• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

1. Metode perhitungan anatomi akar bibit manggis... 115 2. Pembuatan larutan scanning electron microscop..... 116 3. Komposisi larutan dan bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi

DNA, PCR dan elektroforesis... 117 4. Penetapan kandungan nitrogen dengan metode semi-mikro kjeldahl.. 118 5. Penetapan kandungan P dan K dengan metode pengabuan... 119 6. Prosedur analisis hormon IAA... 120 7. Komposisi media MS ... 121 8. Komposisi media WPM ... 122

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan diduga berasal dari Indonesia (Yaacob & Tindall 1997). Buah manggis dianggap sebagai salah satu jenis buah yang terbaik, rasanya lezat dan segar sehingga menyebabkan buah ini banyak disukai dan dijuluki sebagai “Queen of the tropical fruit”. Manggis memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan di Indonesia karena kesesuaian agroklimat dan ketersediaan lahan.

Di Indonesia tanaman manggis ditemukan di sebagian besar wilayah dan tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. Luasnya penyebaran tanaman manggis ini mengakibatkan panjangnya masa panen manggis di Indonesia bila dibandingkan dengan masa panen di negara-negara penghasil manggis lainnya. Hal ini merupakan suatu potensi yang jika dimanfaatkan akan dapat menambah pendapatan masyarakat.

Buah manggis selain dikonsumsi dalam negeri juga telah diekspor ke mancanegara. Pada saat ini volume ekspor manggis secara konsisten terus meningkat sejak tahun 1999, dan pada tahun 2005 ekspor manggis mencapai 8.471 ton dengan nilai US $ 6,3 juta sehingga menempati urutan pertama dari seluruh ekspor buah segar nasional (Departemen Pertanian 2005).

Pembudidayaan tanaman manggis seharusnya telah lebih maju dari tanaman buah-buahan tropika lainnya, akan tetapi tanaman manggis yang ada sekarang masih sangat sedikit mendapat input budidaya. Tanaman manggis yang ada sekarang sebahagian besar tanaman manggis tua yang terdapat di hutan-hutan campuran, kebun campuran dan pekarangan rumah masyarakat dimana pertumbuhan dan perkembangannya tergantung pada alam sehingga produktivitas manggis belum optimal. Pembudidayaan tanaman manggis yang relatif lambat dibanding tanaman buah tropika lain diduga berhubungan dengan laju pertumbuhan manggis yang sangat lambat dengan masa yuwana (juvenil) yang panjang (8–15 tahun) sehingga menimbulkan keengganan para petani, pengusaha dan masyararakat untuk membudidayakannya.

Banyak laporan penelitian menyebutkan bahwa lambatnya pertumbuhan manggis antara lain disebabkan oleh (a) buruknya sistem perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk (Wible, Chacko & Downtown, 1992; Ramlan et al. 1992; Poerwanto, 2000). Pada tanaman manggis akar tumbuh dengan sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai rambut akar, mudah rusak, dan terganggu akibat lingkungan yang tidak menguntungkan, sehingga luas permukaan kontak antara akar dan media tumbuh sempit yang menyebabkan serapan air dan hara terbatas (Cox 1988). Rendahnya serapan hara dan air ke dalam tanaman kurang mendukung aktifitas fisiologi tanaman dan menganggu ritme endogen secara keseluruhan di dalam tanaman (Hidayat 2002).

Upaya penelitian untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis telah dilakukan oleh Poerwanto et al. (1998) dengan pemberian endomikoriza

Gigaspora sp. pada bibit manggis dan Hidayat et al. (1999) dengan pemberian IBA (50-150 ppm) pada biji dan akar manggis. Percobaan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit manggis secara in vitro juga telah dilakukan oleh Goh et al. (1990); Te-chato (1997) dan Pertamawati (2003). Pada penelitian ini dilakukan

percobaan menginokulasi bibit manggis dengan bakteri Agrobacterium

rhizogenes. Perbaikan sistem perakaran menggunakan A. rhizogenes telah banyak dilaporkan sebelumnya pada tanaman buah-buahan, seperti pada kiwi (Rugini et al. 1991), apel (Sutter & Luza 1993; Damiano & Monticelli 1998), almond (Damiano et al. 1995), walnut (Caboni et al. 1996) dan pada beberapa tanaman tahunan berkayu, seperti pada Eucalyptus (MacRae & Staden 1993), Larix dan pinus (McAfee et al. 1993; Li & Leung 2001).

Agrobacterium rhizogenes merupakan bakteri tanah gram-negatif yang termasuk pada kelompok Rhizobiacea, mempunyai kemampuan untuk menstranfer sebagian bahan genetiknya (DNA) pada sel tanaman yang luka (Nilson & Olsson 1997; Han et al. 1997). DNA yang ditransfer disebut dengan T-DNA yang memiliki gen-gen untuk mensintesis fitohormon yaitu auksin. Salah satu fungsi auksin adalah diperlukan dalam proses pembelahan sel dan inisiasi akar (Davies 2004).

Strain A. rhizogenes yang mempunyai virulensi tinggi diduga dapat menstranfer T-DNA ke kromosom tanaman manggis sehingga dapat

memperbaiki sistem perakaran manggis dengan membentuk akar-akar adventif. Akar ini dapat membantu peningkatan proses penyerapan air dan unsur hara yang diperlukan dalam metabolisme tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman manggis yang telah ditransformasi dengan menggunakan A. rhizogenes akan lebih baik dibandingkan yang tidak diinokulasi.

Perumusan Masalah

Produksi bibit merupakan faktor penting pada suatu mata rantai usaha di bidang pertanian sehingga tersedianya bibit bermutu dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat sangat diharapkan dalam menunjang keberhasilan pengembangan budidaya dan perbaikan kualitas produksi. Kendala dalam pengembangan usaha tanaman manggis antara lain pertumbuhannya yang lambat yang disebabkan oleh buruknya sistem perakaran, sehingga penyerapan air dan hara menjadi lambat (Wible et al. 1992; Poerwanto 2000). Menurut Damiano & Monticelli (1998), pada tanaman tahunan berkayu perakaran merupakan masalah utama yang sulit dipecahkan untuk bibit yang diperbanyak dengan perkecambahan biji maupun in vitro. Hal ini disebabkan tingkat oksidasi fenol yang tinggi dan kurangnya ko-faktor perakaran (Mariska & Purnamaningsih 2001).

Pada penelitian ini dilakukan inokulasi bakteri A. Rhizogenes pada bibit manggis dengan tujuan untuk meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis. Bakteri A. rhizogenes diharapkan dapat menginfeksi tanaman manggis, sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi akar. Akar dapat terbentuk karena terjadi transfer sebagian fragmen DNA yaitu T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel tanaman. T-DNA tersebut membawa gen-gen yang terlibat dalam proses induksi akar yaitu daerah root loci (rol) A, B, C dan D pada bagian TL (Slightom et al. 1986; Chriqui et al. 1996), sedangkan bagian TR membawa gen iaaM dan iaaH yang terlibat dalam biosintesis auksin, selain itu transformasi ini membawa gen yang berguna untuk menyandi sintesis senyawa opin (Giri & Narasu 2000).

Integrasi T-DNA plasmid Ri ke dalam genom sel tanaman, apabila terekspresi menyebabkan terjadinya produksi fitohormon endogenous atau

reaksi hipersensitif tanaman terhadap auksin sehingga menyebabkan berkembangnya akar (Jeng-Sheng 2001; Gelvin 2003). Akar yang terbentuk dapat terus tumbuh walaupun bakteri sudah mati. Selain itu, jaringan tersebut dapat tumbuh secara in vitro dalam media tanpa zat pengatur tumbuh auksin yang biasa diperlukan untuk memacu pertumbuhan jaringan tanaman. Transformasi genetik ini terjadi secara alami, karena adanya kontak langsung antara bakteri dengan sel tanaman. Daerah TL-DNA dari A. rhizogenes lebih penting untuk menginduksi akar, karena rolB berperan meningkatkan pool

auksin aktif dalam tanaman dengan hidrolisis konjugat IAA inaktif dan mengatur sensivitas sel terhadap IAA. Gen rolC berperan meningkatkan level sitokinin melalui aktivitas β-glucosidase yang mampu melepaskan sitokinin aktif dari konjugatnya. Hasil akhir dari ekspresi berbagai gen rol pada T-DNA dari Ri-plasmid adalah terbentuknya jaringan akar (Jeng-Sheng 2001; Valpuesta 2002).

Sampai sejauh ini, pemanfaatan bakteri A. rhizogenes untuk

meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana peranan bakteri A. rhizogenes dalam meningkatkan sistem perakaran tanaman manggis sehingga didapatkan metode yang sesuai untuk memperbaiki sistem perakaran tanaman manggis.

Perbaikan sistem perakaran tanaman manggis diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan karena perakaran yang lebih baik dapat meningkatkan suplai hara ke tanaman, meningkatkan laju metabolisme tanaman dan akhirnya dapat meningkatkan produksi tanaman. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh suatu teknologi yang dapat meningkatkan sistem perakaran pada bibit tanaman manggis sehingga mempercepat pertumbuhan bibit di lapangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi perbaikan sistem perakaran tanaman manggis melalui inokulasi A. rhizogenes

Tujuan Khusus

1. Mendapatkan galur A. rhizogenes yang dapat menginfeksi akar manggis baik secara in vivo maupun in vitro.

2. Mempelajari sistem perakaran tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) yang telah diinfeksi A. rhizogenes.

3. Mendapatkan bibit tanaman manggis yang telah terintegrasi T-DNA dari A. rhizogenes.

Hipotesis

1. Satu atau beberapa galur A. rhizogenes dapat menginfeksi tanaman manggis baik secara in vivo maupun in vitro.

2. T-DNA dari A. rhizogenes dapat terintegrasi pada kromosom tanaman manggis.

3. Inokulasi A. rhizogenes dapat menginduksi pembentukan rambut akar pada akar semai dan planlet manggis.

4. Infeksi A. rhizogenes memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan,

morfologi, anatomi akar dan penyerapan hara bibit manggis.

Kegunaan Penelitian

1. Didapatkan landasan untuk langkah-langkah upaya perbaikan sistem perakaran bibit manggis.

2. Mendapatkan bibit manggis dengan sistem perakaran yang lebih baik dengan pertumbuhan yang lebih cepat.

3. Diperoleh suatu teknologi yang dapat meningkatkan sistem perakaran pada tanaman manggis sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bibit manggis

Strategi Penelitian

Disertasi ini disusun berdasarkan dua topik penelitian. Topik penelitian

pertama adalah “Peningkatan perakaran bibit manggis melalui inokulasi A.

rhizogenes terhadap semai manggis”, penelitian ini terdiri atas dua tahapan percobaan yang saling berkaitan, yaitu : Seleksi galur A. rhizogenes spesifik penginduksi perakaran manggis, galur A. rhizogenes yang dapat menginfeksi dan metode inokulasi yang terbaik hasil percobaan pertama, dilanjutkan untuk

percobaan kedua yang berjudul “Pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk menginduksi perakaran manggis”.

Topik penelitian kedua adalah “Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan A. rhizogenes secara in vitro”, penelitian ini terdiri atas dua tahapan percobaan yang saling berkaitan, yaitu Multiplikasi tunas tanaman manggis melalui kultur in vitro, yang bertujuan untuk mendapatkan media yang terbaik untuk multiplikasi tunas manggis secara in vitro. Eksplan manggis yang dihasilkan pada percobaan ini, diinduksi perakarannya dengan berbagai galur A. rhizogenes pada percobaan kedua yang berjudul “Induksi perakaran eksplan tunas manggis dan aklimatisasi planlet manggis hasil inokulasi A. rhizogenes. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan galur A. rhizogenes

yang dapat menginduksi perakaran eksplan tunas manggis secara in vitro. Bagan alur kerja penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur kerja penelitian

Agrobacterium

rhizogenes

Peningkatan perakaran bibit

manggis melalui inokulasi A.

rhizogenes terhadap semai manggis

Induksi perakaran eksplan tunas

manggis dengan A. rhizogenes

secara in vitro

Seleksi galur A. rhizogenes spesifik

yang menginduksi perakaran bibit

manggis

Pengembangan protokol inokulasi

A. rhizogenes yang efektif untuk

menginduksi perakaran manggis

Mendapatkan bibit manggis dengan sistem perakaran

yang baik dengan pertumbuhan yang lebih cepat

Multiplikasi tunas tanaman

manggis melalui kultur in vitro

Induksi perakaran eksplan tunas

manggis dan aklimatisasi planlet

manggis hasil inokulasi A.

rhizogenes

Bibit Tanaman

Manggis

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) yang termasuk ke dalam familia Guttiferae merupakan tanaman yang berasal dari daerah Asia Tenggara khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia (Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis merupakan pohon besar berdaun lebar dan rimbun. Tinggi pohon yang telah dewasa mencapai 10-25 m. Bentuk tajuk pohon bervariasi dari bulat silindris hingga kerucut dengan penyebaran simetris ke semua arah. Lebar tajuk merentang hingga 12 m dan semakin mengecil ke arah puncak pohon. Diameter batang pokok pohon dewasa dapat mencapai 60 cm dengan percabangan ke semua arah. Daunnya tunggal dan berpasangan di sisi ranting. Bentuk daun bulat panjang dengan ukuran panjang 13-26 cm dan lebar 6-12 cm. Helai daunnya kaku dan tebal. Daun muda yang baru tumbuh berwarna cokelat kemerahan, kemudian sesuai dengan umur pertumbuhannya berubah menjadi cokelat kehijauan, hijau muda, lalu hijau tua (Tirtawinata et al. 2000).

Bunga manggis terletak di ujung ranting, memiliki tangkai bunga yang pendek dan tebal, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang dan daun mahkota empat helai. Kedua pasang kelopak memiliki panjang 2 cm, berwarna hijau kekuningan, berlekuk dan tumpul, sedangkan mahkotanya berwarna hijau kekuningan dengan bagian di sekelilingnya berwarna kemerahan, tebal, tumpul dan berdaging. Bunga manggis muncul secara menyendiri atau berpasangan pada bagian ujung ranting di luar kanopi (Nakasone & Paull 1999). Bunga manggis adalah dioecious (berumah dua), tetapi hanya bunga betina yang banyak ditemui karena bunga jantan tidak berkembang sempurna (Cox 1988).

Proses pembentukan dan perkembangan buah manggis terjadi pada laju yang konstan antara 100–160 hari dari awal pembungaan hingga pematangan buah. Buah manggis berdiameter 4–8 cm, berbentuk bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman pada saat masak dan beratnya berkisar 30-180 g. Daging buah (aril) terdiri atas 5-7 segmen berwarna putih, rasanya manis dan hanya mengandung 1-2 biji. Menurut Prove (1998), komponen nutrisi dalam 100 g buah manggis yang dapat dimakan adalah : 34,0 kkal energi; 87,6% air; 0,6 g protein; 1,0 g lemak; 5,6 g karbohidrat; 5,1 g serat;

7,0 mg kalsium; 13,0 mg magnesium; 13,0 mg fosfor; 7,0 mg sodium; 45,0 potasium; 1,0 mg zat besi; 0,03 mg vitamin B1; 0,03 mg vitamin B2; dan 4,2 mg asam arkorbat (vitamin C).

Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar sebagai buah kaleng, dibuat sirop dan sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat diare. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan kerajinan.

Biji manggis merupakan biji apomiktik, yaitu biji yang dihasilkan tanpa fertilisasi, berwarna coklat, pipih, tidak berendosperm yang ditutupi permukaannya oleh jaringan pembuluh (vascular bundles). Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti endosperm. Secara normal biji manggis selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed. Sekitar 10% dari biji yang berkecambah dapat menumbuhkan lebih dari satu tunas dan masing-masing tunas dapat tumbuh pada posisi yang berlainan dan masing-masing membawa perakarannya sendiri-sendiri (Nakasone & Paull 1999).

Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada ketinggian 460-610 m dpl di atas permukaan laut. Verheij (1992) menyatakan bahwa di daerah tropis tanaman manggis masih dapat tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, tetapi semakin tinggi tempat tumbuh akan semakin lambat pertumbuhannya dan semakin lama awal pembungaannya.

Tanah yang disukai tanaman manggis adalah jenis tanah gembur yang kaya kandungan bahan organik dengan drainase yang baik. Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi, di samping itu untuk pertumbuhan yang optimum tanah harus subur, air tanahnya harus dangkal dengan ke dalaman 2-3 meter dari permukaan tanah dan dijaga agar tanah tidak sampai kering. Derajat keasaman tanah yang baik untuk tanaman manggis antara 5-7, tetapi tanaman toleran terhadap pH tanah yang rendah.

Untuk kesuksesan penanaman, manggis membutuhkan curah hujan merata dengan 10 bulan basah dalam setahun dengan curah hujan antara

1500-2500 mm per tahun, untuk menstimulir pembungaan tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek. Menurut Tirtawinata et al. (2000) bahwa pada masa awal pertumbuhan, manggis menyukai naungan, akan tetapi menjelang dewasa, sinar matahari penuh dapat mempercepat masa awal produksinya.

Nakasone & Paull (1999) mengemukakan bahwa udara yang lembab

dengan suhu udara berkisar 25-35oC sangat menunjang pertumbuhan tanaman

manggis. Pada suhu di bawah 20oC pertumbuhannya terhambat dan suhu di bawah 5oC dan di atas 38oC menyebabkan kematian tanaman manggis. Kelembaban udara optimal untuk tanaman manggis ialah sekitar 80% (Verheij 1992).

2.2. Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis

2.2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar

Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar. Akar yang tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi akar primer atau disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih lanjut dari akar primer tergantung pada aktivitas dari meristem apikalnya. Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root cap). Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah. Tudung akar juga menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah (Lakitan 1995).

Sel-sel muda yang terbentuk pada meristem kemudian berkembang menjadi sel-sel epidermis, korteks, endodermis, perisikel, xilem, dan floem. Di balik tudung akar (di depan meristem) terdapat suatu zona yang terdiri beberapa sel yang tidak aktif membelah diri. Zona ini disebut quinscent center. Zona ini berfungsi sebagai pengganti jika tudung akar atau meristem mengalami kerusakan. Zona pemanjangan (elongation zone) akar berkisar antara 0.5-1.5 cm pada bagian ujung akar. Laju pemanjangan akar dapat mencapai 2 cm/hari (Gambar 2). Akar primer memanjang lebih cepat dibandingkan dengan akar sekunder, demikian pula akar sekunder memanjang lebih cepat dibandingkan

dengan akar tersier. Laju pemanjangan akar juga dipengaruhi oleh faktor internal dan berbagai faktor lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi laju tersebut adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu tanah dan kandungan air tanah (Campbell et al. 2000).

Selain tumbuh memanjang, akar juga tumbuh secara radial. Akar tanaman gimnosperma dan tanaman dikotil mempunyai kambiun vaskuler yang terletak pada posisi di antara pembuluh floem dan xilem. Kambiun berperan dalam penambahan diameter akar (pertumbuhan radial), terutama karena kambiun ini berperan dalam pembentukan sel-sel xilem (ke arah internal) dan sel-sel floem (ke arah eksternal). Tanaman monokotil tidak memiliki kambiun vaskuler. Pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil hanya disebabkan oleh pembesaran sel-sel nonmeristematik. Dengan demikian, pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil sangat terbatas.

Gambar 2. Penampang membujur zona pertumbuhan pada ujung akar (Sumber : Campbell et al. 2000)

Akar primer selanjutnya akan membentuk cabang yang disebut sebagai akar sekunder. Akar sekunder umumnya tumbuh secara lateral (horizontal) oleh sebab itu sering pula disebut sebagai akar lateral. Akar sekunder ini terbentuk beberapa milimeter atau beberapa sentimeter dari ujung

Epidermis Rambut akar Stele Kortek Tudung akar Meristem apikal Zona pemanjangan Zona pembelahan Zona diferensiasi Meristem primer Protoderm Meristem dasar Prokambium

akar primer. Pertumbuhan akar sekunder dimulai pada sel-sel perisikel calon akar sekunder ini sangat aktif membelah diri dan tumbuh menembus lapisan sel-sel korteks dan epidermis akar primer. Sel-sel-sel perisikel calon akar sekunder ini diduga menghasilkan enzim hidrolitik yang berperan mengurai bahan-bahan penyusun dinding sel korteks dan epidermis yang dilalui dalam proses pertumbuhannya (Lloret & Casero 2000). Melalui proses yang sama, akar-akar tertier akan tumbuh dari sel-sel perisikel akar sekunder (Lakitan 1995).

2.2.2. Rambut Akar

Absorpsi air dan zat-zat terlarut oleh tumbuhan berlansung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorbsi terjadi pada daerah rambut akar yang terletak beberapa milimeter di atas ujung akar. Rambut akar adalah sel epidermis berbentuk tabung memanjang mempunyai vakuola lebar dan biasanya berdinding tipis, hanya beberapa tumbuhan rambut tersebut bercabang. Rambut akar panjangnya 80–1500 µm dengan diameter antara 5–20 µm dan dapat mencapai 200 lembar/mm2 (Hidayat 1995).

Rambut akar mulai dibentuk di luar daerah meristematik bagian akar muda yang epidermisnya masih dapat memanjang. Rambut akar biasanya pertama kali tampak sebagai gelembung kecil di dekat ujung apikal sel epidermis. Jika sel epidermis terus memanjang setelah terlihat adanya gelembung, rambut akar ditemukan agak jauh dari ujung apikal sel epidermis yang menjelang dewasa. Rambut akar memanjang di ujungnya yang dindingnya tipis, lunak dan lebih lembut.

Pada beberapa tanaman hanya sel epidermis akar tertentu yang disebut trikoblas yang dapat menghasilkan rambut akar, yakni berupa sel-sel kecil hasil pembelahan sel epidermis yang tidak sama. Cutter & Feldman (1970)

dalam Fahn (1995) mempelajari trikoblas pada Hydrocharis, selama perkembangan trikoblas, nukleus dan nukleolus bertambah volumenya. Trikoblas berisi lebih banyak nukleohiston, protein total, RNA dan DNA inti. Trikoblas tidak berbagi, dan nukleusnya makin menjadi poliploid makin jauh dari ujung akar. Hal tersebut merupakan akibat pengunduran proses pendewasaan dari rambut akar yang berkembang. Terlambatnya pendewasaan ini mungkin merupakan suatu faktor yang sangat diperlukan dalam diferensiasi rambut akar.

Rambut akar biasanya hanya hidup dalam waktu yang singkat, umumnya hanya beberapa hari. Dengan kematian rambut akar dan jika sel tidak mengelupas, dinding sel epidermis menjadi bergabus dan lignin. Pada beberapa tumbuhan, rambut akar ditemukan tetap ada pada tumbuhan. Dinding dari rambut akar seperti itu menebal dan kehilangan kemampuan mengambil air dari tanah.

2.2.3. Struktur Internal Akar

Epidermis adalah jaringan pelindung dan terdiri atas satu lapisan sel yang tersusun padat. Di bawah epidermis terdapat daerah yang relatif tebal disebut korteks. Korteks terutama tersusun dari sel-sel yang tidak terspesialisasi secara struktural, sel parenkima, dengan ruang antar sel yang luas. Lapisan terdalam korteks terdiri atas sebaris sel disebut endodermis. Dalam keadaan primer dinding semua sel endodermis itu tipis kecuali penebalan seperti pita pada sisi-sisi radial dan melintang sel terdebut. Penebalan ini dikenal sebagai jalur Caspary atau pita Caspary (Fahn 1995). Pada akar primer jalur caspary merupakan batas dalam dari ruang bebas dan tidak permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut, sehingga air dan ion-ion terlarut dipaksa melewati protoplas sel untuk mencapai jaringan pembuluh (Harran & Tjondronegoro 1992).

Gambar 3. Sayatan melintang akar tumbuhan dikotil (Sumber : Campbell et al. 2000)

Xilem

Perisikel Floem kambium

Endodermis

Rambut akar Kortek

Bagian tengah akar dinamakan silinder pembuluh. Silinder ini terdiri atas jaringan penyalur air (xilem) dan jaringan penyalur makanan (floem). Antara jaringan pembuluh (xilem dan floem) dan endomermis terdapat lapisan sel parenkima yang tak terpsesialisasi (perisikel) yang berasal dari kumpulan sel

Dokumen terkait