• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA BUMN DI PTP NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

OLEH

M. ANSYORI SYABANA. R NIM. 040200107

Bagian Hukum Keperdataan

Program kekhususan Hukum Perdata Dagang Program Reguler Mandiri

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Suatu era baru dalam reformasi BUMN ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep. 117/M-MBU/2002 tentang penerapan prinsip Good Corporate Governance pada BUMN. Implementasi GCG ini ditujukan sebagai upaya untuk membangun budaya korporasi baru. Salah satu perubahan yang esensial dari penerapan GCG ini menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi organ utama PT, sehingga terdapat hubungan yang erat antara UUPT dengan prinsip-prinsip GCG.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip GCG pada BUMN di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan, disamping itu untuk mengetahui pelaksanaan program transformasi bisnis yang merupakan tuntutan dari penerapan GCG, kemudian untuk mengetahui implementasi GCG tersebut pada BUMN, serta untuk mengetahui mengenai pengaturan GCG dalam UU No. 40 Tahun 2007.

Selain mempunyai tujuan, penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat baik secara ilmiah yakni dalam mencari khasanah ilmiah dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupun akademis yakni sebagai masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang tertarik untuk mempelajari GCG dalam praktek pelaksanaannya khususnya pada BUMN.

Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penulisan

field research dan library research dengan menggunakan teknik deskriptif analitis yaitu

dengan menggambarkan/melukiskan dan selanjutnya menganalisa data tentang objek yang diteliti sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian.

(3)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan

karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat

dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Prinsip Good Corporate Governance pada

BUMN di PTP Nusantara IV (Persero) Medan” ini dapat penulis selesaikan atas bantuan

dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH. MS, selaku Ketua Jurusan Hukum Keperdataan dan selaku Pembimbing I, yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan bimbingan, saran dan petunjuk kepada penulis dalam penulisan

skripsi.

3. Bapak Syamsul Rizal, SH. M.Hum, selaku Pembimbing II, yang telah

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk kepada

penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak M. Eka Putra, SH. M.Hum, selaku Penasehat Akademik penulis.

(4)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

6. Bapak Rasidin Bahary, SH, selaku Kepala Urusan Legal, Kepatuhan, Hubungan Investor dan Anak Perusahaan yang telah memberikan data-data dan saran-saran

kepada penulis.

7. Teristimewa buat kedua orang tuaku, H. M. Anwar Rangkuti, SH dan Ir. Risayantina Nasution, atas perhatian, dukungan, do`a dan materi yang telah

diberikan kepada penulis yang sangat berarti dalam meyelesaikan skripsi ini.

Untuk adikku Nabila Rizki Rangkuti dan Amanda Kwayyis Rangkuti yang telah

memberikan dukungan dan do`a bagi penulis.

8. Untuk teman-temanku stambuk 04 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap kiranya skripsi

ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Maret 2008.

Penulis,

(5)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………. i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI……… iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah………. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……… 5

D. Keaslian Penulisan……….. 6

E. Tinjauan Kepustakaan………. 6

F. Metode Penulisan……… 8

G. Sistematika Penulisan………. 9

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas……….. 11

B. Sifat-sifat Perseroan Terbatas………... 16

C. Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas……… 19

D. Organ-organ Perseroan Terbatas……….. 29

E. PT Sebagai Salah Satu Badan Usaha Milik Negara………. 37

(6)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB III : TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

A. Pengertian Good Corporate Governance………. 48

B. Dasar Hukum Penerapan Good Corporate Governance……….. 51

C. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance……….. 56

D. Pola Dasar Penerapan GCG……… 63

BAB IV : PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA BUMN DI PTP NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN A. Penerapan Norma Good Corporate Governance pada BUMN di PTP Nusantara IV (Persero) Medan……… 74

B. Penerapan Program Transformasi Bisnis di PTP Nusantara IV…….….. 87

C. Implementasi Good Corporate Governance Bagi PTP Nusantara IV.…. 89 D. Pengaturan Prinsip Good Corporate Governance di Dalam UUPT….… 93 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 104

B. Saran………... 106

(7)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Istilah good corporate governance, akhir-akhir ini makin sering terdengar di

kalangan dunia usaha terutama perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan yang

sahamnya sudah diperjualbelikan di bursa efek. Konsep ini di beberapa negara telah lama

diperkenalkan dan bagi Indonesia konsep ini belum banyak penerapannya, bahkan masih

banyak sekedar konsep yang belum dipahami. Sebagai wujud dari konsep ini

penerapannya masih terbatas kepada wacana untuk membentuk komite audit dan direktur

kepatuhan pada perusahaan bank sebagai bagian dari manajemen yang telah menerapkan

good corporate governance.1

Ketika Perseroan Terbatas (PT) masih diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (Wetboek van Koophandel, Staadblad 1847 :23), banyak yang beranggapan

bahwa ketidakpastian dalam menggunakan PT sebagai sarana usaha akan dirasa semakin

tidak sesuai dan ketentuannya dianggap sudah tidak akomodatif untuk menampung

kebutuhan masyarakat dibidang hukum korporasi. Oleh karena itu dibentuklah UU No.

40 Tahun 2007 sebagai pengganti UU No. 1 Tahun 1995, yang mulai diberlakukan pada

tanggal 16 Agustus 2007. Pembaharuan hukum korporasi tersebut disikapi sebagai Good corporate governance adalah perangkat yang

maksudnya pengurusan yang baik untuk memperhatikan kepentingan semua

stakeholders.

1

Moenaf Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995, Pustaka Quantum, Jakarta, 2001, hal 9.

(8)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

penuntun bagi pihak-pihak yang menggunakan PT untuk mendapat kepastian hukum

yang lebih baik.

Terjadinya krisis yang berkepanjangan yang dialami Negara Indonesia di bidang

keuangan dan moneter, telah menempatkan sektor korporasi menjadi salah satu pemicu.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dirancang untuk menunjang sistem

perekonomian negara yang diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 justru

menjadi salah satu penyebab yang terjadi, hal ini disebabkan BUMN belum sepenuhnya

menerapkan prinsip-prinsiptata kelola perusahaan yang baik, sehingga tidak adanya

kewajaran (fairness), transparansi, akuntabilitas dalam transaksi bisnis, tidak

berfungsinya sistem perencanaan dan pengendalian internal terutama karena kurang

berdayanya komisaris sebagai pengawas, serta tidak efektifnya sistem remunerasi insentif

sehingga manajemen berusaha mencari pendapatan di luar sistem, rendahnya integritas

Direksi serta adanya kegagalan proyek penting dan pembiayaan utang yang berlebihan.

BUMN yang mayoritas atau bahkan seratus persen sahamnya dimiliki pemerintah

diharapkan mampu menjadi penggerak (powerhouse) perekonomian Indonesia dan

sebagai sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu BUMN juga

diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi semua pihak yang berkepentingan

(Stakeholders).

Kenyataannya BUMN belum dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang

bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau, juga belum mampu

berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global, serta adanya keterbatasan sumber

daya. Dilain pihak terjadinya perkembangan ekonomi dunia yang berlangsung sangat

(9)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Trade Organization (WTO), Asean Free Trade Association (AFTA), dan sebagainya.

Untuk mengoptimalkan peran dalam perkembangan perekonomian global, BUMN perlu

menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme, antara lain membenahi pengurusan

dan pengawasan, berdasarkan prinsip-prinsiptata-kelola perusahaan yang baik (Tata

kelola perusahaan yang baik).

Mengingat betapa besarnya peranan BUMN dalam perekonomian nasional

sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, Dicoba menyikapi permasalahan yang

timbul sebagai usaha dalam meningkatkan kinerja BUMN dengan berpedoman kepada

Kep Men BUMN No Kep. 117/M-MBU/2002 tentang penerapan prinsip Good Corporate

Governance pada BUMN.

Dalam penulisan ini ada beberapa permasalahan yang dicoba kemukakan, seperti

bagaimanakah penerapan prinsipTata kelola perusahaan yang baik (GCG) pada BUMN

di Kantor Pusat PTP Nusantara IV (Persero) Medan, selain itu permasalahan yang ingin

dikemukakan bagaimanakah pelaksanaan program transformasi bisnis yang merupakan

suatu tuntutan dari penerapan prinsipTata kelola perusahaan yang baik (GCG), serta

mengapa PTP Nusantara IV perlu mengimplementasikan prinsip-prinsipGCG dilihat dari

UU No. 40 Tahun 2007 dan bagaimanakah pengaturan GCG dalam UU No. 40 Tahun

2007.

Dalam penulisan ini, adapun yang menjadi tujuan diantaranya untuk mengetahui

penerapan prinsipGood Corporate Governance (GCG) pada BUMN DI PTP Nusantara

IV (Persero) Medan, disamping itu untuk mengetahui pelaksanaan program transformasi

bisnis yang merupakan suatu tuntutan dari penerapan program transformasi bisnis, dan

(10)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PTP Nusantara IV serta untuk mengetahui bagaimana pengaturan prinsipGood Corporate

Governance (GCG) dalam UU No. 40 Tahun 2007. Sedangkan yang menjadi manfaat

penulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu

hukum pada umumnya dan untuk mengetahui secara konkrit sejauhmana penerapan

prinsipGood Corporate Governance (GCG) pada BUMN sehingga dapat menambah

devisa bagi negara.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, dicoba membahas judul tentang

Penerapan PrinsipGood Corporate Governance Pada BUMN di PTP Nusantara IV

(Persero) Medan sebagai judul dalam pembuatan skripsi ini.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada BUMN di

PTP Nusantara IV (Persero) Medan.

2. Bagaimanakah Pelaksanan Program Transformasi Bisnis yang merupakan suatu

tuntutan dari Penerapan PrinsipGood Corporate Governance.

3. Mengapa PTP Nusantara IV perlu mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG

dilihat dari UU No. 40 Tahun 2007.

4. Bagaimanakah pengaturan prinsipGood Corporate Governance (GCG) dalam UU

(11)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun tujuan utama penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan

gelar Sarjana Hukum. Namun berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas,

maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada BUMN

di PTP Nusantara IV (Persero) Medan.

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Program Transformasi bisnis yang merupakan

suatu tuntutan dari Penerapan Program Trasformasi Bisnis.

3. Untuk mengetahui pentingnya Implementasi GCG bagi PTP Nusantara IV.

4. Untuk mengetahui mengenai pengaturan prinsip GCG dalam UU No. 40 Tahun

2007.

Manfaat Penulisan:

1. Secara teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu

hukum pada umumnya.

b. Untuk mengetahui secara konkrit sejauhmana penerapan prinsip Good Corporate

Governance pada BUMN sehingga dapat memberikan devisa bagi negara.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pelaku bisnis dalam

(12)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

D. KEASLIAN PENULISAN

Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri yang penulis susun dengan cara

membaca dan mengutip data-data yang ada pada buku-buku, peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi penulis. Disamping itu juga dengan

mengadakan penelitian ke lapangan yaitu pada PTP Nusantara IV (Persero) Medan.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan pustaka ini mengulas tentang pendapat ahli hukum terhadap masalah yang

diangkat dalam skripsi ini :

Istilah governance itu sendiri belum memiliki padanan yang tepat dalam bahasa

Indonesia. Istilah yang saat ini dianggap mewakili adalah “Tata Kelola”2

Malaysian High Level Committee on Corporate Governance merumuskan bahwa

Corporate Governance adalah proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan

yang masih

harus dibedakan dengan istilah “manajemen”. Istilah corporate sendiri telah lebih dahulu

diadaptasi dalam bahasa Indonesia sebagai korporasi.

Istilah good memiliki makna yang filosofis dimana menurut ilmu filosofi moral

setiap komunitas akan memiliki defenisi good masing-masing. Selanjutnya kondisi

“good” dalam corporate governance dapat berupa atau mencakup praktik-praktik bisnis,

aturan main, struktur, proses maupun prinsip-prinsip yang dimiliki dan dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan. Semua hal tersebut di atas akan membentuk sekumpulan “best

practice” yaitu praktik-praktik terbaik yang biasa dilakukan suatu perusahaan yang

berhasil.

2

(13)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka meningkatkan

kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mewujudkan

shareholder`s value dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholders yang lain.3

Hampir mirip dengan itu, The Indonesian Institute for Corporate Governance

(IICG) mendefenisikan Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang

diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai

pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholders yang lain.4

Prof. Dr. Emil Salim mengemukakan pendapatnya mengenai Good Corporate

Governance sebagai cara-cara mengelola perusahaan yang baik yang bertanggung jawab

kepada pemilik (para pemegang saham) dan para pemegang kepentingan (stakeholders).5

Dalam Kep Men BUMN No. Kep. 117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek

Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam Pasal 1

huruf a mengatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas Sedangkan menurut Forum For Corporate Governance (FCGI), corporate

governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para

pemegang kepentingan intern dan ekstern atau dengan kata lain sistem yang mengatur

dan mengendalikan perusahaan.

3

Tim Corporate Governance BPKP, Modul I GCG, Jakarta, 2003, hal 4.

4

Ibid, hal 4.

5

(14)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

perusahaan guna meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan

tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan

perundang-undangan dan nilai etika.

Dari pengertian-pengertian tersebut terdapat beberapa komponen corporate

governance antara lain :

1. Merupakan sistem pengaturan organ perusahaan

2. Menetapkan hak dan kewajiban sesuai dengan aturan

3. Meningkatkan keberhasilan usaha perusahaan

4. Adanya akuntabilitas perusahaan

5. Keberlanjutan perusahaan

6. Mengakomodir kepentingan stakeholder

7. Tata pengelolaan perusahaan didasarkan hukum dan etika.

F. METODE PENULISAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yang bersifat deskriptif analitis.

Disebut deskriptif karena hasilnya memberikan gambaran dan sistematik tentang

penerapan prinsip Good Corporate Governance pada BUMN.

Disebut analitis, karena data-data yang diperoleh dan terkumpul perlu diolah dan di

analisis untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

Dalam memperoleh dan mengumpulkan data-data bagi penelitian ini, penulis

menggunakan 2 metode yang sangat penting antara lain :

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), dalam penelitian ini dicoba

(15)

buku-M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

buku bacaan, Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan judul

skripsi.

2. Penelitian lapangan (Field Research), dalam penelitian ini dilakukan penelitian

secara langsung yang dilakukan di Kantor Pusat PT Perkebunan Nusantara IV

(Persero) Medan, dengan teknik komunikasi langsung melalui wawancara dengan

pihak PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan, yang akhirnya didapat

keterangan-keterangan yang sesuai dengan penulisan skripsi ini serta

lampiran-lampiran yang perlu untuk dianalisis kembali.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini disusun secara sistematis dan dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap bab

dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang secara garis besarnya akan digambarkan

sebagai berikut :

BAB I : Bab ini merupakan bab Pendahuluan, yang merupakan suatu pengantar dan

pedoman untuk pembahasan selanjutnya, dalam bab ini akan diuraikan

mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan,

dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini berjudul Tinjauan Umum Mengenai Perseroan Terbatas, dimana

dalam bab ini akan dijabarkan mengenai Pengertian Perseroan Terbatas,

yang kemudian akan dilanjutkan dengan Sifat-Sifat Perseroan Terbatas,

dan akan diketengahkan mengenai Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas,

(16)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Terbatas,selanjutnya akan diketengahkan mengenai PT Sebagai Salah Satu

Badan Usaha Milik Negara, serta akan diketengahkan mengenai

perbedaan PT (Persero) dengan Jenis BUMN Lainnya.

BAB III : Bab ini berjudul Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate

Governance), Pengertian Corporate Governance, Dasar Hukum Penerapan

Good Corporate Governance, Prinsip-Prinsip Good Corporate

Governance, Pola Dasar Penerapan Good Corporate Governance.

BAB IV : Bab ini merupakan jawaban dari permasalahan dan sekaligus sebagai

pengujian dari perumusan masalah yang diajukan. Bab ini merupakan

judul dari skripsi yaitu “Penerapan Prinsip Good Corporate Governance

pada BUMN di PTP Nusantara IV (Persero) Medan”. Bab ini sangat

spesifik sekali karena merupakan hasil riset yang dilakukan selama ini di

PTP Nusantara IV (Persero) Medan. Bab ini dibagi dalam 4 (empat) sub

bab, yaitu bagaimana penerapan norma good corporate governance pada

BUMN di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, bagaimanakah pelaksanaan

program transformasi bisnis di PTP Nusantara IV, mengapa PTP

Nusantara IV perlu mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance serta bagaimanakah pengaturan prinsip GCG dalam

Undang-undang No. 40 Tahun 2007.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari apa yang

telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan sekaligus dikemukakan

(17)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, pengertian Perseroan Terbatas

terdapat pada pasal 1 angka 1 yang berbunyi, sebagai berikut : Perseroan Terbatas, yang

selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Menurut Sukardono, Perseroan Terbatas adalah suatu perikatan yang bercorak

khusus untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomis.6

1. Persekutuan sama dengan persetujuan antara dua orang atau lebih untuk menyerahkan atau memusatkan sesuatu barang, uang atau tenaga dengan maksud untuk mengusahakan hal diatas dan membagi keuntungan yang didapat.

Rochmat Soemitro, lain lagi dalam memberikan batasan pengertian tentang

Perseroan Terbatas, yaitu :

2. Dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham.

3. Para persero ikut serta dalam modal itu dengan mengambil satu saham atau lebih. 4. Melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibawah nama yang sama, dengan

tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan.7

Apabila diuraikan lebih lanjut, maka pengertian Perseroan Terbatas sebagaimana

yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UUPT harus memenuhi unsur-unsur berikut ini,

6

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 4.

7

Rochmat Soemitro, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1979, hal 6.

(18)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

jika tidak dipenuhi maka badan tersebut bukanlah Perseroan Terbatas dalam arti

Undang-Undang.

a. PT sebagai Badan Hukum

Badan hukum adalah salah satu subyek hukum selain orang. Subyek hukum

adalah sesuatu yang dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum yang

dikenal oleh para ahli hukum ada 2 (dua) yaitu :

1) Orang Pribadi (Belanda : Natuurlijk Persoon atau Inggris : Natural Person).

2) Badan Hukum (Belanda : Recht Persoon atau Inggris : Legal Entity).8

Menurut H. Abdul Muis, didalam pergaulan hukum dikenal dua subyek hukum

yaitu manusia dan badan hukum. Jadi tegasnya bukan hanya manusia saja yang dapat

menjadi pendukung hak dan kewajiban, karena realitasnya dalam hukum masih ada lagi

pendukung hak dan kewajiban yang lain dari manusia alamiah yaitu apa yang dikenal

dengan nama badan hukum. Dan badan hukum itu berkemampuan untuk mengadakan

hubungan hukum.9

a. Adanya harta kekayaan yang terpisah;

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh kedudukan sebagai badan

hukum antara lain :

b. Mempunyai Tujuan Tertentu; c. Mempunyai kepentingan sendiri; d. Adanya organisasi yang teratur.10

8

Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 17

9

Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1991, hal 19

10

(19)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Perseroan sebagai badan hukum artinya bahwa badan ini memenuhi syarat

keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban antara lain memiliki harta kekayaan

sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. Oleh karena itu

dalam melakukan kegiatannya yang dilihat jangan perbuatan pengurusnya, tetapi yang

harus dilihat adalah perseroannya, karena yang bertanggung jawab adalah perseroan.

Dalam hal ini maka tanggung jawab perseroan terbatas diwakili oleh direksinya (Pasal 1

angka 5 UUPT).

Untuk mendirikan suatu badan hukum mutlak diperlukan pengesahan dari

pemerintah, misalnya dalam hal pendirian perseroan terbatas mutlak diperlukan

pengesahan Akta Pendirian dan Anggaran Dasarnya oleh pemerintah (Menteri

Kehakiman cq Direktorat Perdata).

b. PT didirikan berdasarkan perjanjian

Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, maksudnya bahwa dalam

mendirikannya harus ada pernyataan kehendak, terutama dari pihak yang hendak

mendirikan Perseroan Terbatas. Oleh karena itu sudah pasti dalam pendirian Perseroan

Terbatas harus ada dua orang atau lebih yang menghendaki pendiriannya. Kurang dari

jumlah itu adalah tidak mungkin karena satu orang tidak mungkin mengadakan perjanjian

dengan dirinya sendiri.

Dalam KUHPerdata diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, seperti terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1) Pihak yang berjanji adalah mereka yang cakap dalam hukum dengan pengertian bahwa pihak tersebut dianggap mampu untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum;

(20)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

4) Bahwa perjanjian tersebut meliputi sesuatu yang halal, yang diperkenankan oleh hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, kepatutan dan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat.11

Dengan demikian perjanjian yang dibuat dalam pendirian Perseroan Terbatas

harus memenuhi syarat-syarat tersebut.

Ketentuan mengenai hal ini bukan saja saat pendirian, tetapi juga setelah

perseroan berjalan tidak boleh hanya 1 (satu) orang saja yang menjadi pemegang saham

PT yang bersangkutan. Hal ini kemudian dibuktikan secara tertulis dengan menyusunnya

dalam bentuk Anggaran Dasar dan kemudian dimuat dalam Akta Pendirian yang dibuat

di muka Notaris, dimana setiap pendiri wajib mengambil bagian pada saat pendirian

perseroan.

c. Melakukan kegiatan usaha

Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang ekonomi

(industri, dagang, jasa) yang bertujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Supaya

kegiatan itu sah harus memperoleh izin usaha dari pihak yang berwenang. Melakukan

kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan, yang sudah tentu memerlukan modal,

yang mana modal perseroan tersebut terbagi dalam saham.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, maka PT sebagai badan usaha yang

berbadan hukum tentunya harus mengikuti maksud dan tujuan perseroan seperti yang

dicantumkan dalam Anggaran Dasar PT. Maksud dan tujuan itu tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Seperti yang

diatur dalam pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan “Perseroan harus

11

(21)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan”.

d. Modal Dasar

Setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham. Modal dasar disebut juga modal statuter, dalam bahasa Inggris disebut

Authorized Capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan (badan hukum)

yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perusahaan atau pemegang

saham.

Modal dasar adalah kekayaan berupa uang yang telah ditentukan jumlahnya yang

dijadikan dasar berdirinya perseroan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa modal

dasar adalah jumlah modal yang disebut dalam akta pendirian. Besarnya jumlah yang

tercantum dalam akta tersebut merupakan jumlah minimum modal dasar perseroan.

Jumlah itu tidak menggambarkan kekuatan finansial dari suatu PT, melainkan hanya

memperlihatkan jumlah nominal dari semua saham yang dikeluarkan menurut anggaran

dasarnya.

e. Memenuhi persyaratan Undang-Undang

Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan dan

peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini menentukan bahwa undang-undang perseroan

menganut sistem tertutup (closed system). Persyaratan wajib dipenuhi mulai dari

(22)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

dipenuhi oleh pendiri perseroan adalah akta pendirian perseroan harus dibuat dimuka

Notaris dan harus memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman.

B. Sifat-sifat Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal entity) yaitu badan hukum

mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda

dari bentuk usaha yang lain yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai

berikut :

a. Sebagai asosiasi modal;

b. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang pemegang saham;

c. Pemegang saham;

1) Bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan atau tanggung jawab terbatas

(limited liability);

2) Tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang

telah diambilnya;

3) Tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama

perseroan;

d. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau Direksi;

(23)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

f. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.12

Disamping kriteria diatas, ada juga kriteria-kriteria yang didasarkan atas doktrin

untuk menentukan adanya badan hukum, yaitu :

Harta Kekayaan yang Terpisah

Untuk mengejar tujuan badan hukum dengan sengaja disediakan harta kekayaan

yang akan menjadi objek tuntutan tersendiri oleh pihak ketiga dalam hubungannya

dengan badan hukum. Harta kekayaan tersebut dipisahkan dari kekayaan pribadi para

anggotanya. Perbuatan pribadi anggota-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan badan

hukum. Dalam pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 dikatakan bahwa modal dasar

perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, dan dalam pasal 34 ayat (1) UU N. 40

Tahun 2007 dikatakan penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang

dan/atau dalam bentuk lainnya.

Mempunyai Tujuan Sendiri

Perseroan mempunyai tujuan sendiri, yaitu tujuan yang terlepas dari kepentingan

para anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan

hukum dengan perantara organnya. Tujuan sendiri tersebut ditentukan dalam Anggaran

Dasar Perseroan. Dalam pasal 18 UU No. 40 Tahun 2007 dikatakan “Perseroan harus

mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran

dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Karena perseroan

menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah memperoleh keuntungan

atau laba

12

(24)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Mempunyai Kepentingan Sendiri

Perseroan mempunyai kepentingan-kepentingan sendiri yang dilindungi hukum.

Kepentingan-kepentingan sendiri yang dilindungi hukum tersebut merupakan hak-hak

subyektif sebagai akibat dari pada peristiwa-peristiwa hukum.

Adanya Organisasi Teratur

Badan hukum sebagai subyek hukum merupakan kesatuan tersendiri yang dengan

organnya melakukan perbuatan-perbuatan hukum.

Oleh hukum dengan dua jalan, suatu organisasi dijadikan badan hukum dengan

berpedoman pada pasal 1653 KUHPerdata :

a. dinyatakan dengan tegas bahwa suatu organisasi adalah merupakan badan hukum.

Misalnya dalam N. V di Negeri belanda dinyatakan bahwa N. V adalah badan hukum.

b. Tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan peraturan sedemikian rupa, bahwa badan

itu adalah badan hukum. Organisasi yang teratur ini dibuktikan oleh adanya organ

perseroan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan

Dewan Komisaris (Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007). Keteraturan organisasi

perseroan dapat diketahui melalui ketentuan UU Perseroan, Anggaran Dasar

Perseroan, Anggaran Rumah Tangga Perseroan dan Keputusan RUPS.

Melakukan Hubungan Hukum Sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan

pihak ketiga. Perseroan diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi. Menurut ketentuan

Pasal 97 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007, “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab

penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau

(25)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

(2)”, dan pasal 98 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, “Direksi mewakili Perseroan baik di

dalam maupun di luar pengadilan”.

Dari kriteria-kriteria badan hukum diatas, semuanya terdapat dalam sifat-sifat PT.

maka sangatlah tepat apabila kita mengatakan bahwa PT mempunyai sifat badan hukum.

Dalam UU No. 40 Tahun 2007 jelas disebutkan dalam pasal 1 butir 1 bahwa PT

adalah badan hukum. Dan pasal 7 ayat 4 UU No. 40 Tahun 2007 menjelaskan, “bahwa

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan

Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”.

C. Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas

Persyaratan Pendirian Perseroan Terbatas

Untuk mendirikan suatu perseroan perlu dipenuhi persyaratan yang ditentukan

oleh UU Perseroan. Ada 4 (empat) syarat utama yang wajib dipenuhi oleh pendiri

perseroan yaitu

Pertama dengan perjanjian antara dua orang atau lebih, kedua dengan akta

autentik dimuka Notaris, ketiga modal dasar perseroan, dan keempat pengambilan saham

pada saat perseroan didirikan.13

a. Perjanjian antara dua orang atau lebih.

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, perseroan didirikan

oleh 2 (dua) orang atau lebih. Yang dimaksud dengan “Orang” adalah orang

perseorangan atau badan hukum. Ketentuan sekurang-kurangnya dua orang menegaskan

13

(26)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

prinsipyang dianut oleh UU Perseroan bahwa perseroan sebagai badan hukum dibentuk

berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari satu orang pemegang saham

sebagai pendiri. Namun menurut ketentuan Pasal 7 ayat (7) UU No. 40 Tahun 2007,

“Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak

berlaku bagi Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau Perseroan yang

mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan

penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar

Modal, karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi

Perseroan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, yang dimaksud dengan

“persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang modalnya

terbagi dalam saham yang diatur dalam Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik

Negara..

b. Dibuat dengan akta autentik dimuka Notaris

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, perjanjian pendirian

perseroan harus dibuat dengan akta autentik dimuka Notaris dalam bahasa Indonesia.

Perjanjian tersebut merupakan akta pendirian perseroan yang sekaligus memuat

Anggaran Dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan yang telah

disepakati. Sejak akta pendirian ditandatangani oleh para pendiri, maka perseroan berdiri,

dan hubungan diantara para pihak dikuasai oleh hubungan kontrak. Hubungan kontrak

tersebut belum menciptakan status badan hukum. Dengan demikian segala akibat hukum

yang timbul adalah tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat

Perseroan.

(27)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam Pasal 32 UU No. 40 Tahun 2007 ditentukan bahwa modal dasar perseroan

paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Tetapi UU yang mengatur

kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih

besar daripada ketentuan modal dasar perseroan yang melebihi Rp. 50.000.000,00.

bidang usaha tertentu itu misalnya usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.

Menurut pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007 pada saat pendirian perseroan paling

sedikit 25 % dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh yang dibuktikan

dengan bukti penyetoran yang sah. Yang dimaksud dengan “bukti penyetoran yang sah”,

antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan,

data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang

ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris. Ketentuan ini menegaskan bahwa

tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur.

d. Pengambilan Saham saat Perseroan Didirikan

Menurut Pasal 7 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007, setiap pendiri Perseroan wajib

mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Pasal ini merupakan wujud

pernyataan kehendak pendiri ketika membuat perjanjian pendirian perseroan dan sebagai

pemenuhan Pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007. pengambilan bagian saham berupa

penyetoran modal oleh setiap pendiri yang jumlah semuanya paling sedikit Rp.

12.500.000.

Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas

Apabila persyaratan material pendirian perseroan telah dipenuhi, maka pendirian

perseroan harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh UUPT No. 40 Tahun

(28)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Ada lima langkah prosedur pendirian perseroan, kelima langkah prosedur ini

disebut sebagai syarat formal14

1) Pembuatan Perjanjian Tertulis

yaitu sebagai berikut :

Para pendiri perseroan membuat perjanjian untuk mendirikan perseroan mengenai

susunan dan penyertaan modal, susunan saham, penunjukan Direksi dan Komisaris,

perbuatan hukum dengan pihak ketiga yang selanjutnya disusun dalam bentuk Anggaran

Dasar Perseroan. Supaya perjanjian yang dibuat itu sah maka ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata harus dipenuhi. Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan.15

2) Pembuatan akte pendirian dimuka Notaris

Perjanjian pendahuluan ini kemudian disusun dalam bentuk Anggaran Dasar. Ketentuan

Anggaran Dasar mengatur kegiatan perseroan tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007).

Misalnya dalam Anggaran Dasar tidak boleh ada ketentuan deviden dalam jumlah

persentase yang telah ditetapkan, pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau

pihak lain.

Para persero atau pendiri yang telah membuat perjanjian itu kemudian menghadap

notaris untuk minta dibuatkan akte pendirian perseroan. Sejak akte pendirian

ditandatangani oleh para pendiri, maka berdirilah perseroan dan hubungan antara para

pendiri adalah hubungan kontrak, sebelum perseroan memperoleh status badan hukum.

Akte pendirian ini memuat Anggaran Dasar, dengan kata lain yaitu merupakan hasil

perjanjian antara mereka dihadapan notaris.

14

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal 126

15

(29)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Pada waktu pendirian, para pendiri dapat diwakili oleh seorang yang mendapat

kuasa (vide Pasal 8 ayat 3 UU No. 40 Tahun 2007). Akte pendirian ini mempunyai

fungsi intern yaitu sebagai aturan main para pemegang dan organ perseroan, dan fungsi

ekstern terhadap pihak ketiga adalah sebagai identitas dan pengaturan tanggung jawab

perbuatan hukum yang dilakukan oleh yang berhak atas nama perseroan.

Menurut ketentuan Pasal 8 UU No. 40 Tahun 2007, akta pendirian memuat

anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan

sekurang-kurangnya:

a) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan

kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat

lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan

hukum dari pendiri Perseroan;

c) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,

kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali

diangkat;

d) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah

saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor;

e) akta pendirian tidak boleh memuat ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas

saham dan ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau

pihak lain.

Pengesahan oleh Menteri Kehakiman

Untuk memperoleh keputusan mengenai pengesahan badan hukum perseroan,

(30)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi

format isian yang memuat sekurang-kurangnya :

(1) nama dan tempat kedudukan Perseroan;

(2) jangka waktu berdirinya Perseroan;

(3) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

(4) jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

(5) alamat lengkap Perseroan.

Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri harus diajukan kepada

Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian

ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Apabila semua

persyaratan sebagaimana telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas)

hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang

ditandatangani secara elektronik. Apabila format isian dan keterangan mengenai

dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara

elektronik.

Cara pengesahan dari pihak pemerintah, pada dasarnya dibagi atas 2 (dua) cara,

yaitu:

(1) “Bewilliging” yaitu “memberikan persetujuan” di Indonesia dipakai cara ini

dengan memberikan persetujuannya Direktorat Perdata Departemen Kehakiman

telah menilai isi akta pendirian perseroan itu sesuai dengan syarat-syarat yang

(31)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

(2) “Verklaring van Geen bezwaar” atau menerangkan tidak adanya keberatan atas

didirikannya PT itu, tetapi tidak menjamin sudah dipenuhinya atau diindahkannya

peraturan dalam UU.16

Dalam KUHD tidak ada ketentuan jangka waktu pengesahan, sehingga tidak

mustahil dalam kenyataannya akta pendirian yang dimohonkan itu baru saja disahkan

setelah lebih dari jangka waktu 60 (enam puluh) hari. Sedangkan UU Perseroan

menentukan jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dan ini membuktikan

bahwa pemerintah sungguh-sungguh memberikan pelayanan yang wajar. Tentunya

dengan konsekuensi, bila dalam jangka waktu yang ditentukan itu tidak dilakukan

pengesahan atau penolakan pemerintah, maka dalam hal ini Menteri Kehakiman telah

melakukan pelanggaran dan dapat digugat kemuka Pengadilan Tata Usaha Negara.

Perseroan memperoleh status badan hukum setelah akte pendirian disahkan oleh

Menteri kehakiman (Pasal 7 ayat 4 UU No. 40 Tahun 2007). Sejak pengesahan,

perseroan adalah badan hukum yang mandiri, sehingga menurut ketentuan Pasal 3 ayat 1

UU No. 40 Tahun 2007, “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara

pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas

kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”. Ketentuan ini mempertegas ciri

Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh

saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

Bagaimana halnya dengan perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para

pendiri dalam kurun waktu antara pendirian dan pengesahan perseroan. Menurut

ketentuan Pasal 13 UU No. 40 Tahun 2007, perbuatan hukum yang telah dilakukan

16

(32)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

calon pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat

perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila:

(a) RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih

semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh

calon pendiri atau kuasanya.

(b) Persetujuan RUPS tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan

atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian

Perseroan

(c) Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan

atas nama perseroan.

Pendaftaran Perseroan

Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria

sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak terpenuhinya kriteria tersebut. Direksi perseroan wajib

mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007). Ada beberapa

sarjana memberikan penafsiran bahwa yang dimaksud dengan daftar perusahaan disini

adalah sesuai dengan apa yang dimaksud oleh UU No. 3 Tahun 1982. Padahal dalam UU

itu ditegaskan bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan (Pasal

(33)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007 ditentukan pendaftaran wajib dilakukan

oleh perseroan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terpenuhinya

kriteria sebagai Perseroan publik. UU No. 40 tahun 2007 tidak mensyaratkan harus ada

izin usaha karena surat izin usaha adalah syarat pendaftaran, maka dalam waktu 30 hari

setelah pengesahan diberikan, perseroan wajib lebih dahulu meminta surat izin usaha dari

instansi teknik yang berwenang, baru mendaftarkan perseroan.

Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan. Pendaftaran wajib

dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat

diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

Daftar perusahaan merupakan pencatatan bahan-bahan yang dibuat secara benar

dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi bagi semua pihak yang

berkepentingan. Karena itu sifat dari daftar perusahaan adalah terbuka untuk umum

(Pasal 29 ayat 5 UU No. 40 Tahun 2007). Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah

bahwa daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber

informasi.17

1) akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri;

Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara

Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:

2) akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri;

3) akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh

Menteri

17

(34)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Bagaimana bila sebelum memenuhi persyaratan sebagai badan hukum, PT telah

melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Dalam hal ini Pasal 3 UU

No. 40 Tahun 2007 tentang PT, “menegaskan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak

bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan

tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”.

H.M.N. Purwosutjipto, menyamakan tanggung jawab pengurus PT yang belum

terdaftar dan diumumkan itu dengan tanggung jawab renteng untuk keseluruhan. Jadi

para persero lah yang harus bertanggung jawab renteng masing-masing sepenuhnya untuk

keseluruhan perbuatan yang dilakukan atas nama perusahaan yang belum memenuhi

persyaratan sebagai badan hukum tersebut.

Para pengurus pada dasarnya merupakan pemegang kuasa dari RUPS atau

melakukan hubungan perburuhan dengan para persero. Secara garis besarnya hubungan

antara para pengurus dengan PT dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Pengurus yang tidak diberi upah dan bukan pemegang saham mempunyai hubungan sebagai pemegang kuasa terhadap RUPS.

b) Pengurus yang diberi upah dan bukan pemegang saham, mempunyai dua macam hubungan hukum dengan RUPS, yaitu: hubungan perburuhan dan pemberian kuasa.

c) Pengurus yang diberi upah dan pemegang saham mempunyai tiga macam hubungan hukum dengan RUPS, yaitu hubungan perburuhan, pemberian kuasa, dan sebagai anggota RUPS.18

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak pantas meminta pengurus

bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap perbuatan perusahaan yang belum

didaftarkan dan diumumkan, terutama terhadap pengurus yang bukan pemegang saham

(persero), kecuali pengurus tersebut melakukan tindakan hukum yang melewati batas

18

(35)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

kewenangan yang didelegasikan terhadap para persero wajib bertanggung jawab terhadap

perbuatan hukum yang dilakukan pengurus atas nama perseroan sebagaimana yang

disebut dalam Pasal 1807 KUHPerdata untuk pemberian kuasa, dan Pasal 1367 ayat 3

untuk hubungan perburuhan:

(1) Tindakan “Beheren” yaitu tindakan dalam menjalankan perbuatan yang lazim dilakukan sehari-hari dalam hubungan dengan badan yang bersangkutan.

(2) Tindakan “Beschikking” yaitu tindakan yang bukan merupakan tindakan pengurus sehari-hari, merupakan tindakan insidentil yang apabila dilakukan harus mendapat izin lebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.19

Menurut ketentuan Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007, Perseroan yang telah

didaftarkan, diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, permohonan pengumuman

perseroan dilakukan oleh Direksi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak terpenuhinya kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal.

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat 4 UU No. 40 Tahun 2007, perseroan memperoleh

status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai

pengesahan badan hukum Perseroan. Dengan demikian, walaupun timbul kerugian akibat

kelalaian pendaftaran dan pengumuman Direksi, yang bertanggung jawab mengganti

kerugian bukan Direksi secara tanggung renteng, melainkan perseroan, karena Direksi

adalah organ perseroan. Mungkin Pasal 97 ayat 3 UU No. 40 tahun 2007 terpengaruh

oleh ketentuan Pasal 39 KUHDagang.

Dalam Pasal 39 KUHDagang “dinyatakan bahwa selama pendaftaran dan

pengumuman belum dilakukan, maka semua pengurus secara tanggung renteng

bertanggung jawab atas perbuatan mereka terhadap pihak ketiga”. Ketentuan ini

19

(36)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

memang wajar, karena pada hakekatnya PT baru memperoleh status badan hukum setelah

diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI walaupun hal ini tidak secara tegas

dinyatakan dalam Pasal 38 KUHDagang.

Penyelesaian ini merupakan jalan tengah, artinya perseroan sebagai badan hukum

bertanggung jawab dengan harta kekayaannya dan jika harta kekayaan itu tidak

mencukupi, barulah Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas

kekurangannya karena lalai melaksanakan kewajiban perseroan.20

Rudhi Prasetya mengatakan, “Jika Komisaris dan atau Direksi mempunyai

wewenang, maka wewenang itu bukan limpahan dari RUPS, melainkan Komisaris dan/atau Direksi memperoleh wewenang berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau

D. Organ-organ Perseroan Terbatas

1. RUPS

RUPS merupakan organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa untuk

menentukan arah dan tujuan perseroan. RUPS memiliki segala wewenang yang tidak

diberikan kepada Direksi dan Komisaris Perseroan. RUPS mempunyai hak untuk

memperoleh segala macam keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan

kepentingan dan jalannya perseroan.

Menurut pandangan klasik bahwa ketiga organ yaitu RUPS, Direksi dan

Komisaris berkedudukan berjenjang, dimana RUPS sebagai pemegang kekuasaan

tertinggi. Tetapi menurut pandangan mutakhir, kedudukan ketiga organ ini tidak

berjenjang. Ketiga organ tersebut sederajat yang sama derajatnya, yang satu tidak lebih

tinggi dari yang lain.

20

(37)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Anggaran Dasar. Masing-masing diantara organ-organ tersebut mempunyai tugas dan wewenang sendiri-sendiri menurut undang-undang dan anggaran dasar yang tidak boleh dicampuri oleh organ yang satu terhadap yang lain”.21

a. Menetapkan perubahan Anggaran Dasar (Pasal 19 UUPT);

Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT antara lain:

b. Menetapkan pengurangan modal (Pasal 44 UUPT);

c. Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 66 UUPT);

d. Menetapkan penggunaan laba (Pasal 71 UUPT);

e. Mengangkat dan memberhentikan Direksi (Pasal 94 dan Pasal 105 UUPT);

f. Mengangkat dan memberhentikan Komisaris (Pasal 111 dan Pasal 119 UUPT);

g. Menetapkan mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan (Pasal 123

ayat 3, Pasal 125 ayat 4 UUPT);

h. Menetapkan pembubaran perseroan (Pasal 142 ayat 1 UUPT).

Penyelenggaraan RUPS

RUPS terdiri atas RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. RUPS Tahunan wajib

diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.

Dalam RUPS Tahunan harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan.

RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan

Perseroan. RUPS diselenggarakan oleh Direksi. RUPS dapat juga dilakukan atas

permintaan satu orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10

(satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali

anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil.

21

(38)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Keputusan RUPS

Keputusan RUPS diambil untuk musyawarah untuk mufakat. Apabila mufakat

tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak, biasa dari jumlah suara

yang dikeluarkan secara sah, kecuali undang-undang perseroan dan/atau anggaran dasar

menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari

suara terbanyak biasa (Pasal 87 UUPT).

2.Direksi

Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 mengatakan, Direksi adalah Organ

Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili

Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar.

Direksi mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan (Pasal 98

UUPT) kecuali dalam pasal 99 ditentukan bahwa anggota Direksi tidak berwenang

mewakili apabila :

a. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang

bersangkutan; atau

b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan

Perseroan.

Syarat-syarat menjadi Direksi:

Mengingat besarnya kewajiban dan tanggung jawab yang dipikul oleh Direksi dan

demi kepentingan dan usaha Perseroan itu sendiri ditentukan bahwa setiap anggota

(39)

tugas-M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

tugasnya (Pasal 97 ayat 2 UUPT). Sekadar iktikad baik kiranya belum cukup, sehingga

perlu dipersyaratkan oleh Pasal 93 ayat 1 UUPT bahwa yang dapat diangkat menjadi

anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,

kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

1) dinyatakan pailit;

2) menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

3) dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara

dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Kewajiban dan Tanggung jawab Direksi

Dalam Perseroan Terbatas, Direksi mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai

berikut:

a) Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat

Direksi (Pasal 100 ayat 1 huruf a UUPT);

b) Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan (Pasal 100 ayat 1

huruf b UUPT);

c) Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan dan

dokumen Perseroan lainnya (Pasal 100 ayat 1 huruf c UUPT);

d) Memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam

daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak tanggal keputusan RUPS (Pasal 94 ayat 7 UUPT);

e) Mengurus Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (Pasal 97

(40)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

f) Melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi

yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain

untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus (Pasal 101 UUPT);

g) Meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau

menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan yang merupakan lebih dari 50%

(lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi

atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak (Pasal 102 ayat 1

UUPT);

h) Menyelenggarakan RUPS Tahunan dan RUPS lainnya;

i) Melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas)

hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima (Pasal 79

ayat 5 UUPT);

j) Mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dan daftar khusus yang

memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris

beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal

saham itu diperoleh (Pasal 50 UUPT);

k) Mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut

dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus dan memberitahukan perubahan

susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan

(Pasal 56 UUPT;

l) Menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit

(41)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

3. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat

kepada Direksi.. Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan

pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun

usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi (Pasal 108 UUPT).

Komisaris dapat dibedakan berdasarkan orientasi perannya sebagai berikut: a. Conformance role board, berperan mengawasi manajemen.

b. Performance role board, berperan mengarahkan tugas-tugas manajemen dan

melahirkan gagasan baru untuk dimanfaatkan dalam pengembangan bisnis korporasi.

c. Pantheonism board, berperan memperkuat prestise perusahaan.22

Syarat-syarat menjadi Komisaris

Pasal 110 UUPT menentukan yang dapat diangkat menjadi Komisaris:

1) Orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum;

2) Tidak pernah dinyatakan pailit;

3) Tidak pernah dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan dinyatakan

pailit;

4) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan

keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5

tahun sebelum pengangkatannya.

Kendatipun diatur demikian, tetapi dalam praktiknya bahwa pengangkatan

Komisaris suatu PT sangat didasari kepentingan subjektifitas, dimana untuk pertama kali

pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian.

22

(42)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Hal ini dapat dipahami dari ketentuan Pasal 111 ayat (1) UUPT yang mengatur bahwa

anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.

Tanggung Jawab Dewan Komisaris

Didalam UUPT tanggung jawab Komisaris dapat dilihat pada Pasal 114 UUPT

tentang tanggung jawab atas pengawasan Perseroan, dimana setiap anggota Dewan

Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam

menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan

Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Setiap anggota Dewan

Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Atas nama perseroan, pemegan

saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena

kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan

negeri.

Selain tanggung jawab-tanggung jawab tersebut, bagi Dewan Komisaris

berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS dapat melakukan tindakan pengurusan

Perseroan dalam keadaan tertentu uuntuk jangka waktu tertentu, berlaku semua ketentuan

mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga

(Pasal 118 UUPT).

(43)

M. Ansyori Syabana R. : Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada BUMN Di PTP Nusantara IV (Persero) Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Salah satu ciri khas dalam good corporate governance adalah adanya Komisaris

Independen.23

Komisaris Utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk

berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. Tugas dan wewenang Komisaris utusan

dtetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan

tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang

dilakukan Direksi (Pasal 120 UUPT). Salah satu konsekuensi yang dapat menjadi

perdebatan adalah menyangkut perlindungan terhadap Komisaris Independen dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya. Hal ini terutama mengingat pasal 114 ayat (6)

UUPT, dimana atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10

(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat

anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan Adanya lembaga Komisaris Independen dalam praktik Perseroan

Indonesia, merupakan salah satu peristiwa yang membuktikan doktrin hukum yang

menegaskan bahwa perkembangan (kebutuhan) masyarakat lebih pesat dan umumnya

tidak dapat diantisipasi oleh peraturan hukum. Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur

adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris

Utusan. Komisaris Indepeden diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang

tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota

Dewan Komisaris lainnya. Komisaris Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola

Perseroan yang baik (code of good corporate governance) adalah “Komisaris dari pihak

luar”.

23

Referensi

Dokumen terkait

PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung harus berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam tata kelola perusahaannya sebagai

Trisna: Analisis Terhadap Sistem Pendegelasian Wewenang pada PTP Nusantara IV (Persero)Medan, 2005... Trisna: Analisis Terhadap Sistem Pendegelasian Wewenang pada PTP Nusantara

dengan judul “ PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA PROGRAM APLIKASI PELAYANAN PELANGGAN TERPUSAT (AP2T) (Studi di

Skripsi yang berjudul Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (Gcg) pada Bank Muamalat Cabang Bogor Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan , telah diujikan

Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) menggunakan teori stakeholder ini bisa dilihat dari transparansi informasi dan

Skripsi yang berjudul EVALUASI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT KRAKATAU STEEL (PERSERO) merupakan judul yang dipilih sebagai suatu syarat yang

maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Penerapan Prinsip Kemandirian Good Corporate Governance ( GCG) Terkait Dengan Pengangkatan Struktur

PENGARUH PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE GCG TERHADAP PROFITABILITAS PT GEMILANG GUNUNG KARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana S1 Pada Program Studi