• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan Dan Permukiman Yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan Dan Permukiman Yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011

TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG

LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT

BERPENGHASILAN RENDAH

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM. 090200321 RABITHAH KHAIRUL

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011

TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG

LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT

BERPENGHASILAN RENDAH

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM. 090200321 RABITHAH KHAIRUL

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

Disetujui Oleh : Ketua Departemen HAN

NIP : 19600214 198703 2 002 Suria Ningsih, SH, M.Hum

Pembimbing I

NIP : 19611231 198703 1 023 Prof. DR. M. Yamin, SH, MS, CN

Ketua PK. Hukum Agraria

NIP : 19611231 198703 1 023 Prof. M.Yamin, SH, MS, CN

Pembimbing II

NIP. 19571120 198601 1 002 Affan Mukti, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

TINJAUN ATAS UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYESIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG

LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT BERPENGASILAN RENDAH

Prof.DR.M.Yamin, SH., MS., CN1

Affan Mukti, SH., M.Hum2 Rabithah Khairul3

1

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan 2

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan 3

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dasar hukum dan tujuan rumah susun, serta konsep dan klasifikasi perumahan pemukiman dan program-program pemerintah dalam pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni. Untuk mengetahui kriteria Dan Syarat Calon Penguhuni Rumah Susun, Implementasi Perumah Dan Permukiman Yang Layak Huni Sertelah Lahirnya Dan Kaitannya Denga Jaminan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011? Untuk mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam penyelesaian hambatan pembangunan rumah susun.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Dengan diterbitkan UU No.20 tahun 2011 sebagai pengganti UU No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun secara teori pemerintah telah berpihak kepada rakyat dalam menyediakan perumahan dan permukiman yang layak huni kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan subsidi dari pemerintah dan secara praktek pemerintah belum sepenuhnya UU No.20 Tahun 2011 itu telah terpenuhi dan terlaksana di lapangan karena begitu banyak rumah susun yang tidak mau ditempati oleh masyarakat dengan alasan sarana dan prasarana yang tidak lengkap atau tidak layak huni.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahiim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang begitu besar sehingga skripsi ini dapat selesai pada waktunya.

Judul skripsi ini adalah : “TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH” yang disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi S-1 Program Studi Ilmu Hukum dengan konsentrasi Hukum Agraria pada Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selanjutnya, terima kasih dan penghargaan disampaikan setulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH., MH., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

6. Ibu Zaidar, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Prof. Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I, terima kasih atas waktu, pikiran dan nasehat-nasehat bermanfaat yang diberikan dalam bimbingan penyelesaian skripsi ini;

8. Bapak Affan Mukti, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II terima kasih atas waktu, nasehat-nasehat yang berguna dan bimbingannya dalam pengerjaan skripsi ini;

9. Bapak Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas nasehat dan contoh teladan yang baik bagi saya;

10.Terima kasih kepada seluruh Dosen Pengajar Program Kekhususan Hukum Agraria yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

11.Terima kasih kepada seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang telah diberikan dan pengalaman yang dibagi melalui kuliah-kuliah yang telah menginspirasi dalam penulisan skripsi ini; 12.Terima kasih dan sayang yang terdalam saya sampaikan kepada kedua orang tua

saya tercinta, Bapak Drs. Khairul Azhar dan Ibu Elvi Asriani, yang telah tanpa lelah menyayangi, mendidik, mendoakan saya dan selalu mendukung baik secara materil maupun immateril, serta memberi masukan dalam penulisan skripsi saya; 13.Terima kasih kepada adik saya tersayang Luthfiah Khairina yang telah menerima

(6)

14.Terima kasih saya kepada Aulia Urrahman yang selalu ada untuk mengingatkan dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;

15.Terima kasih kepada teman-teman sejurusan, Suci, bang Helmi, Yanti, Obe, Nora, Sheila, Renji, Husein yang memberikan semangat dalam kuliah dan diskusi bersama;

16.Terima kasih kepada Kania, Oky, Ayu, Tia, Rahmi, terima kasih untuk saling mengingatkan dan saling memberi semangat;

17.Terima kasih kepada seluruh Presidium, M. Dipo Syahputra Lubis, Septy, Manda, Angga, Dirgan, Taufik, Sari, Yusuf, Ihsan, Izma, Anggi, Hary, Ari, Rasoki, Hamdan, Tiesa, Angga, dan segenap pengurus HMI Komisariat Fakultas Hukum USU Periode 2012-2013;

18.Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Stambuk 2009;

19.Terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

Medan, April 2013 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

BAB II : RUMAH SUSUN DALAM MEWUJUDKAN PERMUKIMAN LAYAK HUNI A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia ... 14

B. Tujuan Pengadaan Rumah Susun ... 27

C. Konsep dan Klasifikasi Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni ... 32

D. Program-program Pemerintah Terkait Pelaksanaan Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni ... 36

BAB III : IMPLEMENTASI DAN PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN A. Kriteria dan Syarat Calon Penghuni Rumah Susun ... 56

B. Implementasi Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni Setelah Lahirnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun ... 60

(8)

BAB IV : PENYELESAIAN TERHADAP HAMBATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

A. Hambatan dalam Pengadaan Rumah Susun Ditinjau dari

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 ... 86 B. Upaya Penyelesaian Hambatan Dalam Pengadaaan

Rumah Susun ... 93 C. Peranan Perbankan dalam Menyelesaikan Hambatan

Pengadaan Rumah Susun ... 103 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA ... 109

(9)

ABSTRAK

TINJAUN ATAS UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYESIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG

LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT BERPENGASILAN RENDAH

Prof.DR.M.Yamin, SH., MS., CN1

Affan Mukti, SH., M.Hum2 Rabithah Khairul3

1

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan 2

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan 3

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum, Medan

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dasar hukum dan tujuan rumah susun, serta konsep dan klasifikasi perumahan pemukiman dan program-program pemerintah dalam pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni. Untuk mengetahui kriteria Dan Syarat Calon Penguhuni Rumah Susun, Implementasi Perumah Dan Permukiman Yang Layak Huni Sertelah Lahirnya Dan Kaitannya Denga Jaminan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011? Untuk mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam penyelesaian hambatan pembangunan rumah susun.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Dengan diterbitkan UU No.20 tahun 2011 sebagai pengganti UU No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun secara teori pemerintah telah berpihak kepada rakyat dalam menyediakan perumahan dan permukiman yang layak huni kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan subsidi dari pemerintah dan secara praktek pemerintah belum sepenuhnya UU No.20 Tahun 2011 itu telah terpenuhi dan terlaksana di lapangan karena begitu banyak rumah susun yang tidak mau ditempati oleh masyarakat dengan alasan sarana dan prasarana yang tidak lengkap atau tidak layak huni.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 19ke-45.4

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara sertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.5

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah

4

M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam Kerangka Hukum Benda, Bandung, Nuansa Aulia, 2009, hlm 13.

5

(11)

yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya.6

Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman sangat erat kaitannya dengan kependudukan, seperti jumlah penduduk, laju pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa keluarga. Hal tersebut merupakan masalah yang dihadapi, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sepeti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang.7

Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul- betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Dengan demikian di kota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun.

Menurut A.P Parlindungan, pembangunan rumah susun, terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan sebagai akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan semakin tinggi.

8

6

Dr. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, hlm 75.

7

A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan

Undang-Undang Rumah Susun, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 91. 8 M. Rizal Arif,

Analisis….Op.Cit., hlm 15

8

(12)

Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia.9

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut di bagian konsideran “menimbang a” menyatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sebagaimana diamanatkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), diperlukan peningkatan usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh dayaguna rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.

Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Guna memenuhi kebutuhan penting masyarakat perkotaan tersebut di atas, dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

10

9

M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan….. Op. Cit., hlm. 14.

10

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998, hlm 14.

(13)

guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan permukiman terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya.

Menurut A.P Parlindungan latar belakang diterbitkannya Undang Undang Rumah Susun tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, dalam hal ini rumah susun, artinya di samping semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal/ rumah untuk rakyat kebanyakan yang digunakan sebagai tempat hunian menjadi pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut.11

Berdasarkan tujuan pembentukan UURS, sekaligus diketahui bahwa latar belakang pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut12

1. Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Pasal 5 UURS menegaskan keberpihakan untuk mengutamakan pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. A.P Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena pada waktu ini juga sudah berkembang rumah-rumah flat yang akan dihuni oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang lebih baik. A.P Parlindungan berpendapat pembangunan rumah-rumah flat tersebut perlu diatur juga dalam suatu peraturan sendiri.

:

11

Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 282

12

(14)

2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan serta lebih meningkatkan lingkungan permukiman di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah susun.

Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi rumah susun tersebut tidak hanya untuk hunian namun juga untuk usaha ataupun perindustrian. Berbeda pendapat dengan A.P Parlindungan sebelumnya, Boedi Harsono mengatakan bahwa walaupun tujuan utama disusunnya UURS adalah untuk memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan bagian-bagiannya untuk dihuni, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaian- penyesuaian seperlunya, menurut pasal 24 undang-undang rumah susun ini dapat diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain, seperti perkantoran dan pertokoan, dan lain sebagainya. Demikian pun ketentuan-ketentuan undang-undang rumah susun tersebut dapat diberlakukan juga bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas satuan rumah susun mewah.13

Namun peraturan yang ada saat ini tidaklah melaju secepat perkembangan jaman. Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tersebut dianggap tidak memadai lagi Pertumbuhan rumah susun untuk hunian atau usaha akan semakin sertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pendapatan per kapitanya. Di Kota Medan misalnya, rumah susun telah menjamur memenuhi kota. Dikatakan demikian karena sertifikat atas rumah susun tersebut merupakan sertifikat rumah susun yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.

13

(15)

untuk menghadapi tuntutan demi tuntutan akan kebutuhan setiap orang terutama tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun. Untuk itu perlu diadakan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang.

Terjadi perbedaan substansi antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Perbedaan substansi tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun guna tercapainya pasal 28 H ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahtera yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak hal yang tidak diatur dalam Undang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.

Dengan demikian perlu ditilik Pelaksanaan Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman Layak Huni.

B. Permasalahan

(16)

kondisi sosial politik masyarakat Indonesia dewasa ini, maka untuk pahaman lebih lanjut, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang berkisar sebagai berikut: 1. Apa dasar hukum dan tujuan rumah susun, serta konsep dan klasifikasi

perumahan pemukiman dan program-program pemerintah dalam pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni ?

2. Apa Kriteria Dan Syarat Calon Penguhuni Rumah Susun, Implementasi Perumah Dan Permukiman Yang Layak Huni Sertelah Lahirnya Dan Kaitannya Denga Jaminan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011?

3. Bagaimana langkah-langkah pemerintah dalam penyelesaian hambatan pembangunan rumah susun?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dasar hukum dan tujuan rumah susun, serta konsep dan klasifikasi perumahan pemukiman dan program-program pemerintah dalam pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni.

b. Untuk mengetahui kriteria Dan Syarat Calon Penguhuni Rumah Susun, Implementasi Perumah Dan Permukiman Yang Layak Huni Sertelah Lahirnya Dan Kaitannya Denga Jaminan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011.

(17)

2. Manfaat

Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain:

a. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan pembangunan bangunan rumah susun di Indonesia serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan hukum Agraria dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintah.

b. Secara praktis

Secara praktis penulisan skripsi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang agraria, khususnya mengenai pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sepanjang yang telah ditelusuri dari perpustakaan dan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta sepengetahuan dari penulis, skripsi yang berjudul “Tinjauan Atas Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni Bagi

(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini, berikut akan diberikan beberapa pengertian terkait dengan objek penelitian ini. Rumah Susun menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mengartikan bahwa Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Satuan rumah susun atau yang disebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Dengan demikian SRS adalah ruang dalam bangunan rumah susun yang akan dimiliki secara individual dan digunakan secara terpisah. Keharusan setiap SRS mempunyai sarana penghubung ke jalan umum merupakan penegasan hak pemilik SRS untuk mempunyai aksesibilitas ke jalan umum, dan antisipasi agar hak aksesibilitas tersebut tidak mengganggu SRS milik orang lain. Suatu penegasan ketentuan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi keamanan dan kenyamanan masing-masing pemilik SRS.

(19)

baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.14

a. Bahan hukum primer F. Metode Penelitian

Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini dan agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, menggunakan studi lapangan (field

research) sebagai sumber data utama dari penelitian, dan menggunakan studi

literature sebagai data sekunder. 2. Sumber data

Isi atau materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud ialah:

15

Bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum maupun mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.

,yakni :

16

14

Sastra Suparno, dkk, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2005) hal. 29

15

Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm 64.

16

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1988, hlm.19.

(20)

b. Bahan hukum sekunder, yakni17

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

:

Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa buku, majalah, karya ilmiah, maupun artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan hukum tertier, yakni :

Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Alat/ instrument penelitian

Alat atau instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa: Studi dokumen (Library Research) Yaitu dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah baik milik umum maupun milik instansi terkait terkait, data dari arsip instansi pemerintahan yang berwenang dalam bidang pembangunan rumah susun, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rumah susun.

4. Analisis penelitian

17

(21)

atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:18

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur, terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya.

Tulisan ini terdiri dari lima bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab. Adapun kelima bab itu terdiri dari:

1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang apa yang menjadi latar belakang penulis tertarik dalam menyajikan materi yang diteliti, Perumusan Masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian

18

(22)

Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan di bagian akhir Sistematika Penulisan.

2. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SUSUN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dasar hukum rumah susun di Indonesia, tujuan pengadaan rumah susun, konsep dan klasifikasi perumahan dan permukiman yang layak huni dan program-program pemerintah terkait pelaksanaan perumahan dan permukiman yang layak huni.

3. BAB III IMPLEMENTASI DAN PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kriteria dan syarat calon penghuni rumah susun, implemetasi perumahan dan permukiman yang layak huni setelah lahirnya Undang-undang No.20 tahun 2011 tentang rumah susun dan perumahan dan permukiman dalam kairan dengan jaminan bank 4. BAB IV PENYELESAIAN TERHADAP HAMBATAN PEMBANGUNAN

RUMAH SUSUN

(23)

BAB II

DASAR HUKUM DAN TUJUAN RUMAH SUSUN, SERTA KONSEP, KLASIFIKASI PERUMAHAN PEMUKIMAN DAN PROGRAM-PROGRAM

PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI

A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia

Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 mengatakan :

1) Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi:

a. rumah komersial; b. rumah umum; c. rumah swadaya; d. rumah khusus; dan e. rumah negara.

2) Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

4) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. 5) Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diselenggarakan

dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

(24)

7) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

8) Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Namun yang akan penulis bahas dalam bab ini adalah rumah umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dalam hal ini adalah rumah susun.

Kepastian hukum dalam pengadaan permukiman dan perumahan telah diatur dalam pasal 3 UU No.1 Tahun 2011, yakni Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:

a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

(25)

Negara sepenuhnya sertanggung jawab dalam penyelenggaraan perumahan dan pembinaan yang telah dimuat dalam pasal 5 ayat 1 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan Negara sertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.

Dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman telah diatur dalam UU No.1 tahun 2011 pasal 56 yang mengatakan :

1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.

2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.

Sementara tugas pemerintahan kota telah dimuat dalam pasal 15 UU No.1 Tahun 2011 yang mengatakan :

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota

di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

(26)

c. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

e. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;

f. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

g. melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota;

h. melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

i. melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

j. melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

k. melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

(27)

m. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

n. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR;

o. menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan

p. memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan pembangunan rumah swadaya.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985 dalam Lembaran Negara RI nomor 75/1985. Undang-undang ini dapat disebut dengan undang-undang kondominium Indonesia yang menjadi landasan hukum untuk mengatur rumah susun. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Mulai tanggal tersebutlah masalah hukum mengenai rumah susun mendapat jawaban yang pasti. Namun menimbang bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti.19

19

. Konsideran bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

(28)

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam UURS yang lama maupun yang baru. Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam UURS ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi rumah susun yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua rumah susun itu dapat disebut rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu rumah susun.20

Jika rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu dicermati, diperoleh pemahaman sebagai berikut :

21

a. Rumah susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak

20

Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…. Op. Cit., hlm. 16

21

(29)

bersama. Dalam pengertian inilah, maka rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium, flat atau apartment

b. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal” (Pasal 1 angka 1 UURS). Dalam Penjelasan UURS di atas menyatakan “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal”. Kata “maupun” serta “dan” perlu dicermati oleh karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup UURS. Apakah pengaturan pemilikan satuan ruang dalam rumah susun selain rumah susun dapat tunduk pada UURS. Urgensi telaah kata “maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti, terutama jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yang mencontohkan “rumah toko, rumah sarana industri dan lain-lain” yang dibangun di atas tanah bersama sebagai rumah susun yang tidak termasuk dalam pengertian rumah susun. Selanjutnya, Penjelasan pasal 79 PP Nomor 4 Tahun 1988 tersebut menyebutkan bahwa contoh bangunan gedung tidak bertingkat yang dibangun di atas tanah bersama dalam suatu lingkungan adalah rumah-rumah peristirahatan, rumah kota (town house), dan lain-lain.

(30)

secara horizontal pun dapat disebut rumah susun, asal memenuhi ketentuan-ketentuan lainnya tentang rumah susun.22

Kedua pendapat Pejabat Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional tersebut setuju bahwa kepemilikan satuan bangunan pada bangunan yang hanya distrukturkan secara horizontal pun dapat tunduk pada pengaturan UURS. Kiranya kedua pendapat tersebut dapat diterima logika hukum. Ketentuan pasal 1 UURS merupakan ketentuan yang berisi definisi/rumusan konsep-konsep yang menjadi kata-kata kunci atau terminologi teknis yuridis dalam keseluruhan ketentuan UURS. Oleh karena itu jika terdapat perbedaan pengertian rumah susun di dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Umum UURS serta Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksana UURS, maka yang dijadikan pegangan adalah rumusan Pasal 1 angka 1 UURS.

Selanjutnya Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai akibat pesatnya kemajuan sektor ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk sertifikat baru yang berupa Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, maka seharusnya bentuk kepemilikan rumah dan toko (ruko) atau town house dapat menggunakan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai alat untuk kepemilikannya. Hal ini mengingat bahwa bentuk bangunan dan penataan lingkungannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada rumah susun yang bangunannya berupa bangunan yang tersusun secara horizontal dan memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan pemilikan bersama.

23

22

Ibid, hlm 16

23

(31)

Dengan Penjelasan Umum UURS akan “dimenangkan” Pasal 1 angka 1 UURS oleh karena Pasal 1 angka 1 yang lebih spesifik (rinci) merumuskan pengertian rumah susun dibandingkan dengan Penjelasan Umum UURS. Selanjutnya ketidaksinkronan (pertentangan) antara Pasal 1 angka 1 UURS dengan Penjelasan Pasal 79 PP No. 4 Tahun 1988 “dimenangkan “ Pasal 1 angka 1 oleh karena di dalam peraturan perundang-undangan diberlakukan asas “Hukum yang lebih tinggi mengenyampingkan hukum yang lebih rendah” (lex superior de rogat lex inferior)

Rumah susun mengandung sistem pemilikan perseorangan (individual) dan hak bersama. Kita mengenal ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu :

a. sistem pemilikan perseorangan

b. sistem pemilikan bersama yang terikat

c. sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium)

Rumah susun merupakan kategori sistem pemilikan yang ketiga. Di dalam rumah susun secara simultan terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama yang bebas. Oleh karena itulah, maka hak pemilikan perseorangan atas satuan (unit) rumah susun meliputi pula hak bersama atas bangunan, benda dan tanahnya.

(32)

tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan telekomunikasi.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 ayat 1 mencontohkan benda bersama adalah ; ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 merumuskan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

Menurut A.P Parlindungan, sebenarnya rumah susun itu adalah suatu istilah yang dibuat oleh perundangan kita yang berwujud sebagai suatu perumahan yang dimiliki oleh beberapa orang/badan hukum secara terpisah dengan segala kelengkapan sebagai suatu tempat hunian ataupun bukan hunian, untuk perkantoran, usaha komersil dan lain-lain, dengan akses tersendiri untuk keluar ke jalan besar dan dengan segala hak dan kewajibannya dan mempunyai bukti-bukti tentang haknya tersebut, dengan berdimensi horizontal dan vertikal.24

24

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7

(33)

secara terpisah bagian-bagian dari suatu rumah susun, di samping bangian-bagian lainnya serta tanah di atas mana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama.

Soni Harsono dalam bukunya “Aspek Pertanahan Dalam Pembangunan

Rumah Susun,” berpendapat bahwa inti sistem kondominium adalah pengaturan

pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.25

Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya “Membangun Condominium (Rumah Susun), Masalah-Masalah Yuridis Praktis Dalam Penjualan, Pemilikan,

Pembebanan serta Pengelolaannya”, bahwa rumah susun merupakan terjemahan

dari kata-kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium berasal dari kata condominium, jika dipenggal, co berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum yang bersangkutan, misalnya di Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah strata title. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah strata title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horizontal, di samping pemilikan secara vertikal. Walaupun di Indonesia digunakan istilah seperti: rumah susun, apartemen, flat, maupun kondominium, namun bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang kini diganti menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011.26

Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan penjelasannya menyatakan bahwa asas penyelenggaraan rumah susun adalah sebagai berikut:

25

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang…hal 99 27 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op Cit, hlm. 7

26

(34)

a. asas kesejahteraan

Yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya

b. Asas keadilan dan pemerataan

Yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.

c. Asas kenasionalan

Yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional. d. Asas keterjangkauan dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR.

e. asas keefisienan dan kemanfaatan

(35)

f. asas kemandirian dan kebersamaan

Yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan. g. asas kemitraan

Yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.

h. asas keserasian dan keseimbangan

Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.

i. asas keterpaduan

Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.

j. asas kesehatan

(36)

k. asas kelestarian dan keberlanjutan

Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.

l. asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan

Yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

m. asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan

Yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.

B. Tujuan Pembangunan Rumah Susun

(37)

untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.27

Sehubungan dengan uraian tersebut, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah perkotaan yang berkembang pesat. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh, terarah, dan terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan keikutsertaan secara aktif usaha swasta dan swadaya masyarakat. Pembangunan perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan dan dikembangkan, khususnya perumahan dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

28

27

Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 157

28

Ibid, hlm 159

(38)

b. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.

Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkam pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia. Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi:29

29

Ibid, hlm 161

a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah

(39)

d. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan

Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian, pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan permukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang No.16 Tahun 1985 pembangunan rumah susun bertujuan untuk :

1. a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjami kepastian hukum dalam pemanfaatannya;

b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang

2. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1 huruf a), dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tujuan pembangunan rumah susun adalah:

(40)

b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

d. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

(41)

Undang-Undang No.20 Tahun 2011 telah diuraikan secara lengkap bahwa tujuan pembangunan rumah susun adalah selain dari pada menjamin kebutuhan perumahan bagi masyarakat juga menjamin keamanan, kesehatan lingkungan, harmonis serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan karena kawasan perkotaan saat ini semakin sempit sementara setiap tahunnya masyarakat perkotaan pertumbuhannya semakin meningkat.

C. Konsep dan Klasifikasi Perumahan dan Pemukiman yang Layak Huni

Meningkatnya pembangunan perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun perorangan, perlu ditujang dengan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman baik dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan dan pembiayaannya.

Pembangunan lingkungan perumahan harus direncanakan pada daerah yang telah ditentukan bagi pengembangan perumahan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang suatu wilayah. Masing-masing lokasi perumahan ini mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda, tergantung kondisi fisik masing-masing lokasi. Secara umum, tingkat kemudahan lingkungan perumahan dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu :

(42)

2. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan 11, yaitu lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 1. 3. Lingkungan perumahan di daerah dengan tingkat kemudahan III, yaitu

lingkungan perumahan di mana tempat kediamannya berada di dalam daerah yang berbatasan dengan lingkungan perumahan daerah kemudahan tingkat 11.30

Untuk merencanakan lingkungan perumahan dengan baik, kita perlu memperhatikan beberapa kriteria berikut31

a. Antara Lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat-pusat layanan kegiatan dihubungkan dengan prasarana dan sarana jalan umum.

: 1. Lokasi

Lokasi perumahan sebaiknya dipilih di daerah yang memberikan akses yang mudah bagi para pemukim (selama-lamanya 30 menit dengan menggunakan alat transportasi umum) untuk menuju tempat kerja dan pusat-pusat kegiatan pelayanan yang lebih luas. Ketentuan ini mengandung beberapa pengertian berikut:

b. Antara lokasi perumahan dan tempat bekerja serta pusat-pusat layanan kegiatan dilalui alai transportasi umum yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat yang bermukim di tempat tersebut.

c. Perencanaan permukiman harus dapat memberikan keseimbangan sosial, dalam arti bahwa pembangunan perumahan tersebut harus dapat menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai lapisan masyarakat, misalnya dalam hubungannya dengan golongan pendapatan (rendah,

30

M. Sastra S. dkk, 2005. Op. Cit, hal.131

31

(43)

sedang, menengah, dan tinggi), agama, dan budaya sehingga tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat. Keseimbangan sosial yang terbentuk merupakan salah satu ciri berkembangnya kondisi masyarakat ke arah yang positif. Kondisi ini dalam jangka panjang merupakan salah satu pertimbangan pengembangan wilayah sekitarnya menjadi kawasan permukiman baru.

Kondisi sosial masyarakat yang seimbang akan memberi kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk membina diri dan keluarganya sehingga dapat tumbuh dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Kondisi Geologi/Topografi

(44)

karena tanahnya cenderung labil.

Kondisi topografi adalah kondisi yang menggambarkan kondisi kemiringan lahan, atau kontur lahan. Semakin besar kontur lahan berarti lahan tersebut mempunyai kemiringan yang semakin besar. Lahan yang baik untuk dikembangkan sebagai area perumahan adalah lahan yang relatif landai, memiliki kemiringan yang kecil, sehingga mempunyai potensi pengembangan yang besar. 3. Kepastian Hukum

Status hukum suatu lahan merupakan hal yang sangat penting sehubungan dengan legalitas lahan tersebut. Dengan kejelasan status hukum suatu lahan, pemilik akan mempunyai kebebasan untuk mengembangkan (selama masih dalam aturan yang berlaku di wilayah tersebut), bahkan juga memindahtangankan lahan kepada orang lain.

Suatu bangunan/rumah dan tanah dikatakan mempunyai status hukum yang jelas apabila tanah, rumah, dan penghuniannya diperoleh dengan tata cara/prosedur hukum. Tanah, rumah, dan penghuniannya dalam hal ini akan dilindungi oleh hukum.

Kegiatan-kegiatan/prosedur hukum pemilikan tanah, rumah, dan penghuniannya dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum/perusahaan, meliputi: a. Pembebasan tanah

(45)

D. Program-Program Pemerintah Terkait Pelaksanan Perumahan dan

Permukiman Yang Layak Huni

Disamping usaha dan program Pemerintah untuk membantu memberdayakan masyarakat dalam pengadaan perumahannya di daerah perkotaan ada beberapa program Pemerintah yang berkaitan dengan masalah perumahan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah perkotaan. Beberapa program yang penting, antara lain32

a. Program pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah oleh Perum Perumnas.

:

b. Program peremajaan kota dan lingkungan kumuh. c. Program perbaikan kampung.

Meskipun program-program tersebut ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tujuan dan cara pelaksanaannya berbeda-beda33

a. Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan :

1. Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah oleh Perum Perumnas

Program pembangunan perumahan bagi masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah di daerah perkotaan dimulai pada awal Pelita II. Untuk melaksanakan program tersebut pada tahun 1974 dibentuk Perum Perumnas. Sebagai perusahaan negara yang bergerak di bidang pengadaan perumahan rakyat, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1988. Secara garis besar tugas Perum Perumnas yang tercantum dalam Pasal 5 sebagai berikut:

32

Panudju, B. Pengadaan Perumahan Dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, (Penerbit Alumni : Bandung, 2009). Hal. 175

33

(46)

umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

b. Maksud didirikannya perusahaan adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa kegiatan-kegiatan produktif di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya, dan melakukan pemupukan dana.

c. Tujuan perusahaan melaksanakan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai dengan rencana pembangunan wilayah/kota.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, kegiatan-kegiatannya telah dirumuskan dalam Pasal 6 sebagai berikut:

a. Menyiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dalam arti luas dan prasarana lingkungan;

b. Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya;

c. Menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dan prasarana lingkungan yang mencakup penguasaan dan pematangan tanah, pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan hal itu;

(47)

- menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut berikut rumah/ bangunannya dan/atau memindah-tangankan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan berikut prasara yang diperlukan kepada pihak ketiga.

e. Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit produksi bahan bangunan dan usaha penunjang lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok perusahaan;

f. Melakukan hubungan kerja dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Dari arahan-arahan tersebut di atas, pada kenyataannya Perum Perumnas mempunyai fungsi ganda yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Disatu pihak harus melaksanakan fungsi sosial untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah, dilain pihak harus memupuk keuntungan.

Pada awal-awal kegiatan, antara tahun 1974 sampai dengan 1979 cumber dana pembangunan Perum Perumnas berasal dari APBN sebesar 97%, dalam bentuk penyertaan modal pemerintah dan selebihnya dari usaha sendiri dan pinjaman luar negeri. Sejak tahun 1979, sebagai akibat menurunnya harga minyak, penyertaan modal pemerintah semakin dikurangi dan pada tahun anggaran 1982/1983 penyertaan modal pemerintah dihentikan sama sekali.

(48)

Sesuai dengan program dan target pemerintah sejak Pelita II Perum Perumnas telah membangun cukup banyak rumah di berbagai kota di 27 propinsi. Meskipun jumlah yang telah dibangun jumlahnya relatif cukup banyak, belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama -masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut, seperti apa yang dijelaskan pada Peraturan Pemerintah No. 121 Tahun 1988 Pasal 6, Perum Perumnas sertanggung jawab melaksanakan proses pengadaan perumahan sejak pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak, pematangan lahan, pembuatan rencana bangunan maupun pelaksanaan pembangunan fisik rumah dan lingkungannya. Namun, karena banyaknya pembangunan perumahan yang ditangani, Perum Perumnas menggunakan jasa konsultan dan kontraktor. Dalam proses ini tidak ada keterlibatan masyarakat, calon penghuni sama sekali.

Meskipun dalam pelaksanaan pembangunan perumahan di lapangan menjadi tanggung jawab kepada unit atau kepala proyek, dalam pengambilan keputusan-keputusan penting seperti penentuan pemilihan lokasi, penentuan rencana tapak, perencanaan bangunan dan penentuan konsultan maupun kontraktor masih banyak ditentukan oleh kantor cabang dan terutama kantor pusat.

Dengan demikian proses pelaksanaan pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas sampai beberapa waktu yang lalu masih sangat sentralistis.

Standar-standar perancanaan maupun perencanaan dan rancangan rumah telah ditentukan dari pusat sehingga seringkali memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat, terutama di kota- kota kecil di luar Pulau Jawa.

(49)

Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1974 tentang Pembentukan Perum Perumnas, yang secara jelas telah mengatur lingkup pekerjaan, cara pembiayaan, cara pembangunan dan lain sebagainya.

Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut, kegiatan-kegiatan Perum Perumnas sudah sangat terarah dan sangat formal. Dalam pemilihan para calon penghuni, selain persyaratan- persyaratan untuk calon penghuni yang ketat, proses pendaftarannya pun diatur secara rinci sehingga untuk dapat mendaftar sebagai calon penghuni Kompleks Perumahan Perum Perumnas sudah merupakan suatu saringan cukup berat.

Karena bagi pembeli perumahan yang dibangun oleh Perum Perumnas diberikan fasilitas kredit oleh BTN, selain peraturan-peraturan tersebut di atas, masih ada peraturan-peraturan tentang pembangunan perumahan dengan dukungan KPR BTN yang harus diakui oleh Perum Perumnas seperti yang dimuat dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:

a. Ketentuan Proyek Perumahan Sederhana dengan Dukungan Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara.

b. Ketentuan dan Syarat serta Prosedur Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Kapling Siap Bangun (KPKSB) dari Bank Tabungan Negara.

(50)

relatif tingginya harga rumah dan perbandingan kebutuhan dengan rumah yang dapat dihasilkan oleh Perum Perumnas, program ini belum dapat membantu sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah.34

Peremajaan lingkungan perumahan kumuh merupakan bagian dari progran peremajaan kota. Program ini dilaksanakan berdasarkan, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang peremajaan Permukiman Kumuh di atas Tanah Negara. Sesuai dengan Instruksi Presiden tersebut, arahnya adalah sebagai berikut

2. Peremajaan Kota dan Lingkungan Perumahan Kumuh

35

a. Peremajaan Permukiman Kumuh adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunan-bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.

:

b. Peremajaan Permukiman Kumuh bertujuan untuk:

• Meningkatkan mutu kehidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyarakat berpeng-hasilan rendah, dengan memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur.

• Mewujudkan kawasan kota yang ditata secara sesuai dengan fungsinya sebagai ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan.

• Mendorong penggunaan lahan yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan

34

Ibid, hal.178-179

35

(51)

sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan daerah perkotaan.

Prinsip pelaksanaan program tersebut adalah para penghuni wilayah yang diremajakan dan ditampung dalam rumah-rumah susun yang akan dibangun di wilayah-wilayah tersebut atau di lokasi lain yang dekat dengan lokasi peremajaan tersebut. Rumah-rumah tersebut dapat disewa maupun dimiliki dengan bantuan fasilitas kredit pemilikan rumah. Selama proses perombakan dan pembangunan kembali tersebut masyarakat yang terlibat akan ditampung di dalam perumahan sementara.

Referensi

Dokumen terkait

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dimaksud dengan reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan

Hal ini karena pada kedua metode tersebut terdapat perbedaan beberapa parameter: Pada metode AASHTO terdapat Structur number (SN) yang di dalam perhitungan SN

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat

Komite Pemantau Risiko bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh Direksi kepada Dewan

Kesadaran merek memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen pengguna IM3 Pengaruh yang positif ini menunjukkan bahwa jika kesadaran merek pengguna IM3 semakin baik,

Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria

Pengawasan atas pelayanan publik di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM sebagai unit kerja pengawasan

Kaisar Romawi ketika itu, Diocletian mulai mengalami kesulitan-kesulitan yang serius dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya,