• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi penyimak bahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal terhadap kesantunan berbahasa di lingkungan terminal Mallengkeri

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

3. Persepsi penyimak bahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal terhadap kesantunan berbahasa di lingkungan terminal Mallengkeri

Kota Makassar

Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan wawancara kepada masyarakat yang berasal dari luar lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar. Tentunya sebelum mewawancarai peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dari pertanyaan yang peneliti ingin sampaikan kepada narasumber. Berikut jawaban dari empat narasumber yang telah dikumpulkan.

Pertanyaan :

Sebagai penyimak bahasa, bagaimana pendapat ibu/bapak terhadap kesantunan berbahasa yang biasa anda dengar di lingkungan terminal Mallengkeri?

1) Ibu Ros : “Saya ndak suka, kan itu biasa bicara kotor kan, itu tidak

ndak bisa dikasih keluarkan harus yang bagus apalagi itukan bahasanya bahasa yang kasar, kalau bagus didengarkan bagus juga dibahas toh, ituka tidak, kalo dia baik ngomongnya bagus kita juga bagus ngomong”

(“Saya tidak suka, kan itu biasa bicara kotor, itu tidak bisa dikeluarkan harus yang bagus apalagi itukan bahasanya yang kasar, kalau bagus didengarkan bagus juga dibahas, itu tidak, kalau dia baik ngomongnya bagus kita juga ngomongnya”)

2) Ibu erni : “Setahu saya itu sopan, kalo kita lewat misalnya dia

menawarkan kita mau ke daerah apa tidak, kalau tidak, tidak masalahji”

(“Setau saya itu sopan, kalau kita lewat misalnya dia menawarkan kita mau ke daerah apa tidak, kalau tidak, tidak masalah”)

3) Ferdy : “Oh Mallengkeri dih, kalo bicaraki tentang bahasa yang

di apalagi namanya di dalam terminal itu ya ada yang bilang bahasanya tidak bagus ada juga yang bilang bahasanya biasa-biasa saja, karna apa di, itukan terminal jadi banyak orang-orang dari daerah yang datang begitu, dengan logatnya yang beda, dengan intonasinya mungkin kalo di kampungnya biasa bersara keras mungkin kalo misalnya di makassarki kan tidak terlalu bagaimana nada ta jadi sapa tau itukan dari daerah atau memang kebiasaannya memang selalu bicara keras, ya begitu tapi tergantung orangnya juga tidak semua orang dalam terminal itu tidak selalu bicara kotor, biar lagi diluarki bisa tong jki bicara kotor tidak mesti oh di terminal itu ai ndak bagus ki bahasanya ribut, ya memang ribut karena terminal orang mencari nafkah disitu, jadi kalo misalnya persoalan bahasa biasa-biasa, kalo menurutku saya ini biasa-biasaji karna memang ini apa, contonya kita baruki bertemu pasti tidak langsung ki kayak akrab begitu, kayak langsung ucapanta langsung apalagi namanya, tidak langsung kayak bahasa-bahasa akrab pasti sopanki dulu, apalagi kayakmi sopir maupun ke penumpangnya pasti sopanki karena mau supaya nyamanki naik di angkotnya. Begitu juga dengan penjual-penjual yang ada di apalagi di terminal, tapi kalo saya sama mereka kayak penjual sama sopir kan sudah dibilang akrabmi toh, jadi biasami, kalo misalnya bicara kotor tapi yang mendengar yang balas juga tidak merasa kayak dihina begitue biasaji kayak teman kan mereka akrabmi didalam situ, kita sebagai kodong ine penjaga konter yang begitu mami diliat. Begitu ji, dibilang tergantung orangnya ji adami yang bilang suka ada yang bilang tidak suka, tapi ya mungkin cuma itu.”

(“Oh Mallengkeri, kalo bicara tentang bahasa yang di dalam terminal itu ya ada yang bilang bahasanya tidak bagus ada juga yang bilang bahasanya biasa-biasa saja,

karna apa yah, itukan terminal jadi banyak orang-orang dari daerah yang datang begitu, dengan logatnya yang beda, dengan intonasinya mungkin kalau di kampungnya biasa bersuara keras mungkin kalau misalnya di makassarki kan tidak terlalu bagaimana nadanya jadi siapa tau itukan dari daerah atau memang kebiasaannya memang selalu bicara keras, ya begitu tapi tergantung orangnya juga tidak semua orang dalam terminal itu tidak selalu bicara kotor, biar lagi diluar bisa juga bicara kotor tidak mesti oh di terminal itu aih tidak bagus bahasanya ribut, ya memang ribut karena terminal orang mencari nafkah disitu, jadi kalo misalnya persoalan bahasa biasa-biasa, kalo menurut saya ini biasa-biasa karna memang ini apa, contonya kita baruki bertemu pasti tidak langsung kayak akrab begitu, kayak langsung ucapan kamu langsung apalagi namanya, tidak langsung kayak bahasa-bahasa akrab pasti sopanki dulu, apalagi kayak sopir maupun ke penumpangnya pasti sopanki karena mau supaya nyamanki naik di angkotnya. Begitu juga dengan penjual-penjual yang ada di terminal, tapi kalo saya sama mereka kayak penjual sama sopir kan sudah dibilang akrabmi kan, jadi biasami, kalo misalnya bicara kotor tapi yang mendengar yang balas juga tidak merasa kayak dihina begitu sudah biasa kayak teman kan mereka akrabmi didalam situ, kita sebagai kasian penjaga konter yang begitu terus diliat. Begitu lah, dibilang tergantung orangnya, ada yang bilang suka ada yang bilang tidak suka, tapi ya mungkin cuma itu.”)

4) Dandi : “Kalau menurut saya si, tindak tutur orang-orang biasa

ada diterminal itu bervariasi yah tergantung orangnya sendiri, karna apa, karna kan itu orang yang diterminal berasal dari daerah-daerahnya masing-masing, jadi kadang dia berbicara menggunakan bahasanya sendiri. Itupun orang yang berbicara dengan bahasa indonesia pasti kadang menggunakan dialeg dari daerahnya masing-masing. Kalau itu sih menurut saya.”

(“Kalau menurut saya si, tindak tutur orang-orang biasa ada diterminal itu bervariasi yah tergantung orangnya sendiri, karna apa, karna kan itu orang yang diterminal

berasal dari daerah-daerahnya masing-masing, jadi kadang dia berbicara menggunakan bahasanya sendiri. Itupun orang yang berbicara dengan bahasa Indonesia pasti kadang menggunakan dialeg dari daerahnya masing-masing. Kalau itu sih menurut saya.”

Dari keempat data yang dikumpulkan peneliti, terdapat berbagai macam persepsi sebagai penyimak bahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar. Menurut pandangan mereka, masyarakat terminal ada yang berbicara menggunakan bahasa yang kasar sehingga yang mendengarkan merasa tidak nyaman. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat terminal Mallengkeri kota Makassar ada yang sopan kalau berinteraksi, dan menurut narasumber masyarakat yang di terminal itu memang ketika berbicara kepada lawan tutur nada suaranya kadang tinggi apalagi karena mereka berasal dari berbagai macam daerah.

B. Pembahasan

Berdasarkan ahli Austin (1962) analisis data penelitian ini, yakni berkenaan dengan wujud tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Andai si penutur berniat mengutarakan sesuatu yang pasti secara langsung tanpa keharusan bagi si penutur untuk melaksanakan isi tuturannya, niatannya disebut tindak tutur lokusi. Bila si penutur berniat mengutarakan sesuatu secara langsung, dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat penutur bertindak sesuai dengan apa yang dituturkannya, niatannya disebut tindak tutur ilokusi. Dan jika si penutur berniat menimbulkan respons atau efek tertentu kepada mitra tuturnya, niatannya disebut tindak tutur perlokusi. Bila tindak lokusi dan ilokusi lebih

menekankan pada peranan tindakan si penutur, tindak perlokusi justru lebih menekankan pada bagaimana respons si mitra tutur. Hal yang disebutkan terakhir ini, menurut Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan manusia. Kendati demikian, ketiga tindak tutur tersebut merupakan satu kesatuan yang koheren di dalam keseluruhan proses tindak pengungkapan bahasa sehingga seharusnya mencerminkan prinsip adanya satu kata dan tindakan atau perbuatan. Berdasarkan rumusan masalah pertama pada penelitian ini, telah diuraikan hasil penelitian yang mencakup wujud tindak tutur lokusi sebanyak empat, ilokusi sebanyak tiga, perlokusi sebanyak dua.

Berdasarkan Leech (1983) analisis data pada rumusan masalah dua dalam penelitian ini mendefinisikan, kesantunan sebagai “strategi untuk mengindari konflik” yang dapat diukur berdasarkan derajat upaya yang dilakukan untuk menghindari suatu konflik. Berkenaan dengan data yang diperoleh peneliti dan telah diuraikan terdapat enam maksim kesantunan masing-masing terdiri dari maksim kebijaksanaan sebanyak dua, maksim kedermawanan sebanyak satu, penghargaan sebanyak enam, maksim kesederhanaan sebanyak satu, maksim pemufakatan sebanyak dua, dan maksim kesimpatian sebanyak dua.

Dari data yang telah peneliti kumpulkan dapat dipahami bahwa tuturan di lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar terdapat beberapa yang mematuhi prinsip kesantunan. kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Kesantunan merupakan norma atau aturan perilaku yang ditetapkan, dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh tata cara, adat, ataupun kebiasaaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan

dipengaruhi oleh adanya konteks serta peran yang terlibat dalam komunikasi itu sendiri. Konteks berkaitan dengan tempat, waktu, atau suasana yang melatar belakangi terjadinya komunikasi. Peran berkaitan dengan usia, kedudukan , atau status sosial dari penutur dan mitra tutur selama berlangsungnya proses komunikasi.

Menurut Rahardi (2005: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan bahasa dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahinya. Ada beragam tuturan yang peneliti dapatkan selama proses pengumpulan data dalam lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar. Tuturan yang dimaksud misalnya sesama sopir ada mematuhi prinsip kesantunan adapula yang melanggar prinsip kesantunan, begitu juga dengan sopir ke penumpang atau pengunjung tuturan yang dikeluarkan dapat dikatakan mematuhi prinsip kesantunan. Peneliti juga mendengarkan beberapa logat saat melakukan observasi sebelum mengumpulkan data.

Selain menganalisis wujud tindak tutur dan penggunaan prinsip kesantunan dalam interaksi di lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar, peneliti juga mengumpulkan persepsi dari empat narasumber sebagai penyimak bahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal terhadap kesantunan berbahasa yang ada di lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar. Dari keempat narasumber yang telah diwawancarai masing-masing memiliki perbedaan persepsi, pada narasumber pertama ibu Ros mengatakan ia tidak suka karena bahasa yang dikeluarkan masyarakat terminal bahasa kasar. Lain lagi pada

narasumber kedua Ibu Erni mengatakan bahwa sopir yang biasanya beliau jumpai itu sopan ketika menawarkan ke orang-orang yang mau berangkat ke suatu daerah. Dan narasumber ketiga dan keempat persepsinya tidak beda jauh, mereka mengatakan semuanya tergantung orangnya ada yang kasar gaya bahasanya ada juga yang tidak, yang mendengarkan pun itu bervariasi juga ada yang biasa-biasanya ketika mendengar bahasa yang kasar ada juga yang tidak senang, semua tergantung orangnya.

Keterkaitan penelitian lain dengan penrlitian ini yaitu. Dari dua penelitian yang telah disebutkan dalam kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa sama-sama meneliti kesantunan berbahasa. Adapun perbedaan dengan keduanya dan penelitian ini yaitu di hasil penelitian menemukan wujud tindak tutur, penggunaan prinsip kesantunan, dan persepsi penyimak bahasa yang berada diluar lingkungan terminal mallengkeri kota Makassar.

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka pada bagian ini disimpulkan bahwa :

1) Wujud tindak tutur yang ditemukan dalam interaksi di lingkungan terminal Mallengkeri meliputi lokusi sebanyak empat yaitu pada tuturan sopir sebanyak tiga dan tuturan penumpang satu. ilokusi sebanyak tiga yang ditemukan dalam tuturan sopir, perlokusi sebanyak satu yang ditemukan dalam tuturan pengunjung.

2) Penggunaan prinsip kesantunan yang ditemukan dalam interaksi di lingkungan terminal Mallengkeri meliputi maksim kebijaksanaan sebanyak dua dalam tuturan sopir, maksim kedermawanan sebanyak satu dalam tuturan sopir, penghargaan sebanyak enam dalam tuturan sopir sebanyak dua ; penumpang sebanyak satu ; pengunjung sebanyak tiga, maksim kesederhanaan sebanyak satu dalam tuturan sopir, maksim pemufakatan sebanyak dua dalam tuturan sopir, dan maksim kesimpatian sebanyak dua dalam tuturan sopir.

3) Persepsi penyimak bahasa dari keempat narasumber yang telah diwawancarai masing-masing memiliki perbedaan persepsi, pada narasumber pertama ibu Ros mengatakan beliau tidak suka karena bahasa yang dikeluarkan masyarakat terminal bahasa kasar. Lain lagi pada narasumber kedua Ibu Erni mengatakan bahwa sopir yang biasanya beliau jumpai itu sopan ketika menawarkan ke orang-orang yang mau berangkat ke suatu daerah. Dan narasumber ketiga dan keempat persepsinya tidak beda jauh, mereka mengatakan semuanya tergantung orangnya ada yang kasar gaya bahasanya ada juga yang tidak, yang mendengarkan pun itu bervariasi juga ada yang biasa-biasanya ketika mendengar bahasa yang kasar ada juga yang tidak senang, semua tergantung orangnya.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian wujud tindak tutur dan penggunaan prinsip kesantunan di lingkungan terminal Mallengkeri kota makassar, maka saran yang diperoleh sebagai berikut.

1) Kepada peneliti khususnya dalam bidang bahasa, agar dalam melakukan penelitian secara menyeluruh, agar dapat dirasakan oleh pembaca dan peneliti pada khususnya.

2) Masyarakat disarankan memperbanyak penggunaan kesantunan berbahasa Indonesia yang telah ditemukan di lingkungan keluarga

maupun lingkungan luar agar perilaku berbahasa santun dapat semakin terinternalisasi dalam diri masyarakat.

3) Kepada para pembaca, penelitian singkat ini semoga dapat dijadikan bahan referensi tentang kesantunan dan sekaligus penambah wawasan tentang fenomena bahasa dalam masyarakat.