• Tidak ada hasil yang ditemukan

No Keterangan Halaman

I Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah) 101 II Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah) 102

III Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bantul Tahun

2005 – 2010 (Juta Rupiah) 103

IV Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gunung Kidul

Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah) 104

V Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman Tahun

2005 – 2010 (Juta Rupiah) 105

VI Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Yogyakarta Tahun 2005

– 2010 (Juta Rupiah) 106

VII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Kulon Progo 107 VIII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Bantul 110

IX Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Gunung

Kidul 113

X Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Sleman 116 XI Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Yogyakarta 119 XII Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten

Kulon Progo 122

XIII Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten

xxii

XIV Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten

Gunung Kidul 128

XV Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten

Sleman 131

XVI Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kota Yogyakarta 134 XVII Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr) Provinsi

DIY 137

XVIII Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan

Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Kulon Progo 140 XIX Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan

Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Bantul 144 XX Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan

Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Gunung Kidul 148 XXI Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan

Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Sleman 152 XXII Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan

Spesialisasi menurut Sektor di Kota Yogyakarta 156 XXIII Perhitungan Tipologi Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Pembangunan nasional di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim pada umumnya terfokus pada pembangunan ekonomi dengan memprioritaskana upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan standar hidup yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto pada tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota.

Indonesia yang masyarakatnya mayoritas Muslim melaksanakan pembangunan tidak terlepas dari pandangan tersebut. Pembangunan nasional harus memperhatikan kondisi masyarakat (mayoritas Muslim). Namun demikian tetap harus memperhatikan minoritas yang sama-sama mempunyai hak dalam menikmati hasil pembangunan. Selain itu, pembangunan nasional juga harus memperhatikan kondisi daerah-daerah diseluruh Indonesia karena pembangunan daerah tidak bisa disamaratakan dengan alasan perbedaan karakteristik, budaya, keadaan sosial dan sebagainya. Maka dari itu, keberhasilan pembangunan nasional bisa terlihat dari pembangunan daerah-daerah yang ada.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan

2 membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002:108). Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan ekonomi daerah tersebut. Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri, dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih. Namun begitu harus diperhatikan bahwa pembangunan ekonomi tanpa pembangunan moral masyarakatnya dari sisi agama akan menjadi salah satu penyebab tidak berkembangnya pembangunan tersebut.

Sudah dua belas tahun Indonesia menghadapi perubahan kondisi pembangunan secara keseluruhan. Pemerintahan dan pembangunan diseluruh Indonesia sudah memasuki otonomi daerah yang memiliki hakikat bahwa pengelolaan pembangunan diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perubahan sistem pemerintahan dan pengelolaan pembangunan daerah serta terjadinya globalisasi kegiaatan ekonomi tersebut tentunya akan menimbulkan perubahan yang cukup drastis dalam pengelolaan

3 pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah yang selama ini cenderung seragam mulai berubah dan bervariasi. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi daerah tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dialami oleh daerah yang bersangkutan (Sjafrizal, 2008:229).

Arsyad (2002) mengatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation). Jika dilihat dari kemakmuran suatu daerah, maka daerah satu tidak akan sama dengan daerah yang lainnya walaupun dalam satu provinsi. Kaum klasik berpandangan bahwa daerah yang memiliki atau kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan daerah yang miskin SDA (Emilia, 2006). Perbedaan SDA tersebut merupakan modal awal dalam pembangunan yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Selain mengandalkan SDA yang ada dibutuhkan juga sinergi dengan faktor-faktor lain sepeti SDM yang mengelola SDA, teknologi sebagai alat “tools” untuk mengelola SDA. Sehingga akan dihasilkan barang dan jasa yang baik dan berkualitas, yang akhirnya berdampak pada pendapatan daerah tersebut. Seketika tejadi multiplier effect dalam kegiatan perekonomian dan perputaran uang akan terjadi.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, merupakan provinsi terkecil kedua di pulau Jawa setelah DKI

4 Jakarta bila ditinjau dari segi luas wilayah. DIY mempunyai luas wilayah sebesar 3185,80 km2 sedangkan provinsi DKI Jakarta hanya sebesar 664,01 km2, provinsi yang paling besar luas wilayahnya di pulau jawa yaitu Jawa Timur dengan luas wilayah 47.799,75 km2, kemudian provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 35.377,76 km2 dan provinsi Jawa Tengah mempunyai luas wilayah 32800,69 km2 serta provinsi Banten yang memiliki luas wilayah sebesar 9.662,92 km2. Namun demikian dengan luas wilayah yang relatif kecil DIY memiliki jumlah penduduk yang tidak banyak yaitu sebesar 3.457.491 jiwa berbeda jauh dengan propinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah yang kecil dengan jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 jiwa, seperti yang terlihat dalam Tabel 1.1 berikut:

Tabel.1.1.

Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se-Jawa Tahun 2010

No Wilayah Luas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk (jiwa) 1 DKI Jakarta 664,01 9.607.787 2 Jawa Barat 35.377,76 43.053.732 3 Banten 9.662,92 10.632.166 4 Jawa Tengah 32.800,69 32.382.657 5 DIY 3185,80 3.457.491 6 Jawa Timur 47.799,75 37.476.757

Sumber data: BPS-Statistik Indonesia 2011

Provinsi DIY mempunyai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang paling rendah yakni hanya sebesar Rp. 5009 milyar pada tahun 2004 dan tahun 2008 sebesar Rp. 19.212,5 milyar atau berada diurutan paling bawah setelah Provinsi Banten dengan PDRB-nya sebesar Rp. 68.802,9 milyar tahun 2008 dan Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 168.034,5 milyar pada tahun 2008. Laju pertumbuhan ekononomi DIY sebesar 5,03%, jauh dari laju

5 pertumbuhan provinsi lainnya di pulau jawa seperti Jawa Barat dengan 6,21% dan DKI Jakarta dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 6,23%. Hal inilah yang harus dilakukan Pemda DIY untuk meningkatkan pertumbuhan agar tidak tertinggal jauh dari provinsi lainnya seperti ditunjukkan dalam tabel.1.2.

Tabel.1.2.

Perbandingan PDRB, PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan ekonomi Propinsi se Jawa tahun 2004 dan 2008 atas dasar harga konstan 2000

No Wilayah PDRB Thn 2004 (miliar Rp) PDRB Thn 2008 (miliar Rp) PDRB/kap Thn 2008 (ribu Rp) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 1 DKI Jakarta 31.832,2 353.723,4 37.782,5 6,23 2 Jawa Barat 5.957,0 291.205,8 7.005,5 6,21 3 Banten 6.011,8 68.802,9 6.814,3 5,77 4 Jawa Tengah 4.172,7 168.034,5 5.220,7 5,61 5 DIY 5.009,0 19.212,5 5.662,4 5,03 6 Jawa Timur 6.639,7 305.538,7 8.264,0 6,16 Sumber: BPS-Statistik Indonesia 2011

Sebuah hasil studi tentang anatomi makro ekonomi regional di provinsi DIY menunjukkan bahwa pertumbuhan Propinsi DIY masih di bawah pertumbuhan nasional yakni berkisar antara 3,70% sampai 5,02% (Ma’ruf, 2009).

Bencana alam terjadi di salah satu kabupaten di DIY yaitu Kabupaten Bantul pada tahun 2006 dan berkelanjutan hingga tahun 2010 di Kabupaten Sleman. Seiring dengan terjadinya bencana alam di daerah tersebut jelas mempengaruhi DIY secara keseluruhan. Ini memiliki dampak yang besar terhadap kegiatan ekonomi di daerah karena bencana alam dapat menimbulkan dampak langsung berupa kematian, kerugian materiil, rusaknya sektor-sektor

6 ekonomi seperti yang terjadi di Kabupaten bantul 2006 yang lalu. Hal ini jelas memperparah kondisi ekonomi daerah meskipun saat ini DIY berada dalam taraf pemulihan dari adanya bencana alam yang sering melanda.

Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah kabupaten/kota dituntut untuk mandiri mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu indikatornya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan hasil murni yang didapatkan oleh suatu daerah. Semakin besar PAD, maka menunjukkan kemandirian daerah tersebut. Untuk meningkatkan PAD nya yang nanti akan berpengaruh terhadap PDRB, maka pemerintah daerah harus terus menggali potensi ekonomi yang ada. Salah satunya dengan memanfaatkan warisan alam untuk pariwisata yang ada di Provinsi DIY dan selalu mensyukuri pemberian dari Allah Ta’ala sehingga nikmat tersebut akan ditambah oleh Allah Ta’ala.

Di Provinsi DIY terdapat empat kabupaten dan satu kota dimana tentunya setiap kabupaten dan kota masing-masing mempunyai potensi ekonomi yang khas sesuai keadaan daerahnya masing-masing sehingga akan mempunyai PDRB, tingkat pertumbuhan dan prioritas sektoral yang berbeda-beda pula seperti yang terlihat dalam Tabel.1.3. berikut ini.

7 Tabel.1.3.

PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000

No Kabupaten/Kota PDRB tahun 2005 (Juta Rp) Perse ntase (%) PDRB Tahun 2009 Perse ntase (%) Laju pertumb uhan ekonomi rata-rata (%) 1 Kulonprogo 1.465.477 9,05 1.728.304 8,62 4,31 2 Bantul 3.080.313 19,02 3.779.948 18,85 3,98 3 Gunungkidul 2.613.269 16,14 3.197.365 15,95 4,11 4 Sleman 4.837.435 29,88 6.099.557 30,42 4,74 5 Yogyakarta 4.194.945 25,91 5.244.851 26,16 4,56 DIY 16.191.439 100 20.050.025 100 4,41

Sumber Data: BPS-DIY Dalam Angka 2010

Tabel di atas memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing Kabupaten/Kota tahun 2005-2009 terdapat kabupaten yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata terendah dalam kurun waktu lima tahun dibandingkan kabupaten lainnya berada di bawah 4% yaitu Kabupaten bantul sebesar 3,98%.

Hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari pemerintah DIY terutama Pemda Kabupaten Bantul. Meskipun diketahui bahwa untuk kabupaten Bantul kemunduran ekonominya lebih dipengaruhi oleh adanya bencana alam yang melanda pada tahun 2006 sehingga pertumbuhan ekonomi pada saat itu hanya sebesar 2,02 %. Gempa yang melanda Kabupaten Bantul membuat lumpuh sektor-sektor ekonomi yang ada. Perhatian dan pengembangan pembangunannya perlu direncanakan kembali sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut dan antisipasi bencana harus disiapkan.

8 Selain bencana alam yang menjadi salah satu masalah di Provinsi DIY, ada beberapa masalah lain yang berhubungan dengan potensi ekonomi itu sendiri. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, namun belum diketahui sektor apa saja yang menjadi sektor basis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut. Hal ini penting dan bagian dari identifikasi potensi ekonomi.

Masalah selanjutnya, dari pertumbuhan ekonomi yang ada belum diketahui sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Sehingga pertumbuhan yang ada hanya terbatas pada nagka-angka kuantitatif saja. Untuk itu setelah sektor basis diketahui, dilanjutkan dengan identifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif.

Tidak hanya itu, masalah lain yang harus diselesaikan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya sebatas angka-angka dan memiliki arti penting adalah dengan mengidentifikasi sektor ekonomi yang memiliki potensidaya saing kompetitif dan spesialisasi. Ini menjadi penting, dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulannya sulit dikembangkan. Namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi masing-masing, maka pemerintah bisa mengambil sikap dan kebijakan terhadap sektor-sektor tersebut dengan lebih tepat.

Masalah yang melanda Provinsi DIY berhubungan dengan potensi ekonomi yaitu belum diketahui daerah masing-masing kabupaten.kota yang digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan. Dengan adanya

9 otonommi daerah, semua kabupaten/kota berjalan sendiri-sendiri membangun daerahnya. Tapi Provinsi memiliki peran sebagai kordinasi antar kabupaten/kota sehingga Provinsi harus mengetahui daerah mana yang bisa dijaidkan contoh untuk memacu pengembangan pembangunan.

Masalah terakhir yang penting yaitu belum adanya prioritas sektor basis dalam pengembangan pembangunan. Sembilan sektor yang dimiliki oleh kabuaten/kota memiliki program dalam kegiatan ekonominya. Namun tidak semua dapat dijalankan serentak. Hal ini terkendala oleh anggaran yang dialokasikan, kemudian RPJMD dan “urgensi” program tersebut. Untuk itu prioritas penentuan sektor basis harus dilaksanakan dengan harapan pemerintah dengan kebijakanya dan keterbatasan anggarannya memprioritaskan sektor-sektor basis.

Meskipun laju pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir di kabupaten/kota yang lain cukup baik, namun masing-masing kabupaten/kota harus lebih meningkatkan PDRB nya. Agar hasil pendapatan daerah berkah untuk rakyat setempat, perlu dihindari kegiatan ekonomi atau sektor-sektor yang haram, bertentangan dengan syariat Islam serta merugikan orang banyak. Pemda harus kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada. Karena masih banyak potensi yang dimiliki belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga kabupaten/kota di DIY menemukan dan mengetahui sektor-sektor yang unggul di daerahnya.

Banyaknya provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia yang meyebar dari Sabang sampai Merauke dan beragamnya potensi daerah yang berbeda

10 diperlukan perhatian yang serius dalam upaya pengembangan pembangunan oleh Pemerintah. Tidak setiap daerah memiliki potensi ekonomi yang sama, untuk itu penelitian dan studi lanjutan secara terus-menerus harus dilakukan agar pembangunan di daearah lebih cepat dan sesuai dengan keadaan daerah tersebut. Pemerintah juga harus menjaga agar potensi-potensi tersebut tidak dikuasai pihak asing dengan sesukanya sehingga akan berdampak merugikan daerah tersebut.

Dari uraian diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang berada dalam wilayah DIY sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di era otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY)”.

B.Perumusan Masalah

Provinsi DIY termasuk daerah yang perekonomiannya paling rendah dibandingkan dengan lima provinsi lainnya yang setara di Jawa yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten, yang tercermin dari tingkat Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB)nya (lihat Tabel 1.2.). Demikian pula dengan volume ekspornya. Hal ini disebabkan belum optimalnya pemgembangan potensi daerah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah:

11 1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY;

2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY;

3. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY;

4. Daerah mana yang dapat digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan.;

5. Bagaimana penentuan prioritas sektor basis untuk pengembangan pembangunan di DIY ditiap kabupaten/kota.

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi di masing-masing kabupaten/kota di wilayah DIY dengan cara:

1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY; 2. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY;

3. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY

12 4. Menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi yang

dimilikinya.

5. Menentukan priorotas sektor basis guna pengembangan pembangunan di DIY umumnya serta Kabupaten dan Kota Khususnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi, informasi dan pedoman bagi pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang berminat dibidang ini:

1. Memudahkan pemerintah provinsi DIY membuat perencanaan kebijakan pembangunan ekonomi daerah baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang berdasarkan potensi ekonomi dan tipologi yang dimiliki tiap kabupaten/kota.

2. Sebagai bahan informasi untuk dipertimbangkan oleh pemerintah DIY tentang kinerja masing-masing sektor.

3. Menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi di suatu daerah untuk dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan studi-studi selanjutnya.

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA