BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Menurut Komite Cadbury1, Good Corporate Governance atau yang
selanjutnya disebut GCG adalah prinsip mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mengembalikan keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya dan stakeholders pada umumnya.2 Sedangkan menurut Center of European Policy Studies (CEPS) GCG ialah merupakan seluruh sistem yang
dibentuk mulai dari hak, proses serta pengendalian baik yang ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Sejumlah negara juga memiliki definisi tersendiri
tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompok negara maju (OECD) mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen bertanggung jawab pada
shareholder.3
Munculnya GCG dapat dikatakan dilatarbelakangi dari berbagai skandal
besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika
1
Komite Cadbury (Cadbury Committee) adalah komite bentukan sebuah inisiatif oleh profesi akuntansi dan sponsornya (Pelaporan Keuangan Dewan, London Stock Exchange dan Bank of England) untuk membantu meningkatkan standar tata kelola perusahaan dan tingkat kepercayaan dalam pelaporan dan audit keuangan. Komite ini memberikan laporan akhir yang diterbitkan pada tahun 1992 berisi seperangkat rekomendasi benchmark tentang tata kelola yang secara luas dianggap sebagai praktik terbaik termasuk:
1. Pemisahan jabatan chairman dan chief executive officer. 2. Penunjukan komisaris independen.
3. Mengurangi konflik kepentingan di tingkat dewan karena bisnis atau hubungan lainnya. 4. Pembentukan komite audit independen.
5. Peninjauan efektivitas pengendalian internal perusahaan.
2
Tantan, (diakses pada 6 Februari 2016)
3
Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung serakah
dan mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari pertentangan kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau kepentingan bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai
pemicu dari kebutuhan akan corporate governance.4
Di Indonesia, diberlakukannya GCG bermula dari usulan penyempurnaan
peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independen dan membentuk komite
audit pada tahun 1998, GCG mulai dikenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka economy recovery, pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksi konsep GCG sebagai tata cara perusahaan yang sehat.5Pemerintah Indonesia mendirikan satulembaga khusus yang bernama
Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri
Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000.6
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman umum GCG di tahun 2001, pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris
Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan
4
Anonim,http://faith1991.blogspot.co.id/2013/06/latar-belakang-corporategovernance-dan.html (diakses pada 20 September 2016)
5
Sri Sulistyanto dan Rika Lidyah, Good Corporate Governance: Antara Idealisme dan Kenyataan, Modus, Vol.14 (1), Februari,2002, hlm 2.
6
Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004
tentang pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Terakhir diperbaharui dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian RI No: KEP-14/M.EKON/03/TAHUN 2008 tentang Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) yang memperluas cakupan tugas KNKG bukan hanya di sektor korporasi tapi juga di sektor pelayanan publik.7
Tugas pokok KNKCG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang
corporate governance di Indonesia.Sejalan dengan hal tersebut. Komite Nasional
Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunya tanggung jawab untuk menerapkan GCG
yang telah diterapkan di tingkat Internasional.8
1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (negara, dunia usaha, dan masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG;
KNKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah diterbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman
GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal-hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG
tahun 2006 adalah:
2. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku;
3. Kelengkapan organ perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris
(komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate governance);
7
Anonim, http://www.knkg-indonesia.com, diakses pada 2 Januari 2012.
8
4. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam
kerangka penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko,pengendalian internal, komunikasi, dan tanggu ng jawab sosial;
5. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang
saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa;
6. Pernyataan tentang penerapan GCG; 7. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG9
Dalam pelaksanaan GCG, pemerintah menciptakan berbagai produk
hukum yang mengharuskan badan usaha untuk menerapkan GCG dalam perusahaannya. Misalnya saja dalam UU Perseroan Terbatas, undang-undang dan
peraturan perbankan, serta undang-undang Pasar Modal. Dalam UU BUMN, kita dapat menemukan dasar hukum penerapan GCG dalam BUMN yaitu pada Pasal 5 ayat 3 dimana disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian,akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Selain itu pemerintah juga menerapkan GCG dalam BUMN sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002. Lima prinsip dari GCG,
adalah :
1. Transparansi (Transparency);
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang relevan mengenai
9
perusahaan.
2. Kemandirian (Independency);
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa beraturan kepentingan dan pengaruh maupun tekanan dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas (Accountability);
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility);
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Kewajaran (Fairness).
Merupakan keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak Stakeholder
lainnya yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10
10
Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 pasal 5
Penerapan praktek-praktek GCG merupakan salah satu langkah penting bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meningkatkan dan memaksimalkan nilai perusahaan (corporate value), mendorong pengelolaan
perusahaan yang profesional, transparan dan efisien dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
Salah satu isu penting yang mengemuka dalam wacana GCG adalah
pembentukan Komisaris Independen dan Komite Audit. Dalam Keputusan Menteri BUMN tersebut, tidak disebutkan secara langsung bahwa BUMN harus memiliki Komisaris Independen, namun disebutkan bahwa paling sedikit 20
persen dari Komisaris atau Dewan Pengawas perusahaan, harus berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan dengan beberapa persyaratan. Hal
tersebut dapat dibaca bahwa dari jajaran Dewan Komisaris yang dibentuk oleh BUMN yang bersangkutan, 20 persennya adalah Komisaris Independen. 11
1. Persentase saham yang dimiliki oleh institusi;
Menurut Susiana dan Arleen Herawaty, elemen-elemen yang terkandung
dalam pengukuran mekanisme GCG adalah:
2.Persentase saham yang dimiliki oleh manajemen; 3.Keberadaan komite audit dalam perusahaan;
4.Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan.12
Bandara Halim Perdanakusuma sejak 13 Agustus 1984.
PT Angkasa Pura II (Persero), selanjutnya disebut “Angkasa Pura II” atau “Perusahaan” merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak
dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia Barat. Angkasa Pura II telah mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk mengelola dan
mengupayakan pengusahaan Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng yang kiniberubah nama menjadi Bandara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta serta
13
11
Anonim,
12
Sebagai BUMN, PT.Angkasa Pura juga menerapkan GCG dalam
operasional perusahaan. Hal ini dapat kita temukan dalam website PT. Angkasa Pura II yang menyebutkan bahwa untuk mewujudkan perusahaan yang tumbuh berkembang dan berdaya saing tinggi, Angkasa Pura II telah mengembangkan
struktur dan sistem tata kelola perusahaan (GCG) dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG sesuai ketentuan dan peraturan serta best practice yang berlaku.
Pelaksanaan GCG merupakan tindak lanjut Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER 01/MBU/2011 tanggal 01 Agustus
2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik pada BUMN, yang menyebutkan bahwa “BUMN wajib melaksanakan operasional perusahaan dengan berpegang
pada prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, akuntanbilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran”.14
1. Bagaimanakah mekanisme pengangkatan struktur komisaris independen pada PT. Angkasa Pura II?
Oleh sebab itu sebagai salah satu BUMN yang menerapkan GCG dalam
perusahaannya, maka sudah seharusnya PT.Angkasa Pura II memiliki komisaris independen di dalam struktur organ perusahaan.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
13
Anonim, http://www.angkasapura2.co.id/id/tentang/sejarah (diakses pada 20 September 2016)
14
2. Bagaimanakahmekanisme pengawasan oleh komisaris independen pada
PT.Angkasa Pura II?
3. Bagaimanakah penerapan prinsip kemandirian GCG terkait dengan pengangkatan struktur komisaris independen?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas
maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui aspek hukum GCG menurut UU No.40 Tahun 2007 2.Untuk mengetahui tinjauan umum terhadap komisaris independen.
3.Untuk mengetahui penerapan prinsip kemandirian GCG terkait dengan pengangkatan struktur komisaris independen pada PT. Angkasa Pura II
D. Manfaat Penulisan
Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan masalah yang telah diuraikan, dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat yaitu:
1. Manfaat teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan teoretis bagi
penulis dan pembaca untuk menambah pengetahuan beserta pemahaman mengenai penerapan GCG terkhusus prinsip kemandirian pada BUMN di Indonesia;
b. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.
Agar BUMN dalam melakukan pengangkatan komisaris independen dapat
sesuai dengan Peraturan perundang-undangan maupun dengan kebutuhan perusahaan.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian
merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji serta mengembangkan ilmu pengetahuan.15
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitan ini hukum dipandang dalam kaitannya dengan masyarakat atau sebagai sebuah gejala sosial. Jadi dalam klasifikasi ini hukum tidak dipandang sebagai sebuah
norma atau kaidah yang otonom.
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1.Jenis penelitian
16
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer atau data dasar (primary data atau basic data) diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat melalui
penelitian. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-2.Sumber data
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm.250.
16
buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.17
c. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan
tempat.
Adapun ciri-ciri dari data sekunder adalah:
a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat (ready-made); b. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti
terdahulu;
18
17
Soerjono Soekanto,op.cit, hlm 12.
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, PenelitianHukumNormatif, (Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada, 2011), hlm.24.
3. Metode pengumpulan data
a. Studi Kepustakaan ( library research)
Yaitu dengan mencari, mengumpulkan data yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku,majalah, surat kabar, internet dan pendapat-pendapat
sarjana yang berhubungan dengan tulisan ini untuk dijadikan landasan berfikir demi keilmiahan dari skripsi ini.
b.Studi Lapangan (field research)
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke PT.Angkasa Pura II yang bergerak yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan
pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia Barat. Penelitian tersebut dilakukan untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan materi skripsi dan dengan cara wawancara langsung dengan karyawan
Analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, yaitu data-data
yang diperoleh baik yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier maupun hasil wawancara dengan narasumber akan dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga akan memperoleh gambaran
mengenai permasalahan yang diteliti. Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif
yaitu penulis akan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Penerapan Prinsip Kemandirian Good Corporate Governance (GCG) Terkait Dengan Pengangkatan Struktur Dewan Komisaris Independen ( Riset Pada PT.
Angkasa Pura II Medan)”. Oleh karena itu penulisan skripsi ini merupakan ide asli, kalaupun terdapat judul yang hampir sama dengan judul ini tetapi substansi
pembahasannya berbeda. Adapun judul yang hampir sama dengan skripsi ini adalah Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada BUMN Di PTPN II (Persero) Sei Sikambing Medan, yang dibuat oleh M. Ansyori Syabana R,
Mahasiswa Hukum USU Stambuk 2004. Letak perbedaan substansi pembahasan skripsi kami adalah dalam skripsi beliau membahas prinsip GCGsecara umum dan
pada PT.Angkasa Pura 2. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini
dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang paling
berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan,metode penulisan,n sistematika penulisan. BAB II ASPEK HUKUM GCG MENURUT UU NO 40 TAHUN 2007
Bab ini berisi tentang pengertian dan dasar hukum GCG, sejarah
GCG di Indonesia, prinsip-prinsip GCG, dan penerapan GCG pada BUMN.
BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMISARIS INDEPENDEN Bab ini berisi tentang pengertian dan dasar hukum komisaris independen, tugas, fungsi dan kewenangan komisaris independen,
tata cara pengangkatan dan pemberhentian komisaris independen dan pengawasan komisaris independen dalam BUMN.
INDEPENDEN (STUDI KASUS PT.ANGKASA PURA II
MEDAN)
Bab ini berisi tentang mekanisme pengangkatan struktur komisaris independen pada PT. Angkasa Pura II, mekanisme pengawasan
oleh komisaris independen pada PT.Angkasa Pura II dan penerapan prinsip kemandirian GCG terkait dengan pengangkatan struktur
komisaris independen.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan pada bab-bab sebelumnya dan