• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Penerapan Good Corporate Governance

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS

B. Dasar Hukum Penerapan Good Corporate Governance

Perusahaan perseroan (persero) merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara, oleh karena itu tunduk terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku pada Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan-ketentuan yang relevan adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan Keputusan Menteri 117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 pasal 2 menyatakan: Ayat 1: BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten dan atau menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya.

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Ayat 2: Penerapan good corporate governance pada BUMN dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan ketentuan dan prinsip yang berlaku dan angggaran dasar BUMN.

Ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai perintah dari Menteri BUMN kepada BUMN yang berada di bawah pengawasannya agar menjalankan prinsip good corporate

governance,disamping sebagai upaya untuk memberikan landasan hukum dan pedoman

bagi BUMN dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.

Adapun doktrin hukum moderen dalam Keputusan Menteri BUMN No. KEP- 117/M-MBU/2002 tersebut terdapat pada hal berikut ini.

1. Doctrine Fiduciary Duty

Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab direksi BUMN yang juga sebagai bagian dari piercing the corporate veil dalam ketentuan tersebut, antara lain diatur pada: Pasal 3: tentang prinsip-prinsipgood corporate governance yang meliputi tansparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran (fairness);

Pasal 8: pemegang saham/pemilik modal tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab direksi sesuai ketentuan anggaran dasar perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15:

Ayat 1: Dalam melaksanakan tugasnya Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat 2: Direksi bertugas untuk mengelola BUMN dan wajib

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham/pemilik modal.

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Ayat 3: Setiap anggota Direksi harus orang yang berwatak baik dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan jabatan yang diduduk inya.

Ayat 4: Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan BUMN dan Direksi harus memastikan agar BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai

stakeholder sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31: BUMN harus menghormati hak stakeholder yang timbul berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau perjanjian yang dibuat oleh BUMN dengan karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur serta masyarakat sekitar tempat usaha BUMN, dan stakeholder lainnya.

Pasal 32 ayat 3: BUMN wajib membuat suatu pedoman tentang perilaku etis, yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika berusaha.

Pasal 35 ayat 1: Dalam hal BUMN mencapai tingkat keuntungan, maka BUMN dapat memberikan insentif kepada Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi dan karyawan sebagai imbalan atas prestasi kerjanya.

Pasal 22 ayat 1: Direksi harus menetapkan suatu sistem Pengendalian internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN.

2. Penyimpangan doctrine fiduciary duty

Hal lain yang dimuat dalam Surat Keputusan Menteri BUMN tersebut yang masih berkaitan dengan doctrine fiduciary duty adalah ketentuan yang dimuat dalam pasal 19 yang menyatakan “Perjanjian Penunjukan Anggota Direksi ditandatangani oleh anggota Direksi yang bersangkutan dan kuasa pemegang saham/pemilik modal pada saat

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

penunjukan yang bersangkutan sebagai anggota Direksi, yang memuat persyaratan pennunjukan dan pemberhentian termasuk peran dan tanggung jawab”.

Tidak diketahui latar belakang, maksud dan tujuan dari ketentuan ini. Hal ini berarti bagi Direksi BUMN harus menandatangani perjanjian ini yang isinya juga telah ditentukan dalam klausula tersebut. Walaupun sebenarnya hal ini merupakan persyaratan baru dan dapat diinterpretasikan lain, sebab isi dari perjanjian tersebut hakikatnya dapat dimuat dalam anggaran dasar perseroan, yang juga dibuat oleh para pemegang saham.

Disamping itu, pasal tersebut dilihat dari doctrine fiduciary duty tidak tepat, karena pemilihan direksi perseroan harus berdasarkan prinsip standart of care dan prinsip kepercayaan pemegang saham kepada direksi perseroan. Aturan sebagai dasar hak dan kewajiban direksi perseroan telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku dan doktrin-doktrin hukum.

Dengan demikian, hubungan hukum antara pemegang saham dengan direksi perseroan tidak lazim dibuat dalam bentuk “perjanjian” penunjukan. Penunjukan direksi oleh pemegang saham harus berbentuk keputusan RUPS dan bukan berbentuk “perjanjian”. Sedangkan hak dan kewajiban direksi secara rinci dimuat dalam anggaran dasar perseroan yang ditetapkan oleh RUPS. Anggaran Dasar perseroan tersebut seharusnya telah memuat hak dan kewajiban direksi. Sekali lagi, hubungan perseroan dengan direksi harus berdasarkan trust dan fiducia dan pemegang saham tidak boleh menjadi alter ego, sebab dapat mengakibatkan pelanggaran doctrine piercing the

corporate veil.

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Mengenai doktrin standard of care dalam ketentuan tersebut diatas, diatur dalam pasal 4.

Ayat a: Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.

Ayat b: Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.

Ayat c: Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN. 4. Self Dealing Transaction dan Corporate Opportunity

Doctrine self dealing transaction dalam ketentuan tersebut di atur dalam pasal 20,

yang menyatakan para anggota direksi dilarang melakukan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dan mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan BUMN yang dikelolanya selain gaji dan fasilitas sebagaimana anggaran direksi yang ditentukan oleh RUPS/pemilik modal.

5. Doctrine Business Judgement Rule

Doctrine business judgement rule diatur dalam pasal 3 huruf e yang menyatakan,

kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak

stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hal lain yang penting dalam ketentuan tersebut adalah adanya keharusan membuat disenting opinion/dissenting comments.

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam ketentuan Menteri Negara BUMN tersebut diatur dalam pasal 21 ayat (3), yang menyatakan risalah rapat direksi harus dibuat untuk setiap rapat direksi dan dalam risalah rapat tersebut harus dicantumkan pula pendapat yang berbeda (dissenting

comments) dengan apa yang diputuskan dalam rapat direksi (bila ada).

Dokumen terkait