DAMPAK HUKUM YANG TERJADI PADA P.T MILLENIUM PHARMACOM INTERNATIONAL.Tbk SERTA APOTIK SANDI JAYA
B. Dampak Hukum yang Diterima oleh Apotik Sandi Jaya Sebagai Pihak yang Melakukan Wanprestasi
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 (empat) macam, yaitu:
1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur.
Berdasarkan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian.
Berdasarkan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilij:
memaksa pihak yang lain untuk emmenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”
3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi. Berdasarkan Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
“Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai
untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.”
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim. Berdasarkan Pasal 181 ayat (1) HIR, yaitu:
“Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu pihak harus disebutkan dalam putusan. Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga uang, yang dijatuhkan pada satu pihak untuk dibayar ke pihak yang lain.”93
Ganti rugi dapat meliputi ongkos, kerugian dan bunga, semua kerugian itu harus kerugian yang diakibatkan langsung karena wanprestasi. Persoalan ganti rugi, undang-undang memberikan ketentuan tentang yang dapatdimasukkan dalam ganti rugi tersebut, ketentuan-ketentuan ini merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi. Tergugat dapat terbebas dari ganti rugi apabila ia dapat membuktikan bahwa terjadinya wanprestasi tersebut karena adanya suatu hal yang terduga sebelumnya, terjadi secara kebetulan, dan keadaan memaksa.94
Pembatalan perjanjian artinya perjanjian tersebut dianggap tidak ada lagi atau tidak berlaku lagi setelah terjadi wanprestasi. Pembatalan perjanjian bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali kepada keadaan sebelum perjanjian diadakan, kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, berupa uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Intinya perjanjian itu ditiadakan.95
93 P.N.H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: kencana, 2015), hal 293.
94 Dermina Dalimunthe, Op.Cit, hal 19.
95 Subekti, Op.Cit, hal 49.
Suatu perjanjian dapat dimintakan pembatalan apabila:
1. Perjanjian itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, seperti belum dewasa, ditaruh di bawah pengampuan (Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
2. Perjanjian itu bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
3. Perjanjian itu dibuat karena kekhilafan, paksaan atau penipuan.96
Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan sebagai syarat pembatalan suatu perjanjian, yaiti perjanjian harus bersifat timbal balik, pembatalan harus dilakukan di muka hakim, harus ada wanprestasi.
Mengenai pembatalan perjanjian, hal itu harus dicantumkan dalam perjanjian, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Persetujuan tidak batal demi hukum dalam hal ini, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Hakim leluasa untuk menurut keadaan atas permintaan si Tergugat jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, memberikan suatu jangka waktu namun tidak boleh lebih dari satu tahun.97
Bukanlah kelalaian debitur yang menyebabkan batal tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak “declaratoir”. Hakim mempunyai wewenang untuk menilai wanprestasi debitur, apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk
96 P.N.H Simanjuntak, Op.Cit, hal 298.
97 Derminta Dalimunthe, Op.Cit, hal 20.
menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang dimintakan harus diluruskan.98
Menurut Subekti, perjanjian dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1. Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan perjanjian di depan hakim;
2. Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian, dan baru mengajukan alasan mengenai kekurangan perjanjian itu.99
Menurut Subekti, kata risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.100 Adapun menurut pendapat lainnya, risiko ialah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu peristiwa bukan karena kesalahan debitur. 101
Menurut Peralihan resiko dapat digambarkan sebagai berikut, menurut Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli meskipun barangnya belum diserahkan. Jika si penjual itu belum terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancap dengan mengalihkan resiko tadi dari si pembeli kepada si penjual, jadi dengan lalainya si penjual, resiko itu beralih kepada dia.102
98 Subekti, Op.Cit, hal 148.
99 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 27
100 Subekti, Op.Cit, hal 144.
101 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 27.
102 Subekti, Op.Cit, hal 52.
Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela dirinya, yaitu:
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (force majeur);
2. Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai;
3. Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.103
Purwahid Patrik (1994:18) menyatakan ada setidaknya 3 (tiga) syarat untuk berlakunya keadaan memaksa (force majeur), yaitu:
1. Harus ada halangan untuk memenuhi kewajibannya;
2. Halangan itu terjadi tidak karena kesalahan dari debitur’
3. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi risiko debitur.
Kreditur tidak dapat menuntut kepada debitur untuk membayar atau mengganti atau melaksanakan kewajibannya, apabila seorang debitur dapat membuktikan adanya keadaan yang memaksa tersebut, sehingga hakim akan menolak tuntutannya, sebaliknya jika debitur tidak dapat membuktikan di persidangan tentang adanya keadaan memaksa, maka debitur dapat dipersalahkan kepadanya dapat dikatakan telah wanprestasi dan hakim akan mengabulkan tuntutan kreditur.104
Perkara ini tentunya menjadi sebuah tanggungan kepada debitur yakni Apotik Sandi Jaya yang sudah diputus oleh hakim telah melakukan tindakan wanprestasi dan diharuskan untuk melakukan ganti rugi atas wanprestasi tersebut.
103 Tuti Rastuti, Op.Cit, hal 85.
104 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Jakarta: kencana, 2018) hal 117.
Dampak hukum bagi Tergugat adalah memiliki hutang atas obat – obatan yang belum dibayar kepada Penggugat dengan jumlah sebesar Rp 274.134.928,50.-(dua ratus tujuh puluh empat juta seratus tiga puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh delapan koma lima puluh rupiah), dan harus dibayarkan serta mendapatkan pengawasan sampai hutangnya tersebut di bayarkan keseluruhannya.
Dampak lain yang diterima Tergugat adalah harus melepas hak kepemilikan Surat Jual Beli dan Penyerahan Hak tanggal 13 Maret 2007 dengan Legalisasi Nomor : 313/leg/III/2007 kepada Penggugat secara sah dan tidak dapat dituntut kembali karena sudah menjadi sebuah jaminan dalam perjanjian jual beli yang telah disepakati oleh pihak penggugat dan tergugat. Perjajian jual beli antara kedua belah pihak menjadi hukum tertinggi sehingga kepemilikan harus dilepas dan menyerahkan kepada penggugat. Tergugat juga harus membayar biaya yang timbul akibat perkara ini sebanyak Rp.1.461.000,- (satu juta empat ratus enam puluh satu ribu rupiah).
Dampak lain yang timbul dari perkara ini bagi Tergugat adalah akan menemukan kesulitan bila akan melakukan transaksi ataupun kegiatan jual beli yang seperti perkara ini karena sudah pernah melakukan wanprestasi. Dampak ini tidak mempunyai pembuktian secara ilmiah namun lebih kearah sanksi sosial yang harus di terima Tergugat dan menjadi suatu konsekuensi secara tidak langsung akan mendapatkan respon negatif serta kurangnya kepercayaan dari pembeli obat-obatan yang akan melakukan transaksi. Tidak dapat dipungkiri pihak yang akan menjadi pemasok barang umtuk Tergugat berikutnya akan lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi atau mengurangi jumlah transaksi maupun menolak terjadinya suatu transaksi tersebut. Hal ini juga dapat menjadi sebuah
contoh pembelajaran bagi perusahaan pemasok obat-obatan maupun pembeli obat-obatan seperti apotik maupun rumah sakit agar lebih memberikan perhatian lebih untuk sebuah kegiatan jual beli agar tidak menimbulkan perkara wanprestasi.
BAB V