• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KARISMATIK DALAM GEREJA

A. Karismatik Katolik

4. Dasar-dasar Teologi Karismatik Katolik

lambang lidah-lidah api, sehingga kemudian para rasul tidak takut lagi dan mulai memberikan kesaksian ke seluruh bangsa. Bagaimana wujud bahasa Roh itu tidak ada orang yang tahu tetapi efek dari bahasa Roh tersebut dirasakan banyak orang.

Setelah mendengar perkataan para rasul, banyak orang yang terharu, tercengang dan memberikan diri dibabtis (Kis 2:7). Ini merupakan mukjizat yang sungguh nyata bagi para rasul. Para rasul juga seringkali menggunakan bahasa Roh dalam ibadat bersama dengan syarat ada yang menafsirkan sehingga semua pihak itu dapat mempersembahkan sesuatu demi pembangunan jemaat bukan pembangunan diri sendiri (Njiolah, 2003: 14).

4. Dasar-dasar Teologi Karismatik Katolik

Karismatik tidak pernah terlepas dari peranan Roh Kudus yang adalah Roh Allah sendiri, maka dasar dari karismatik dapat ditelusuri dengan teologi tentang Roh Kudus. Peristiwa turunnya Roh Kudus kepada para rasul pada peristiwa Pentakosta, menjadi dasar terbentuk dan berdirinya kegiatan karismatik. Sebagai umat Allah yang mengimani Yesus sebagai penyelamat, kita juga dianugerahi rahmat Roh Kudus seperti para rasul yang membantu dan mengarahkan hidup kita umat-Nya untuk menuju keselamatan, maka karismatik sangat dipengaruhi oleh peranan Roh Kudus.

Dalam kehidupan umat Katolik dewasa ini, banyak sekali umat yang kehilangan arah kedamaian dalam Roh Kudus, maka dibentuklah suatu kegiatan Karismatik dimana setiap anggotanya dapat merasakan curahan Roh Kudus secara lebih nyata dan mendalam.

 

Dalam dasar-dasar teologis karismatik katolik ini, akan ditemukan banyak hal tentang Roh Kudus yang merupakan penggerak dan jiwa dalam karismatik, karena karismatik selalu mengarah pada Roh Kudus yang menghibur umat setelah kenaikan Yesus ke surga.

a. Dasar Biblis

Dasar biblis untuk Karismatik dibatasi pada perjanjian lama yaitu trito Yesaya dan perjanjian baru yaitu surat rasul Paulus pada jemaat di Korintus. Dalam Kitab Suci perjanjian lama, penulis kitab tidak banyak membicarakan tentang Roh Kudus. Memang ada tulisan mengenai Roh tetapi semuanya itu untuk menggambarkan Roh Tuhan dan tidak ada kaitannya dengan Roh Kudus. Sedangkan dalam perjanjian baru, St. Paulus dan para penginjil memang menuliskan banyak sekali hal dan kisah yang berkaitan dengan Roh Kudus. Namun, sebagai dasar biblis Karismatik Katolik hanya akan dibatasi pada kitab Yesaya dan 1 Korintus saja.

1) Yesaya

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Yes 11:1-3 dinyatakan bahwa ada satu tokoh yang dinantikan dari garis keturunan Daud yang memiliki keistimewaan karena Roh Tuhan ada pada-Nya. Hal tersebut dinyatakan dengan tegas dalam trito Yesaya. Ada tujuh ciri Roh Tuhan yang akan nampak bila Roh Tuhan benar-benar ada pada orang pilihan Tuhan (Mesias yang dinanti-nantikan dari garis keturunan Daud), kehadiran Roh itu akan dikenali dalam hikmat, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan dan takut akan Tuhan yang ada secara nyata dalam diri orang tersebut (Deshi Ramadhani, 2008:171).

 

Dalam Kitab Yesaya memang tidak tampak ada kata ‘karisma’ dan bukan teks ini juga yang menggerakkan umat untuk mengalami kerinduan akan Roh Kudus, namun, kitab ini adalah satu-satunya kitab dalam Perjanjian Lama yang menyinggung atau menyatakan tentang Roh, yaitu Roh Tuhan seperti dinyatakan dalam Kitab Yesaya 61:1:

Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara.

2) 1 Korintus

Dalam 1 Kor 12:7-10, St. Paulus menyatakan ada 9 karisma/karunia Roh Kudus yakni: Roh untuk berkata-kata dengan hikmat, Roh untuk berkata-kata dengan pengetahuan, iman, untuk menyembuhkan, untuk mengadakan mukjizat, untuk bernubuat, untuk membedakan bermacam-macam Roh, untuk berkata-kata dalam bahasa Roh, dan untuk menafsirkan bahasa Roh. Kesembilan Roh ini dimaksudkan untuk kepentingan bersama. Kesembilan karisma/karunia Roh Kudus ini memegang peran dalam ruang hubungan antar pribadi dalam sebuah komunitas. Di dalam PDKK (Persekutuan Doa Karismatik Katolik) yang merupakan komunitas, kesembilan karunia Roh ini sangat mendukung sehingga dapat saling melengkapi dalam mewarta. Masing-masing orang dapat merasakan kehadiran Roh Kudus melalui sesamanya dalam PDKK tersebut.

1 Kor 14:13-19 menyatakan adanya karunia bahasa Roh. Ia berdoa dengan bahasa Roh (1 Kor 14:14). Ia juga berkata-kata dalam bahasa Roh (1 Kor 14:18).

 

Di sinilah peringatan Paulus menjadi penting. Karena fokus perhatiannya adalah kesatuan tubuh jemaat yang nyata, sehingga dalam pertemuan jemaat pentinglah agar orang membatasi diri dalam penggunaan bahasa Roh. Ketika orang berdoa dengan bahasa Roh maupun ketika ia berkata dengan bahasa Roh, orang tersebut tidak akan membangun jemaat bila bahasa roh itu tidak bisa ditafsirkan. Karena itulah St. Paulus mendorong orang yang dapat berkata-kata dalam bahasa Roh agar berdoa juga supaya diberi karunia untuk menafsirkan bahasa Roh itu. Santo Paulus mengajarkan untuk tidak sombong menggunakan bahasa roh yang menjadi karunia dari Roh Allah sendiri. Dalam setiap pertemuan PDKK juga pasti ada seseorang yang menerima karunia berbahasa Roh, namun sesuai dengan anjuran St. Paulus, orang itu akan membatasi dan berdoa agar dapat menafsirkannya.

Paulus mengingatkan agar orang yang berkata-kata dengan bahasa Roh tidak dilarang dan syarat yang kembali diulang adalah agar ‘segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur’ (1 Kor 14:39-40). Di sini dapat dilihat bahwa dalam jemaat Paulus di Korintus ketika itu sudah ada ungkapan - ungkapan yang berlebihan dalam penggunaan bahasa Roh. PDKK juga selalu mendukung dan memuji Allah apabila ada seseorang yang menerima karunia bahasa Roh tersebut.

Dalam suratnya pada jemaat di Galatia (5:19-23), St. Paulus memberi rincian tentang perbedaan antara hidup menurut daging dan hidup menurut Roh yang dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk melihat suatu tindakan seseorang. Hidup menurut Roh memanglah tidak mudah karena kita manusia terbiasa dengan tindakan daging. Namun di dalam PDKK, setiap orang saling membantu untuk selalu memenuhi dirinya dengan Roh sehingga dapat hidup di dalam Roh pula.

 

b. Dasar-dasar dalam Ajaran Gereja

Dasar-dasar dalam ajaran Gereja tentang Karismatik akan dibatasi dalam dokumen-dokumen konsili Vatikan II (Lumen Gentium,Apostolicam Actuasitatemdan Dei Verbum), buku Iman Katolik, Katekismus Gereja Katolik,

Pedoman Pastoral para Uskup Indonesia mengenai Pembaruan Karismatik

Katolik,Surat Gembala Mengenai Pembaruan Karismatik Katolik: Aneka Karunia Satu Roh, dan Pedoman Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia.

1) Konsili Vatikan II

Karismatik berkaitan langsung dengan karisma, Roh Kudus dan wahyu, maka penulis membatasi dokumen dalam Konsili Vatikan II sebagai dasar-dasar tentang karismatik. Dokumen tersebut adalah Lumen Gentium, Apostolicam Actuasitatem,

dan Dei Verbum. Ketiga dokumen tersebut berbicara tentang karisma, Roh Kudus dan wahyu, sehingga ketiga bidang inilah yang penulis pilih sebagai dasar biblis ajaran Gereja tentang karismatik dari Konsili Vatikan II.

a) Lumen Gentium

Dalam LG, art. 4 dinyatakan bahwa ada pembedaan karisma yakni karunia hirarkis dan karismatis. Karunia hirarkis bergerak dikalangan para pemimpin yang berperan membimbing Gereja melalui posisi dan tugas mereka di dalam hirarki. Karunia karismatis secara khusus menunjuk pada karunia Roh Kudus sebagaimana dikatakan dalam surat-surat Paulus. Yang penting diperhatikan disini adalah deskripsi tentang peran karisma tersebut untuk mempersatukan, melengkapi dan membimbing Gereja. Konsili Vatikan II dalam dokumen LG, art.

 

4 menyatakan bahwa Rohlah yang menghantar Gereja menuju kebenaran dengan aneka karunia hierarkis dan karismatis. Roh jugalah yang memperbarui Gereja sebagai mempelai Allah, berdasarkan kesatuan Bapa, Putra dan Roh Kudus dalam Tritunggal Mahakudus.

Pada LG, art.12 dinyatakan adanya Persekutuan Doa Karismatik Katolik adalah untuk menyalurkan berbagai karisma yang telah diterima oleh semua umat untuk dibagikan kepada umat yang lainnya dengan tujuan untuk kebahagiaan bersama. Semua karisma itu diberikan dengan cara dan tujuan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan kebutuhan umat Allah. Untuk itulah karisma ini disebut istimewa sesuai dengan LG, art. 12 yang mengingatkan bahwa pemahaman karisma sebagai sesuatu yang jarang dan terbatas, maupun sebagai yang umum menunjuk pada sifat mendasar karisma sebagai sesuatu yang “istimewa”. Disebut istimewa berdasarkan ‘cara’ bagaimana karunia-karunia itu diberikan dan berdasarkan ‘tujuan’ untuk karunia-karunia itu diberikan.

b) Apostolicam Actuasitatem

AA, art. 3 menyatakan bahwa semua umat Katolik dipersatukan dengan pembabtisan. Dengan begitu, umat menjadi bagian dari Tritunggal Mahakudus. Setiap umat yang sudah dibabtis, memiliki kewajiban untuk menjadi pewarta Injil dalam kehidupan sehari-hari, merasul untuk bersaksi tentang Yesus bagi sesama dan masyarakat. Agar tidak pudar, kegiatan merasul yang dilakukan oleh umat selalu dikuatkan kembali melalui sakramen-sakramen terutama Ekaristi sebagai jiwa kerasulan.

 

Masing-masing dari setiap pribadi diberi karunia-karunia yang dapat digunakan bagi kepentingan bersama seluruh umat. Dalam menggunakan karunia-karunia tersebut, umat harus bertanggungjawab dan menggunakannya benar-benar demi kepentingan Gereja. Semua yang dilakukan oleh umat akan dibimbing oleh Roh melalui para Gembala. Roh Kudus menyucikan umat Allah sehingga dapat menerima karunia-karunia Roh dan dapat mengamalkannya dengan melayani sesama. Konsili Vatikan II dalam dokumen Apostolicam Actuasitatem art. 3 menegaskan:

Kaum awam menerima tugas serta haknya untuk merasul berdasarkan persatuan mereka dengan Kristus Kepala. Sebab melalui babtis mereka disaturagakan dalam Tubuh Mistik Kristus, melalui Penguatan mereka diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus, dan demikian oleh Tuhan sendiri ditetapkan untuk merasul. Melalui sakramen, terutama Ekaristi Suci, disalurkan dan dipupuklah cinta kasih, yakni bagaikan jiwa seluruh kerasulan. Kerasulan dijalankan dalam iman, harapan, dan cinta kasih yang dicurahkan oleh Roh Kudus dalam hati semua anggota Gereja...menganugerahkan karunia-arunia khusus juga kepada Umat Beriman dan membagikannya kepada masing-masing menurut kehendak-Nya. ...berdasarkan penerimaan karisma-karisma itu, juga yang bersifat lebih sederhana, setiap orang beriman mendapat hak dan tugas untuk mengamalkannya demi kesejahteraan sesama dan pembangunan Gereja.

c) Dei Verbum

Allah sangat menyayangi umat manusia. Walaupun betapa berdosanya umat manusia, Ia selalu melakukan berbagai upaya untuk membawa umat manusia yang jatuh ke dalam dosa kembali kepada-Nya dalam kasih karunia-Nya. Seperti kita bersama ketahui, banyak nabi yang telah diutus-Nya bagi manusia, namun semua nabi berakhir pada pembunuhan keji umat manusia. Sampai akhirnya, sebagai tanda kasih-Nya yang besar kepada manusia, Ia mengutus putera-Nya sendiri yang penuh dengan Roh-Nya dan memberikan Roh itu tinggal dalam

 

manusia. Sungguh Bapa yang luar biasa bagi kita manusia. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Dei Verbum art. 4 bahwa Allah telah berulang kali mengirimkan nabi-Nya untuk menyertai manusia, dan akhirnya Allah mengutus Anak-Nya sendiri untuk memperkenalkan Allah secara dalam dan untuk meneguhkan denga kesaksian bahwa Allah menyertai kita manusia sepanjang waktu.

Yesus telah memberikan Roh Kebenaran kepada kita manusia, maka manusia menjawab pemberian Yesus itu dengan ketaatan seperti Yesus yang taat pada Bapa-Nya. Manusia sulit untuk taat dan cenderung berbuat menyimpang, maka Roh Kudus berperan untuk menyempurnakan iman ketaatan kita manusia melalui berbagai karunia-Nya. Seperti yang yang diserukan dalam Dei Verbum art. 5 yang berbunyi:

Kepada Allah yang menympaikan wahyu, manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5; 2Kor 10:5-6). ...dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, juga bantuan batin Roh Kudus yang menggerakkan hati ... supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia-karunia-Nya.

2) Buku Katekismus Gereja Katolik

Setiap manusia memiliki karunia yang spesial yang merupakan anugerah dari Tuhan. Karunia tersebut dikenal dengan sebutan karisma. Dengan karisma yang ada dalam diri setiap umat, Roh Kudus bekerja melalui orang tersebut untuk berkarya dalam rangka memperkembangkan iman umat. Hal tersebut dipertegas dalam KGK, no. 799 yang berbunyi: “karisma yang dianugerahkan oleh Roh Kudus adalah anugerah yang diberikan kepada manusia untuk mengembangkan iman dan mengembangkan karya Roh di dunia”.

 

Katekismus Gereja Katolik yang menjadi dasar para katekis dalam pengajarannya dahulu juga sudah menyadari akan adanya karunia atau karisma yang ada pada diri setiap umat. Banyak umat belum atau tidak menyadari akan karisma yang ada dalam dirinya, padahal karisma itu adalah suatu hal yang sangat baik untuk disyukuri karena itu adalah anugerah yang diberikan bagi perkembangan Gereja, seperti yang ditegaskan dalam KGK, no. 800: “karisma-karisma itu harus disyukuri oleh seluruh umat sebagai kekayaan yang melimpah bagi Gereja.”

Dengan disyukurinya karisma tersebut, maka hal itu benar-benar akan menjadi kekayaan bagi diri dan Gereja Katolik sendiri. Dalam mempergunakan atau menerapkan karisma-karisma guna mewartakan Injil Yesus Kristus, umat beriman memerlukan bimbingan dari Roh Kudus sendiri melalui para Gembala Gereja, sehingga apapun yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan karisma itu diberikan. Para gembala Gereja memiliki tugas menjaga nyala Roh Kudus dalam karisma setiap umat beriman, bukan untuk memadamkan Roh, seperti yang ditegaskan dalam KGK, no. 801: “tidak ada satu karisma pun membebaskan dari kewajiban untuk menghormati gembala-gembala Gereja karena terutama mereka itulah yang berfungsi bukan untuk memadamkan Roh melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik.”

3) Buku Iman Katolik

KWI (1993: 299) mengatakan bahwa Gereja memahami Babtis dalam Roh sebagai doa permohonan iman yang sungguh-sungguh, agar berkat rahmat Babtis dan karisma hidup umat digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus.

 

KWI (1996: 299) menyatakan bahwa “dari surga, Ia mengutus Penolong yang lain.” Roh Kudus yang diturunkan kepada para rasul adalah ‘Roh Penolong’ yang tak nampak tetapi terlihat ‘karya-Nya’ di tengah dunia, dan semua itu merupakan ‘rahmat’ dari Allah sendiri dan akhirnya menghantar para rasul dan kita umat-Nya kepada ‘pengalaman akan Roh Kudus’. Semua hal itu akan dijabarkan dalam: roh penolong, karya roh, rahmat, pengalaman akan roh,

a) Roh Penolong

Iman katolik membicarakan tentang Roh kudus sebagai roh penolong (KWI, 1996: 299). Pada perjamuan terakhir bahkan sampai lima kali Yesus menjanjikan Roh itu, guna meneruskan karya-Nya sendiri melalui para rasul-Nya (Yoh 14:16-17.25-26;bdk.15: 26-27; 16:7-11. 12-15). Seperti Yesus sendiri disebut “Penolong” begitu pula sesudah kebangkitan-Nya diutus oleh-Nya seorang Penolong yang lain berupa Roh Kudus, yang akan membantu para rasul dalam karya perutusan mereka. Dengan “mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan mengingatkan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 14:26).

Kehadiran Roh berarti kehadiran Yesus yang mulia di dalam Gereja. Paulus juga berkata: “Tuhan (yang mulia) adalah Roh” (2 Kor 3:17). Yoh 6:63 menyatakan Yesus sendiri sudah bersabda sebelumnya: “Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah Roh dan hidup” (KWI, 1996: 299).

b) Karya Roh

Dalam Iman Katolik, KWI (1996: 301) menyatakan bahwa seluruh kehidupan jemaat perdana sebagaimana dilukiskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul ditandai oleh karya Roh, bukan hanya pada awal atau kesempatan istimewa, tetapi

 

selalu dan dimana-mana (Kis 6-8). Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup kaum beriman. Roh Kudus adalah “Roh iman” (2 Kor 4:13;bdk. 1 Kor 12:9), yang menggerakkan orang supaya bertobat kepada Kristus. Maka “oleh Roh dan karena iman kita menantika kebenaran yang kita harapkan” (Gal 5:5).

c) Rahmat

“Rahmat“ berarti “kita mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita”; mengakui bahwa “Allah adalah kasih“ (1 Yoh 4 :16), dan “kasih itu telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Kasih itu disebut “rahmat” karena merupakan pemberian diri Allah. Rahmat berarti kasih abadi Allah bagi seorang manusia. Dengan sewajarnya itu disebut “rahmat” atau kerahiman karena dari pihak manusia tidak memiliki apa-apa yang dapat dipandang sebagai dasar atau “hak” atas kasih Allah itu. Rahmat adalah kasih Allah yang sungguh tidak disangka-sangka dan tidak diduga-duga. Bahkan rahmat itu, sebagai misteri kasih pribadi Allah, mengatasi segala pikiran dan angan-angan manusia (KWI, 1996: 303). Disebut rahmat juga karena didapatkan oleh manusia secara cuma-cuma dari Allah, bukan karena jasa manusia sendiri.

d) Pengalaman akan Roh

Roh Kudus itu Roh Allah, maka dikatakan “tak tercipta”. Tetapi hasil karya Roh, yang disebut “rahmat” adalah kenyataan hidup manusia. Dalam arti sesungguhnya rahmat pertama-tama adalah Allah sendiri, yang menghubungi

 

manusia dan manusia tentu tidak mampu “menjangkau” Allah. Namun kalau Allah memberikan diri kepada manusia dalam suatu pertemuan pribadi, Ia juga dapat dikenal dan dicintai oleh manusia. Untuk itu perlu “suatu” pengalaman akan Allah, khususnya akan Roh Allah.

Untuk itu pulalah Yesus turun ke dunia hidup bersama manusia. Yesus menyatakan kepada manusia bahwa Allah itu Bapa kita yang tidak jauh dari manusia tetapi tinggal diantaranya. Yesus dengan segala hal yang dilakukannya menunjukkan pengalaman akan karya Roh Kudus. Mulai dari mukjizat-mukjizat yang dilakukan sampai dengan kebangkitan-Nya.

Kiranya pembaharuan karismatik mempunyai hubungan langsung dengan soal pengalaman rahmat atau pengalaman Roh ini. Lebih khusus hal itu berhubungan dengan Baptis dalam Roh, yang sekarang biasanya disebut Pencurahan Roh (Kis 1:5). Hal yang pokok dari kharisma-kharisma bukanlah pengalaman yang luar biasa, melainkan pertemuan dengan Tuhan yang lebih mendalam, pengenalan akan Kristus yang sungguh berarti suatu hubungan pribadi yang membahagiakan (KWI, 1996 :307).

4) Pedoman Pastoral para Uskup Indonesia mengenai Pembaruan Karismatik Katolik Tahun 1982

Menanggapi gejala-gejala pembaruan karismatik yang terjadi dalam umat Katolik, para Uskup mengadakan pertemuan yang menghasilkan suatu pedoman terkait dengan pembaruan karismatik. Para Uskup menyadari bahwa pembaharuan hidup dalam Roh Kudus sangat penting untuk kehidupan umat. Dalam Pedoman Para Uskup Mengenai Pembaruan Karismatik Katolik art. 4 dinyatakan bahwa

 

melalui ibadat dan karya amal orang dibawa kepada pertobatan (metanoia) dan kepenuhan hidup dalam Roh. Sebaliknya, pertobatan dan kepenuhan hidup dalam Roh akan menghidupkan ibadat dan karya amal. Liturgi Gereja mengenal dua masa khusus sebagai masa pertobatan dan pembaharuan hidup, yaitu masa Adven dan Masa Prapaskah. Kita harus selalu memperbaharui diri agar semakin mampu memperlihatkan semangat Kristus dalam tingkah laku kita, sebab pembaharuan hidup tidak pernah selesai.

Umat Katolik sejak Gereja Purba, selalu memohon dan berusaha agar Roh Kristus melayani, karunia mengajar, karunia memimpin (1 Kor 12:28) makin hari makin hidup dalam Umat-Nya, dalam diri kita. Agar kita dapat mencerminkan Kristus dalam hidup kita, maka Roh dan semangat Kristus harus menjiwai kita. Seluruh Gereja memerlukan terang ilahi Roh Kudus (MAWI, 1983: 9).

Dalam Pedoman Para Uskup Mengenai Pembaruan Karismatik Katolik art. 6, istilah “pembaharuan hidup dalam Roh” mendapat arti khusus, karena digunakan oleh kelompok-kelompok orang katolik yang mengikuti gerakan pembaharuan karismatik. MAWI (1983: 9) menyatakan dalam Gereja sejak awal umat berdoa agar dijiwai oleh Roh Kudus pada Hari Raya Pentakosta (Kis 2:1-13). Sejak saat itu umat berdoa “Datanglah Roh Kudus”. Roh Kudus memperbaharui hidup para rasul sehingga mereka menjadi saksi-saksi Kristus “sampai ke ujung bumi” (Kis 1:8). Roh Kudus mendorong kita semua untuk menjadi saksi-saksi Kristus juga. Jadi inti ajaran pembaharuan karismatik Katolik adalah sesuai dengan isi iman kita (MAWI, 1983: 10).

Pembaruan karismatik memiliki nilai-nilai positif yang layak untuk didukung dan dikembangkan dalam diri umat. Melalui suatu proses penyadaran dan

 

pertobatan banyak orang mengalami karunia hidup rohani yang mendalam sehingga lebih mengenal Yesus Kristus. Sebagai contoh: karena perjumpaan yang baru dengan Yesus maka doa menjadi lebih hidup dan bersifat pribadi. Penghayatan sakramen-sakramen menjadi lebih hidup, terutama Ekaristi dan Sakramen Tobat. Dalam Pedoman Para Uskup Mengenai Pembaruan Karismatik Katolik art. 9 dinyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti pembaruan karismatik mengalami beberapa hal yaitu:

- Orang biasanya tertarik untuk mengenal Allah lebih mendalam lewat SabdaNya dalam Kitab Suci.

- Orang dikuatkan untuk membebaskan diri dari pelbagai macam ikatan, seperti misalnya perbudakan hawa nafsu, dendam, kebencian, iri hati, perjudian, alkohol danmorfin.

- Orang menjadi lebih peka terhadap penderitaan sesamanya, rela mengabdi serta berkembang dalam iman dan pengharapan yang kokoh.

- Penghayatan persaudaraan menjadi lebih mendalam, baik dengan kelompoknya sendiri, maupun dengan orang lain di luar kelompok.

- Beberapa imam dan rohaniwan-rohaniwati terdorong lebih menghayati imamat dan hidup membiara mereka.

- Dalam keluarga timbul hubungan baru antara suami-istri dan antara orang tua dengan anak-anak, ditandai dengan saling pengertian dan cinta kasih. - Banyak orang tergerak untuk mewartakan iman. Mereka menyadari bahwa

pewartaan iman bukan hanya tugas para imam melainkan juga tugas semua orang beriman.

Melihat hasil yang sungguh baik ini maka para Uskup merasa gembira atas