• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perceraian Diluar Pengadilan Agama Di Desa Gelam Jaya

Segala sesuatu baik perbuatan atau perkataan yang dilakukan dan diucapkan oleh manusia pasti akan mempunyai dampak, dan konsekuensi masing-masing, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Begitu juga halnya praktik perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gelam Jaya. Dari hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa dampak yang diterima oleh para pelaku perceraian tersebut sebagai berikut:

1. Status Perceraian

Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.96 Sebagaimana berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan secara efektif yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian di luar prosedur pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada alasan-alasan yang cukup dan dapat diterima, bahwa suami istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri lagi. Namun, nampaknya dengan diberlakukannya Undang-Undang Perkawinan tersebut tidak begitu berpengaruh bagi sebagian masyarakat, khususnya di Desa Gelam Jaya, yang sudah terbiasa degan melakukan perceraian di luar prosedur pengadilan.

Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, sudah jelas bahwa perceraian yang sah adalah perceraian yang dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. Yang artinya mereka tidak mendapatkan akta cerai dari Pengadilan Agama. Padahal perceraian tersebut dapat menimbulkan dampak negatif karena perceraian tersebut tidak sah menurut hukum positif dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Hal ini senada dengan pernyataan pejabat desa Gelam Jaya Bapak Husein Aproni, ST bahwa perceraian yang

94

dilakukan diluar pengadilan agama hanya sah menurut agama saja akan tetapi tidak sah secara hukum.97

Memang pada dasarnya dalam Islam membenarkan apabila seorang suami yang akan menceraikan istrinya hanya cukup mengucapkan seraya "saya ceraikan kamu" maka jatuhlah thalaq bagi istrinya, tanpa harus memperhatikan tempatnya dimana. Hal inilah yang menjadi landasan bagi masyarakat Desa Gelam Jaya untuk melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama. Seperti halnya pendapat Bapak M. Sanusi AR yang mengatakan: “Sebetulnya sah-sah saja meskipun di luar pengadilan apabila kedua-duanya sama-sama menerima”98

Akan tetapi dalam hidup bernegara harus taat kepada aturan yang ada di Negara tersebut, selama tidak bertentangan dengan syariat itu sendiri, karena taat kepada pemerintah, merupakan bagian dari kewajiban sebagai umat Muslim. Pemerintah membentuk suatu peraturan tentang perceraian ini , tidak lain bertujuan agar tertib administrasi seperti halnya masalah pencatatan perkawinan, kelahiran anak serta untuk mempersulit terjadinya perceraian. Karena hal ini, pada dasarnya sesuai dengan prinsip Hukum Islam mengenai perceraian, yaitu mempersulit terjadinya perceraian karena perceraian merupakan suatu yang halal namun dibenci oleh Allah.

Dari data di atas jelas bahwa perceraian yang dilakukan Masyarakat Desa Gelam Jaya bertentangan dengan Undang-Undang yang mewajibkan perceraian dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama.

2. Dampak Negatif Terhadap Isteri

Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan, akan berpengaruh dan berdampak negari terhadap istri, diantara lain yaitu karena perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak memiliki surat bukti cerai

97َWawancara Dengan Bapak Husein Aproni, Operator Desa Gelam Jaya, di Kantor Kepala Desa Gelam Jaya. Senin, 15 Oktober 2020. Pukul 14:00 WIB.

98َWawancara Dengan Bapak M. Sanusi AR, Kepala Desa Gelam Jaya, di Kantor Kepala Desa Gelam Jaya. Senin, 15 Oktober 2020. Pukul 10:00 WIB.

95

atau yang biasa disebut dengan akta cerai yang mempunyai kekuatan hukum, sehingga si janda (istri) apabila ingin menikah lagi kesulitan dengan pihak Kantor Urusan Agama. Karena setiap janda yang hendak menikah lagi harus memiliki akta cerai dari pengadilan. Apabila tidak dapat membuktikannya dengan akta cerai, maka jalur yang bisa di tempuh nikah di bawah tangan (Sirri). Sedangkan dalam nikah siri akan banyak dampak negatif bagi si istri.

Selanjutnya, dampak negatif terhadap isteri akibat perceraian di luar sidang Pengadilan Agama adalah si istri tidak mendapatkan haknya setelah bercerai, seperti nafkah selama masa iddah tempat untuk tinggal, pakaian, pangan.. Padahal semua itu sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 yang menjelaskan akibat putusnya perkawinan yaitu seorang suami wajib memberikan nafkah mut’ah baik berupa uang atau benda kecuali bekas istrinya belum dicampuri; memberikan nafkah iddah, tempat tinggal dan pakaian; melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya; dan memberikan nafkah hadhanah kepada anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Hampir seluruh informan yang berhasil penulis wawancara, mereka semua tidak mendapatkan nafkah masa iddah. Seperti halnya yang dialami oleh Ibu Ismiyat Tarkimi Beliau berkata: “Enggak sama sekali, tapi gak papa saya ikhlas pingin ngurus anak” 99 dan ada juga yang hanya mendapat nafkah anak saja seperti ibu Yanah dan nafkah anak tersebut hanya diberikan sesekali saja ketika mantan suami berkunjung kerumah.100

Selain permasalahan nafkah masa iddah, muncul juga permasalahan yang lain, yaitu pembagian harta bersama. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 97 dijelaskan bahwa janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

99َ Wawancara Dengan Ibu Ismiyat Tarkimi, Pelaku Perceraian, di Kediaman Ibu Ismiyat Tarkimi. Selasa, 16 Oktober 2020. Pukul 14:00 WIB.

100َ Wawancara Dengan Ibu Yanah, Pelaku Perceraian, di Kediaman Ibu Yanah. Rabu, 17 Oktober 2020. Pukul 10:00 WIB.

96

perkawinan Namun praktik perceraian yang dilakukan di Desa Gelam Jaya tidak jelas pembagian harta bersama antara suami dan isteri.

Dari data di atas jelas bahwa dampak negatif perceraian di luar Pengadilan Agama bagi seorang isteri adalah dia tidak mendapatkan nafkah masa iddah, dan pembagian harta bersama. Hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 149 dan pasal 97.

3. Dampak Terhadap Suami

Selain berdampak kepada istri, berdampak juga kepada suami apabila melakukan perceraian di luar pengadilan. Sama halnya dengan istri, suami yang melakukan perceraian di luar pengadilan akan mengalami kesulitan ketika hendak menikah lagi dengan perempuan lain. Perceraian yang dilakukan di luar pengadilan tidak akan memiliki akta cerai yang sah dan memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga apabila hendak menikah lagi melalui pihak Kantor Urusan Agama tidak akan mengizinkan sampai ada surat yang sah dari pengadilan, dan juga pihak desa tidak akan memberikan Surat Pengantar Nikah yang nantinya akan digunakan sebagai syarat administrasi pernikahan yang resmi. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Desa Gelam Jaya Bapak Sanusi AR " Dampak yang terjadi kepada kedua belah pihak tidak kita buatkan surat pengantar nikah"

4. Dampak Negatif Terhadap Anak

Setiap perceraian yang terjadi, pasti akan menimbulkan akibat negatif bagi setiap orang yang berkaitan dengan pasangan suami istri yang bercerai tersebut, baik dari pihak istri, pihak suami, maupun bagi keluarga kedua belah pihak, terlebih lagi perceraian tersebut pasti akan berpengaruh terhadap buah hati mereka, baik perceraian tersebut dilakukan di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Karena perceraian orang tua dapat berdampak pada kondisi psikis anak, yang sebelumnya si anak berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih saying, hidup bersama dengan memiliki figur seorang ibu dan ayah, tiba-tiba berada dalam

97

lingkungan keluarga yang penuh dengan masalah dan pada akhirnya harus tinggal hanya dengan salah satu figure, ibu ataupun ayah. Bahkan luka yang dialami anak mungkin saja terus dibawanya sampai dewasa. Dampak yang mungkin terjadi kepada setiap anak berbeda-beda, tergantung dari usia anak pada saat orang tua bercerai, kondisi perceraian, serta kepribadian anak tersebut.

Dampak negatif terhadap anak dari perceraian di luar Pengadilan Agama bukan hanya saja berdampak pada kondisi psikis anak tersebut, tetapi juga terhadap hak-hak yang harus terima anak tersebut diantaranya hak anak dari ayah kandungnya seperti hak mendapatkan nafkah secara teratur dan dalam jumlah yang tetap. Hal tersebut diatur pada Pasal 45 UUPA yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban orang tua dan anak menentukan bahwa:

a) Kedua orang tua memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak anak mereka dengan sebaik-baiknya Kewajiban tersebut berlaku sampai anak-anaknya menikah dan dapat berdiri sendiri dari kewajiban tersebut dan berlaku terus menerus meskipun pernikahan orang tua putus. Ironisnya anak-anak dari orang tua yang bercerai di luar Pengadilan Agama di Desa Gelam Jaya tidak mendapatkan haknya seperti yang dialami hampir semua informan yang penulis wawancara seperti Ibu Ismiyat Tarkimi , beliau berkata “Enggak sama sekali, tapi gak papa karna memang saya ikhlas mau ngurus anak.”101

b) Perceraian yang dilakukan di luar sidang tidak memiliki kekuatan hukum, sehinggan tidak dapat memaksa si ayah ataupun ibu untuk memberi nafkah secara teratur, baik dari waktu untuk memberi nafkah maupun jumlah nafkah yang diberikan. Jika perceraian tersebut dilakukan di dalam sidang pengadilan hal tersebut akan

101َWawancara Dengan Ibu Ismiyat Tarkimi, Pelaku Perceraian, di Kediaman Ibu Ismiyat Tarkimi. Selasa, 16 Oktober 2020. Pukul 14:00 WIB.

98

ditetapkan dan ditentukan ketika sidang berlangsung, dan memiliki kekuatan hukum, sehingga dapat memaksa si ayah ataupun ibu untuk memberikan nafkah.

Sedangkan mengenai hadhanah, mayoritas responden yang memiliki anak, anak tersebut dirawat ibunya. Dari data di atas jelas bahwa anak-anak menjadi korban akibat dari perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan masyarakat Desa Gelam Jaya. Yang seharusnya menjadi hak-hak anak tersebut tidak mereka terima. Artinya hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 UUPA bahwa orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya sampai dia menikah dan dapat berdiri sendiri. Begitu juga dengan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam bahwa seorang suami berkewajiban memberikan biaya Hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun. Sedangkan mengenai hadhanah, sesuai dengan ketentuan pasal 156 Kompilasi Hukum Islam.

5. Dampak Negatif Terhadap Pihak Desa

Selain menimbulkan dampak negatif terhadap internal nya suatu penceraian seperti, suami, istri dan anak. Perceraian yang dilakukan di luar pengadilan pun menimbulkan dampak negatif bagi eksternal dari suatu hubungan tersebut, yaitu pihak desa. Pihak desa akan kesulitan, ketika ada pendataan terkait kasus perceraian yang terjadi setiap bulannya untuk dilaporkan ke pemerintah kecamatan. Yang mana hal ini ada hubungannya dengan pencatatan data penduduk dari pemerintah kecamatan dan juga pemerintah kabupaten, yang akan dilanjutkan ke Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang biasa disingkat menjadi Dukcapil. Pencatatan ini sangat berpengaruh terhadap pencabutan data dari Kartu Keluarga. Hal ini senada dengan yang di sampaikan oleh Pak Aproni selaku operator Desa Gelam Jaya.102

102 Wawancara Dengan Bapak Aproni, Operator Desa Gelam Jaya, di Kantor Kepala Desa Gelam Jaya. Senin, 15 Oktober 2020. Pukul 14:00 WIB.

99

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian di luar Pengadilan Agama memberikan beberapa dampak negatif. Diantaranya:

Pertama, berdampak pada status perceraian mereka bahwa perceraian

tersebut tidak sah menurut Hukum positif dan tidak mempunyai kekuatan

Dokumen terkait