• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI

A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia

Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 mengatakan :

1) Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi:

a. rumah komersial; b. rumah umum; c. rumah swadaya; d. rumah khusus; dan e. rumah negara.

2) Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

4) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. 5) Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diselenggarakan

dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

6) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

7) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

8) Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Namun yang akan penulis bahas dalam bab ini adalah rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dalam hal ini adalah rumah susun.

Kepastian hukum dalam pengadaan permukiman dan perumahan telah diatur dalam pasal 3 UU No.1 Tahun 2011, yakni Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:

a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Negara sepenuhnya sertanggung jawab dalam penyelenggaraan perumahan dan pembinaan yang telah dimuat dalam pasal 5 ayat 1 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan Negara sertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.

Dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman telah diatur dalam UU No.1 tahun 2011 pasal 56 yang mengatakan :

1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.

2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.

Sementara tugas pemerintahan kota telah dimuat dalam pasal 15 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan :

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota

di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

b. menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

c. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

e. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;

f. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

g. melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota;

h. melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

i. melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

j. melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

k. melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

l. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

m. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

n. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR;

o. menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan

p. memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan pembangunan rumah swadaya.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985 dalam Lembaran Negara RI nomor 75/1985. Undang-undang ini dapat disebut dengan undang-undang kondominium Indonesia yang menjadi landasan hukum untuk mengatur rumah susun. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Mulai tanggal tersebutlah masalah hukum mengenai rumah susun mendapat jawaban yang pasti. Namun menimbang bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti.19

19

. Konsideran bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Untuk menjawab perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut maka pada tanggal 10 Nopember 2011 melalui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam UURS yang lama maupun yang baru. Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi rumah susun yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua rumah susun itu dapat disebut rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu rumah susun.20

Jika rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu dicermati, diperoleh pemahaman sebagai berikut :

21

a. Rumah susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak

20

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…. Op. Cit., hlm. 16

21

bersama. Dalam pengertian inilah, maka rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat atau apartment

b. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal” (Pasal 1 angka 1 UURS). Dalam Penjelasan UURS di atas menyatakan “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal”. Kata “maupun” serta “dan” perlu dicermati oleh karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup UURS. Apakah pengaturan pemilikan satuan ruang dalam rumah susun selain rumah susun dapat tunduk pada UURS. Urgensi telaah kata “maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti, terutama jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yang mencontohkan “rumah toko, rumah sarana industri dan lain-lain” yang dibangun di atas tanah bersama sebagai rumah susun yang tidak termasuk dalam pengertian rumah susun. Selanjutnya, Penjelasan pasal 79 PP Nomor 4 Tahun 1988 tersebut menyebutkan bahwa contoh bangunan gedung tidak bertingkat yang dibangun di atas tanah bersama dalam suatu lingkungan adalah rumah-rumah peristirahatan, rumah kota (town house), dan lain-lain.

Ahmad Chairudin dalam Surat Kabar Harian Suara Pembaruan tanggal 13 April 1994, menyatakan bahwa bangunan gedung bertingkat pada sistem ruko (rumah toko) dan rukan (rumah kantor) bagian- bagiannya terbagi dalam bagian- bagian yang distrukturkan dalam arah horizontal saja, tidak dalam arah vertikal. Tetapi karena dalam kata-kata kalimat Pasal 1 angka 1 UURS menyebut : “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal”, maka yang diartikan bangunan gedung bertingkat yang bagian-bagiannya hanya distrukturkan

secara horizontal pun dapat disebut rumah susun, asal memenuhi ketentuan-ketentuan lainnya tentang rumah susun.22

Kedua pendapat Pejabat Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional tersebut setuju bahwa kepemilikan satuan bangunan pada bangunan yang hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat tunduk pada pengaturan UURS. Kiranya kedua pendapat tersebut dapat diterima logika hukum. Ketentuan pasal 1 UURS merupakan ketentuan yang berisi definisi/rumusan konsep-konsep yang menjadi kata-kata kunci atau terminologi teknis yuridis dalam keseluruhan ketentuan UURS. Oleh karena itu jika terdapat perbedaan pengertian rumah susun di dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Umum UURS serta Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksana UURS, maka yang dijadikan pegangan adalah rumusan Pasal 1 angka 1 UURS.

Selanjutnya Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai akibat pesatnya kemajuan sektor ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk sertifikat baru yang berupa Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, maka seharusnya bentuk kepemilikan rumah dan toko (ruko) atau town house dapat menggunakan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai alat untuk kepemilikannya. Hal ini mengingat bahwa bentuk bangunan dan penataan lingkungannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada rumah susun yang bangunannya berupa bangunan yang tersusun secara horizontal dan memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan pemilikan bersama.

23

22

Ibid, hlm 16

23

Dengan Penjelasan Umum UURS akan “dimenangkan” Pasal 1 angka 1 UURS oleh karena Pasal 1 angka 1 yang lebih spesifik (rinci) merumuskan pengertian rumah susun dibandingkan dengan Penjelasan Umum UURS. Selanjutnya ketidaksinkronan (pertentangan) antara Pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 “dimenangkan “ Pasal 1 angka 1 oleh karena di dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan asas “Hukum yang lebih tinggi mengenyampingkan hukum yang lebih rendah” (lex superior de rogat lex inferior)

Rumah susun mengandung sistem pemilikan perseorangan (individual) dan hak bersama. Kita mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu :

a. sistem pemilikan perseorangan

b. sistem pemilikan bersama yang terikat

c. sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium)

Rumah susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam rumah susun secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan perseorangan atas satuan (unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas bangunan, benda dan tanahnya.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa hak milik (individual) atas satuan rumah susun juga meliputi hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang

tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan telekomunikasi.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah susun itu adalah suatu istilah yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud sebagai suatu perumahan yang dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara terpisah dengan segala kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan hunian, untuk perkantoran, usaha komersil dan lain-lain, dengan akses tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan dengan segala hak dan kewajibannya dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya tersebut, dengan berdimensi horizontal dan vertikal.24

24

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menganut asas kondominium dalam pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam asas kondominium adalah pemilikan dan penghunian

secara terpisah bagian-bagian dari suatu rumah susun, di samping bangian-bagian lainnya serta tanah di atas mana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama.

Soni Harsono dalam bukunya “Aspek Pertanahan Dalam Pembangunan

Rumah Susun,” berpendapat bahwa inti sistem kondominium adalah pengaturan

pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.25

Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya “Membangun Condominium (Rumah Susun), Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam Penjualan, Pemilikan,

Pembebanan serta Pengelolaannya”, bahwa rumah susun merupakan terjemahan

dari kata-kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium berasal dari kata condominium, jika dipenggal, co berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum yang bersangkutan, misalnya di Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah strata title. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah strata title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horizontal, di samping pemilikan secara vertikal. Walaupun di Indonesia digunakan istilah seperti: rumah susun, apartemen, flat, maupun kondominium, namun bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang kini diganti menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.26

Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:

25

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7

26

a. asas kesejahteraan

Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya

b. Asas keadilan dan pemerataan

Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.

c. Asas kenasionalan

Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional. d. Asas keterjangkauan dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR.

e. asas keefisienan dan kemanfaatan

Yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

f. asas kemandirian dan kebersamaan

Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan. g. asas kemitraan

Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.

h. asas keserasian dan keseimbangan

Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.

i. asas keterpaduan

Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.

j. asas kesehatan

Yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.

k. asas kelestarian dan keberlanjutan

Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.

l. asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

m. asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan

Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.