• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor-sektor Basis di Masing-masing Kabupaten/Kota a.Sektor Pertanian a.Sektor Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sektor-sektor Basis di Masing-masing Kabupaten/Kota a.Sektor Pertanian a.Sektor Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor basis ditiga kabupaten dari lima kabupaten dan kota yang ada di DIY sejak awal tahun sampai akhir tahun analisis. Kota Yogyakarta mempunyai nilai LQ < 1 sejak tahun 2005 bahkan nilainya terus menurun sampai tahun 2010, hal ini tentu saja diakibatkan karena Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi DIY yang setiap tahun melakukan pembangunan-pembangunan sehingga lahan-lahan pertanian berubah alih. Lengkapnya dapat terlihat dalam tabel 4.6 sebagai berikut:

58 Tabel.4.6.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertanian Tahun 2005-2010 No Kabupaten/Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1,462 1,433 1,468 1,491 1,512 1,521 2 Kab. Bantul 1.299 1.309 1.334 1.326 1.340 1.363 3 Kab. Gunung Kidul 2.087 2.105 2.129 2.133 2.192 2.206 4 Kab. Sleman 0.929 0.924 0.912 0.922 0.907 0.911 5 Kota Yogyakarta 0.026 0.025 0.022 0.020 0.018 0.018 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 (diolah)

Pada Tabel 4.6 menggambarkan bahwa hasil analisis LQ pada sektor pertanian tahun 2005-2010, Kabupaten yang mempunyai sektor basis pertanian adalah Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul. Khusus untuk Kabupaten Sleman hasil perhitungan menunjukkan pada tahun 2005-2010 berada pada LQ < 1, padahal luas lahan pertanian yang dimilikinya sangat luas, hal ini dapat dimaklumi karena kabupaten Sleman berada di kawasan rawan bencana terutama gunung merapi, dan puncaknya pada Oktober tahun 2010 terjadi erupsi merapi sehingga terjadi gagal panen.

Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor yang diunggulkan untuk wilayah DIY karena tiga dari lima kabupaten yang ada, sektor pertanian merupakan sektor basis dan selama perioda analisis sektor tersebut mempunyai kontribusi yang besar terhadap pembentukan PDRB. Dengan kata lain sektor pertanian mempunyai kemampuan terhadap peningkatan perekonomian baik di

59 kabupaten maupun ditingkat Provinsi. Sejalan dengan hal tersebut kebijakan operasional pertanian yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DIY tahun 2009-2013 selalu diarahkan pada penerapan sistem agribisnis terpadu dengan memanfaaatkan secara optimal sumberdaya pertanian yang ada dalam satu kawasan ekosistem. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan bisa mengembangkan pertanian yang tangguh dengan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani melalui peningkatan produktifitas tenaga kerja.

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Hasil analisis LQ untuk sektor pertambangan dan penggalian, terdapat tiga kabupaten yang menunjukkan sebagai sektor basis utnuk daerahnya, yaitu Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul. Untuk Kabupaten Giunung Kidul terlihat jelas sekali indeks yang begitu besar, maka ini merupakan hal yang perlu terus dikembangkan. Kabupaten Gunung Kidul memiliki berbagai macam jenis barang tambang yang masuk dalam golongan C. Potensi barang tambang di Kabupaten Gunung Kidul meliputi Kaolin, Pasir, Andesit, Zeolit, Batu Gamping, Blok, Tras dan Kalsedon. Masing-masing dari macam barang tambang tersebut menyumbang produksi dalam pembentukan PDRB di sektor pertambangan. Sehingga sangat berpotensi untuk diekspor ke daerah lain. Sedangkan Kota Yogyakarta mempunyai nilai LQ < 1 sejak tahun 2005 stabil sampai tahun 2007 dan mengalami penurunan pada tahun

60 berikutnya. Gambaran lebih rinci dapat terlihat pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel.4.7.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1,229 1,643 1,473 1,423 1,550 1,069 2 Kab. Bantul 1.401 1.432 1.342 1.375 1.369 1.384 3 Kab. Gunung Kidul 2.829 2.793 2.508 2.508 2.530 2.640 4 Kab. Sleman 0.511 0.495 0.786 0.723 0.685 0.786 5 Kota Yogyakarta 0.008 0.008 0.008 0.007 0.007 0.007 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

c. Sektor Industri Pengolahan

Hasil analisis LQ pada sektor industri seperti terlihat dalam Tabel 4.8 menunjukkan bahwa terdapat tiga kabupaten yang memiliki sektor basis di sektor industri selama periode analisis. Industri Pengolahan di Kabupaten Bantul hampir merata keseluruh wilayah Bantul. Uniknya di Kabupaten Bantul banyak pengrajin dalam memproduksi suatu prosuk yang turun-temurun mewarisi ilmu dan usahanya. Sehingga umumnya dalam suatu desa membentuk suatu sentra produksi (Bappeda, 2007). Bagi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2005 sampai tahun 2009 sektor ini mengalami kenaikan secara konsisten walaupun di tahun 2010 mengalami penurunan sedikit. Hal ini bisa dilihat dari nilai LQ yang terus naik setiap tahun. Jelasnya terlihat dalam tabel sebagai berikut:

61 Tabel.4.8.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Industri Pengolahan Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.107 1.129 1.146 1.152 1.161 1.149 2 Kab. Bantul 1.368 1.217 1.222 1.235 1.242 1.230 3 Kab. Gunung

Kidul 0.805 0.819 0.818 0.823 0.820 0.833

4 Kab. Sleman 1.149 1.163 1.161 1.162 1.162 1.123 5 Kota Yogyakarta 0.809 0.818 0.817 0.811 0.805 0.814 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Kota Yogyakarta selama periode analisis menunjukkan nilai LQ > 1 yang berarti sektor Listrik dan Air Bersih menjadi sektor basis bagi Kota Yogyakarta. Berbeda dengan empat kabupaten lainnya secara konsisten selama periode analisis bukan sebagai sektor basis. Kabupaten Sleman empat tahun pertama belum menjadikan sektor ini sebagai sektor basis namun di tahun 2010 sektor ini sudah menjadi sektor basis. Dengan indeks Kabupaten Sleman yang terus meningkat maka di harapkan tahun-tahun berikutnya sektor ini konsisten menjadi sektor basis.

Untuk sementara ini dari lima kabupaten dan kota yang ada di DIY hanya terdapat satu kota yang memiliki sektor basis pada sektor ini selama tahun analisis. Berikut ini adalah hasil perhitungan LQ untuk sektor listrik dan air bersih selengkapnya:

62 Tabel.4.9.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Listrik dan Air Bersih Tahun 2005-2010 No Kabupaten/Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.654 0.691 0.668 0.683 0.688 0.709 2 Kab. Bantul 0.990 0.943 0.937 0.962 0.985 0.997 3 Kab. Gunung Kidul 0.524 0.544 0.560 0.572 0.600 0.622 4 Kab. Sleman 0.965 0.982 0.997 0.993 0.994 1.005 5 Kota Yogyakarta 1.512 1.524 1.483 1.432 1.385 1.361 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

e. Sektor Bangunan

Untuk sektor bangunan dari lima kabupaten/kota yang ada di DIY hanya Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman yang mempunyai sektor basis di sektor bangunan selama periode analisis. Untuk Kabupaten Bantul Sebagai konsekwensi dari konsentrasi dukungan pada pembangunan dan rehabilitasi sektor perumahan dan infrastruktur pasca gempa tektonik di Kabupaten Bantul maka pertumbuhan positif perekonomian Bantul terjadi terutama karena pertumbuhan yang luar biasa pada sektor kontruksi dengan permintaan besar pada bahan-bahan bangunan. Begitu Juga dengan Kabupaten Sleman sendiri sektor bangunan menjadi sektor basis berkaitan dengan kebiajakan pemerintah Kabupaten Sleman yang terfokus pada program padat karya infrastruktur dalam penanganan bencana gempa. Untuk itu anggaran sebesar 3 milyar rupiah pada tahun 2010 disiapkan untuk hal tersebut (RKPD 2012).

63 Sedangkan Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta belum menjadikan sektor bangunan sebagai sektor basis. Tabel 4.10 memperlihatkan hasil analisis LQ untuk sektor bangunan sebagai berikut:

Tabel.4.10.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Bangunan Tahun 2005-2010 No Kabupaten/Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.541 0.528 0.518 0.516 0.518 0.531 2 Kab. Bantul 1.035 1.284 1.266 1.263 1.199 1.181 3 Kab. Gunung Kidul 0.933 0.847 0.844 0.852 0.854 0.866 4 Kab. Sleman 1.192 1.159 1.143 1.150 1.170 1.181 5 Kota Yogyakarta 0.849 0.879 0.863 0.860 0.823 0.799 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Di DIY aktifitas perdagangan sangat berfluktuasi, hal ini terjadi mengingat komoditi ekspor provinsi DIY masih didominasi oleh bahan mentah dan setengah jadi, sehingga menciptakan nilai ekspor yang relatif rendah.

Hasil analisis LQ untuk perdagangan, hotel dan restoran hanya dua Kabupaten yang menunjukkan sektor tersebut mempunya LQ > 1 atau sebagai sektor basis selama periode analisis yaitu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Kabupaten Bantul walaupun sampai 2010 belum sebagai sektor basis namun indeksnya terus bertahan dikisaran 0.9 dari tahun ke tahun. Melihat perkembangannya diharapkan sektor ini akan

64 menjadi sektor basis pada tahun yang akan datang dan harus lebih ditingkatkan. Selanjutnya lihat Tabel 4.11 yang menunjukkan hasil perhitungan LQ untuk sektor tersebut.

Tabel.4.11.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.805 0.808 0.818 0.824 0.819 0.828 2 Kab. Bantul 0.930 0.929 0.932 0.945 0.952 0.955 3 Kab. Gunung Kidul 0.691 0.688 0.712 0.710 0.705 0.716 4 Kab. Sleman 1.045 1.042 1.058 1.064 1.075 1.082 5 Kota Yogyakarta 1.237 1.231 1.213 1.215 1.224 1.215 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Hasil analisis LQ pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi seperti terlihat dalam Tabel 4.12 menunjukkan bahwa dari lima kabupaten/kota yang ada di DIY hanya terdapat satu daerah yang konsisten memiliki sektor basis di sektor ini yaitu Kota Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo mempunyai nilai LQ > 1 untuk sektor ini tahun 2005-2007, namun indeksnya terus menurun dan di tahun 2008 berubah menjadi sektor non basis karena memiliki nilai LQ < 1. Jelasnya terlihat dalam Tabel 4.12 sebagai berikut:

65 Tabel.4.12.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.024 1.030 1.005 0.986 0.978 0.967 2 Kab. Bantul 0.695 0.662 0.664 0.658 0.669 0.677 3 Kab. Gunung

Kidul 0.679 0.684 0.686 0.668 0.649 0.659

4 Kab. Sleman 0.558 0.564 0.565 0.556 0.558 0.565 5 Kota Yogyakarta 1.870 1.877 1.859 1.876 1.896 1.865 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

h. Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan

Hasil analisis LQ untuk sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan untuk kabupaten/kota lengkapnya terlihat sebagai berikut:

Tabel.4.13.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.633 0.656 0.668 0.654 0.672 0.681 2 Kab. Bantul 0.661 0.646 0.634 0.630 0.644 0.660 3 Kab. Gunung

Kidul 0.458 0.475 0.484 0.495 0.480 0.499

4 Kab. Sleman 1.073 1.120 1.102 1.097 1.091 1.092 5 Kota Yogyakarta 1.490 1.464 1.473 1.486 1.471 1.455 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa ada dua kabupaten/kota yang mempunyai nilai LQ > 1, masing-masing Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Indeks LQ Kota Yogyakarta cukup tinggi. Hal ini menunjukkan perubahan struktural dalam perekonomian di DIY lebih

66 bergeser dari sektor agraris (sektor primer) menuju sektor jasa-jasa (tersier). Jika kita bandingkan sektor-sektor sebelumnya di Kota Yogyakarta, maka akan terlihat pergeseran tersebut mulai dari agraris dan sekarang menuju ke sektor jasa-jasa (tersier). Hali ini cukup dimaklumi bagi sebuah ibu kota.

Sedangkan kabupaten lainnya menunjukkan angka yang fluktuasi dimana pada setiap tahun indeks LQ berubah dan sulit diprediksi.

i. Sektor Jasa-Jasa

Hasil analisis LQ pada sektor jasa-jasa seperti terlihat dalam tabel 4.15 menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta yang memiliki sektor basis di sektor ini. Kota Yogyakarta memiliki sektor basis yang paling besar. Sektor ini didominasi oleh sub sektor jasa pemerintahan umum, sehingga besarnya peranan sektor jasa-jasa juga menunjukkan peran dan kinerja pemerintahan yang semakin besar. Sektor jasa oleh pemerintah daerah melebihi dari PDRB yang disumbang oleh pihak swasta. Untuk Jelasnya indeks LQ terlihat dalam tabel sebagai berikut:

67 Tabel.4.14.

Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Jasa-Jasa Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.055 1.047 1.043 1.034 1.014 1.047 2 Kab. Bantul 0.770 0.783 0.783 0.779 0.787 0.785 3 Kab. Gunung

Kidul 0.803 0.794 0.797 0.788 0.773 0.785

4 Kab. Sleman 1.044 1.031 1.030 1.027 1.026 1.022 5 Kota Yogyakarta 1.266 1.271 1.262 1.242 1.223 1.211 Sumber: PDRB Tiap Kabupaten/Kota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun

2005-2010 (diolah)

Dari sembilan sektor yang ada dan empat Kabupaten serta 1 Kota terdapat beberapa daerah yang mempunyai lebih dari 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis meskipun ada pula yang hanya memiliki 2 sektor basis saja. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta merupakan daerah yang paling banyak memiliki sektor basis yaitu sebanyak 5 sektor. Sedangkan kabupaten yang memiliki sektor basis paling sedikit adalah kabupaten Gunung Kidul yang hanya memiliki 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan.

Urutan terbanyak lainnya adalah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul yang memiliki masing-masing 4 sektor basis. Di Provinsi DIY terdapat beberapa sektor basis diantaranya, sektor pertanian yang dimiliki oleh 3 kabupaten, Sektor Pertambangan menjadi sektor basis bagi 3 Kabupaten, Sektor industri pengolahan menjadi sektor basis bagi 3 Kabupaten/Kota dan sektor jasa-jasa yang dimilki oleh 3 kabupaten/kota. Adapun satu-satunya sektor basis yang hanya dimiliki Kota Yogyakarta

68 (kabupaten lain tidak memilikinya) yaitu sektor Listrik, Gas &air bersih serta sektor pengangkutan&komunikasi. Tentu ini dikarenakan sebagai ibukota provinsi, Kota Yogyakarta berkewajiban memaksimalkan keperluan Listrik, Gas&Air serta pengangkutan dan komunikasi untuk mobilitas masyarakat. Secara rinci kompilasi analisis LQ untuk 5 kabupaten/kota di Provinsi DIY yang mempunyai sektor basis konsisten sepanjang tahun analsis terlihat dalam Tabel 4.16 berikut:

Tabel.4.15.

Hasil Kompilasi Analisi LQ di Provinsi DIY Tahun 2005-2010

No Kabupaten/Kota

Sektor Jumlah

Sektor Basis

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Kab. Kulon Progo     4

2 Kab. Bantul     4 3 Kab. Gunung Kidul 2 4 Kab. Sleman      5 5 Kota Yogyakarta      5 Jumlah Kabupaten/Kota 3 3 3 1 2 2 1 2 3 20 Sumber: Hasil analisis LQ per sektor

Keterangan : 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, persewaan, Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa

2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Analisis model rasio pertumbuhan (MRP) merupakan salah satu alat analisis alternatif guna mendukung penentuan deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY. MRP ini serupa dengan LQ, perbedaanya terletak pada cara menghitung. Analisis LQ menggunakan distribusi PDRB, sedangkan MRP menggunakan kriteria pertumbuhan. Untuk mengidentifikasi kegiatan sektor yang unggul, baik dari sisi

69 kontribusi maupun sisi pertumbuhannya, maka MRP dan LQ digabung yang disebut overlay (Yusuf dalam Nudiatulhuda, 2007).

Melalui overlay antara rasio pertumbuhan wiayah referensi (RPr), rasio pertumbuhan studi (RPs) dan Location Quotient (LQ) dapat dilihat identifikasi kegiatan-kegiatan unggulan. Koefisien dari ketiga komponen ini harus disamakan satuannya dengan diberi notasi positif (+) atau negatif (-).

Notasi positif berarti koefisien komponen tersebut bernilai lebih dari satu dan negatif berarti koefisien komponen kurang dari satu. RPr bernotasi positif artinya pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibanding pertumbuhan total di wilayah referensi. RPs bernotasi positif berarti pertumbuhan sektor i di wilayah studi lebih tinggi dibanding pertumbuhan sektor yang sama di wilayah referensi. Sedangkan LQ bernotasi positif berarti kontribusi sektor i terhadap PDRB di wilayah studi lebih tinggi dibanding kontribusi sektor yang sama terhadap PDRB di wilayah referensi.

Identifikasi unggulan dari hasil overlay dalam penelitian iini dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama, notasi overlay ketiga komponen bertanda positif (+++), artinya kegiatan tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Provinsi DIY, pertumbuhan sektoral kabupaten/kota lebih tinggi dari DIY dan kontribusi sektoral kabupaten/kota lebih tinggi pula dari Provinsi DIY. Secara keseluruhan menyatakan bahwa sektor ekonomi tersebut mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif di kabupaten/kota lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat DIY, dan di DIY sendiri sektor mempunyai prospek yang

70 bagus ditunjukkan dengan pertumbuhan sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi. Kedua, jika ketiganya bernotasi negatif (---) memiliki pengertian yang sebaliknya dari pengertian pertama. Ketiga, jika hasil overlay bertanda positif pada RPs dan LQ, itu menunjukkan bahwa kegiatan sektoral di kabupaten/kota lebih unggul dari kegiatan yang sama di tingkat provinsi DIY, dilihat dari sisi pertumbuhan dan kontribusinya, dengan kata lain bahwa sektor tersebut menunjukkan spesialisasi kegiatan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi DIY.

a. Analisis MRP Kabupaten Kulon Progo

Menurut analisis MRP di Kabupaten Kulon Progo setelah dilakukan overlay tidak satu pun sektor ekonomi bernotasi positif untuk ketiga komponen. Hasil ini berarti di Kabupaten Kulon Progo tidak terdapat kegiatan sektoral yang mempunyai pertumbuhan dan kontribusi yang lebih tinggi di tingkat DIY. Artinya sektor-sektor yang ada di Kabupaten Kulon Progo tidak mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama di tingkat DIY.

Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa kegiatan sektorl di Kabupaten Kulon Progo yang memenuhi criteria kedua adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industry pengolahan. Artinya kegiatan sektor tersebut di Kabupaten Kulon Progo lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral yang sama di tingkat

71 DIY, baik dari sisi pertumbuhannya maupun ontribusinya. Dengan kata lain, sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi Kabupaten Kulon Progo di DIY. Selanjutnya lihat Tabel 4.17 sebagai berikut:

Tabel.4.16.

Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2010

No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay

1 Pertanian 0,611 2,435 1,481 -++

2 Pertambangan&Penggalian 0,667 35,542 1,398 -++

3 Industri Pengolahan 0,553 1,781 1,141 -++

4 Listrik, gas & air minum 1,041 -6,140 0,682 +--

5 Konstruksi 1,866 0,912 0,525 +--

6 Perdagangan, hotel&restoran 1,103 1,034 0,817 ++- 7 Pengangkutan & Komunikasi 1,372 0,738 0,998 +-- 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 0,964 0,629 0,661 - - -

9 Jasa-jasa 1,049 0,834 1,040 + - +

Sumber: PDRB Kabupaten Kulon Progo dan

PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 (diolah)

b. Analisis MRP Kabupaten Bantul

Hasil perhitungan MRP di Kabupaten Bantul setelah di overlay ditemukan satu sektor ekonomi yang masuk kriteria pertama dengan ketiga komponen bernilai positif. Sektor tersebut adalah sektor konstruksi. Hal ini berarti sektor konstruksi mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Provinsi DIY, kemudian pertumbuhan sektoral Kabupaten Bantul lebih tinggi dari pertumbuhan sektoral Provinsi DIY, serta kontribusi sektor ini di Kabupaten Bantul lebih tinggi pula dari Provinsi DIY. Artinya, sektor konstruksi di Kabupaten Bantul

72 mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan sektor konstruksi di DIY

Kemudian tidak ditemukan adanya sektor yang memiliki potensi yang rendah di Kabupaten ini. Kegiatan spesialisasi juga tidak ditemukan di Kabupaten ini. Sektor lain notasinya bervariasi seperti terlihat pada table 4.17 berikut:

Tabel.4.17.

Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Bantul Tahun 2005-2010

No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay

1 Pertanian 0,611 0.227 1.329 --+

2 Pertambangan&Penggalian 0,667 (20.539) 1.384 --+ 3 Industri Pengolahan 0,553 (2.211) 1.252 --+ 4 Listrik, gas & air minum 1,041 8.859 0.969 ++-

5 Konstruksi 1,866 1.061 1.205 +++

6 Perdagangan, hotel&restoran 1,103 1.021 0.941 ++- 7 Pengangkutan & Komunikasi 1,372 0.843 0.671 +-- 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 0,964 1.481 0.646 -+-

9 Jasa-jasa 1,049 1.029 0.781 ++-

Sumber: PDRB Kabupaten Bantul dan

PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 (diolah)

c. Analisis MRP Kabupaten Gunung Kidul

Hasil analisis MRP yang di overlay menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006-2010 di Kabupaten Gunung Kidul tidak terdapat satupun sektor ekonomi masuk dalam kriteria pertama yang bernotasi positif untuk ketiga komponen. Hasil ini berarti di Kabupaten Gunung Kidul tidak terdapat kegiatan sektoral yang mempunyai pertumbuhan dan kontribusi yang lebih tinggi di tingkat DIY. Artinya, sektor-sektor

73 tersebut tidak mempunyai daya saing kompetitif maupun kompartaif terhadap DIY.

Walaupun tidak ada yang masuk dalam daya saing kompetitif dan komperatif, Kabupaten Gunung Kidul masih ditopang dengan kegiatan spesialisasi yaitu sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Karena sektor-sektor tersebut di Kabupaten Gunung Kidul lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral yang sama di DIY, baik dari sisi pertumbuhannya maupun konribusinya.

Hasil overlay yang masuk kriteria ketiga adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di DIY, dan kontribusi sektoral di Kabupaten Guinung Kidul lebih rendah dari DIY. Artinya sektor tersebut kurang memiliki daya saing kompetitif maupun komperatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada DIY. Seperti ditunjukkan pada table 4.18 berikut.

74 Tabel.4.18.

Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005-2010

No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay

1 Pertanian 0,611 1.423 2.142 -++

2 Pertambangan&Penggalian 0,667 7.754 2.635 -++

3 Industri Pengolahan 0,553 1.423 0.820 -+-

4 Listrik, gas & air minum 1,041 (3.331) 0.570 +--

5 Konstruksi 1,866 0.860 0.866 +--

6 Perdagangan, hotel&restoran 1,103 1.065 0.704 ++- 7 Pengangkutan & Komunikasi 1,372 0.851 0.671 +-- 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 0,964 0.722 0.482 ---

9 Jasa-jasa 1,049 0.799 0.790 +--

Sumber: PDRB Kabupaten Gunung Kidul dan

PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 (diolah)

d. Analisis MRP Kabupaten Sleman

Hasil perhitungan MRP di Kabupaten Sleman setelah di overlay ditemukan dua sektor yang ketiga komponennya bernotasi positif. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel dan restaurant. Dengan demikian sektor tersebut mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif di Kabupaten Sleman yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat DIY.

Sektor industri pengolahan menjadi keunggulan spesialisasi di Kabupaten Sleman. Artinya, kegiatan sektor industry pengolahan lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral yang sama di tingkat DIY, baik sisi pertumbuhannya maupun kontribusinya.

Selain itu terdapat satu sektor yang ketiga komponennya memiliki notasi negatif yaitu sektor pertanian. Jelas sektor pertanian kurang

75 memiliki daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat DIY. Secara rinci hasil MRP dapat dilihat pada table 4.19 berikut.

Tabel.4.19.

Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2005-2010

No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay

1 Pertanian 0,611 0.753 0.917 ---

2 Pertambangan&Penggalian 0,667 75.267 0.664 -+-

3 Industri Pengolahan 0,553 1.463 1.153 -++

4 Listrik, gas & air minum 1,041 (1.939) 0.989 +--

5 Konstruksi 1,866 1.063 1.166 +++

6 Perdagangan, hotel&restoran 1,103 1.183 1.061 +++ 7 Pengangkutan & Komunikasi 1,372 1.088 0.561 ++- 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 0,964 0.388 1.096 --+

9 Jasa-jasa 1,049 0.951 1.030 +-+

Sumber: PDRB Kabupaten Sleman dan

PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 (diolah)

e. Analisis MRP Kota Yogyakarta

Hasil perhitungan MRP di Kota Yogyakarta setelah di overlay terdapat satu sektor ekonomi yang masuk kategori pertama. Sektor tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Berarti jelas bahwa sektor tersebut memiliki potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama di tingkat DIY.

Sebagai sebuah Kota, sektor pertanian terbukti tidak memilki daya saing sebagaimana yang dimiliki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini ditunjukkan dengan notasi negatif dari ketiga

76 komponen yang ada pada sektor pertanian. Namun demikian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan masih berkontribusi dengan kegiatan spesialisasinya. Perhatikan Tabel 4.20 berikut:

Tabel.4.20.

Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kota Yogyakarta Tahun 2005-2010

No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay

1 Pertanian 0,611 (3.477) 0.022 ---

2 Pertambangan&Penggalian 0,667 72.628 0.008 -+-

3 Industri Pengolahan 0,553 1.266 0.812 -+-

4 Listrik, gas & air minum 1,041 (0.633) 1.450 +-+

5 Konstruksi 1,866 0.728 0.845 +--

6 Perdagangan, hotel&restoran 1,103 0.946 1.222 +-+ 7 Pengangkutan & Komunikasi 1,372 1.010 1.874 +++ 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 0,964 1.145 1.473 -++

9 Jasa-jasa 1,049 0.837 1.246 +-+

Sumber: PDRB Kota Yogyakarta dan