• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN TERHADAP HAMBATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

A. Hambatan Dalam Pengadaan Rumah Susun Ditinjau Dari Undang-Undang No.20 Tahun 2011

Didalam pasal 1 point 7 UU No.20 tahun 2011 mengatakan rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pasal 15 ayat 2 UU No.20 tahun 2011 yakni pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah.

Praktek penyediaan perumahan dan pengelolaan pembangunan perkotaan di tanah air masih menunjukkan wajah permukiman dan kota-kota yang suram dan penuh dengan ketidakadilan. Lingkungan permukiman dan perkotaan di tanah air bisa dikatakan sebagai anti-poor bahkan anti-urban, artinya bertentangan dengan pola hidup urban (kota) yang sesungguhnya. Padahal dalam konteks Indonesia yang masih banyak warganya yang tergolong miskin, seharusnya ada keberpihakan negara yang didasari oleh tujuan untuk menciptakan kota yang pro-poor dan berbudaya serta rumah layak untuk seluruh rakyat dan kebanyakan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang telah ditetapkan bahwa adanya keberpihakan pemerintah dalam menyediakan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Berdasarkan analisis media, banyak masalah yang dijumpai dalam pembangunan rumah susun, khususnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Di antara masalah yang sering diungkapkan adalah tidak dihuninya hingga ratusan menara rumah susun, baik di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, maupun di daerah

lainnya. Padahal anggaran yang dikeluarkan negara semakin besar dan semakin banyak menara yang terus dibangun.

Beberapa masalah pada dasarnya bersumber dari sisi pasokan maupun kebutuhan. Dari sisi pasokan di antaranya adalah kendala penyediaan infrastruktur, utilitas dan fasilitas. Banyak menara rumah susun yang tetap dibangun tanpa dukungan utilitas listrik dan prasarana air bersih. Menara-menara hunian tersebut semakin tidak layak huni karena tidak dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, pendidikan maupun fasilitas ekonomi seperti pasar tradisional.

Sedangkan masalah yang muncul dari sisi kebutuhan adalah dikatakan sulitnya mengajak masyarakat berpendapatan rendah dan warga permukiman kumuh yang umumnya tergolong miskin untuk mau menghuni unit-unit rumah susun. Masyarakat miskin juga sering mendapatkan getahnya sebagai penyebab kekumuhan rumah susun. Mereka sering dipersalahkan karena dipandang tidak tertib, sulit diatur dan tidak memiliki budaya menghuni rumah susun.

Kalau kita perhatikan identifikasi masalah yang sering diungkapkan pihak pemerintah tersebut, bukankah sangat logis kalau warga sasaran tidak berkenan pindah dan menetap di rumah susun tersebut? Hal ini karena unit-unit, blok-blok, maupun lingkungan permukiman yang disediakan semuanya memang tidak layak huni dan tidak sesuai dengan pola kehidupan mereka. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lingkungan blok-blok rusunawa tidak kunjung tumbuh menjadi permukiman yang berkelanjutan.55

Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2011 mengatakan penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui:

rusunwa. Diakses tanggal 23 April 2012.

a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;

c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak atas tanah; d. pemanfaatan barang milik negara atau barang milik daerah berupa tanah; e. pendayagunaan tanah wakaf;

f. pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau g. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.

Setelah kurang mendapat dukungan tanah dari pemerintah daerah, pengadaan paket-paket gedung rumah susun mencari lokasinya yang lain di lahan-lahan milik perguruan tinggi, pesantren, tentara dan polisi. Kelompok sasaran yang sudah ada, kejelasan instansi, dan kesanggupan mengelola menjadi faktor pendorong untuk memilih lahan-lahan ini. Akhirnya terjadilah salah sasaran karena bagaimanapun mahasiswa dan prajurit bukanlah kelompok prioritas sasaran sektor perumahan rakyat.

Pembangunan rumah susun (rusun) di Sumatera Utara (Sumut) berpotensi besar, tetapi masih terganjal oleh pengadaan lahan murah. Tingginya harga lahan membuat pengembangan rusun lebih potensial untuk kalangan menengah ke atas. “Karena terbentur lahan, maka potensi pembangunan rusun di Sumut lebih besar kepada masyarakat menengah ke atas dibandingkan menengah ke bawah,” kata Ketua Real Estat Indonesia (REI) Sumut Tomi Wistan, di Medan, belum lama ini. Indikator besarnya pembangunan rusun di Sumut, ditandai dengan semakin banyaknya jumlah penduduk di perkotaan. Selain itu, pola pikir masyarakat yang semakin ingin hidup praktis seperti keinginan menempuh jarak yang lebih dekat dari rumah ke kantor dan pusat kota. “Sejumlah pengembang REI sudah berkeinginan

kuat membangun rusun. Tetapi, tetap saja belum bisa dilakukan dengan mudah dan cepat karena terbentur mahalnya harga lahan yang lokasinya di tengah kota,” Diperkirakan, rusun di Sumut berkembang pesat lima hingga 10 tahun ke depan. “Jadi, sumbangsih Sumut dalam program pembangunan rusun yang semakin digalakkan pemerintah, baru akan terlihat jelas dalam lima hingga 10 tahun ke depan.56

56

Tomi Wistan,Ketua Real Estat Idonesia, dalam. www.http. Sulitnya menemukan lahan murah menjadi kendala pembangunan rumah susun, diakses tanggal 23 April 2013.

Pasca keberadaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pemerintah masih bisa menghadapi kendala dalam akselerasi pasokan properti tersebut di daerah (kawasan non-Jakarta dan kawasan sekitar). Itu antara lain Perda (Peraturan Daerah) tentang rumah susun banyak yang belum ada. “Saat ini, yang punya Perda tentang rumah susun baru DKI Jakarta dan satu provinsi lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia, Ibnu Tadji H.N., di Jakarta.

Ibnu mengatakan bahwa akibat hal itu, pejabat daerah banyak yang enggan membangun rumah susun. Maka, tantangan terbesar bagi Pemerintah adalah menggerakkan Pemerintah Daerah untuk membuat Perda itu.

Kata Ibnu, dengan ketiadaan Perda tersebut, akselerasi pembangunan rumah susun di daerah masih menemui hambatan dalam lima tahun ke depan. Ibnu pun menyoroti kurangnya aturan tentang rumah susun komersial di undang-undang tersebut. Undang-undang tersebut banyak memberi penekanan ke rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Padahal, konsumen rumah susun di Indonesia juga mereka yang memiliki ataupun menghuni rumah susun komersial.

Undang-undang tersebut memberi banyak perhatian ke masyarakat berpenghasilan rendah tapi juga menyebut keberadaan rumah susun komersial. Memang, dari beberapa segi ataupun aspek, rumah susun sederhana sama dengan yang komersial. “Tapi bagaimanapun, ada perbedaan dalam dua jenis rumah susun tersebut.”

Dengan kondisi seperti ini, Ibnu menambahkan, pihak pengembang rumah susun komersial bisa cenderung menyampingkan regulasi dalam pengelolaan properti tersebut. “Undang-undang tersebut tanpa sadar masuk ke sebuah grey area

Persoalan tidak transparansinya pengelolaan rumah susun komersial masih akan ada. Ia pun mengharapkan agar persoalan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah yang menjabarkan undang-undang tersebut. “Untuk pengadaan peraturan tersebut, sebaiknya konsumen dilibatkan terus-menerus.

tentang rumah susun komersial. Hak-hak konsumen properti tersebut jadinya kurang diperhatikan.”

57

Pasal 16 ayat 2 UU No.20 tahun 2011 mengatakan Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.

Pemerhati perumahan dan permukiman menilai adanya ketentuan dalam UU Rumah Susun terkait dengan kewajiban pengembang membangun 20% dari total luas lantai rusun komersial untuk rusun kelas menengah ke bawah akan menurunkan minat pengembang membangun rumah susun sejahtera milik (rusunami).

57

http://jaringnews.com/ekonomi/property/6304/percepatan-rusun-bisa-terkendala-regulasi-daerah, diakses tanggal, 22 April 2012.

Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan karenanya perlu dibedakan aturan dan mekanisme antara kategori pengembang menengah dan pengembang mewah. "Pengembang mewah memang seharusnya diwajibkan membantu pengadaan rusunami untuk rakyat baik dengan tanah pemerintah atau tidak. Bisa juga dibuat aturan sebagai corporate social responsibility (CSR) pengembang properti,"

Dengan demikian, lanjutnya maka biaya pembangunan rusun tidak sepenuhnya menjadi beban pemerintah. Program ini pun seharusnya bisa menyentuh program peremajaan lingkungan kumuh tanpa membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Menurut Ali kewajiban membangun 20% perlu ada aturan lanjutan yang mengaturnya karena tidak dapat diberlakukan kepada semua pengembang apartemen. "Kewajiban progres 20% akan menyulitkan pendanaan untuk pengembang kecil dan perlu aturan yang lebih jelas karena tidak akan menyelesaikan percepatan pengadaan rusun murah,".58

58

www.http//:Bisnis-indonesia,jakarta.pemerhari-rumah-susun, diakses tanggal 23 April 2013

Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panudju dalam bukunya yang berjudul ”Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, yang dikutip oleh R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Kendala pembiayaan.

Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan. Dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun.

2. Kendala ketersediaan dan harga lahan.

Lahan untuk perumahan semakin sulit di dapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.

3. Kendala ketersediaan prasarana untuk perumahan.

Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan

prasaranan, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan.

4. Kendala bahan bangunan dan peraturan bangunan.

Banyak negara berkembang belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang , dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan.59

Dalam menyelesaikan hambatan dalam pembangunan rumah susun ini adalah dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan penyelenggara serta disesuaikan dengan keingingan masyarakat dan rusunna dibangun harus benar-benar tempat tinggal yang layak huni dan jangan dijadikan sebagai tempat kumuh. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran B. Upaya Penyelesaian Hambatan dalam Pembangunan Rumah Susun

59

. R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, “Aspek-aspek yang mempengaruhi Masalah Permukiman di perkotaan”, www.usu.ac.id.

Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian. Rusunawa dapat diartikan sebagai berikut, bangunan gedung bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan baik dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Aspek-aspek dalam pembangungan Rusunawa antara lain:60

Lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi menyebutkan struktur bangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi harus 1. Aspek Kontribusi Calon Penghuni

Dalam Inpres nomor 05/1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut. Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06/KPTS/1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat (individu/kelompok) sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat, Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat.

2. Aspek Keselamatan

60

.Anwar Hamid dan Happy Santosa, Kriteria Rusunawa untuk Pemukiman Kembali (Resettlement) Masyarakat Tepian Sungai Desa Batu Merah, Kota Ambon, dalam Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010,

direncanakan secara terinci sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih memungkinkan penghuni menyelamatkan diri. Rumah merupakan wadah/ penampungan yang tujuan utamanya adalah meneduhi dan melindungi penghuni dan isinya.

3. Aspek Iklim

Di dalam lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi dikatakan sebagai berikut:

a. Ventilasi Alami

Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

b. Pencahayaan Alami

Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan hunian dan fungsi masing-masing ruang di dalamnya. Pembangunan perumahan sangat berkaitan dengan iklim dimana bangunan tersebut dibangun.

4. Aspek Budaya

Rumah adalah suatu lembaga bukan hanya struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks. Karena membangun suatu rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk dan pengaturan ini sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan pergaulan dimana bangunan tersebut berada.

5. Aspek Keterjangkauan

Sesuai PERMENPERA Nomor 18/PERMEN/M/2007 menyebutkan kriteria penetapan tarif rusunawa harus terjangkau oleh masyarakat menengah bawah khususnya MBR dengan besaran tarif tidak lebih besar 1/3 dari penghasilan, sedangkan kriteri besaran tarif ditetapkan dengan diferensiasi dan subsidi silang antar kelompok tarif penghuni. Menurut Turner, permintaan efektif bila rumah tangga memiliki akses pilihan yang nyata dan seimbang antara harga dan pendapatan. Suatu keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah (ataupun angsuran sewa beli) jika persentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah biaya utilitas dasar, pajak dan asuransi adalah 20 sampai dengan 30% dari total pendapatan.

6. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Perumahan bukan merupakan tempat perlindungan atau hanya fasilitas rumah tangga saja, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas, servis, dan utilitas yang menghubungkan individu dengan keluarganya untuk berkumpul dan bermasyarakat pada daerah yang tumbuh dan berkembang.

Kriteria Rusunawa yang Sesuai untuk Permukiman Kembali (Resettlement), antara lain61

a. Alasan utama masyarakat tinggal, yaitu karena dekat dengan tempat kerja. Lokasi hunian yang dekat dengan tempat kerja membuat penyewa lebih memilih berjalan kaki ke lokasi kerja. Hal ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Dengan melihat kondisi ini, maka penempatan lokasi rusunawa harus berada

:

61 Ibid

dalam radius jangkauan pejalan kaki menuju tempat kerja dan tempat melakukan aktifitas harian.

b. Dalam menentukan luas hunian sebaiknya menggunakan luas hunian tempat asal sebagai luas minimum. Atau menggunakan standar luas Pusdiklat 7,2 m2/org atau standar Kepmen PU 9m2/org. Untuk mengatasi keberagaman luas hunian maka sebaiknya menggunakan modul fleksibel (kelipatan 3). Hunian perlu dilengkapi dengan fasilitas pribadi berupa ruang tidur, km/wc dan dapur.

c. Tingkat interaksi antar warga Rusunawa yang sangat tinggi.

Untuk mengakomodasi kebiasaan ini, maka bentuk koridor yang bisa digunakan adalah koridor tengah. Koridor ini harus di bangun di semua lantai tingkatannya agar proses interaksi secara horisontal tetap terjaga. Lebar koridor tengah yang dapat diterapkan adalah 2,4 m (20% dari luas keseluruhan sarusunawa di masing-masing lantai). Sedangkan akses secara vertikal yaitu tangga yang berfungsi tidak hanya mempermudah penghuni berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya (sebagai akses keluar-masuk) dengan berjalan kaki, tapi juga berfungsi sebagai tempat interaksi penghuni secara vertikal maupun horisontal. Untuk itu lebar tangga minimal dapat memuat 2 orang. Lebar tangga yang disyaratkan minimal 1,20 m. Di setiap lantai perlu juga disediakan ruang bersama, sebagai tempat sosialisasi.

d. Kondisi permukiman di lokasi penelitian, menunjukan semua hunian memiliki ventilasi. Untuk itu penghawaan di rusunawa harus memiliki bukaan permanen yang cukup besar menghadap arah ruang terbuka dan teras. Bukaan permanen udara paling sedikit adalah 5% dari luas lantai sarusunawa. Untuk penerangan alami, perlu penyediaan jendela-jendela yang besarnya cukup. Luas jendela

paling sedikit 15% dari luas lantai sarusuna untuk menerangi ruang-ruang yang ada di dalamnya. Orientasi jendela dan ventilasi harus sama.

e. Jika dilihat penghasilan rata-rata, maka masyarakat pengguna rusunawa adalah mereka yang dikelompokkan ke dalam masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk itu biaya sewa satuan rusunawa untuk setiap keluarga adalah maksimal sekitar 1/3 bagian dari pendapatan per bulan.

f. Dalam suatu lingkungan rusunawa harus tersedia prasarana untuk memberikan kemudahan bagi penghuni. Prasarana-prasarana yang harus disediakan antara lain berupa :

g. Jalan

Klasifikasi jalan pada lingkungan rusunawa perlu disesuaikan dengan lokasi dimana rusunawa itu dibangun.

2. Air Minum

Lingkungan rusunawa ini harus menyediakan sumber air bersih bagi penghuninya. Sumber air bersih ini sedapat mungkin disediakan per unit atau per lantai dan tidak secara sentral untuk seluruh area rusunawa. Kebutuhan air bersih dari tiap rumah tangga yaitu 100 liter/hari untuk setiap anggota keluarga, dengan kualitas jernih, tidak berasa dan tidak berbau.

3. Air Limbah

Lingkungan rusunawa harus memiliki sarana pengolahan air limbah, baik yang berasal dari air bekas cucian, mandi ataupun kakus. Karena rusunawa memiliki fungsi yang hampir sama dengan perumahan, maka air limbah rumah tangga pengelolaannya cukup dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan.

4. Pembuangan Sampah

Dari hasil pengamatan, salah satu kebiasaan masyarakat tepian sungai adalah membuang sampah di sungai. Agar rusunawa tetap terjaga kebersihannya, maka sarana pembuangan sampah harus diperhitungkan dalam perencanaan dan perancangan rusunawa terkait dengan kesehatan lingkungan.

5. Jaringan Listrik

Pada lingkungan rusunawa pasokan listrik diperhitungkan dengan standar minimal 450 VA per hunian.

Pembangunan Rusunawa/Rumah Susun Sederhana Sewa bertujuan menyediakan rumah layak huni bagi seluruh keluarga Indonesia, khususnya MBR yang belum mempunyai kemampuan untuk meemnuhi kebutuhan rumahnya melalui kepemilikan, dengan target 2010-1014 sebanyak 380 TB, dan pembangunan yang telah terlaksana sebanyak 49 TB pada tahun 2010 dan 143 TB 2011 pada tahun 2011.

Pembangunan Rusunawa salah satunya dapat dilakukan dengan pola Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang didasarkan pada kemampuan atau besarnya penghasilan penghuni, bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan maximum sebesar upah minimum kabupaten/kota (UMK) diarahkan oleh Pemerintah melalui APBN/ APBD yang tidak mengharapkan pengembalian investasi.

Menurut Yudohusodo (1991), dalam membangun rumah sewa perlu diperhatikan beberapa aspek, yaitu :

• Aspek ekonomi

Rumah susun sewa yang berdekatandengan tempat kerja, tempat usaha atau tempat berbelanja untuk keperluan sehari-hari akan sangat membantu

menyelesaikan masalah perkotaan, terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas kota.

• Aspek lingkungan

Pada setiap lingkungan perumahan yang dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang berbeda. Melalui penerapan subsidi silang masih dimungkinkan membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan itu sendiri.

• Aspek tanah perkotaan

Rumah susun sewa yang secara minimal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini, tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat di kemudian hari. Program peremajaan lingkungan dengan membangun kembali perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa itu dibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang dengan mudah dapat dilaksanakan.

• Aspek investasi

Pembangunan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya investasinya. Akan tetapi apabila ditinjau dari nilai tanah perkotaan yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya, maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintah akan selalu meningkat harganya. Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi.

• Aspek keterjangkauan

Untuk dapat mencapai sasaran yang tepat maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah tangga. Letak keberhasilan pembangunan dan penghunian rumah susun sewa tergantung pada lokasinya.

Dari kelima aspek di atas masing-masing mempunyai nilai yang pasti harus dilengkapi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dilakukannya beberapa penyesuaian tergantung pada lokasinya. Dari aspek ekonomi diharapkan lokasi yang menguntungkan terutama yang dekat dengan akses utama kota, tetapi dari sisi