KABUPATEN SAMOSIR
3. Elek Marboru
4.5. Faktor Penyebab Pergeseran Fungsi Parhobas
Pergeseran senantiasa mewarnai kehidupan manusia. Pergeseran itu sendiri tidak dapat ditahan kehadirannya, karena cepat atau lambat pergeseran itu akan datang dengan sendirinnya. Terjadinya pergeseran budaya secara umum disebabkan oleh adanya dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Yang dimaksud secara eksternal adalah perubahan yang didorong oleh terjadinya akulturasi budaya lokal dengan budaya luar. Semakin luasnya mobilitas maka masyarakat secara tidak langsung akan memproses terjadinya interaksi antar individu dengan latar budaya yang berbeda. Selanjutnya akan menghasilkan individu yang berpikiran moderat dalam melakukan suatu aturan-aturan adat, budaya, termasuk dalam menentukan fungsi parhobas dalam acara pesta adat batak. Secara internal perubahan ini lebih didorong oleh semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat yang membawa kesadaran baru dalam menyikapi hukum adat dan budaya yang berlaku serta dapat dipatuhi oleh masyarakat.
Gultom Dj (Dalam Sibarani, 2005 : 6) mengemukakan bahwa perkembangan jaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian baik itu dalam adat dan budaya, dimana perubahan-perubahan yang dimaksud yaitu menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban tertentu dalam adat dan budaya tersebut, baik upacaranya, unsur upacara maupun hakekat yang terkandung didalam setiap upacara yang mengalami perubahan dan pembaharuan. Dari semua sikap atau tindakan, itu merupakan penyesuaian yang terdapat dalam nilai maupun makna tersendiri yang suatu keharusan bagi setiap kehidupan bersama akan terikat pada keteraturan sikap yang tidaklah bersifat statis. Penyesuaian disini adalah kesediaan individu untuk meyesuaikan dirinya ataupun berubah secara alami sesuai dengan perubhan menurut waktu serta jaman.
Berikut ini akan dipaparkan faktor yang menjawab penyebab pergeseran fungsi parhobas dalam acara pesta adat Batak Toba. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Penemuan baru dan kemajuan teknologi informasi
Teknologi merupakan hasil kreasi manusia yang ditujukan untuk membantu atau mempermudah proses hidup dan kehidupan manusia. Namun disisi lain teknologi juga membawa dampak negatif yang dapat mengancam kehidupan manusia itu sendiri seperti hilangnya nilai-nilai atau ikatan sosial masyarakat. Dampak teknologi dalam hal ini juga telah membawa akibat terhadap hilangnya tradisi, peribadatan etnis Batak Toba. (Simanjuntak, B. 2001. Pergeseran adat batak toba bagian I (online). (www.silaban.net. Diakses 12 agustus 2014, pukul 09.15).
Dengan ditemukannya catering sebagai cara baru dalam menyediakan makanan dan snack dalam acara pesta yang pada awalnya semua persiapan acara pesta dilakukan dan dikerjakan parhobas beralih menjadi menggunakan jasa
catering. Adapun yang menjadi alasan mereka adalah lebih praktisnya jika menggunakan jasa catering karena semua bahan dan barang yang diperlukan untuk menjamu tamu undangan sudah disediakan pihak catering.
Hal diatas diungkapkan oleh informan kunci yang bernama M. Sitinjak (lk,65 tahun). Berikut pernyataan informan :
“dari dulu sejak saya kecil, setiap acara adat batak toba selalunya persiapan dilakukan dan dikerjakan oleh parhobas. Biasanya yang bertugas sebagai parhobas itu adalah gelleng dan dongan saulaon atau dongan sahuta. Persiapan sudah dilakukan sehari sebelum hari pesta
diperlukan, menyiapkan bumbu untuk daging dan persiapan lainnya. Semenjak masyarakat disini sudah mengenal catering, mulailah masyarakat disini melihat-lihat daerah-daerah lain yang menggunakan jasa catering juga. Mereka melihat bagaimana catering bisa membantu dan mempermudah yang punya pesta dalam menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjamu para tamu undangan pesta. Tidak perlu repot lagi menjemput dang-dang dan alat masak lainnya sehari sebelum pesta karena pihak catering sudah membawa masakan yang sudah matang di hari pesta diadakan. Pihak yang sedang mengadakan pesta sangat terbantu dengan adanya jasa catering tersebut.”
(wawancara agustus 2014)
Hal senada juga diungkapkan oleh V. Sitinjak (lk,38 tahun):
“Kalo dulu setiap acara pesta adat khususnya pesta besar atau yang mengndang banyak orang selalunya mengandalkan jasa parhobas. Parhobas ini adalah gelleng dan dongan sahuta. Tetapi sekarang ini dengan adanya catering, masyarakat disini pun jadi menggunakan jasa catering alasannya katanya lebih simpel, lebih hemat, gak terlalu repot. Makanan yang disediakan juga gak kalah nikmatnya dari yang dikerjakan langsung oleh parhobas.
Itulah sebabnya masyarakat pun jadinya lebih memilih jasa catering terjadilah pergeseran fungsi parhobas itu sekarang karena sudah ada catering ini”.
(wawancara,agustus 2014).
Perkembangan teknologi dalam dunia informasi juga telah membawa dampak negatif, selain dampak positifnya. Teknologi informasi yang dimaksud disini adalah televisi. Munculnya televisi dalam kehidupan manusia tidak jarang juga menghadirkan suatu efek sosial yatu perubahan nilai-nilai social dan budaya suatu kelompok masyarakat. Televisi memberikan informasi sekaligus dengan adanya penayangan gambar sehingga memudahkan penyerapan informasi tersebut. Tidak jarang siaran-siaran dari televisi tersebut mempengaruhi pola piker masyarakat yang pada akhirnya mempengaruhi tatanan kehidupan sosial mereka.
http:id.wikipedia.org/wiki/televise/ diakses pada tanggal 21 agustus,2014).
Adanya tayangan-tayangan yang disiarkan melalui televisi banyak mempengaruhi pandangan dan pola pikir masyarakat desa Sitinjak, dan budayanya sendiri. Informasi yang diperoleh melalui televisi membawa akibat pada perilaku masyarakat desa Sitinjak, khususnya pada generasi mudanya. Dampak perilaku tersebut yaitu dalam proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang ditayangkan oleh televisi yang kemudian diterapkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dari cara berpakaian, cara bergaul, cara bertindak, dan sebagainya yang dapat diistilahkan dengan gaya hidup modern, dimana hal ini pada akhirnya akan menciptakan image (kesan) bagi masyarakat
Sitinjak termasuk kebiasaan marhobas tanpa dibarengi dengan hal-hal yang baru setiap tahunnya merupakan hal yang ketinggalan jaman, atau dengan kata lain kuno. Berikut merupakan pernyataan dari ibu M. boru Sitinjak (pr, 48 tahun):
“sekarang ini televisi bukan lagi merupakan barang mewah, karena hampir semua masyarakat di desa ini memperoleh informasi dari televisi sebagai media utamanya. Dan kalau pengalaman saya pribadi kadang saya tertarik mengikuta hal baru yang saya lihat dari televisi itu. Terlebih jika saya lihat banyak nilai positifnya untuk saya. Dan sepertinya bukan saya saja yang seperti itu, karena saya lihat orang-orang disini juga banyak yang berubah semenjak televisi masuk disini. Dan saya lihat, kepedulian orang juga udah berubah sama marhobas. Dulunya orang sangat senang marhobas di persiapan dan acara pesta, tapi sekarang kebanyakan orang lebih memilih nonton dirumah dan semakin tidak suka marhobas, makanya ini adalah salah satu alasan masyarakat disini lebih mengandalkan jasa catering daripada tenaga parhobas, karena pernah juga kejadian hanya sedikit orang yang datang marhobas sehari sebelum hari pestanya diadakan, karena hanya sedikit orang yang datang marhobas maka persiapannya butuh waktu yang lebih lama bahkan sampai malam. Padahal kalo misalnya semua dongan saulaon dating pasti gak sampai malam siap semua
dikerjakan. Karena udah semakin malas masyarakat disini marhobas makanya sekarang orang-orang disini jadi lebih memilih catering. Gaya hidup orang-orang dsini juga berubah karena pengaruh dari televise itu”.
(wawancara agustus 2014).
T.Gultom (lk, 50 tahun)
“Semenjak televise udah masuk dikampung ini, makin sombong kulihat orang disini. Tingkah orang-orang disini pun makin berubah, udah banyak yang macam di tipi-tipi itu. Gak ada lagi yang peduli untuk marhobas, semua sibuk dengan urusan pribadi, bahkan adanya yang memang betul-betul gak peduli padahal gak nya ada kesibukannya. Dirumah aja gitu nonton tipi, kalo udah begini kekmana lagi masyarakat disini saling membantu kalo udah gak peduli lagi satu sama lain. Padahal seharusnya dari pardongan sahutaon harusnya ikut serta marhobas kalo ada pesta dikampung ini, apalagi yang statusnya gelleng dan dongan saulaon harus ikut lah marhobas, kalo pun para orang tua gak bisa hadir marhobas misalnya kan bisanya diwakilkan anaknya yang sudah besar. Tapi yang kulihat udah gak seperti yang dulu lagi saling peduli. Udah lebih pentingnya sekarang menonton tipi daripada marhobas. Apalagi misalnya kalo pas pesta si A, si B gak datang marhobas yah otomatis di pests si B si A gak daang lagi itu
marhobas, jadi udah makin sombonglah masyarakat disini seperti yang di tipi-tipi itu”.
(wawancara agustus 2014).
2. Faktor ekonomi dan efisiensi waktu
Sebagian masyarakat desa Sitinjak sekarang ini menganggap bahwa parhobas
tidak lagi efisien karena memakan waktu yang lama dan juga memerlukan persiapan biaya yang banyak. Masyarakat desa Sitinjak menganggap kebiasaan
marhobas tidak efisien lagi dengan kondisi masyarakat yang sekarang, yang menuntut segala pekerjaan harus dilakukan dengan cepat. Mereka lebih memilih mengadakan kebiasaan marhobas dengan cara yang lebih sederhana dan mengerjakan segala sesuatunya dengan serba instan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh salah satu informan yang bernama D. Sitinjak (lk,60 tahun) infoman ini mengatakan:
“karena sulitnya mencari uang sekarang ini, orang-orang udah kurang semangat memakai jasa parhobas. Karena parhobas itu juga harus ditanggung jatah makannya selesai bekerja disore hari sebelu hari H pesta. Belum lagi kalo parhobas bawa anak masing-masing otomatis persediaan makanan harus lebih banyak. Sebelum pesta aja udah banyak pengeluaran ditambah lagi hari H pesta tambah lagi banyak pengeluaran kan jadinya dua kali lipat pengeluarannya. Belum lagi banyak
parhobas ini yang kesempatan dalam kesempitan yang sukak membawa persediaan pesta kerumahnya, misalnya gula yang disediakan untuk acara pesta besok diambil parhobas dan dibawa pulang kerumahnya kan terpaksa harus beli lagi, gitu juga daging tak jarang hilang dari dapur parhobas. Sekarang banyak orang yang menganggap marhobas itu hanya buang-buang waktu. Jadi sekarang ini sudah banyak orang yang yang menggunakan jasa catering untuk menghemat waktu dan biaya. Kalo udah di cateringkan kan jadi gak merepotkan waktu orang lain lagi, semua pekerjaan ditanggung jawabi oleh pihak catering jadi gak repot lagi. Dan mereka juga mengerjakannya gak di tempat pesta jadi sudah simpel kali jadinya”.
(wawancara agustus 2014)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh M. Sitinjak (lk,50 tahun)
“Kalo untuk sekarang ini udah banyak yang tidak perduli dengan marhobas. Semua keknya mementingkan kepentingan pribadi. Ada juga yang bilang pekerjaan ini membuang-buang waktu saja,
marhobas.kalopun dibutuhkan hanya di hari H nya lah datang itupun hanya beberapa orang saja gak semua dongan sahuta dan boru lagi”.
(wawancara agustus 2014). 3. Pengaruh kebudayaan lain
Adanya kontak dengan kelompok masyarakat lain akan menyebabkan terjadinya interaksi yang dapat mempengaruhi kebiasaan hidup sehari-hari antara satu dengan yang lainnya. Begitu juga dengan yang terjadi pada masyarakat desa Sitinjak dewasa ini. Hal ini sangat terlihat jelas adalah terjadinya perkawinan campur dengan orang yan bukan berasal dari daerah ataupun budaya yang sama. Jika salah satu pasangan pengantin terutama pihak laki-laki bukan berasal dari etnis Batak Toba maka akan terjadi tradisi bercampur dengan budaya yang dibawa suami. Dari pihak pengantin perempuan biasanya akan mengikuti budaya yang dibawa oleh pengantin laki-laki. Pernyataan ini diperoleh dari informan yang bernama N. Sitinjak (lk, 55 tahun) informan ini menyatakan:
“Aku rasa penyebabnya karna udah banyak orang yang sekolah keluar daerah atau keluar kota, kenapa saya bilang begitu karena dari anak-anak muda yang sekolah keluar, sudah jarang diantara mereka yang menikah dengan orang asli sini, tara-rata diantara mereka menikah dengan orang luar dan mereka juga tinggal disni”.
(wawancara, agustus 2014)
Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat yang memiliki adat budaya masing-masing, mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, dan juga menerima pengaruh dari masyarakat tersebut. Hal ini disebut dengan difusi, yaitu suatu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang lain, dan dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya, karena penerimaan budaya dalam proses difusi tersebut.
Faktor internal yang menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi parhobas
dalam masyarakat Desa Sitinjak adalah dengan adanya penyedia jasa catering untuk acara besar seperti pesta adat Batak. Dimana setiap acara pesta adat Batak dibutuhkan tenaga parhobas untuk melakukan pekerjaan persiapan pesta yang dimulai dari sehari sebelum pesta diadakan. Dengan adanya jasa catering ini masyarakat masyarakat menjadi merasa sangat terbantu dalam hal waktu dan ekonomi. Dengan adanya jasa catering ini menyebabkan masyarakat menjadi lupa dengan makna marhobas yang sebenarnya. Hal ini besar kemungkinannya menyebabkan bergesernya fungsi parhobas dalam acara pesta pada masyarakat desa Sitinjak.
4.6 Dampak pergeseran fungsi parhobas terhadap solidaritas sosial