• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pergeseran fungsi parhobas terhadap solidaritas sosial masyarakat Batak Toba masyarakat Batak Toba

KABUPATEN SAMOSIR

3. Elek Marboru

4.6 Dampak pergeseran fungsi parhobas terhadap solidaritas sosial masyarakat Batak Toba masyarakat Batak Toba

Segala bentuk pergeseran senantiasa membawa akibat atau dampak terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu. Begitu juga dengan pergeseran fungsi parhobas yang pastinya akan membawa pengaruh tertentu pula bagi masyarakat Batak Toba tersebut, dimana melalui beberapa makna adat yang sudah bergeser dalam kehidupan sehari-harinya, sudah pasti akan membawa akibat positif maupun negatif. Sejauh apakah dampak pergeseran tersebut, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap ikatan sosial masyarakat Batak Toba.

Pada awalnya beberapa tradisi adat yang menjadi budaya bagi etnis Batak Toba, memang telah menjadi sarana pengintegrasi masyarakat Batak Toba. Dahulu ketika tradisi-tradisi tersebut masih dipegang erat, ikatan sosial Batak Toba terlihat sangat erat, atau dengan kata lain masyarakat Batak Toba terlihat memiliki solidaritas yang tinggi.

Ketika adat dan budaya Batak Toba tersebut dilaksanakan pada saat pesta perkawinan, maka sehari sebelum dan sesudah pesta berlangsung, para dongan saulaon dan gelleng baik laki-laki maupun perempuan berkumpul untuk membantu segala macam persiapan yang diperlukan dalam acara pesta adat dengan segala perlengkapan pendukungnya atau marhobas.

Para anggota keluarga yang sengaja diundang jauh-jauh hari sebelum hari pelaksanaan pesta biasanya memberikan bantuan, baik dalam bentuk tenaga maupun materi. Sehari sebelum para anggota keluarga, gelleng dan dongan saulaon akan disibukkan dengan berbagai persiapan pesta. Dari sinilah masyarakat

Batak Toba menjalin interaksi yang cukup kuat sehingga hubungan kekeluargan dan persaudaraan terbentuk erat dengan sendirinya. Rasa persaudaraan dan kekeluargaan ini akan sering terlihat ketika para warga dan anggota keluarga lainnya akan melangsungkan pesta adat. Jadi kondisi seperti ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang, ketika para anggota keluarga yang lainnya akan melangsungkan pesta adat Batak Toba.

Dari kondisi hubungan persaudaraan Batak Toba tersebut, maka masyarakat Batak Toba merasa menjadi bagian dari kelompok mereka. Kebersamaan yang mereka bangun ternyata juga menjadi perekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba. Saling bersilaturahmi, saling bertegur sapa, saling tolong menolong, menjadi kenyataan dalam keseharian masyarakat Batak. Inilah gambaran mengenai hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang cukup erat, yang terjalin dari adanya nilai-nilai yang terkandung dalam adat Bata Toba. Namun sekarang karena kebiasaan marhobas

yang menjadi bagian dari berjalannya suatu pesta adat tersebut sudah jarang atau tidak lagi dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba, pastilah hubungan solidaritas tersebut akan mengalami perubahan. Pergeseran yang terjadi pada masyarakat Batak Toba memang pada dasarnya ada dampak yang terlihat khususnya ketika akan berlangsungnya suatu acara adat seperti pada intensitas interaksi yang semakin menurun diantara warga desa Sitinjak sebagai satu kelompok keluarga yang selama ini terjalin dengan erat.

Sekarang ini apabila ada anggota keluarga Batak Toba yang akan melangsungkan pesta adat, maka para anggota keluarga, gelleng dan dongan

sebelum dan sesudah pesta berlangsung. Sekarang hanya pada saaat pesta berlangsung. Intensitas interkasi yang telah mengalami pergeseran tersebut disebabkan oleh kesibukan atau profesi yang harus dijalankan oleh masing-masing anggota masyarakat. Karena banyaknya kesibukan warga masyarakat saat ini baik pekerjaan diladang dan yang lainnya, maka tidak adanya waktu yang banyak menjadi alasan tersendiri. Dan juga alasan untuk menghemat pengeluaran dengan tidak menanggung makan parhobas botari dan sarapan pagi parhobas yang menurut masyarakat membutuhkan dana yang lebih banyak lagi.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Marhobas adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba untuk mengerjakan persiapan pesta. Biasanya yang berperan sebagai

parhobas adalah masyarakat setempat atau dongan saulaon atau dongan sahuta

dan pihak gelleng atau boru. Kebiaan marhobas ini sudah berlangsung secara turun temurun yang dianggap memiliki makna yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup mereka terutama dalam hal interaksi dengan masyarakat setempat dan keluarga mereka masing-masing. Untuk memupuk sikap saling membantu di dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu untuk tetap menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam adat masyarakat Batak Toba.

Adapun yang menjadi makna dari marhobas adalah: 1. Saling membantu sesama yang membutuhkan

2. Sebagai sarana untuk bertemu dengan sesama dan keluarga 3. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan kekeluargaan.

Kegiatan parhobas dilakukan untuk membantu pihak keluarga yang akan mengadakan pesta. Sebelum marhobas, pertama dilakukan pertemuan atau rapat yang dihadiri oleh masyarakat setempat yang dipimpin oleh raja adat atau natua-tua ni huta. Didalam rapat ini ditentukan ketua untuk setiap kelompok. Misalnya kelompok yang bertanggung jawab untuk memasak, jambar, nasi, teh, daging,

para ketua bertanggung jawab untuk mengatur para anggotanya dan mengontrol anggotanya demi berlangsungnya semua persiapan pesta dengan baik.

Ketika pesta berlangsung khusunya pada saat menjamu para tamu undangan disitulah fungsi parhobas pada puncaknya. Semua parhobas diharuskan untuk turun tangan melayani tamu undangan sampai selesai acara makan. Hingga mencuci paralatan yang digunakan untuk menjamu para tamu. Kegiatan marhobas

ini dilakukan masyarakat tanpa imbalan, semua dilakukan karena sudah menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Setelah dilakukan wawancara terhadap informan, pengetahuan masyarakat sekarang mengenai fungsi parhobas yang sebenarnya mengalami pergeseran. Dimana mayarakat sekarang memandang marhobas adalah pekerjaan yang membuang waktu dan tidak terlalu penting lagi. Anggapan seperti ini membuat makna parhobas yang sebenarnya menjadi bergeser. Proses pergeseran fungsi

parhobas dalam masyarakat terjadi secara perlahan dan bertahap. Dimana semua diawali dari masuknya barang elektronik ke desa tersebut yang akhirnya merubah cara pemikiran masyarakat setempat. Selain masyarakat desa Sitinjak juga semakin banyak yang melanjutkan pendidikan ke kota yang juga mendukung perubahan pola pikir mereka. Dimana pola pikir mereka tersebut juga dibagikan secara perlahan kepada keluarga dan masyarakat.

Adaun yang menjadi faktor eksternal terjadinya pergeseran makna parhobas

dalam masyarakat yaitu :

1. Peneman baru dan kemajuan teknologi informasi 2. Fakto ekonomi dan efisien waktu

3. Pengaruh kebudayaan lain

Dan yang menjadi faktor internalnya adalah masyarakat desa Sitinjak sendiri yang tidak menjadikan parhobas sebagai kegiatan yang penting dalam mengerjakan persiapan pesta yang berguna untuk memupuk dan menjaga solidaritas diantara sesama khususnya bagi masyarakat yang berasal dari satu nenek moyang yang memiliki budaya dan adat yang sama.

Dari hasil temuan data dan analisis data yang dilakukan, maka peneliti dapat membuat kesimpulan inti dari laporan penelitian ini yaitu:

Semakin menipisnya kesadaran budaya yang dialami oleh masyarakat Desa Sitinjak saat ini menjadi kendala tersendiri yang menyebabkan tradisi-tradisi masyarakat Desa Sitinjak menjadi bergeser, dan kalaupun tidak, itu terjadi dalam skala yang relatif kecil.

5.2. Saran

Melaui tulisan ini, peneliti ingin memberikan beberapa saran sehubungan dengan fenomena yang tampak dalam pergeseran fungsi parhobas dalam acara pesta pada sistem kekerabatan Batak Toba di desa Sitinjak. Antara lain :

1. Hendaknya pemerintah daerah melalui dinas kebudayaan melakukan upaya-upaya untuk melestarikan kebudayaan masyarakat Batak Toba. Misalnya berbagai kegiatan seperti seminar, lokakarya dan sebagainya agar budaya masyarakat Batak Toba sebagai salah satu unsure budaya nasional dapat terjaga eksistensinya.

2. Fungsi dan makna adat Batak Toba hendaknya ditanamkan sejak kecil dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sehingga masyarakat desa Sitinjak memiliki benteng pertahanan agar ada regenerasi yang dapat melanjutkan kebudayaan Batak Toba rmasuk kegiatan parhobas

BAB II