent; 2. sumber serat yang tinggi, sedikitnya mengandung 85 % serat pangan larut (bk); 3. beban racun (Fennema, 1996). Dalam bidang pangan digunakan adalah lain pada industri kembang gula, roti dan minuman (Wadarsa, 1985). Konsentrasi yang diijinkan untuk minuman ringan adalah 500 mg /kg (SNI 01-0222-195).

2.6. Bahan Tambahan Pangan

Pada dasarnya penggunaan makanan tambahan haruslah berdasarkan alasan-alasan yan penting dan dapat menguntungkan manusia. Diantaranya adalah untuk menekan kerusakan/pembusukan, meningkatkan gizi dan cita rasa serta dapat meningkatkan gairah untuk menikmati makanan tersebut. Dengan berkembangnya jenis-jenis penyebab kerusakan bahan makanan serta di lain pihak telah dan sedang berkembangnya kemajuan teknologi pangan waktu ini, dapat dikatakan bahwa tanpa bahan tambahan makanan akan sangat sulit bagi manusia untuk menyimpan bahan makanan yang melimpah dalam waktu yang cukup lama bagi kecukupan persediaan pangannya.

(49)

2.6.1. Bahan Pemanis

Winarno (1992) menyatakan bahwa rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehida, dan gliserol. Sumber rasa manis yang utama adalah gula atau sukrosa dan monosakarida atau disakarida yang mempunyai jarak ikatan hidrogen 3 – 5 A. Pemanis buatan seperti sakarin, siklamat, dan dulsin dalam konsentrasi yang tinggi cenderung memberikan after taste (pahit, nimbrah dan rasa lain).

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa. Sukrosa merupakan gula yang murah dan di produksi dalam jumlah yang besar melalui proses penyulingan dan kristalisasi (Alikonis, 1979).

Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 1992).

Jenis pemanis yang umum digunakan selain sukrosa adalah Acesulfame-K. Zat ini merupakan senyawa tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis. Acesulfame-K tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik, sehingga FDA menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI (Acceptance Daily Intake) sebanyak 15 mg/kg berat badan. Sedangkan JECFA mengatur maksimum penggunaan Acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg produk (Salminen et al. 1990).

2.6.2. Bahan Pengasam

(50)

seperti HCl dan H2O4 mempunyai derajat desosiasi yang tinggi sehingga berakibat kurang baik bagi mutu produk akhir (Winarno, 1992).

Asam sitrat sering digunakan sebagai zat pengasam. Fungsi lainnya adalah untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula, katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan (Alikonis, 1979). Asam sitrat banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi karena mudah dicerna, mempunyai rasa asam yang menyenangkan, tidak beracun dan mudah larut. Penggunaan asam sitrat pada sirup bertujuan untuk memberikan rasa asam yang berfungsi sebagai pengawet tambahan disamping gula, serta sebagai emulsi dalam makanan (Widirga, 1994). Selanjutnya Winarno (1997) menyatakan bahwa asam sitrat berperan juga sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai, mencegah ketengikan dan browning. Heath (1978) dalam penelitiannya menulis bahwa kebutuhan asam sitrat dalam pembuatan jelly tergantung dari bahan pembentuk gel yang digunakan seperti terlihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan asam sitrat dalam pengolahan jelly

(51)

III. Metode Penelitian

3.1. Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan pada Bulan Februari sampai Bulan Agustus 2006 di

Laboratorium Pengolahan Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil

Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia,

Mikrobiologi dan Organoleptik Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian

Hasil Perikanan, Jakarta, Laboratorium Pascapanen Pertanian, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut kering jenis

Eucheuma cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp, alginat, gum arab, gula, asam

sitrat dan pewarna makanan. Bahan-bahan kimia untuk keperluan analisa di

laboratorium.

Peralatan yang digunakan adalah oven, saringan, grinder, alat penepung,

blender, pompa vakum, wadah, peralatan gelas serta peralatan laboratorium untuk

pengujian kimia, mikrobiologi dan organoleptik sesuai parameter yang sudah

ditentukan.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap (Gambar 3).

Penelitian tahap 1

Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menghilangan bau amis, mendapatkan

kenampakan yang putih dan menarik, dan tekstur yang padat, sehingga

didapatkan rumput laut yang memiliki kenampakan, bau dan tekstur yang

diinginkan. Tahap yang dilakukan meliputi pencucian, perendaman dan

penirisan. Pencucian rumput laut dilakukan dengan air mengalir untuk

mendapatkan rumput laut yang bersih dari benda asing seperti pasir, kayu,

ranting dan kotoran yang menempel. Perendaman rumput laut dalam 3

macam larutan perendam, yaitu air tawar, larutan tepung beras dan

kombinasi air tawar dan kapur. Selanjutnya rumput laut ditiriskan.

(52)

dan tekstur dengan menggunakan lembar penilaian (score sheet). Hasil

terbaik dilakukan uji kadar air, abu, protein, karbohidrat, serat dan iodium.

Alur proses dapat dilihat pada Gambar 4.

Penelitian Tahap 2

Penelitian tahap 2 adalah mengolah rumput laut menjadi tepung rumput

laut. Tujuan penelitian tahap 2 adalah mengkaji sifat fisik kimia tepung

rumput laut yang dihasilkan dari 2 perlakuan suhu pengeringan. Tahapan

yang dilakukan adalah pencucian, perendaman, penghancuran,

pengeringan, penepungan dan pengayakan. Rumput laut Eucheuma

cottonii, Sargassum sp, dan Glacilaria sp kering dicuci dan dibersihkan

dengan air mengalir, untuk menghilangkan benda asing. Selanjutnya

direndam dalam larutan perendam yang terbaik dari penelitian tahap 1.

Setelah perendaman, rumput laut ditiriskan selanjutnya dilakukan

pengecilan ukuran (penghancuran) menggunakan grinder. Selanjutnya

adalah pengeringan dengan oven bersuhu 50 oC dan 70 oC, setelah kering

dilakukan penepungan dan pengayakan (Gambar 5). Analisis yang

dilakukan yaitu Rendemen, pH, viskositas, kelarutan, titik jendal, titik

leleh, kadar air, kadar abu, kadar protein, karbohidrat, kandungan serat

pangan (serat pangan larut, serat pangan tak larut dan serat pangan total),

iodium dan organoleptik (score sheet).

Penelitian tahap 3

Penelitian tahap 3 bertujuan untuk mendapatkan formulasi minuman

berserat. Pembuatan minuman melalui tahapan pencampuran tepung

rumput laut dengan bahan-bahan tambahan sesuai formulasi. Pada

penelitian ini dibuat sebanyak 100 gr minuman berserat untuk

masing-masing formula. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik (hedonik) dengan

batas nilai penolakan adalah 4,5 (agak tidak suka). Formula terpilih diuji

viskositas dan kelarutan dalam suhu air pencampur 10 oC, 28 oC dan 40 oC,

kadar serat pangan, Total Plate Count (TPC) dan organoleptik (uji

(53)

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Rumput Laut Kering

E.cottonii,Sargassum sp, Glacilaria sp

Tepung rumput laut

Analisis Sifat Fisik Kimia :

1. Rendemen.

(54)

Gambar 4. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap 1. Pencucian dengan air mengalir

Perendaman :

1. Dalam air tawar selama 9 jam 2. Dalam larutan beras selama 9 jam 3. Kombinasi air tawar dan kapur 0,5 % 10 menit

Metode perendaman terbaik

Uji Organoleptik : kenampakan, bau, tekstur Rumput laut hasil perendaman

Analisis kadar air, abu, protein, karbohidrat, serat pangan, iodium

Rumput Laut Kering

(55)

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian Tahap 2. Perendaman terbaik

Penghancuran Rumput Laut Kering

E. cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp

Pengeringan

Oven dengan suhu 50 dan 70 oC

Tepung Rumput Laut

Analisis Rendemen, viskositas, kelarutan, pH, titik jendal, titik leleh, kadar air, kadar abu, protein, karbohidrat, kadar serat pangan, iodium dan organoleptik.

Penepungan

Pengayakan

(56)

Formulasi Komposisi

Formulasi A E. cottonii 48,7 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi B E. cottonii 48,7 %, alginat 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi C E. cottonii 48,2 %, gum arab 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi D E. cottonii 48,2 %, alginat 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi E E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 % Formulasi F E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, alginat 0,5 %, gula

48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Tahap 3. Formulasi minuman berserat

(persentase formula berdasarkan berat TRL)

Formulasi terpilih Uji Organoleptik (hedonik)

Analisis viskositas, kelarutan, kadar serat pangan, TPC dan organoleptik (perbandingan pasangan)

(57)

3.4. Analisis Data

Rancangan percobaan untuk tahap 1 dan tahap 2 yaitu Rancangan Acak

Lengkap (RAL) 1 faktor. Faktor tahap 1 adalah media perendaman dengan 3 taraf

sedangkan untuk faktor tahap 2 yaitu suhu pengeringan dengan 2 taraf.

Yij = u+ Ai + εij

Dimana :

Yij : respon yg ditimbulkan oleh pengaruh bersama taraf ke i;i=1,2,3 faktor Tahap 1 dan tahap 2, pada ulangan ke j; j = 1,2.

µ : Nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan. Ai : Pengaruh tahap 1 dan tahap 2 pada taraf ke i

ε ij : pengaruh kesalahan penelitian

Faktor tahap 1 = Media perendaman dengan 3 taraf yaitu :

Taraf 1 = air tawar selama 9 jam

Taraf 2 = larutan tepung beras 5 % selama 9 jam

Taraf 3 = air tawar dikombinasikan dengan larutan kapur tohor 0,5 %

Faktor tahap 2 = Suhu pengeringan dengan 2 taraf yaitu :

Taraf 1 = suhu pengeringan 50 oC

Taraf 2 = suhu pengeringan 70 oC

Data yang didapat dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh dari perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan

bila ada perbedaan.

3.5. Analisis Sifat Fisik Rumput Laut hasil perendaman dan Tepung Rumput Laut

Rendemen

(58)

Nilai pH

Sekitar 10 gram contoh diencerkan sampai 10 ml dengan air destilata,

diaduk sampai rata. Selanjutnya larutan diukur pH nya dengan pH meter

sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dirata-ratakan.

Viskositas

Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Vibro viscometer (SV-10).

Larutan dengan konsentrasi 5 % dan suhu 50 oC sebanyak 35 – 45 ml diletakkan

pada alat dan pastikan menyentuh sensor pada posisi yang benar. Setelah 15 detik

sejak alat dihidupkan, alat akan menyajikan angka (nilai) viskositas. Pembacaan

akan dilakukan selama 10 kali putaran. Hasil yang didapat dirata-ratakan dan

merupakan nilai viskositas larutan tersebut.

Titik jendal

Larutan tepung rumput laut dengan konsentrasi 5 % (b/b) diisikan ke dalam

tabung reaksi yang berdiameter 1 cm. Tabung-tabung reaksi yang berisi larutan

tepung tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi air dan

dipanaskan sampai air mencapai 60 oC. setelah itu didiamkan kembali pada suhu

kamar. Selama pendinginan, tabung reaksi tersebut sewaktu-waktu dimiringkan

sambil diamati, jika setelah dimiringkan 45o larutan tepung didalamnya tidak

mengalir, maka dengan cepat thermometer disisipkan ke dalam tabung reaksi dan

dicatat suhu yang diamati.

Titik Leleh

Tabung reaksi berisi larutan tepung hasil pengukuran titik jendal bagian

atasnya ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam sampai terbentuk gel dengan

sempurna. Tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam bak perendaman dalam

posisi terbalik, laju pemanasan diusahakan 1 oC/menit. Pada saat gel di puncak

tabung reaksi tiba-tiba jatuh, suhu air dalam bak pemanasan segera dicatat sebagai

Gambar

Gambar 1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut (Moirano, 1977)
Tabel 3. Komposisi kimia tepung rumput   laut  Eucheuma cottonii (berat kering)
Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut Glacilaria sp
Tabel 5.  Komposisi kimia rumput laut Sargassum sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumput laut ( Eucheuma spinosum ) mengandung serat pangan yang tinggi yang terdiri dari selulosa, dapat digunakan sebagai bahan makanan.. Tujuan dari penelitian ini

Minuman jeli rumput laut merupakan produk yang termasuk ke dalam pasar minuman ringan sehingga TAM produk dapat dilihat dari jumlah konsumsi minuman ringan di Indonesia.Menurut

Kadar lemak dalam feses mencit ditentukan untuk mengetahui pengaruh dari minuman ekstrak rumput laut coklat (Sargassum sp.) pada kelompok mencit sebagai hewan coba yang

Review potensi rumput laut ini bermaksud memberikan informasi mengenai kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan, sehingga

Salah satu bahan pangan yang dapat digunakan sebagai alternatif energi baru terbarukan biomassa adalah rumput laut Gracilliaria Sp.. Rumput Laut Gracilaria

Pemanfaatan rumput laut sebagai energi alternatif merupakan potensi yang sangat besar, dikarenakan luas lautan yang terdiri dari dua per tiga wilayah bumi

Karena jika dilihat dari kandungan serat pangan yang paling tinggi beras analog dengan penambahan tepung rumput laut 15% memiliki kandungan serat yang paling tinggi

Review potensi rumput laut ini bermaksud memberikan informasi mengenai kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan, sehingga diharapkan