• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN TIMAH LAUT TERHADAP

Pendahuluan

Kabupaten Bangka Selatan terletak disebelah Selatan pulau Bangka dengan potensi perikanan tangkap menjadi sektor unggulan setelah pertanian dan perkebunan. Kabupaten Bangka Selatan memiliki kekayaan sumberdaya laut sangat melimpah yang jika dikelola secara maksimal dapat menjadi pendapatan utama di Kabupaten ini. Kabupaten Bangka Selatan memiliki 42 buah Pulau dengan 6 Pulau berpenghuni. Luas perairan Kepulauan Bangka Selatan diperkirakan sebesar 10.640 km2 dengan potensi perikanan tangkap sebesar

64.000 ton per tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan, 2013).

Potensi utama yang dapat dimanfaatkan di perairan dan laut Bangka Selatan diantaranya perikanan tangkap, budidaya pesisir, pariwisata, dan penambangan. Daerah aktivitas penambangan timah di perairan Bangka Selatan juga menjadi

fishing ground nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan. Nelayan

merupakan mata pencaharian utama masyarakat pesisir di Kabupaten Bangka Selatan. Selain itu ikan laut merupakan bahan lauk-pauk utama msyarakat di Bangka Selatan. Ikan hasil tangkapan nelayan di daerah Bangka Selatan diantaranya ikan tenggiri, tongkol, kakap, kurisi, bawal, lemuru, dan hewan lunak lainnya seperti cumi-cumi.

Sisa dari aktifitas penambangan timah menghasilkan limbah yang langsung di buang ke perairan sehingga dapat mempengaruhi kualitas perairan. Parameter kualitas perairan meliputi suhu, kecerahan, salinias, desolved oksigen (DO), arus,

kedalaman, kandungan logam berat air laut, dan plankton.

Beberapa unsur kimia atau jenis logam yang pernah dijumpai sebagai pencemar lingkungan perairan yang terdeteksi, melalui indikator biologis antara lain: tembaga (Cu), kadmium, seng (Zn), air raksa (Hg), dan timbal (Pb) baik pada

molusca, crustacea, dan ikan (Wardhana 1995). Beberapa penelitian yang terkait dengan kandungan logam berat di sekitar perairan Kabupaten Bangka Selatan yaitu Hesti et al. (2013) tentang konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Zn di air,

sedimen dan biota pada perairan Kabupaten Bangka Tengah. Selain itu juga penelitian Kurniawan et al. (2013) mengenai kandungan logam berat Pb, Cd dan

Cr di perairan Kabupaten Bangka. Limbah dari aktivitas penambangan yang dibuang secara langsung di perairan umumnya berupa limbah mengandung logam berat. Diketahui bahwa sifat logam berat tersebut mudah mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan komponen kimia lainnya, sehingga kemungkinan terjadinya pengakumulasian logam berat tersebut di dasar perairan juga menjadi lebih besar. Menurut Anggoro (2001) logam berat merupakan salah satu paremeter limbah sebagai sumber dampak di perairan pesisir. Oleh karena itu untuk melihat efek bahan pencemar terutama logam berat di dalam perairan, diperlukan hewan uji yang berkaitan langsung dengan kandungan logam berat di dasar perairan atau dengan kata lain perlu mendeteksinya pada hewan uji, khususnya biota yang habitatnya di dasar perairan (Kurniawan at el. 2013). Salah

satu jenis ikan dasar yang banyak terdapat di perairan Kabupaten Bangka Selatan dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat dan mempunyai nilai ekonomis

61

(jual) yang tinggi adalah cumi-cumi, sehingga biota ini dapat dijadikan sebagai hewan uji di perairan Kabupaten Bangka Selatan.

Limbah buangan dari aktifitas penambangan timah baik itu berskala industri seperti kapal isap dan kapal keruk ataupun berskala kecil seperti tambang inkonvensional (TI) mengandung logam berat yaitu Cr, Cd, Cu, Pb, Al dan Zn

(Espana et al. 2008; Dowling et al. 2004; Sengupta 1993; Henny 2011). Selain

kualitas logam berat pada air masih di atas ambang batas, hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa di daerah bekas penambangan timah mempunyai kualitas air yang buruk dengan pH berkisar 2,9 – 4,5 dan kandungan logam berat Fe, Al, Pb, Cd, As, dan Mn yang sangat tinggi. Kandungan logam berat bisa

mencapai 5 – 8 mg/l (Brahmana et al. 2004). Untuk perbaikan kualitas air secara

alami memakan waktu 20 – 30 tahun (Henny 2011).

Cumi-cumi merupakan penghuni semi pelagis atau demersal pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Hidup bergerombol atau soliter baik ketika sedang berenang maupun pada waktu istirahat (Barnes 1987). Beberapa spesies ini menembus sampai perairan payau. Melakukan pergerakan diurnal yang berkelompok dekat dengan dasar perairan pada saat siang hari dan akan menyebar pada malam hari. Bersifat fototaksis positif (tertarik pada cahaya), oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan alat bantu cahaya (Roper

et al. 1984).

Aktivitas penambangan timah di wilayah perairan Kabupaten Bangka Selatan secara langsung ataupun tidak langsung memberi tekanan secara signifikan terhadap menurunnya kualitas ekosistem perairan termasuk ekosistem terumbu karang yang mempengaruhi spawning, feeding, fishing ground

sumberdaya cumi-cumi dan biota-biota laut lainnya. Sehingga perlu ada penelitian tentang pengaruh parameter kualitas perairan dari aktifitas penambangan timah di laut terhadap sumberdaya cumi-cumi Kabupaten Bangka selatan. Hal inilah yang mendorong munculnya beberapa pertanyaan, seperti:

(1) Apakah aktivitas penambangan timah laut ditinjau dari paremeter fisika kimia mempengaruhi kualitas perairan di daerah penangkapan cumi-cumi, atau secara langsung terhadap cumi-cumi?

(2) Apakah terjadi bioakumulasi logam berat Pb, Fe, dan Cd pada sedimen,

plankton, dan cumi-cumi di wilayah perairan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Mengkaji pengaruh aktivitas penambangan timah laut terhadap kualitas perairan ditinjau dari parameter fisika kimia di daerah penangkapan cumi- cumi yang dapat berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sumberdaya cumi-cumi di Kabupaten Bangka Selatan.

(2) Menganalisis bioakumulasi logam berat Pb, Fe dan Cd pada sedimen,

plankton, dan cumi-cumi di wilayah perairan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

62

Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yang tujuannya membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai pengaruh aktivitas penambangan timah laut terhadap kualitas perairan dan daerah penangkapan cumi-cumi di Kabupaten Bangka Selatan. Untuk mendukung dan memperkuat data maupun informasi yang diperoleh, dilakukan pula survei lapangan di lokasi penelitian yang telah ditentukan. Survei lapangan meliputi pengamatan di daerah penangkapan cumi-cumi yang adanya aktivitas penambangan timah laut dan daerah yang tidak ada aktivitas penambangan timah laut. Kemudian dilakukan pengamatan parameter fisika-kimia dengan mengacu pada standar nasional Indonesia (SNI) dan baku mutu lingkungan sesuai dengan

parameter yang diamati. Menurut Erlangga (2007), dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen, dan organisme hidup.

Kegiatan survei dilaksanakan di daerah penangkapan cumi-cumi dalam wilayah perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan, dari bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. Sebagai lokasi pengambilan data maka kedua daerah tersebut dibagi masing-masing dalam 18 stasiun sehingga total jumlah stasiun sebanyak 36 stasiun (Tabel 14 dan Gambar 3).

Tabel 14 Stasiun pengambilan data di wilayah perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan

Wilayah Perairan Kecamatan Stasiun Pengamatan

Luar Daerah Penambangan Timah laut Tukak Sadai Kepulauan Pongok Stasiun 1-6 Stasiun 7-12

Lepar Pongok stasiun 13-18

Daerah Penambangan Timah Laut Toboali Simpang Rimba Stasiun 1-6 Stasiun 7-12

Pulau Besar stasiun 13-18

Khususnya pengambilan sampel plankton untuk menguji nilai Pb dan Fe

yaitu dilakukan pada 6 stasiun di luar daerah penambangan dan 6 stasiun di daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan. Stasiun di luar daerah penambangan meliputi Kecamatan Tukak Sadai (stasiun 1 dan 6), Kepulauan Pongok (stasiun 7 dan 12) dan Lepar Pongok (stasiun 13 dan 18). Sedangkan di daerah penambangan meliputi Kecamatan Toboali (stasiun 19 dan 24), Simpang Rimba (stasiun 25 dan 30) dan Pulau Besar (stasiun 31 dan 36).

Sumber data: Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara langsung dengan nelayan di lokasi penelitian. Pemilihan stasiun yang dijadikan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan memenuhi kriteria penelitian yaitu di daerah yang terdapat penangkapan cumi-cumi di luar daerah penambangan timah dan di daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan. Sementara data sekunder dikumpulkan dari berbagai hasil penelitian maupun publikasi yang telah ada dan dilakukan di daerah ini. Data yang diambil berupa parameter kualitas perairan air laut meliputi; suhu, salinitas, arus,

63

Kecerahan, TSS, pH, dissolved oksigen (DO), plankton, cumi-cumi dan

kandungan logam berat.

Analisis data: Pengambilan data parameter fisika perairan insitu meliputi; suhu, salinitas, arus, dan Kecerahan dilakukan pengukuran langsung di lokasi penelitian, begitupun dengan parameter kimia insitu pH perairan. Sedangkan untuk parameter

fisika eksitu TSS dan data parameter kimia perairan eksitu DO serta data plankton

dilakukan pengambilan sampel air laut dan kemudian dianalisis di laboratorium. Metode pengambilan dan penanganan kualitas air laut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Metode dan alat pengukuran kualitas air

Parameter Satuan/unit Alat/Metode

Suhu 0C Termometer / Insitu

Salinitas %0 Refraktometer / Insitu

Arus m/s Carrentmeter

Kecerahan NTU sexidick / Insitu

TSS Mg Grafimetrik / Laboratorium

pH - Kertas lakmus/ Insitu

DO mg/l Tetrasi Winkler / Laboratorium

Plankton Ml Planktoner Vertikal

Kandungan logam berat di air menggunakan metode SNI dengan

menggunakan alat spektrofotometer. Berikut ini standar baku mutu air laut

terhadap biota laut berdasarkan KEPMENLH 2004 (mg/l) (Tabel 16). Analisis kandungan logam berat dilakukan di laboratorium Pertanian, Perikanan dan Biologi Universitas Negeri Bangka Belitung.

Tabel 16 Baku mutu lingkungan logam berat air laut untuk biota laut Kep 51/MENLH/2004 (mg/l)

No Logam Symbol Lingkungan* Baku Mutu Metode SNI

1 Kadmium Cd 0,001 06-6989.37-2005

2 Ferum Fe - -

3 Timbal Pb 0,008 06-6989.45-2005

Keterangan: *= Kep 51/MENLH/2004 (lampiran )

Hasil Penelitian

Aktivitas penambangan timah : Operasi penambangan timah laut di Perairan Kabupaten Bangka Selatan dilakukan di kedalam 2 skala penambangan yaitu Penambangan skala besar dan skala kecil. Penambangan skala besar seperti menggunakan kapal produksi dengan jenis KK (Kapal Keruk), KIP (Kapal Isap Produksi), BWD (Bucket Wheel Dredges) dan kapal isap stripping. Sedangkan

penambangan skala kecil dengan menggunakan TI (Tambang Inkonvensional) apung.

Penambangan skala besar seperti menggunakan kapal produksi menerapkan sistem trap pada lebar pembongkaran/penggalian berkisar antara 120-250 meter

64

lateral sedangkan Penambangan skala kecil seperti menggunakan TI apung lebar pembongkaran/penggalian berkisar antara 5-25 meter lateral.

Seluruh material hasil pembongkaran diolah ditempat melalui proses pencucian (pemisahan ukuran butir dan berat jenis mineral), menghasilkan konsentrat bijih timah yang masih berasosiasi dengan mineral ikutan lainnya. Konsentrat yang tercuci masih berkadar rendah antara 30 %Sn sampai dengan 70% Sn (disebut low grade ataupun middling concentrate). Material buangan sisa

pencucian atau tailing langsung dialirkan kembali ke dasar laut untuk menimbun kembali bekas penggalian sebelumnya atau dikenal dengan sistem back filling. Penambangan timah dilakukan mulai dari lapisan aluvial bersifat tidak kompak sampai lapisan dasar yang bersifat cadangan ekonomis (mineable reser ves).

Proses pembongkaran lapisan-lapisan meliputi pengerukan kong atau over burden (kasiterit tidak ekonomis) dan pengerukan kaksa atau la pisan bertimah (kasiterit ekonomis).

Secara empiris, volume konsentrat terolah rata-rata 2% terhadap keseluruhan material yang dibongkar dan dipindahkan. Sekitar 98% material sisa cucian dikembalikan ke laut. Oleh sebab itu, lubang bukaan atau channel setelah penambangan akan tertutup relatif sebangun keadaan semula.

Kegiatan penambangan timah laut dilakukan perusahaan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan yang berlokasi di sebagian besar Pulau Bangka dan Belitung serta Kepulauan Riau. Proses penambangan timah darat (alluvial) menggunakan metode pompa semprot (gravel pump) dimana

pengoperasiannya sesuai dengan pedoman atau prosedur penambangan yang baik (Good Mining Practices).

Pada aktivitas penambangan lepas pantai, Perusahaan mengoperasikan kapal keruk dengan jenis Bucket Line Dredges dengan ukuran mangkuk mulai dari 7

cuft sampai dengan 24 cuft dan dapat beroperasi mulai dari 15 sampai 50 meter dibawah permukaan laut dengan kemampuan gali mencapai lebih dari 3,5 juta meter kubik material setiap bulannya. Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT Timah membangun Kapal Isap Produksi (KIP) dengan kemampuan gali mencapai 25 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk, dan pengembangan Bucket Wheel Dredges yang

nantinya akan menggantikan kapal keruk jenis Bucket Line yang mempunyai

kemampuan gali sekitar 70 meter kubik di bawah permukaan laut.

Eksplorasi penambangan timah : Kegiatan pencaharian cadangan di lepas pantai, PT Timah (Persero), Tbk. menggunakan berbagai jenis kapal bor dan ponton bor tergantung kedalaman air dan lapisan yang akan dibor, semakin dalam pemboran maka jenis kapal bor atau ponton bor yang digunakan akan semakin besar. Untuk mengetahui apakah suatu endapan ekonomis atau tidak ekonomis untuk ditambang, maka diperlukan eksplorasi bawah laut yang bertujuan untuk mencari dan memastikan suatu endapan bijih timah serta mineral ikutannya. Sasar an kegiatan eksplorasi bijih timah laut adalah bentuk dan potensi endapan bijih timah yang penyebarannya sangat ditentukan oleh cara terbentuknya/genesis mineral tersebut.

Genesis endapan bijih timah yang terdapat di dasar laut merupakan akumulasi pengendapan yang ditransportasikan dari da ratan, sebagian terbawa oleh ombak dan arus laut, dan selanjut nya mengendap sebagai endapan rombakan di dasar laut dangkal (continental shelf). Endapan bijih timah sekunder ini bersifat

65

stratiform, masif, dan tersebar tak beraturan dikenal sebagai endapan terkompaksi. Potensi endapan bijih timah ini di lepas pantai selalu berhubungan dengan keberadaan batuan granit (zone batuan intrusi asam-intermedier) sebagai indikator penunjang yang menunjuk kepada kemungk inan adanya sebaran endapan bijih timah dan logam rombakan di laut. migrasi mineral logam asal daratan yang akan terangkut, terendapkan, dan terakumulasi di lepas pantai. Logam timah (Sn) sebagai logam berat akan berkelompok dengan mineral logam langka lainnya seperti Fe, Pe, Ti, Cr, W, Pt, Ni, dan Co.

Identifikasi keberadaan sedimen logam timah bawah laut di awali oleh interpretasi lapisan pembawa logam melalui eksplorasi pendahuluan dengan menggunakan metode seismik dalam. Kegiatan eksplorasi detil dilanjutkan dengan metode pemboran menggunakan kapal khusus eksplorasi lepas pantai seperti kapal pemboran “Bangau” dan “Belibis”. Operasi pemboran dilakukan bersamaan waktunya dengan kegiatan eksploitasi oleh kapal produksi. Eksplorasi pemboran bertujuan mengambil percontoh sedimen dasar laut (bailing) dilakukan meter demi meter kedalaman. Percontoh selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk memperoleh kandungan bijih timah. Hasil analisis biasanya diplotkan dalam peta kerja (skala 1:4000) yang menunjukkan simbol-simbol besaran konsentrat setiap lubang bor. Peta kerja inilah yang menjadi patokan di titik-titik mana dan berapa lama kapal produksi itu bekerja.

Data sebaran endapan bijih timah akan menuntun daerah-daerah ekonomis untuk ditambang. Kegiatan pemboran eksplorasi pada hakekatnya tidak merusak lingkungan hidup, karena hanya mencuplik pemercontoh. Kegiatan eksplorasi di lepas pantai sangat diperlukan untuk perencanaan kemajuan tambang. Hasil eksplorasi menunjang atas seleksi pengembangan sumber daya laut yang diselaraskan dengan kepentingan lain seperti dimaksud pelestarian keadaan alam bawah laut. Dengan lain kata, tidak melakukan praktek pemborosan sumber daya dengan cara “asal bongkar” sehingga lingkungan menjadi rusak.

Kegiatan penambangan timah secara aktif terus melaksanakan kegiatan eksplorasi darat dan lepas pantai. Proses eksplorasi meliputi beberapa kegiatan berikut yaitu:

 Indentifikasi Daerah Potensial  Penyelidikan Umum

 Pemboran Prospeksi  Pemboran Produksi  Perhitungan Sumber Daya

 Hasil dari kegiatan tersebut adalah Sumber Daya Terukur

Kegiatan pemboran eksplorasi di darat menggunakan alat bor manual (Bangka Drill) yang memiliki kemampuan pemboran sampai dengan kedalaman

30 meter serta alat bor mekanik yang dapat mengebor sampai kedalaman 60 meter.

Pemboran eksplorasi lepas pantai menggunakan Kapal Bor atau Ponton Bor (drilling pontoons). Alat-alat tersebut mampu membor dari permukaan laut

sampai dengan batuan dasar dan bahan contoh atau sample diambil setiap 2 (dua) meter atau setiap jenis lapisan tanah yang berbeda.

66

Pengaruh penambangan timah laut terhadap kualitas perairan di daerah penangkapan cumi-cumi: Parameter kualitas perairan yang diamati didaerah penangkapan cumi-cumi yaitu parameter fisika (suhu, salinitas, arus, kecerahan, dan TTS) dan parameter kimia (pH dan DO) serta plankton. Parameter-parameter

tersebut merupakan indikator apakah suatu perairan mengalami pencemaran atau tidak (penurunan kualitas perairan), yang pada akhirnya secara tidak langsung maupung langsung mempengaruhi siklus hidup biota perairan.

Kisaran rata-rata suhu perairan di luar daerah penambangan timah laut adalah 28,33-29,33oC dan daerah penambangan timah laut adalah 29,33-29.50oC.

Suhu tertinggi di perairan luar daerah penambangan timah laut, yaitu di Kecamatan Tukak Sadai dan Kepulauan Pongok sebesar 29,33oC serta terendah di

Kecamatan Lepar Pongok sebesar 28,33oC. Sedangkan suhu tertinggi di perairan

daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Pulau Besar sebesar 29,50 dan terendah pada Kecamatan Simpang Rimba sebesar 29,33oC (Gambar 25 dan

Lampiran 17). Rata-rata suhu perairan di daerah penambangan timah laut lebih besar dibandingkan dengan rata-rata suhu perairan di luar daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 Tukak

Sadai KepulauanPongok PongokLepar Toboali SimpangRimba PulauBesar

Su hu P er ai ra n (˚C ) Kecamatan

Luar daerah penambangan timah laut Daerah penambangan timah laut

Gambar 25 Nilai rata-rata suhu perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut di Kabupaten Bangka Selatan.

Kisaran rata-rata salintas perairan di luar daerah penambangan timah laut adalah 27,00-27,67‰ dan daerah penambangan timah laut adalah 33,33-35,50‰. Salinitas tertinggi di perairan luar daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Kepulauan Pongok dan Lepar Pongok sebesar 27,67‰ dan terendah pada Kecamatan Tukak Sadai sebesar 27‰. Sedangkan salinitas tertinggi di perairan daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Toboali sebesar 35,50‰ dan terendah pada Kecamatan Pulau besar sebesar 33,33‰ (Gambar 26 dan Lampiran 18). Rata-rata salinitas perairan di daerah penambangan timah laut lebih besar dibandingkan dengan rata-rata salinitas perairan di luar daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

67 - 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 Tukak

Sadai KepulauanPongok PongokLepar Toboali SimpangRimba PulauBesar

Sa lin ita P er ai ra n (‰ ) Kecamatan

Luar daerah penambangan timah laut Daerah penambangan timah laut

Gambar 26 Nilai rata-rata salinitas perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

Kisaran rata-rata kecepatan arus di perairan luar daerah penambangan timah laut adalah 0,20-0,30 cm/detik dan di daerah penambangan timah laut adalah 0,10-0,13 cm/detik. Kecepatan arus tertinggi di perairan luar daerah penambangan timah laut yaitu pada Kecamatan Lepar Pongok sebesar 0,30 cm/detik dan terendah pada Kecamatan Tukak Sadai dan Kepulauan Pongok sebesar 0,20 cm/detik. Sedangkan kecepatan arus tertinggi di perairan daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Toboali sebesar 0,13 cm/detik dan kecepatan arus terendah pada Kecamatan Simpang Rimba dan Pulau Besar sebesar 0,10 cm/detik (Gambar 27 dan Lampiran 19). Rata-rata kecepatan arus di perairan luar daerah penambangan timah laut lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kecepatan arus di perairan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan. - 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Tukak

Sadai KepulauanPongok PongokLepar Toboali SimpangRimba PulauBesar

K ec ep at an A ru s ( cm /d et ik ) Kecamatan

Luar daerah penambangan timah laut Daerah penambangan timah laut

Gambar 27 Nilai rata-rata kecepatan arus perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

Kisaran rata-rata Kecerahan di perairan luar daerah penambangan timah laut adalah 1,96-2,32 m dan daerah penambangan timah laut adalah 0,56-0,84 m. Kecerahan tertinggi di perairan luar daerah penambangan timah laut yaitu; pada Kecamatan Kepulauan Pongok sebesar 2,32 m dan terendah pada Kecamatan Tukak Sadai sebesar 1,62 m. Sedangkan Kecerahan tertinggi di perairan daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Pulau Besar sebesar 0,84 m dan

68

terendah pada Kecamatan Toboali sebesar 0,56 m (Gambar 28 dan Lampiran 20). Rata-rata Kecerahan di perairan luar daerah penambangan timah laut lebih besar dibandingkan di perairan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa perairan daerah penambangan timah lebih keruh dari daerah luar penambangan timah.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Tukak

Sadai KepulauanPongok PongokLepar Toboali SimpangRimba Pulau Besar

K ec er ah an (m ) Kecamatan

Luar daerah penambangan timah laut Daerah penambangan timah laut

Gambar 28 Nilai rata-rata kecerahan perairan luar daerah penambangan dan daerah penambangan timah laut Kabupaten Bangka Selatan.

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari

padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur,

tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS memberikan

kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk

fotosintesis dan visibilitas di perairan.

Kisaran rata-rata TSS di perairan luar daerah penambangan timah laut adalah

353.50-713,50 mg/l dan di daerah penambangan timah laut adalah 360,67- 1.437,17 mg/l. TSS tertinggi di perairan luar daerah penambangan timah laut

yaitu; pada Kecamatan Lepar Pongok sebesar 713,50 mg/l dan terendah pada Kecamatan Tukak Sadai sebesar 353,50 mg/l. Sedangkan TSS tertinggi di perairan

daerah penambangan timah laut, yaitu pada Kecamatan Pulau Besar sebesar 1.437,17 mg/l dan terendah pada Kecamatan Toboali sebesar 360,67 mg/l (Gambar 29). Hal ini menunjukkan bahwa perairan daerah penambangan timah lebih keruh dari daerah luar penambangan timah.

Gambar 29 Nilai rata-rata TSS perairan luar daerah penambangan dan daerah

69

Derajat keasaman (pH) adalah kadar yang digunakan untuk menyatakan

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk lainnya

Dokumen terkait