• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

8.4. Dampak Kebijakan Pemerintah

8.4.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output

Dampak efektif dari insentif yang diberikan pemerintah pada output dan input secara keseluruhan terhadap usahatani rumput laut dapat dilihat dari nilai

Effective Protection Coefficient atau Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Net Transfer atau Transfer Bersih (NT), Profitability Coefficient atau nilai Koefisien Keuntungan (PC) dan Subsidy Ratio to Producer atau Rasio Subsidi Produsen (SRP). Hasil analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Kebijakan Input-Output Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Tahun 2011.

No. Indikator Kriteria Nilai

1 Koefisien Proteksi Efektif (EPC) < 1 0.97 > 1

2 Transfer Bersih (NT) < 0 - 601 379.51 > 0

3 Koefisien Keuntungan (PC) < 1 0.89

> 1

4 Rasio Subsidi Produsen (SRP) < 0 -0.04 > 0

Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi produksi domestik secara efektif. Jika nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1), maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk produksi. Sebaliknya jika nilai EPC lebih besar satu (EPC > 1), maka kebijakan tersebut berjalan secara efektif sehingga melindungi petani untuk berproduksi.

Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai koefisien proteksi efektif (EPC) lebih kecil dari satu atau 0.97, ini berarti tambahan keuntungan yang diperoleh petani rumput laut sebesar 3 persen lebih rendah dari yang seharusnya, ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output tidak berjalan dengan efektif bagi petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke untuk berproduksi.

Indikator yang mampu menjelaskan pengaruh dampak kebijakan terhadap surplus produsen (petani rumput laut) adalah nilai transfer bersih (NT). Nilai transfer bersih (NT) yang diterima oleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke, menunjukkan nilai yang negatif sebesar Rp 601 379.51 artinya bahwa transfer yang diterima dari produsen input tradable dan faktor domestik lebih sedikit dari transfer yang diberikan kepada konsumen.

Melalui koefisien profitabilitas (PC) mampu menjelaskan dampak insentif dari seluruh kebijakan output, kebijakan input tradable dan input domestik. Tabel 17 memperlihatkan nilai PC kurang dari satu (PC < 1) yaitu sebesar 0.89.

Artinya bahwa keuntungan yang diterima oleh petani rumput laut lebih rendah sebesar 89 persen (berkurang sebesar 11 persen) dari keuntungan yang seharusnya diterima tanpa adanya kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah (pajak pemerintah terhadap ekspor rumput laut) mengakibatkan harga jual rumput laut rendah sehingga berdampak terhadap penerimaan yang diperoleh petani, selain itu tidak ada kebijakan terhadap input yang digunakan, sehingga kesemuanyan tidak memberikan insentif kepada petani dan membuat keuntungan yang diterima oleh petani lebih rendah dibandingkan dengan tanpa ada kebijakan.

Nilai rasio subsidi bagi produsen (SRP) merupakan indikator yang menunjukkan tingkat penambahan atau pengurangan penerimaan atas pengusahaan suatu komoditas karena adanya kebijakan pemerintah.

Tabel 17 menunjukkan SRP bernilai negatif sebesar 0.04. Hal ini berarti bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh negatif terhadap struktur biaya produksi, karena biaya yang diinvestasikan lebih besar daripada nilai tambah (keuntungan) yang diterima oleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke. Petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke mengeluarkan biaya produksi sebesar 4 persen lebih besar dari opportunity cost untuk produksi sehingga terjadi pengurangan penerimaan.

Berdasarkan dampak pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input output menunjukkan bahwa usahatani rumput laut dalam jangka panjang akan memberikan kerugian pada produsen akibat produsen mengeluarkan biaya yang sangat besar dari seharusnya dan teknologi yang digunakan sangat sederhana. 8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Keuntungan dan Daya Saing Rumput

Laut

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu usahatani rumput laut bila terjadi perubahan terhadap input maupun output. Perubahan ini dapat mempengaruhi penerimaan dan biaya petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke.

Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengubah besarnya produksi dan harga rumput laut. Penetapan besarnya perubahan-perubahan tersebut didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :

3. Fluktuasi harga rumput laut sebesar 16 persen per tahun ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi harga yang terjadi di tempat penelitian.

4. Perubahan besarnya produksi rumput laut sebesar 30 persen.

Analisis kepekaan (sensitivity analysis) adalah analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dilakukan karena analisis dalam metode PAM merupakan analisis yang bersifat statis. Hal ini juga berguna untuk mengetahui kepekaan efesiensi dalam usahatani rumput laut terhadap perubahan seperti perubahan produksi dan harga.

Analisis sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan 2 skenario yang mencakup penurunan harga output rumput laut sebesar 16 persen dan penurunan produksi sebesar 30 persen. Setiap simulasi dilakukan dengan asumsi harga input lainnya tetap (cateris paribus). Analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Nilai Keuntungan Berdasarkan Analisis Sensitivitas Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, 2011.

No. Skenario Keuntungan

Privat Sosial

1 Kondisi Normal 4 858 655.52 5 460 035.03

2 Harga output turun 16 persen 2 487 698.15 3 007 393.75

3 Produksi turun 30 persen 413 107 861 324

Tabel 18 menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan produksi rumput laut sebesar 30 persen, menyebabkan keuntungan privat petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke menjadi lebih sedikit dibandingkan pada kondisi tanpa adanya perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan rumput laut di Kepulauan Tanakeke sensitif terhadap perubahan produksi. Sedangkan apabila terjadi penurunan harga output rumput laut sebesar 16 persen, maka petani masih memiliki keuntungan yang positif atau masih layak untuk diusahakan meskipun keuntungan tersebut akan berkurang 2 kali lipat dari kondisi normal.

Analisis sensitivitas juga dilakukan untuk melihat daya saing rumput laut di Kepulauan Tanakeke apabila terjadi perubahan harga output maupun produksi. Analisis sensitivitas terhadap indikator daya saing dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 menunjukkan bahwa kebijakan yang menjadikan petani rumput laut pada kondisi tidak berdaya saing dan paling sensitif terhadap perubahan daya saing adalah ketika produksi rumput laut turun sebesar 30 persen. Penurunan produksi sebesar 30 persen dan penurunan harga output sebesar 16 persen menyebabkan nilai DRC dan PCR semakin besar dari kondisi normal. Hal ini berarti usahatani rumput laut di Kepulauan Tanakeke akan semakin kurang efesien untuk diproduksi baik secara privat amupun maupun sosial. Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar memperhatikan kestabilan harga rumput laut agar petani rumput laut tetap memiliki insentif untuk membudidayakan rumput laut.

Tabel 19. Indikator Daya Saing Berdasarkan Analisis Sensitivitas Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Tahun 2011.

No. Skenario Indikator Daya Saing

DRC PCR

1 Kondisi Normal 0.64 0.67

2 Harga output turun 16 persen 0.76 0.80

3 Produksi turun 30 persen 0.92 0.96

8.6. Kebijakan Alternatif Terhadap Peningkatan Daya Saing Usahatani