APOTIK SANDI JAYA (Studi Putusan Nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
AMOS TEGUH FRANCESCO NUGRAHA SITOMPUL 150200374
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
Tan Kamello **
Sinta Uli ***
Jual beli adalah suatu kegiatan yang telah lama dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode ini terus berkembang dari waktu ke waktu dan memberikan kemudahan dalam bidang kesehatan hal pendistribusian obat-obatan.
Pihak apotik dan perusahaan biasanya mengadakan kerja sama dalam jual beli obat-obatan. Hal ini untuk memudahkan dan melancarkan distribusi obat-obatan.
Seperti kerja sama PT Millennium Pharmacom International.Tbk yang menjadi perusahaan pemasok obat-obatan dan Apotik Sandi Jaya yang menjadi apotik yang mengorder obat-obatan untuk di jual kembali. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana prosedur jual beli dalam perkara nomor:
609/Pdt.G/2017/PN.Mdn. Apa dasar hakim mengabulkan gugatan PT Millennium Pharmacom International Tbk tanpa pembayaran bunga moratoir dan dwangsom, apa saja dampak hukum yang terjadi pada PT Millennium Pharmacom International Tbk dan Apotik Sandi Jaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, sifat penelitian eksplanatif. Menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan analisis yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif.
Ketentuan PT Millennium Pharmacom International Tbk dengan Apotik Sandi Jaya dalam melakukan jual beli secara umum berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang merujuk pada Pasal 1457 KUHPerdata yang berisikan tentang ketentuan umum tentang jual beli. Mekanisme jual beli ini dilakukan dengan cara dicicil atau dengan cara mengangsur pembayaran, namun dalam pelaksanaan Apotik Sandi Jaya tidak dapat memenuhi prestasinya dan menyebabkan terjadinya wanprestasi. Dasar hakim mengabulkan gugatan PT Millennium Pharmacom International Tbk tanpa pembayaran bunga moratoir dan dwangsom adalah karena penarikan bunga moratoir dan dwangsom dilakukan apabila menuhi syarat seperti gugatan tidak memiliki dasar hukum, gugatan error in persona dalam bentuk, diskualifikasi atau plurium litis consortium, gugatan mengandung cacat atau obscuur libel, gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif dan sebagainya. Dampak hukum yang harus di terima Apotik Sandi Jaya adalah membayarkan sisa pembayaran yang belum dibayar berupa penyerahan jaminan kepada kreditur dan membayar biaya administrasi yang timbul akibat perkara ini, sedangkan untuk PT Millennium Pharmacom International Tbk harus menerima putusnya perkara ini tanpa menerima bunga moratoir dan dwangso (uang paksa).
Kata Kunci : Wanprestasi, Perjanjian dan Jual Beli
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.
Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan yaitu “ANALISIS YURIDIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI PT MILLENNIUM PHARMACOM INTERNATIONAL.Tbk TENTANG KEKURANGAN PEMBAYARAN OBAT YANG DILAKUKAN OLEH APOTIK SANDI JAYA” (Studi Putusan Nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn). Pada skripsi ini penulis membahas cara jual beli barang yang berpatokan dengan peraturan perundang undangan di Indonesia serta membahas mekanisme wanprestasi beserta dampaknya dalam kegiatan jual beli.
Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi isi maupun pembahasannya. Walaupun
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Kedua orang tua penulis ibunda Hottionidawati Hutabarat dan ayahanda Dewarman Sitompul serta adinda Stefania Sitompul yang telah memberikan kasih sayang, nasihat dan selalu memberikan dukungan secara materi maupun moril serta kekuatan yang luar biasa selama penulis menempuh pendidikan sampai dengan hari ini, dan pada kesempatan ini Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Prof.Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
7. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS selaku Dosen Pembimbing I. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk segala dukungan yang sangat berarti serta ilmu pengetahuan dan wawasan yang dibagikan kepada Penulis
8. Ibu Sinta Uli,S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Ibu yang dengan penuh tanggung jawab dan ketulusan hati mengarahkan, membimbing serta memberikan masukan dari awal sampai dengan terselesaikannya pengerjaan skripsi ini;
9. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS selaku Dosen Penasihat Akademik Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
10. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
11. Untuk teman seperjuangan Frans Tigor Simanjuntak dan Faris Putra Lubis yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini
12. Seluruh rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.
13. Para Penulis buku-buku dan artikel-artikel yang Penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini;
14. Seluruh orang yang Penulis kenal dan mengenal Penulis. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif terhadap skripsi ini. Atas segala perhatiannya, Penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2020
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR... ... ...ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9
D. Metode Penelitian ... 11
E. Tinjauan Pustaka ... 16
F. Keaslian Penulisan ... 24
G. Sistematika Penulisan ... 25
BAB II : PROSEDUR JUAL BELI OBAT-OBATAN ANTARA PT MILLENNIUM PHARMACOM INTERNATIONAL TBK TERHADAP APOTIK SANDI JAYA (Putusan Nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn) A. Peraturan tentang Jual Beli Barang Menurut KUHPerdata dan Peraturan-Peraturan Lain, Serta Penerapannya Pada Perkara Nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn ... 27
B. Timbulnya Masalah pada Proses Pembayaran Sehingga Menimbulkan Wanprestasi oleh Apotik Sandi Jaya ... 51
C. Bentuk Wanprestasi yang Dilakukan oleh Apotik Sandi Jaya Atas Jual Beli Obat-Obatan dengan PT Millenium Pharmachom International Tbk ... 53
BAB II : DASAR HAKIM MENGABULKAN GUGATAN PT MILLENNIUM PHARMACOM INTERNATIONAL TBK TANPA PEMBAYARAN BUNGA MORATOIR DAN UANG PAKSA A. Dasar Hakim Mengabulkan Gugatan yang Diberikan oleh PT Millennium Pharmacom International Tbk... 64
B. Peraturan Mengenai Pembayaran Bunga Moratoir dan Uang Paksa (Dwangsom) ... 71
C. Pertimbangan Hakim dalam Menolak Pembayaran Bunga Moratoir dan Uang Paksa (Dwangsom) oleh Apotik Sandi Jaya ... 83
A. Dampak Hukum yang Diterima oleh PT Millenium Pharmacom International Tbk Sebagai Pihak yang Dirugikan ... 86 B. Dampak Hukum yang Diterima oleh Apotik Sandi Jaya sebagai
Pihak yang Melakukan Wanprestasi ... 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN BERKAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memenuhi setiap kepentingannya, termasuk kebutuhan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lain. Hubungan satu manusia dengan manusia lainnya merupakan suatu interdependensi (saling ketergantungan). Dalam kerangka itulah hubungan itu dilahirkan dengan komitmen rasa saling percaya dan janji bahwa satu pihak akan melaksanakan komitmen atau janjinya (bahwa satu pihak terikat dengan pihak lainnya melalui komitmen atau janji yang dibuat). Pelaku usaha, selanjutnya, lazim bekerja sama dengan pelaku usaha lain melalui perjanjian. Perjanjian ini digunakan untuk menampung dan merekayasa tujuan, maksud, dan kreativitas para pelaku usaha baik dalam posisi mereka sebagai mitra maupun sebagai pesaing. Persoalan timbul manakala janji itu tidak dipenuhi oleh pihak yang telah berjanji kepada pihak diberikan janji atau dengan kata lain satu pihak merusak janji/ikatan yang ada. 1
Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan ketentuan hukum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu produk hukum yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan yang bersifat perdata diantara pelaku usaha. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berperan sebagai alat utama yang memuat aturan-aturan terkait dengan perjanjian. Hal ini
1 Ahmad Rizki Sridadi, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Surabaya: Airlangga University Press, 2009), hal 4.
dikarenakan perjanjian memegang kontribusi utama dan paling banyak digunakan dalam sautu lingkungan bisnis.2
Dalam kegiatan perjanjian bisnis komersial tidak terlepas dengan hukum ekonomi dalam pergaulan kehidupan masyarakat, yang dilandasi adanya untung rugi antara para pihak yang mengadakan perjanjian komersial. Terkait dengan perkembangan ekonomi dalam masyarakat tentu akan berpengaruh pula terhadap hubungan hukum yang menyangkut perjanjian yang dibuat di antara para pihak.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut dapat berimplikasi terjadinya wanprestasi.3
Kerja sama jual beli obat-obatan menjadikan suatu bisnis baru yang di utamakan untuk pembelian dalam jumlah yang besar maupun dalam jumlah kecil.
Apotik biasanya dikelola secara perorangan maupun secara kerja sama antar suatu perusahaan dan perusahaan lainnya. Apotik tentu tidak memproduksi obat secara sendiri, karena sudah ada pabrik khusus yang biasanya di bawah naungan suatu perusahaan tertentu yang mengelola produksi dan pemasaran produk obat-obatan.
Untuk mendapatkan produk dari suatu pabrik tertentu, biasanya apotik melakukan kegiatan serta mengadakan perjanjian jual beli dengan perusahaan yang memproduksi obat tersebut. Setelah melewati proses perjanjian dan tercapai kata sepakat, produk akan diantar dan bisa dipasarkan.
Kehidupan sehari-hari kegiatan bisnis dalam apotik tentu tidak lepas dari yang namanya perjanjian. Ditinjau dari segi hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), suatu perjanjian berdasarkan
2 Ibid, hal 6.
3 Yahman, Cara Mudah Memahami Wanprestasi &Penipuan dalam Hubungan Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2019), hal 18.
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Setiap perjanjian agar secara sah mengikat bagi para pihak yang mengadakan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Perjanjian antara para pihak yang ikut serta menjadi semua peraturan yang bersifat fundamental serta mengikat untuk menjadi dasar dalam penyelesaian proses jual beli berdasarkan suatu perjanjian tersebut.4 Namun beberapa hal menarik dapat terjadi dalam proses jual beli ini, di dalam perjanjian maupun kegiatan di luar perjanjian. Dalam perjanjian sering terjadi diantara para pihak yang telah melakukan perjanjian telah ingkar janji, tidak melaksanakan hak dan kewajiban yang sudah disepakati diantara kedua belah pihak, akibat yang terjadi dapat menimbulkan tidak terlaksananya prestasi salah satu pihak. Dengan demikian, maka akan muncul permasalahan hukum.
Hal tersebut menjadi salah satu yang menyebabkan wanprestasi pada suatu perusahaan dan penggunaan jalur hukum menjadi suatu cara yang paling adil untuk kedua belah pihak. Wanprestasi yang terjadi sangat merugikan pihak yang bertindak sebagai debitur dan tidak jarang menimbulkan masalah finansial bagi perusahaan tersebut. Jalur hukum memang menjadi cara yang adil untuk menyelesaikan perkara ini, akan tetapi ada beberapa tahap yang harus diselesaikan untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut melalui jalur hukum tersebut.
Kreditur atau pihak yang diingkari janjinya memberikan beberapa surat peringatan (somasi) yang fungsinya adalah sebagai pengingat untuk suatu hal
4 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam kontrak (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 23.
yang sudah terlambat dan agar debitur segera melakukan pembayaran dan lebih menghargai perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dan debitur.5 Biasanya surat teguran ini dapat diberikan sebanyak 4 (empat) kali pelayangan dan apabila tidak mendapat jawaban apapun dan perjanjian tersebut tetap tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka pihak yang melanggar ketentuan perjanjian tersebut dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi.
Apabila suatu pihak tidak melaksanakan atau memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian itu, maka pihak tersebut dianggap telah melakukan wanprestasi.
Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:
Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya.walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.
Wanprestasi sendiri mempunyai pengertian tidak terpenuhinya atau lalai melaksanakan kewajiaban (prestasi) yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur sebagaimana yang di atur pada Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Wanprestasi dapat berupa:
1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan suatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi dalam proses hukum itu sendiri merupakan suatu tindakan yang lalai dalam memenuhi prestasinya dan mengharuskan pihak yang terkena
5 Yahman , Karakteristik Wanprestasi Dalam Tindak Pidana Penipuan (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 55.
wanprestasi untuk membayar sejumlah ketetapan yang akan diputuskan oleh hakim nantinya.
Penentuan sudah atau belum terjadinya wanprestasi harus melihat situasi dan kondisi di lapangan, dalam perjanjian jual beli yang diatur penyerahan barang dan uang beserta waktu dan cara penyerahan, maka harus melihat apakah kegiatan tersebut dilakukan sesuai prosedur yang sudah diperjanjikan sebelumnya.
Sementara itu, dalam perjanjian yang sifatnya memberi sesuatu atau melakukan sesuatu – yang mana tidak ada penetapan kapan prestasi tersebut harus dilakukan – maka harus diberikan surat peringatan (somasi) terlebih dahulu, lengkap dengan tenggat waktunya. Pemberian somasi sendiri diatur di dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , yaitu:
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Somasi dapat berbentuk surat perintah (berbentuk peringatan resmi dari juru sita pengadilan) atau akta sejenis (surat-surat dengan tujuan dan maksud yang sama; dapat berbentuk apa saja). Mengenai somasi berbentuk akta sejenis, Subekti berpendapat bahwa peringatan atau teguran tersebut secara lazim dapat pula dilakukan secara lisan dengan tujuan dan maksud yang sama bilamana dilakukan melalui tulisan.
Pada dasarnya, sebagaimana tersebut di dalam Pasal 1267 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, kemungkinan tuntutan gugatan wanprestasi antara lain:
1. Pemenuhan perikatan;
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian;
3. Ganti kerugian;
4. Pembatalan perjanjian timbal balik; dan 5. Pembatalan dengan ganti kerugian.
Patut diingat bahwa Penggugat harus menyatakan tuntutan secara jelas dan lengkap. Jika hanya mencantumkan pemenuhan perikatan, maka hanya dapat dikabulkan perikatan yang ada untuk dipenuhi. Jika hanya meminta ganti rugi, maka hanya dikabulkan ganti rugi. Jika keduanya dicantumkan, maka penuntutannya adalah pemenuhan perikatan dan ganti kerugian.6
Pada sebuah kasus putusan nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn yaitu antara PT Millennium Pharmacom International dengan Apotik Sandi Jaya terkait dengan perjanjian pembelian sejumlah obat-obatan sehingga terjadinya wanprestasi yang disebabkan karena kelalaian dan berujung pada perkara di pengadilan. PT Millennium Pharmacom International sebagai kreditur bertemu dengan perwakilan dari Apotik Sandi Jaya sebagai debitur yang akan melakukan kegiatan jual beli obat-obatan. Pertemuan berlangsung dan perjanjian telah disetujui dengan catatan pihak Apotik Sandi Jaya memberikan down payment terlebih dahulu dan pihak PT Millennium Pharmacom International Tbk akan mengirimkan seluruh barang yang dipesan oleh pihak Apotik Sandi Jaya.
Pembayaran selanjutnya akan dibayarkan secara bertahap oleh debitur setiap
6 Smartlegal.id , “Pengusaha Wajib Tau tentang Wanprestasi ”, diakses dari https://sm artlegal.id/smarticle/2018/11/16/pengusaha-wajib-ketahui-soal-wanprestasi/, pada Minggu 1/3 /2020, Pukul 10.11 WIB.
bulannya dan apabila tidak membayarkan pada tanggal pembayaran yang telah di setujui dalam perjanjian, pihak kreditur akan memberikan surat teguran dan akan menindak serius keadaan ini apabila tidak ditanggapi oleh pihak debitur.
Sebagai jaminan untuk melakukan pembeliaan obat-obatan tersebut maka debitur turut menyertakan surat atas tanah dengan legalisasi nomor 313/leg/III/2007 dalam perjanjian jual beli obat-obatan itu, yang kemudian disetujui oleh pihak kreditur dan berlaku sebagai jaminan. Apabila kemudian hari pihak debitur tidak dapat atau tidak melunasi dan tidak menjalani kewajibannya maka pihak kreditur akan mengambil surat atas tanah dan mendapatkan uang ganti rugi selisih dari kekurangan pembayaran obat obat tersebut.
Seiring berjalannya waktu pihak debitur konsisten menepati janjinya untuk membayar sisa dari pembelian obat-obatan tersebut tanpa ada kendala. Namun di tengah angsuran pembayaran yang seharusnya dilakukan, pihak debitur tidak melakukan pembayaran dan menunggak pembayaran tanpa memberikan kabar apapun kepada pihak kreditur.
Hal ini menyebabkan pihak kreditur memberikan surat peringatan (somasi) yang isinya mengingatkan kembali debitur untuk melakukan pembayaran sesuai dengan perjanjian jual beli yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Namun hal ini tetap tidak mendapatkan respon dari pihak debitur dan menyebabkan pihak kreditur memberikan surat peringatan untuk menegaskan bahwa pembayaran harus segera dilakukan, apabila tidak dilakukan sesuai dengan yang ada dalam perjanjian maka untuk menyelesaikan permasalahan ini salah satunya adalah dengan memakai jalur hukum.
Pihak debitur merespon dan mengakui bahwa mereka sedang dalam kesulitan keuangan karena lambatnya perputaran penjualan obat-obatan pada waktu itu, sehingga pihak debitur memberikan usulan untuk melakukan pencicilan pembayaran namun tidak pada jumlah yang telah disepakati dan relatif lebih kecil.
Hal ini ditolak oleh pihak kreditur dengan alasan untuk mengikuti perjanjian jual beli yang telah disepakati, maka segala sesuatu yang di luar perjanjian tersebut tidaklah benar untuk diikuti. Oleh karena hal ini pihak kreditur tetap ingin menggunakan jalur hukum sebagai jalan tengah masalah ini. Pihak debitur mengikuti dan memahami maksud dari pihak kreditur.
Proses peradilan, debitur yang dimana pada fase ini telah menjadi Tergugat dan kreditur menjadi Penggugat mematuhi dan melangsungkan proses hukum. Penggugat menyampaikan gugatannya yang salah satunya adalah menyatakan tindakan ingkar janji dari Tergugat adalah tindakan wanprestasi dan meminta hak berupa kekurangan pembayaran serta denda dan jaminan harus di berikan kepada Penggugat. Penggugat juga memberikan tuntutan berupa permintaan bunga moratoir dan uang paksa (dwangsom), dimana permintaan ini dianggap wajar oleh Penggugat karena pembayaran sudah ditunda terlalu lama dan menyatakan Tergugat tidak menghargai perjanjian dan etika bisnis yang ada.
Hal ini ditentang keras oleh Tergugat karena Tergugat sudah menyatakan iktikad baiknya dalam pembayaran dan pelunasan yang pada nyatanya tidak sebesar seperti yang sudah di bubuhkan dalam perjanjian jual beli yang ada, tetapi lebih kecil dan berkomitmen untuk melakukan pembayaran menunggu perputaran pembeliaan obat kembali membaik. Bunga moratoir dan uang paksa (dwangsom) menurut Tergugat diperuntukkan untuk mereka yang lalai dan tidak mempunyai
iktikad baik sama sekali dalam melakukan pembayaran sesuai dengan perjanjian jual beli yang telah dibuat dan disetujui oleh kedua pihak yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut hakim mengabulkan beberapa tuntutan yang diberikan oleh Penggugat dan Tergugat harus mebayarkan sejumlah bagian kepada Penggugat serta penyerahan beberapa aset. pertimbangan hakim dan putusan perkara ini akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS GUGATAN WANPRESTASI PT MILLENNIIUM PHARMACOM INTERNATIONAL TBK TERHADAP APOTIK SANDI JAYA (Studi Putusan Nomor : 609/Pdt.G/2017/PN Mdn)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tindakan wanprestasi dalam perjanjian jual beli pada perkara nomor:609/Pdt.G/2017/PN Mdn?
2. Apa dasar hakim mengabulkan gugatan PT Millennium Pharmacom International Tbk tanpa pembayaran bunga moratoir dan dwangsom?
3. Apa saja dampak hukum akibat wanprestasi yang terjadi pada PT Millennium Pharmacom International Tbk dan Apotik Sandi Jaya?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Penelitian Hukum” menyebutkan bahwa langkah-langkah selanjutnya setelah merumuskan masalah adalah merumuskan tujuan penelitian. Tujuan penelitian
dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut.7
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tindakan wanprestasi dalam perjanjian jual beli pada perkara nomor: 609/Pdt.G/2017/PNMdn;
2. Mengetahui dasar hakim menetapkan putusan pada Apotik Sandi Jaya tanpa pembayaran bunga moratoir dan dwangsom;
3. Mengetahui dampak hukum yang terjadi pada PT Millennium Pharmacom International Tbk dan Apotik Sandi Jaya akibat wanprestasi pada perkara nomor : 609/Pdt.G/2017/PNMdn.
Salah satu faktor penulisan masalah dalam penelitian ini bahwa penelitian ini dapat bermanfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut.
Berikut adalah manfaat yang diharapkan dari rencana penulisan ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis adalah keberfungsian penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat teoritis dalam penulisan ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, hasil penelitian ini dapat
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 118
dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penelitian hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Adapun manfaat praktis dari penelitian hukum ini adalah pemahasan dalam skripsi ini dapat menjadi bahan dalam perkembangan teknologi khususnya jual beli dengan pembayaran secara bertahap dan memberi wawasan berkenaan dengan tanggung jawab para pihak atas wanprestasi yang terjadi dalam jual-beli obat-obatan tersebut dan diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan juga dapat menjadi acuan terhadap pemerintah apabila ingin membuat suatu peraturan yang baru khususnya berhubungan dengan jual-beli dengan pembayaran secara bertahap.
D. Metode Penulisan
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian merupakan usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan
atau menjawab problemnya serta mendapatkan informasi yang konkret.8 Pelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.9
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pengertian penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian perpustakaan yaitu dengan menggunakan data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 10 Selain melalui data yang ada pada perpustakaan, informasi beserta data juga diperoleh dari berkas putusan Mahkamah Agung terkait perkara yang dibahas.
Metode penelitian hukum normatif ini juga biasa disebut dengan penelitian hukum doktriner atau juga disebut dengan penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner , sebab penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-
8Joko P. Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hal. 2
9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 38
10 Faktor Hukum.com, “Macam-Macam Penelitian”, diakses dari http://faktorhukum.com /2019/10/macam-macam-penelitian/ pada Minggu 1/3/2020, Pukul 12:57 WIB.
peraturan tertulis sehingga penelitian tersebut sangat erat hubungannya pada perpustakaan dikarenakan hukum normatif ini akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan.11
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder”. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas, sehingga dapat disimpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang sangat luas.
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif merupakan penelitian menggunakan metode untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Menurut Kriyanto peneliti perlu melakukan kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antar variabel yang satu dengan yang lainnya.12 Sifat penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian penjelasan atau explanatory research, yang mana tujuan menjelaskan hubungan dan pengaruh melalui pengujian hipotesis.
2. Sumber Data
11 gurupendidikan.com , “Metode Penelitian Hukum – Pengertian, Macam, Normatif, Empiris, Pendekatan, Data, Analisa, Para Ahli” , diakses dari https://www .guru pendidikan .co.id /metode-penelitian-hukum/ pada Minggu 1/3/2020 , Pukul 11.05 WIB
12 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Malang: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal 68.
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang menggunakan sumber data sekunder, sumber data sekunder terdiri dari tiga bahan hukum yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seluruh masyarakat dan diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Adapun bahan hukum primer dalam skripsi ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, studi putusan Mahkamah Agung nomor: 609/ Pdt.
G/2017/PN Mdn.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang mempunyai hubungan erat dan mendukung secara langsung bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah literatur, buku-buku ilmiah, artikel internet, makalah atau hasil ilmiah para sarjana, jurnal hukum, dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum untuk memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Adapun bahan hukum tersier yang digunakan dalam skripsi ini adalah berupa kamis, baik kamus bahasa maupun kamus hukum.
3. Analisis Data
Sumber data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan sehingga diperoleh gambaran dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang
menjadi obyek kajian, lalu diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif dan memakai teknik generelisasi. Metode penerikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. Metode penarikan secara induktif adalah proses awal dari proposisi- proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru).
Teknik generalisasi merupakan salah satu teknik dalam membuat kesimpulan. Fokus utama dalam teknik ini adalah membuat kesimpulan dengan menarik satu kesimpulan umum. Hal ini kita dapatkan setelah melakukan penelitian yang kita lakukan berdasarkan fakta dan data yang telah kita buat dan teliti. Kemudian, harus sesuai dengan jenis penelitian yang telah kita perbuat sebelumnya.13 Sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan- permasalahan yang telah disusun.
5. Teknik Pengumpulan Data
13 Enjiner.com, “Langkah Langkah Membuat Kesimpulan”, diakses dari https://enjiner.com/cara-membuat-kesimpulan/ pada Minggu 1/3/2020, Pukul 13:57 WIB.
Teknik pengumpulan data di dalam skripsi ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan buku-buku, makalah, jurnal, artikel internet, karya ilmiah, dan juga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Perjanjian Jual Beli
Pengaturan mengenai perjanjian diatur pada Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain dan pihak yang lain tersebut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 14
Pengertian perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad yaitu persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan.15
Arti pelaksanaan perjanjian tidak lain adalah pemenuhan prestasi secara sempurna dan tepat waktu sebagaimana yang telah disepakati, dengan pemenuhan
14 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2008, Cet 33), hal 1.
15 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 2009), hal. 78
kewajiban dengan sempurna dan tepat waktu, maka suatu perjanjian dinyatakan telah mencapai tujuannya, yaitu menyerahkan sesuatu, melaksanakan suatu perbuatan, dan tidak melaksanakan suatu perbuatan.16
Akibat dari terjadinya perjanjian maka undang-undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Oleh karena itu, semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak atau karena alasan-alasan oleh undang- undang yang dinyatakan cukup untuk itu.17
Suatu perjanjian terdapat beberapa unsur di dalamnya, yaitu:18
a. Unsur esensilia, adalah unsur dalam perjanjian mewakili ketentuan- ketentuan yang berisi prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau kedua pihak yang mencerminkan isi dari perjanjian tersebut. Unsur esensilia ini merupakan unsur yang memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian.
b. Unsur naturalia, adalah unsur yang wajib ada dalam perjanjian yang berupa ketentuan-ketentuan atau prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh pihak- pihak dalam perjanjian yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut yang membedakan secara prinsip dari jenis perjanjiannya. Unsur esensilia
16 Marilang, Hukum Perikatan:Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Makassar: Indonesia Prime, 2017), hal.288.
17 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanungsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta:
Grasindo, 2007), hal 32.
18 Shahib Muslim dan Khotbatul Laila, Hukum Bisnis, (Malang: Polinema Press, 2018), hal 58.
ini ada umumnya digunakan untuk memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian.
c. Unsur aksidentalia, adalah unsur pelengkap dalam perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh pihak.
Perjanjian yang diatur secara khusus dalam Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata disebut perjanjian nominat, sedangkan perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut perjanjian innominat. Menurut Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.19
Salah satu bentuk perjanjian khusus tersebut adalah perjanjian jual beli.
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-Pasal 1540 Bab V Jual Beli Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian jual beli berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.
Menurut R.Wirjono Prodjodikoro jual beli menunjukkan bahwa dari suatu pihak perbuatan dinamakan penjual, sedangkan dari pihak lain dinamakan pembeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik ini adalah
19 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, (Jakarta: Kencana, 2015, cet IX), hal.64.
sesuai dengan istilah Belanda koop en ver koop, yang mana verkoop adalah menjual, koop adalah membeli.20
Wujud dari hukum jual beli adalah rangkaian hak-hak dan kewajiban- kewajiban dari para pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli.
Biasanya sebelum mencapai kesepakatan, didahului dengan tawar menawar, yang berfungsi sebagai penentu sejak kapan terjadi persetujuan tetap. Sejak terjadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tersebut baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan pembeli. Jual beli merupakan perjanjian yang paling banyak diadakan dalam kehidupan masyarakat.21
2. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “wanprestatie”, merupakan terminologi dalam hukum perdata yang artinya ingkar janji atau prestasi yang buruk (tidak menepati janji), yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Wanprestasi adalah suatu keadaan menurut hukum perjanjian, dimana seseorang tidak melakukan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan.22 Mariam Darus Badrulzaman dalam buku Kompilasi Hukum Perikatan, menyatakan bahwa apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur
20 R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2011) hal. 22.
21 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.317.
22 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 2009), hal 339.
itu wanprestasi dan juga menyatakan bahwa ingkar janji (wanprestasi) wujud dari tidak memenuhi perikatan terdiri dari tiga macam yaitu:23
a. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan;
b. Debitur terlambat memenuhi perikatan;
c. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibat yang sangat penting dari tidak terpenuhinya perikatan ialah kreditur dapat meminta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya.
Wanprestasi terjadi dalam kondisi salah satu pihak lalai melakukan suatu kewajiban pemenuhan prestasi, jika demikian tidak semua perbuatan wanprestasi dapat terjadi karena suatu kelalaian, dapat pula terjadi tidak dipenuhinya suatu prestasi karena unsur kesengajaan.24
Wanprestasi harus didasari adanya suatu perjanjian atau perikatan, baik perjanjian tersebut dibuat secara lisan atau tertulis, baik dalam bentuk perjanjian di bawah tangan atau dalam akte autentik, tanpa dilandasi perjanjian tidak dapat dinyatakan wanprestasi, melainkan perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan karena tidak dipenuhinya suatu prestasi dapat mengajukan gugatan keperdataan.25
Wanprestasi seseorang dapat berupa 4 macam, yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
23 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal 19.
24 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hal 56.
25 Yahman, Cara Mudah Memahami Wanprestasi dan Penipuan Dalam Hubungan Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2019), hal 17.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
c. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);
d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR).26
3. Bunga Moratoir dan Uang Paksa (Dwangsom)
Apabila salah satu pihak terbukti telah melakukan kelalaian sehingga tidak terpenuhinya perjanjian tersebut, maka pihak tersebut wajib melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Hal ini dinyatakan dalam beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sebagai berikut:
26 Dermina Dalimunthe, “Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perspektif Kitab Undang- Undang Hukum Perdata”, Jurnal Al-Maqasid, Vol.3, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal. 19.
Pasal 1239
“Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya”.
Pasal 1243
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Sebagaimana dikutip dari buku Hukum Perikatan yang ditulis oleh J.Satrio, ada tiga jenis bunga yaitu:
a. Bunga moratoir, yaitu bunga yang terhutang karena debitur terlambat memenuhi kewajiban membayar sejumlah utang;
b. Bunga konventional, yaitu bunga yang disepakati para pihak; dan
c. Bunga kompensatoir, yaitu semua bunga, di luar bunga yang diperjanjikan.27
Bunga moratoir merupakan bunga kompensatoir, yang artinya adalah ganti rugi dalam wujud sejumlah uang, sebagai akibat dari tidak atau terlambat dipenuhinya perikatan yang berisi kewajiban pembayaran sejumlah uang oleh debitur. Hal ini diatur khusus pada Pasal 1250 paragraf (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan:
27 Bimo Prasetio, “ Aturan Pengenaan Bunga Kepada Debitur yang Lalai”.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt505747d665ed5/bunga/, dikutip pada
14 Agustus 2020, Pukul 17.00 WIB.
tiap-tiap perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan perundang- undangan yang khusus.
Pada prinsipnya bunga moratoir ini tidak perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur, namun untuk pengenaan bunga moratoir hanya harus dibayar terhitung mulai dari diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal yang mana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.28
Berdasarkan Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 1848 menyatakan bunga dari suatu kelalaian/kealpaan (bunga moratoir) yang dapat dituntut oleh kreditur dari debitur adalah sebesar 6 (enam) % per tahun. Mengacu pada Pasal 1250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bunga yang dituntut oleh kreditur tersebut tidak boleh melebihi batas maksimal bunga sebesar 6 (enam) % per tahun.
Uang paksa (dwangsom) adalah uang yang diminta oleh Penggugat kepada pihak Tergugat dalam suatu gugatan setiap kali terhukum lalai atas keterlambatan memenuhi hukuman pokok. Menurut Harifin A Tumpa, menegaskan bahwa
“Hukuman dwangsom adalah bersifat accesoir dan merupakan hukuman tambahan dari hukuman pokok. Ini berarti bahwa tidak ada dwangsom tanpa hukuman pokok. Dwangsom di sini sebagai alat eksekusi untuk memberi tekanan kepada terhukum agar ia dengan segera memenuhi prestasi yang diwajibkan dengan sukarela. Kalau prestasi tidak dilaksanakan, maka dwangsom dilaksanakan. 29
28 Ibid.
29 Munawir, “ Implementasi Eksekusi Uang Paksa (Dwangsom): Studi Terhadap Putusan- Putusan Hakim tentang Uang Paksa di Pengadilan Negeri Ponorogo”, Justicia Islamica, Vol 12, No 2, Juli-Des 2015, hal 251.
Ketentuan mengenai uang paksa (dwangsom) terdapat dalam Pasal 606 Rv Huruf a, yaitu:
Sepanjang suatu keputusan hakim mengandung hukuman untuk sesuatu yang daripada membayar sejumlah uang maka dapat ditentukan bahwa sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya harus diserahkan sejumlah uang yang besarnya ditetapkan dalam keputusan hakim dan uang tersebut dinamakan uang paksa (dwangsom).
Dwangsom tidak dapat dijatuhkan pada hukuman pokok terkait dengan pembayaran sejumlah uang, hal ini diatur dalam rumusan ketentuan Pasal 611a Rv yang sama dengan Pasal 606a Rv yang pernah berlaku di Indonesia. Putusan Mahkamah Agung No.2331K.Pdt/2008 tanggal 23 Juli 2009 menyatakan bahwa penghukuman pembayaran sejumlah uang tidak dapat dikenakan dengan uang paksa (dwangsom).30
F. Keaslian Penulisan
Skripsi berjudul “ANALISIS YURIDIS GUGATAN WANPRESTASI PT
MILLENNIIUM PHARMACOM INTERNATIONAL.TBK TERHADAP
APOTIK SANDI JAYA (Studi Putusan Nomor: 609/Pdt.G/2017/PN Mdn)”. Judul ini telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan serta telah melalui tahap pengujian kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka diketahui belum pernah dilakukan penulisan yang serupa dengan judul skripsi ini.
Ada banyak skripsi yang membahas tentang Perjanjian Jual-Beli dengan pembayaran secara bertahap, tetapi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini
30 Harifin A Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: Kencana 2010), Kata Pengantar.
berbeda dengan permasalahan pada karya ilmiah lainnya. Apabila terdapat pendapat dan kutipan dari tulisan sebelumnya, hal tersebut merupakan semata- mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini. Dengan demikian penulisan skripsi ini bukan hasil tiruan atau penggandaan karya tulis orang lain. Skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah yang lahir dari buah pikiran penulis sendiri. Apabila dikemudian hari diketahui ada skripsi dengan judul yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini, dipaparkan sistematika penulisan dengan tujuan agar mempermudah pengertian dan pendalaman secara jelas. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab, sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
Bab I pendahuluan. Bab ini diuraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, dimulai dari latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, memaparkan hal yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dan manfaat yang diperoleh dari penulisan tersebut. Pada bagian ini juga diuraikan apa yang menjadi permasalahan, keaslian penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II pada bab ini berisi tinjauan umum tentang hukum perjanjian serta pembahasan mengenai pengertian perjanjian pada umumnya, syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas dalam suatu perjanjian, jenis-jenis perjanjian, peraturan tentang jual beli barang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan, serta pernerapannya pada perkara
nomor : 609/Pdt.G/2017/PN Mdn. Pembahasan tentang timbulnya masalah pada proses pembayaran sehingga menimbulkan wanprestasi oleh Apotik Sandi Jaya.
Bab III dalam skripsi ini merupakan pembahasan mengenai dasar hakim mengabulkan gugatan yang diberikan oleh PT Millennium Pharmacom Internatioan Tbk beserta pembelaan dari Apotik Sandi. Peraturan tentang pembayaran bunga moratoir dan dwangsom serta pertimbangan hakim.
Bab IV dalam bab ini membahas tentang dampak hukum yang diterima oleh PT Millennium Pharmacom International Tbk sebagai pihak yang dirugikan dan dampak hukum yang diterima oleh Apotik Sandi sebagai pihak yang melakukan wanprestasi
Bab V dalam bab ini membahas mengenai kesimpulan yang sekaligus sebagai jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan ini.
Selanjutnya penulis akan memberikan saran terhadap permasalahan yang ditimbulkan.
BAB II
PROSEDUR JUAL BELI OBAT-OBATAN ANTARA PT MILLENNIUM PHARMACOM INTERNATIONAL TBK TERHADAP APOTIK SANDI
JAYA (Studi Putusan Nomor : 609/Pdt.G/2017/PN Mdn)
A. Peraturan tentang Jual Beli Barang Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Peraturan-Peraturan Lain, serta Penerapannya pada Perkara Nomor : 609/Pdt.G/2017/PN Mdn
1. Peraturan tentang Jual Beli Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Peraturan-Peraturan Lainnya
Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti mendefinisikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak yang mana satu pihak berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.31 Abdulkadir Muhammad memberikan definisi perjanjian adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur yang terletak dalam bidang harta kekayaan.32
Mariam Darus Badrulzaman membagi unsur hukum perjanjian menjadi 4 (empat) unsur, yakni:
a. Subjek hukum, dalam suatu perjanjian ada 2 (dua) subjek hukum yakni kreditur dan debitur. Kreditur adalah pihak yang berhak atas prestasi dari debitur, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasinya kepada pihak kreditur. Tiap perjanjian setidaknya harus ada seorang kreditur dan seorang debitur. Subjek hukum dalam suatu
31 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: Intermasa, 2010), hal 122.
32 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hal.9.
perjanjian tidak hanya orang perseorangan saja (natuurlijkepersoon), badan hukum juga merupakan subjek hukum yang dapat melakukan perjanjian. Badan hukum seperti Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Koperasi.
b. Hubungan hukum, hanya dapat terjadi ketika melibatkan dua orang atau lebih. Hubungan hukum melekatkan hak dan kewaiban kepada para pihak yang melakukan perjanjian.
c. Kekayaan, kriteria kekayaan adalah ukuran-ukuran yang dipakai terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum tersebut dapat dinamakan suatu perikatan.
d. Objek hukum perikatan, adalah hak dari kreditur dan kewajiban dari debitur yang lazimnya dinamakan prestasi. Pasal 1234 Kitab Undang- Undang Hukum Perdaya membagi prestasi menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.33 Ada beberapa sifat prestasi yang harus dipahami agar prestasi dilaksanakan oleh debitur, yakni:
1) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;
2) Harus mungkin;
3) Harus diperbolehkan atau diperkenankan (halal);
4) Harus ada manfaat pada kreditur;
5) Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.34
Adapun jenis-jenis perjanjian adalah sebagai berikut:
33 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, 2015, hal 12.
34 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, 2006, hal 225.
a. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Hal ini diatur dalam Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sebagai berikut:
Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Menurut Abdulkadir Muhammad kriteria perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik terletak pada kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.
Artinya, jika kewajiban berprestasi dibebankan kepada salah satu pihak maka perjanjiannya termasuk jenis perjanjian sepihak, sedangkan jika kewajiban berprestasinya dibebankan kepada kedua belah pihak, maka perjanjiannya termasuk jenis perjanjian timbal balik.
c. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dimana setelah terjadinya kata sepakat antara pihak-pihak, sudah melahirkan perjanjian yang sah, kecuali jenis perjanjian yang membutuhkan formalitas tertentu seperti perjanjian jual beli tanah dan lainnya yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis. Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru dinyatakan terjadi apabila barang yang menjadi pokok perjanjian sudah diserahkan seperti utang-piutang, pinjam- pakai, dan penitipan barang.
d. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama, hal ini dapat diketahui melalui Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi
“semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Pasal ini dibedakan dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian bernama atau yang oleh undang-undang telah diberi nama khsuus dan perjanjian yang tidak memiliki nama tertentu.35
Salah satu bentuk perjanjian bernama adalah perjanjian jual beli. Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, yang mana Undang-Undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang selalu dilakukan orang setiap hari, hanya saja karena banyak atau seringnya dilakukan sehingga tidak disadari bahwa hal ini pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian jual beli bermaksud memindahkan hak milik atas suatu barang dengan imbalan atau kontra prestasi berupa uang.36
Jual beli merupakan aktivitas perdagangan yang diatur khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu pada Pasal 1457-1540 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Tidak terdapat batasan antara penjual dan pembeli maupun penjual dan dalam melakukan aktivitas mereka. Sehingga dapat diartikan bahwa semua orang dapat melakukan aktivitas jual beli yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dengan beberapa persyaratan yang telah disepakati oleh para pihak.
Perjanjian jual beli yang mengalihkan atau memindahkan hak milik atas suatu barang tersebut, membebani kewajiban kepada penjual untuk menyerahkan barangnya kepada pembeli serta menjamin barang yang dijualnya dari cacat
35 Marilang, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Makassar:
Indonesia Prime, 2017) hlm 159-164.
36 Ahmad Miru dan Sakka Pati, Hukum Perjanjian: Penjelasan Makna Pasal-Pasal Perjanjian Bernama dalam KUHPerdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2020), hal 3.
tersembunyi. Penjual pertanggung jawab jika barang yang dijualnya mengandung cacat tersembunyi, kecuali secara khusus ditentukan lain dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak. Penjual juga dibebani kewajiban kepada pembeli untuk menjamin bahwa barang yang dijual adalah miliknya dalam arti tidak akan diganggu oleh pihak lain terkait kepemilikan atas barang tersebut, atau yang lebih dikenal dengan menjamin ketentraman. Pembeli juga dibebani kewajiban untuk membayar harga barang sesuai kesepakatan dengan menggunakan uang.37
Pengertian dari jual beli menjadi sangat luas dan mempunyai keragaman.
Hal ini dapat kira lihat dari beberapa ahli yang yang memberikan pengertian dari jual beli itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
Menurut R Wirjono Prodjodikoro jual beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk wajib menyerahkan suatu barang dan pihak lain wajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua.38
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak milik atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.39
Menurut Volmar sebagaimana dikutip oleh Suryodiningrat mengatakan bahwa jual beli adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya pembeli (loper) untuk memindah tangankan suatu benda
37 Ibid.
38Yahman , Op.Cit.,hlm 81.
39 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 243.
dalam eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu, berwujud uang.40
Menurut Subekti sebagaimana dikutip dari Salim dalam bukunya berjudul Hukum Kontrak (Teori dan Praktik Penyusunan Kontrak) disebutkan bahwa di dalam hukum Inggris, perjanjian jual beli (contract of sale) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sale (actual sale) dan agreement to sell, hal ini terlihat dalam Section 1 ayat (3) dari Sale of Goods Act 1893. Sale adalah suatu perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (comperance), sedangkan agreement to sell adalah tidak lebih dari suatu koop overeenkomst (perjanjian jual beli) biasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Inggris terlihat bahwa ada perbedaan prinsip antara sale dan agreement sell. Sale terdiri atas perjanjian jual dan pemindahan hak milik, agreement to sell belum tentu ada penyerahan hak milik. Sehingga jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.41
Pengertian jual beli terkandung dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni, “suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak lainnya untuk membayar harga yang dijanjikan.” Berdasarkan rumusan Pasal 1457 tersebut, dapat dilihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan
40 Yahman , Op.Cit.,hlm 83.
41R. Subekti, Aneka Perjanjian,(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm 1
kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan yang oleh pembeli kepada penjual.
Berbagai definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa definisi perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli, dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi di atas adalah; adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli dan adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.42
Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak yaitu dalam proses perundingan (preliminary negotiation), salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum seperti meminjam uang membeli tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final antara final mereka mengenai perjanjian yang di rundingkan”. 43
Suatu perjanjian terdapat kesepakatan diantara kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatuperjanjian tertulis yang di dalamnya terdapat adanya hak dan kewajiban yang dijamin oleh hukum bagi kedua pihak yang mengadakan
42 Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta: Sinar Grafika 2014), hal 49.
43 Suharnoko, Op.Cit, hal 1.
perjanjian, dimana pihak yang satu berhak menuntut hak kepada pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi kewajiban tersebut. Membuat perjanjian berarti para pihak secara sukarela telah mengikatkan diri untuk melaksanakan prestasi dengan jaminan berupa harta kekayaan yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak-pihak yang berjanji. Sifat sukarela disini merupakan indikator bahwa perjanjian tersebut harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, pernyataan sukarela ini menunjukkan bahwa perikatan merupakan hasil dari sebuah perjanjian dan bukan undang-undang.
Selanjutnya Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa perjanjian jual beli dianggap sudah berlangsung apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun barangnya belum diserahkan dan uangnya belum dibayarkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian berupa kesepakatan yang ada sudah menjadi hukum tertinggi diantara kedua belah pihak yang melakukan kesepakatan tersebut. Adapun akibat dan dampak langsung dari kesepakatan tersebut harus dipenuhi tanpa terkecuali. Dan Suatu perjanjian jual-beli diharuskan memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut menjadi sah, mengikat dan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak
yang membuatnya.44 Syarat pertama dan kedua terkait dengan subjek atau para pihak dalam perjanjian, sehingga disebut dengan syarat subjektif. sementara itu, syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif karena terkait dengan objek perjanjiannya.45
Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi hukumnya dan dapat dibatalkannya suatu perjanjian, apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau dibatalkan oleh pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku (Gunawan Widjaja, 2003:68).46
Adapun penjelasan dari 4 (empat) syarat tersebut adalah:
a. Kesepakatan
Kesepakatan diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdara. Kesepakatan merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang meliputi unsur-unsur perjanjian, syarat-syarat tertentu dan bentuk tertentu. Jika dalam kata
44 Galuh Puspaningrum, Hukum Perjanjian yang Dilarang Dalam Persaingan Usaha, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2015), hal. 57.
45 Frans Satriyo Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, (Jakarta:
Transmedia Pustaka, 2008), hal.7
46 Retna Gumanti, “Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau Dari KUHPerdata)”, Jurnal Pelangi Ilmu, Vol.05, No.01, 2012, hal.4