Austin, John Langshaw. 1962. How To Do Things With Words. Oxforrd: Oxford University Press.
Al-Qadri, Muhammad. 2019. Kesantunan Berbahasa Indonesia Masyarakat dan Polri Pada Pemeriksaan Lalu Lintas Di Wilayah Makassar: Skripsi. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Brown, P.&S. Levinson (1978), Politeness Some Universals in Language Usage, Cambridge: Cambridge University Press.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantuanan Berbahasa. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Emzir. 2010. Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.
H. Hornberger.&McKay, S (1996), Sociolinguistics and language Teaching, Cambridge: Cambridge University Press.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Malmkjer,K. (2006). The Linguistics Encyclopedia. London: Routledge
Nadar. F.X. 2013. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Prabowo, Fendi Eko (2016). Kesantunan Berbahasa Dalam Kegiataan Diskusi
kelas Mahasiswa Pbsi Universitas Sanata Dharma. Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Yogyakarta.
Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pratama, Randi. 2018. Telaah Kesantunan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas XI SMK Negeri Tapango Kab. Polewali Mandar. Makassar: Universitas Muammadiyah Makassar. Skirpsi
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Impratif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Robert Sibarani. 2004. KesantunanBahasa. Antropolinguistik. Medan: Poda.
Rusminto, Nurlaksana Eko. 2015. Analisis Wacana: Kajian Teoritis dan
Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wardhaugh, R. (2006). Anintroductiontoso ciolinguistics. Oxford:BlackWellPublishing
Yule, George. 1996. Pragmatik.Yogyakarta: PustakaPelajar.
Wakaimbang, Hendri. 2016. Kesantunan Berbahasa dalam Grup Facebook Forum Bahasa Indonesia pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fkip Unila Angkatan 2013 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Skripsi.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran I : Kartu Data Tuturan Masyarakat Terminal Mallengkeri Kota Makassar.
No. Konteks Peristiwa Tutur Analisis Wujud Tindak Tutur
1. Percakapan yang dilakukan oleh dua orang sopir dan satu penumpang, ketika si sopir mengajak mengobrol si penumpang yang tengah duduk sambil menunggu mobil yang akan ditumpanginya.
Sopir A : “Yang sodaranya
kareng anu, siapa, kareng bilang”
(“Yang saudaranya karaeng itu, siapa, karaeng Bilang”) Sopir B : “Diatas? Kareng
Lurang”
(“Diatas? Karaeng Lurang”)
Penumpang : “Oh.. Iye” (“Oh.. Iya”) Sopir A : “Muni toh?” (“Muni Kan?”) Penumpang : “Iye Muni kareng
Bilang”
(“Iya Muni karaeng Bilang”)
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur lokusi. Yang dituturkan oleh Penumpang “Iya Muni karaeng Bilang”. Dalam tuturan penumpang tersirat kecocokan informasi dari tuturan sopir a yang memberitahukan kebenaran informasi ke penumpang bahwa orang yang dimaksud benar namanya Muni karaeng Bilang . Tindak tutur lokusi pada Sopir a termasuk dalam tuturan
memberitahu, sedangkan tindak tutur lokusi pada penumpang termasuk dalam tuturan mengakui. Lokusi 2. Percakapan yang dilakukan oleh dua sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Oe daeng Lekbaka
tensi subangngi elele karaeng tinggi mamo”
(“Eh daeng kemarin saya sudah tensi ternyata tinggi karaeng”)
Sopir B : “Ngapa na nu mange
ja boya lurang?”
(“Kenapa kamu pergi cari penumpang?’) Tuturan tersebut merupakan tindak tutur lokusi. Tuturan yang diungkapkan oleh sopir a “Oe Lekbaka tensi subangngi elele tinggi mamo” termasuk wujud tindak tutur lokusi dalam hal
mengeluh.
3. Percakapan yang dilakukan oleh dua sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Edede ka tena ku
jannang ri balla, boya doeka baji”
(“Aku tidak tenang di rumah, cari uang lebih baik”) Sopir B : “Bajiki iya tapi
kesehatannga parallu, ammotere mako antu”
(“Memang bagus tapi kesehatan juga perlu, kamu pulang saja”)
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur lokusi. Tuturan yang diungkapkan oleh sopir b “Bajiki iya
tapi kesehatannga parallu, ammotere mako antu”
termasuk wujud tindak tutur lokusi dalam hal
memberitahu.
Lokusi
4. Percakapan antara tiga sopir yang meminta rokok pada sopir yang lainnya sambil berdiri di belakang mobil, dan salah satu sopir sedang mengelap kaca mobil.
Sopir A : “Rokok, rokok rokok !
Ih tanja na ko e”
(“Rokok, rokok rokok ! Ih wajah mu”)
Sopir B : “Rokok tawwa kasi ki
itu rokok!”
(“Kasih itu rokok !”) Sopir C : “Mintako di Rani
banyak Rani Rokoknya”
(“Minta saja di Rani banyak rokoknya”)
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi. Fungsi tindak tutur ilokusi dapat dilihat dari tuturan sopir a “Rokok, rokok rokok !”. pada kalimat tersebut mengandung wujud tuturan yang meminta agar si mitra tutur dapat melakukan tindakan sesuai dengan tuturan penutur. Begitu juga dengan tuturan sopir b
“Rokok tawwa kasi ki itu rokok!”
tuturan tersebut juga termasuk wujud tuturan menyuruh mitra tutur lainnya, yang secara langsung bertindak sesuai keinginan si sopir a. Ilokusi 5. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir : “Disituko lewat
kalo keluar, lihat-lihat mi saja”
(“Lewat disitu kalau keluar, lihat-lihat saja”) Pengunjung : “Oh iye”
(“Oh iye”)
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi. Fungsi tindak tutur ilokusi dapat dilihat dari tuturan sopir
“Disituko lewat
kalo keluar, lihat-lihat mi saja”
tuturan tersebut termasuk wujud
tuturan menyuruh mitra tutur, yang secara langsung bertindak sesuai keinginan si sopir .
6. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir :“Tanya dulu sopir
ka bilang keluar mana lewat jalan Alauddin atau Mallengkeri” (“Tanya sopir beritahu keluar lewat jalan Alauddin atau Mallengkeri”) Pengunjung :“Oh iye makasih
pale” (“Oh iya Makasih”) Tuturan tersebut merupakan tindak tutur perlokusi. Fungsi tindak tutur perlokusi dapat dilihat dari tuturan pengunjung “Oh
iye makasih pale”
Tuturan tersebut menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur (sopir) yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap terhadap suatu keadaan dalam hal berterima kasih kepada sopir.
Perlokusi
Lampiran II : Kartu Data Tuturan Masyarakat Terminal Mallengkeri Kota Makassar.
No. Konteks Peristiwa Tutur Analisis Prinsip Kesantunan
1. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir : “Disituko lewat
kalo keluar, lihat-lihat mi saja” (“Lewat disitu kalau keluar, lihat-lihat saja”) Pengunjung : “Oh iye”
(“Oh iye”)
Dari tuturan
“Disituko lewat kalo
keluar, lihat-lihat mi saja” terlihat bahwa
sopir berusaha memaksimalkan keuntungan untuk pengunjung. Kondisi pengunjung saat itu tdak tahu jalur mobil yang ditungguinya, makanya sopir dengan bijaksana memberitahukan kepada si pengunjung arah jalan keluar. Hal ini sesuai dengan prinsip maksim kebijaksanaan yang mewajibkan penutur Maksim Kebijaksana an
memaksimalkan keuntungan orang lain.
2. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir : “Apa na bilang ?” (“Dia berkata apa?”) Pengunjung :“Bilang tunggumi
di Mallengkeri”
(“Katanya tunggu saja di Mallengkeri”) Sopir : “Kibilangi adaya di
Bulukumba kota”
(“Bilang saja saya ada di Bulukumba Kota”)
Dari tuturan
“Kibilangi adaya di Bulukumba kota”
terlihat bahwa sopir berusaha
memaksimalkan keuntungan untuk pengunjung. Karena kondisi saat itu pengunjung tidak tahu dimana posisi mobil yang ditungguinya jadi sopir bermaksud memberitahukan dengan bijaksana bahwa posisi si pengunjung berada di tempat jalur
Bulukumba kota. Hal ini sesuai dengan prinsip maksim kebijaksanaan yang mewajibkan penutur memaksimalkan keuntungan orang lain. Maksim Kebijaksana an 3. Percakapan antara dua sopir yang meminta rokok pada sopir yang lainnya sambil berdiri di belakang mobil, dan salah satu sopir sedang mengelap kaca mobil.
Sopir A : “Pasingga sai
paeng anne ri kantonga punna motereko, nakaluppai subanggngia ri otoku.” (“Kalau kamu pulang kasih singgah ini kantong, kemarin dia lupa dimobil saya.”)
Sopir B : “Iyo paeng
sinampe pa katte daeng ka nia rong laku lampai anne katte deng.”
(“Iya deh sebentar yah kak karena ada juga yang mau saya pergi ini kak”)
Penggunaan maksim kedermawanan ditunjukkan oleh tuturan sopir b “Iyo
paeng sinampe pa katte daeng ka nia rong laku lampai anne katte deng.”
Terliat bahwa sopir b mau membawakan kantong yang terlupa itu ke rumah si sopir a. Dengan demikian sopir b mematuhi maksim kedermawanan. Maksim Kedermawa nan
4. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir :“Tanya dulu
sopir ka bilang keluar mana lewat jalan Alauddin atau Mallengkeri” (“Tanya sopir beritahu keluar lewat jalan Alauddin atau Mallengkeri”) Pengunjung :“Oh iye makasih
pale”
(“Oh iya Makasih”)
Tuturan pengunjung
“Oh iye makasih pale” merupakan
bentuk penghargaan pengunjung kepada sopir. Kata tersebut cukup sederhana namun memiliki makna yang sangat luar biasa. Dengan ucapan terimakasih dari pengunjung tentu sopir akan sangat senang. Dengan demikian pengunjung mematuhi maksim penghargaan. Maksim Penghargaa n 5. Percakapan yang dilakukan oleh tiga sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Itu ceweka yang
cantikka”
(“Itu cewek yang cantik”)
Sopir B : “Ada itu yang
cantikka”
(“Ada itu yang cantik”)
Sopir C : “Dea, Dea, siapaka
namanya”
(“Dea Dea siapa namanya”)
Penggunaan maksim penghargaan ditunjukan oleh tuturan sopir a “Itu
ceweka yang
cantikka” dan sopir b “Ada itu yang cantikka”. Terlihat
jelas bahwa sopir a dan b berusaha memberikan penghargaan kepada cewek yang dimaksud dalam percakapannya dengan sebutan “cantik”. Maksim Penghargaa n 6. Percakapan yang dilakukan oleh dua sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “We baguski rajin
olahraga na kenna, itu juga laki-laki pemain Ftv gammara rajin olahraga.”
(“Bagus rajin olahraga dikena, itu juga laki-laki pemin Ftv gagah rajin olahraga.”) Sopir B : “Itu yang di kenna
siapa saja bisa dikenna Cuma daya tahan tubuhnya.”
(“Itu yang dikena siapa saja bisa kena Cuma daya tahan
Penggunaan maksim penghargaan ditunjukkan oleh tuturan sopir a “We
baguski rajin olahraga na kenna, itu juga laki-laki pemain Ftv gammara rajin olahraga.” Terlihat
jelas bahwa sopir a berusaha
memberikan penghargaan kepada seorang artis Ftv yang terpapar virus Corona. Sopir a memuji dengan mengatakan rajin Maksim Penghargaa n
tubuhnya.”) olahraga dan gagah. Dengan demikian sopir a mematui prinsip penghargaan. 7. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir : “Siapa anak ?” (“Anaknya siapa
?”) Pengunjung : “Ye’? anak
ngaona dg. Somba yang samping ballana kareng Ambo” (“Ya? Anak tirinya dg. Somba yang samping rumahnya karaeng Ambo.”) Penggunaan maksim penghargaan ditunjukkan oleh tuturan pengunjung
“Ye’? anak ngaona dg. Somba yang samping ballana kareng Ambo”.
Terlihat jelas bahwa pengunjung berusaha memberikan
penghargaan kepada sopir yang lebih tua darinya dengan menggunakan kata
Ye’ . Itu merupakan
bentuk kesopanan menghargai orang yang lebih tua. Dengan demikian pengunjung mematuhi prinsip maksim penghargaan. Maksim Penghargaa n 8. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri. Sopir : “Dimanako na tunggu? Sinikah?” (“Dimana dia tunggu kamu? Sinika?”) Pengunjung : “Iye” (“Iye”) Penggunaan maksim penghargaan ditunjukkan oleh tuturan pengunjung
“Iye” . Terlihat jelas
bahwa pengunjung memberikan penghargaan dengan cara menghormati menggunakan tuturan yang sopan kepada sopir saat ditanyai. Dengan demikian pengunjung mematuhi prinsip maksim penghargaan. Maksim Penghargaa n 9. Percakapan yang dilakukan oleh seorang sopir dan penumpang didekat mobil yang ingin menaruh barang yang mau diantar kesuatu daerah.
Sopir : “Ku taro ki
dulu kirimanga dih” (“Aku simpan dulu kiriman yah”) Tuturan penumpang “Naik maki?” merupakan bentuk penghargaan kepada sopir, klitika –ki yang digunakan dinilai sebagai bentuk kesantunan di suku bugis Makassar. Maksim Penghargaa n
Penumpang : “Naik maki?” (“Kamu pergi?”) Dengan demikian penumpang mematuhi prinsip maksim penghargaan. 10. Percakapan yang dilakukan oleh dua orang sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal
Mallengkeri.
Sopir A : “Bajiki iya tapi
kesehatanga parallu, ammotere mako antu”
(“Iya bagus tapi kesehatan lebih perlu, kamu pulang saja”)
Sopir B :“Karuengpi katte
deng ka akboya rong sikedde”
(“Sore saja daeng mencari dulu sedikit”) Penggunaan maksim kesederhanaan ditunjukkan oleh tuturan sopir b “Karuengpi katte deng ka akboya rong sikedde” terlihat jelas
bahwa tuturannya terkesan
merendahkan diri dengan berkata mencari dulu sedikit. Sopir b tidak
menyombongkan diri walaupun sakit iya tetap akan mencari uang. Dalam tuturan tersebut sopir b tetap mematuhi prinsip penggunaan maksim Kesederhanaan. Maksim Kesederhan aan 11. Percakapan yang dilakukan oleh tiga sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Iye, apalagi itu
yang di rumah sakit ka parayyami atau orang tua”
(“Iya, apalagi itu yang di rumah sakit parah sekali atau orang tua”) Sopir B : “Tapi rata-rata itu
orang tua di”
(“Tapi rata-rata itu orang tua kan”) Sopir C : “Ya lansia”
(“Ya lansia”)
Tuturan yang diucapkan sopir c
“Ya lansia” termasuk
bentuk penggunaan prinsip maksim pemufakatan. Dapat dipahami dengan jelas sopir c memperjelas dengan menjawab sesuai dengan kecocokan pendapat dari mitra tutur sopir a dan b. Dengan demikian sopir c mematui penggunaan prinsip maksim pemufakatan. Maksim Pemufakata n 12. Percakapan yang dilakukan oleh tiga sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Deh songkolo ngerang virus injo” (“Deh songkolo bawa
virus itu”) Sopir B : “Baru orang yang
angkatki itu jenazayya pake baju anu semua” (“Baru orang yang
Penggunaan maksim pemufakatan ditunjukkan oleh tuturan b dan c. Dapat dilihat dengan jelas bahwa kedua penutur memiliki kecocokan pendapat
angkat itu jenazah pakai baju anu semua”
Sopir C : “Tentara itu pake baju putih” (“Tentara itu pakai baju putih”) Sopir B : “Iye”
(“Iya”) Sopir C : “Tentara”
(“Tentara”)
yang sedang mereka perbincangkan. Dengan demikian sopir b dan sopir c tetap mematuhi penggunaan prinsip pemufakatan. Pemufakata n 13. Percakapan yang dilakukan oleh dua sopir yang sedang duduk di warung dalam lingkungan terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Sopir A : “Edede ka tena ku
jannang ri balla, boya doeka baji”
(“Aku tidak tenang di rumah, cari uang lebih baik”) Sopir B : “Bajiki iya tapi
kesehatannga parallu, ammotere mako antu”
(“Memang bagus tapi kesehatan juga perlu, kamu pulang saja”)
Penggunaan maksim kesimpatian
ditunjukkan oleh tuturan sopir b
“Bajiki iya tapi
kesehatanga parallu, ammotere mako antu” dapat dilihat
dengan jelas bahwa tuturan sopir b mengandung kesimpatian, sopir b mengkhwatirkan kesehatan sopir a sehingga sopir b menasehatinya bahwa kesehatan lebih penting dan menyuruhnya pulang.
Maksim Kesimpatian
14. Percakapan yang dilakukan seorang sopir dan seorang pengunjung yang menunggu barang kirimannya di lingkungan terminal Mallengkeri.
Sopir : “Tapi bilangki
saya ada sekarang di Bulukumba kota, mobil bulukumba kota kau toh, supaya natauko, siapa tau disitui e”
(“Tapi bilang saya sekarang ada di Bulukumba kota, mobil Bulukumba kota kamu kan, supaya dia tahu kamu, siapa tahu disitu”)
Pengunjung : “Oh iye, na
telfon ja intu bede”
Penggunaan maksim kesimpatian
ditunjukkan oleh tuturan sopir “Tapi
bilangki saya ada sekarang di Bulukumba kota, mobil bulukumba kota kau toh, supaya natauko, siapa tau disitui e”. Pada
tuturan tersebut sopir berusaha memaksimalkan kesimpatian dengan menyuruh mengatakan ke sopir yang ditunggu pengunjung bahwa posisi pengunjung Maksim Kesimpatian
(“Oh iya, dia telfon saya kayaknya”) menunggu di jalur Bulukumba kota. Dengan demikian sopir mematuhi penggunaan prinsip maksim kesimpatian.
Lampiran III : Lokasi Penelitian Terminal Mallengkeri Kota Makassar.
Maya Argita Putri Makarsa. Dilahirkan di Makassar. Pada tanggal 15 Mei 1999, penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Mappalewa dan Ibunda Cahaya Nur KS. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun 2005 di SD Inpres Labuang Baji lalu pindah ke SD Inpres Batang Kaluku dan tamat pada tahun 2010, kemudian melanjutkan sekolah SMP PGRI Sungguminasa dan tamat pada tahun 2013, dan tamat SMA Negeri 1 Gowa tahun 2016. Pada tahun yang sama (2016), penulis melanjutkan pendidikan pada program Strata Satu (S1) Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan selesai tahun 2020.