• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERTELAH LAHIRNYA DAN KAITANNYA DENGA JAMINAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2011

B. Implementasi Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni Setelah Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Lahirnya Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1. Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

Rusunawa, adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Rusunawa dapat diartikan sebagai berikut, bangunan gedung bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan baik dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa dengan fungsi utamanya sebagai hunian.47

Berdasarkan UU Rusun Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa diatur dalam peraturan pemerintah dan Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.48

47

Peraturan Menegpera nomor 18 tahun 2007

48

Pembangunan Rusunawa saat ini adalah program pemerintah yang dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk mengatasi kawasan kumuh perkotaan. Satuan Rusunawa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Sasaran penghuni rusunawa adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok MBR sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola. MBR adalah keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan Rp.2.000.000 perbulan (PERMENPERA Nomor: 08/ PERMEN/ M/2006), sedangkan menurut Murbaintoro (2002) MBR adalah masyarakat dengan kategori penghasilan antara Rp. 350.000 sampai Rp. 1.300.000.

Menurut Yudohusodo (1991), Sistem sewa pada umumnya berkembang di daerah pusat kota, dekat dengan tempat kerja, dimana harga lahan sudah sangat tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan kepemilikan masyarakat pada umumnya. Sistem sewa menyewa di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda. Peraturan mengenai hal ini pun telah dituangkan dalam Burgerlijke Woning Regeling (sewa menyewa bagi pegawai negeri).

Pemerintah dalam UU No. 3 tahun 1958 juga telah mengatur tentang urusan perumahan yang intinya mengenai penguasaan perumahan dan peruntukan penghuniannya. Khusus mengenai sewa menyewa selama ini diatur dalam PP No. 17 dan PP No. 49 tahun 1963, PP No. 55 tahun 1981. Dasar teori dalam pembangungan Rusunawa antara lain:49

49

Anwar Hamid dan Happy Santosa, Kriteria Rusunawa untuk Pemukiman Kembali (Resettlement)

1. Aspek Kontribusi Calon Penghuni

Dalam Inpres nomor 05/1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut.

Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06/KPTS/1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat (individu/kelompok) sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat,

Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat. Turner (1976) menyatakan ketika penghuni dilibatkan dalam keputusan besar dan bebas membuat masukan dalam perancangan, pembangunan atau pengelolaan rumahnya, baik proses maupun lingkungan yang dihasilkan akan mendorong dirinya dan masyarakat untuk sejahtera. Sebaliknya, bila penghuni tidak mempunyai kontrol dan tanggung jawab terhadap keputusan penting dalam proses pembangunan rumahnya, maka lingkungan pemukiman yang dihasilkan hanya akan menjadi beban bagi pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi penghuninya.

2. Aspek Keselamatan

Lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi

menyebutkan struktur bangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi harus direncanakan secara terinci sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih memungkinkan penghuni menyelamatkan diri. Rumah merupakan wadah/penampungan yang tujuan utamanya adalah meneduhi dan melindungi penghuni dan isinya (Rapoport, 1969).

3. Aspek Iklim

Di dalam lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi

dikatakan sebagai berikut: a. Ventilasi Alami

Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

b. Pencahayaan Alami

Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan hunian dan fungsi masing-masing ruang di dalamnya. Pembangunan perumahan sangat berkaitan dengan iklim dimana bangunan tersebut dibangun (Archer, 1963).

c. Aspek Budaya

Rumah adalah suatu lembaga bukan hanya struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks. Karena membangun suatu rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk dan pengaturan ini sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan pergaulan dimana bangunan tersebut berada (Rapoport, 1969).

d. Aspek Keterjangkauan

Sesuai PERMENPERA Nomor 18/PERMEN/M/2007 menyebutkan kriteria penetapan tarif rusunawa harus terjangkau oleh masyarakat menengah bawah khususnya MBR dengan besaran tarif tidak lebih besar 1/3 dari penghasilan, sedangkan kriteri besaran tarif ditetapkan dengan diferensiasi dan subsidi silang antar kelompok tarif penghuni. Menurut Turner (1976), permintaan efektif bila rumah tangga memiliki akses pilihan yang nyata dan seimbang antara harga dan pendapatan. Suatu keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah (ataupun angsuran sewa beli) jika persentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah biaya utilitas dasar, pajak dan asuransi adalah 20% sampai dengan 30% dari total pendapatan (US Departement of Housing and Urban Development, 2001).

4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Perumahan bukan merupakan tempat perlindungan atau hanya fasilitas rumah tangga saja, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas, servis, dan utilitas yang menghubungkan individu dengan keluarganya untuk berkumpul dan bermasyarakat pada daerah yang tumbuh dan berkembang (Banham, 1965).

Kriteria Rusunawa yang Sesuai untuk Permukiman Kembali (Resettlement), antara lain:

a. Alasan utama masyarakat tinggal, yaitu karena dekat dengan tempat kerja.

Lokasi hunian yang dekat dengan tempat kerja membuat penyewa lebih memilih berjalan kaki ke lokasi kerja. Hal ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Dengan melihat kondisi ini, maka penempatan lokasi rusunawa harus berada dalam radius jangkauan pejalan kaki menuju tempat kerja dan tempat melakukan aktifitas harian.

b. Dalam menentukan luas hunian sebaiknya menggunakan luas hunian tempat asal sebagai luas minimum.

Atau menggunakan standar luas Pusdiklat 7,2 m2/org atau standar Kepmen PU 9m2/org. Untuk mengatasi keberagaman luas hunian maka sebaiknya menggunakan modul fleksibel (kelipatan 3). Hunian perlu dilengkapi dengan fasilitas pribadi berupa ruang tidur, km/wc dan dapur.

c. Tingkat interaksi antar warga Rusunawa yang sangat tinggi.

Untuk mengakomodasi kebiasaan ini, maka bentuk koridor yang bisa digunakan adalah koridor tengah. Koridor ini harus di bangun di semua lantai tingkatannya agar proses interaksi secara horisontal tetap terjaga.

Lebar koridor tengah yang dapat diterapkan adalah 2,4 m (20% dari luas keseluruhan sarusunawa di masing-masing lantai). Sedangkan akses secara vertikal yaitu tangga yang berfungsi tidak hanya mempermudah penghuni berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya (sebagai akses keluar-masuk) dengan berjalan kaki, tapi juga berfungsi sebagai tempat interaksi penghuni secara vertikal maupun horisontal. Untuk itu lebar tangga minimal dapat memuat 2 orang. Lebar tangga yang disyaratkan minimal 1,20 m. Di setiap lantai perlu juga disediakan ruang bersama, sebagai tempat sosialisasi.

d. Kondisi permukiman di lokasi penelitian, menunjukan semua hunian memiliki ventilasi

Untuk itu penghawaan di rusunawa harus memiliki bukaan permanen yang cukup besar menghadap arah ruang terbuka dan teras. Bukaan permanen udara paling sedikit adalah 5% dari luas lantai sarusunawa. Untuk penerangan alami, perlu penyediaan jendela-jendela yang besarnya cukup. Luas jendela paling

sedikit 15% dari luas lantai sarusuna untuk menerangi ruang-ruang yang ada di dalamnya. Orientasi jendela dan ventilasi harus sama.

e. Jika dilihat penghasilan rata-rata, maka masyarakat pengguna rusunawa adalah mereka yang dikelompokkan ke dalam masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk itu biaya sewa satuan rusunawa untuk setiap keluarga adalah maksimal sekitar 1/3 bagian dari pendapatan per bulan.

f. Dalam suatu lingkungan rusunawa harus tersedia prasarana untuk memberikan kemudahan bagi penghuni. Prasarana-prasarana yang harus disediakan antara lain berupa :

1. Jalan

Klasifikasi jalan pada lingkungan rusunawa perlu disesuaikan dengan lokasi dimana rusunawa itu dibangun.

2. Air Minum

Lingkungan rusunawa ini harus menyediakan sumber air bersih bagi penghuninya. Sumber air bersih ini sedapat mungkin disediakan per unit atau per lantai dan tidak secara sentral untuk seluruh area rusunawa. Kebutuhan air bersih dari tiap rumah tangga yaitu 100 liter/hari untuk setiap anggota keluarga, dengan kualitas jernih, tidak berasa dan tidak berbau.

3. Air Limbah

Lingkungan rusunawa harus memiliki sarana pengolahan air limbah, baik yang berasal dari air bekas cucian, mandi ataupun kakus. Karena rusunawa memiliki fungsi yang hampir sama dengan perumahan, maka air limbah rumah tangga pengelolaannya cukup dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan.

4. Pembuangan Sampah

Dari hasil pengamatan, salah satu kebiasaan masyarakat tepian sungai adalah membuang sampah di sungai. Agar rusunawa tetap terjaga kebersihannya, maka sarana pembuangan sampah harus diperhitungkan dalam perencanaan dan perancangan rusunawa terkait dengan kesehatan lingkungan.

5. Jaringan Listrik

Pada lingkungan rusunawa pasokan listrik diperhitungkan dengan standar minimal 450 VA per hunian. Sesuai Kontrak Kinerja Menteri Perumahan Rakyat dengan Presiden RI, diamanatkan bahwa sampai dengan Tahun 2012 harus dapat memastikan terbangunnya 685.000 unit RSH Bersubsidi, 180 tower Rusunami dan 380 TB Rusunawa berikut PSU pendukungnya. Porsi terbesar Anggaran Kemenpera adalah untuk pembangunan Rusunawa. Sasaran pembangunan Rusunawa Kemenpera sesuai RPJMN 2010-2014 adalah sebanyak 100 TB (Twin Block) pada tahun 2010, 100 TB pada tahun2011 dan 180 TB pada tahun 2012. Pada tahun 2013 dan 2014, Kemenpera tidak lagi memiliki alokasi anggaran pembangunan Rusunawa. Dengan demikian, alokasi anggaran Kemenpera yang terbesar sesuai RPJMN Tahun 2010-2014 adalah pada tahun 2012. Itu berarti 28,8 % anggaran Kemenpera 2010-2014 dialokasikan untuk pembangunan 70.000 unit Rusunawa.

Dengan kondisi eksisting yang memperhitungkan: backlog, urbanisasi, kelangkaan Lahan di perkotaan, kapasitas fiskal daerah dan dukungan perumahan di daerah khusus (perbatasan) Kementerian Perumahan Rakyat dalam hal ini Deputi Bidang Perumahan Formal memiliki pembangunan

rusunawa sebagai salah satu programnya. Kegiatannya pembangunan rusunawa meliputi:50

• Sasaran: pekerja, TNI/POLRI, mahasiswa dan santri;

• Pertanahan yang disediakan oleh pengusul;

• Program dan perencanaan meliputi: pemrograman pembangunan rusunawa, perencanaan pembangunan, dan verifikasi (administrasi dan teknis);

• Perijinan dengan dukungan Pemda dan Pemkot;

• Monitoring dan evaluasi yang meliputi: monitoring program, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan evaluasi program;

• Sumber anggaran: APBN dan dukungan sharing instansi pengususl atau pemda/pemkot setempat;

• Serta dukungan lainnya yang berupa sosialisasi, koordinasi, sinkronisasi program, bimbingan teknis, bantuan teknis, pendampingan dan pembinaan serta penghargaan kepada pengelola rusunawa.

Benefit langsung yang diharapkan dapat tercapai adalah:

1. Terbangunnya Rusunawa/Rusus dan terpenuhinya kebutuhan unit hunian untuk kelompok sasaran;

2. Terciptanya Lapangan Kerja;

3. Meningkatnya pasokan Rumah Susun/Khusus.

Sedangkan benefit tidak langsung yang diharapkan antara lain: 1. Berkontribusi terhadap pengurangan Backlog;

2. Peningkatan produktivitas;

50

3. Meningkatnya kesejahteraan;

4. Mendukung kegiatan belajar dan mencegah tawuran mahasiswa.

Pembangunan Rusunawa/ Rumah Susun Sederhana Sewa bertujuan menyediakan rumah layak huni bagi seluruh keluarga Indonesia, khususnya MBR yang belum mempunyai kemampuan untuk meemnuhi kebutuhan rumahnya melalui kepemilikan, dengan target 2010-1014 sebanyak 380 TB, dan pembangunan yang telah terlaksana sebanyak 49 TB pada tahun 2010 dan 143 TB 2011 pada tahun 2011.51

1. Kendala pembiayaan.

Pembangunan Rusunawa salah satunya dapat dilakukan dengan pola Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang didasarkan pada kemampuan atau besarnya penghasilan penghuni, bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan maximum sebesar upah minimum kabupaten/kota (UMK) diarahkan oleh Pemerintah melalui APBN/ APBD yang tidak mengharapkan pengembalian investasi.

5. Efektivitas Dan Kualitas Pembangunan Rusunawa

Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panudju dalam bukunya yang berjudul ”Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, yang dikutip oleh R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala secara garis besar adalah sebagai berikut:

Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang

51

tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan. Dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lainlain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun.

2. Kendala ketersediaan dan harga lahan.

Lahan untuk perumahan semakin sulit di dapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.

3. Kendala ketersediaan prasarana untuk perumahan.

Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasaranan, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan.

4. Kendala bahan bangunan dan peraturan bangunan.

Banyak negara berkembang belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang , dan lain-lain.

Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi

masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan.52

• Aspek ekonomi

Menurut Yudohusodo (1991), dalam membangun rumah sewa perlu diperhatikan beberapa aspek, yaitu :

Rumah susun sewa yang berdekatandengan tempat kerja, tempat usaha atau tempat berbelanja untuk keperluan sehari-hari akan sangat membantu menyelesaikan masalah perkotaan, terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas kota.

• Aspek lingkungan

Pada setiap lingkungan perumahan yang dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang berbeda. Melalui penerapan subsidi silang masih dimungkinkan membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan itu sendiri.

52

• Aspek tanah perkotaan

Rumah susun sewa yang secara minimal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini, tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat di kemudian hari. Program peremajaan lingkungan dengan membangun kembali perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa itu dibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang dengan mudah dapat dilaksanakan.

• Aspek investasi

Pembangunan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya investasinya. Akan tetapi apabila ditinjau dari nilai tanah perkotaan yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya, maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintah akan selalu meningkat harganya. Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi.

• Aspek keterjangkauan

Untuk dapat mencapai sasaran yang tepat maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah tangga. Letak keberhasilan pembangunan dan penghunian rumah susun sewa tergantung pada lokasinya. Dari kelima aspek di atas masing-masing mempunyai nilai yang pasti harus dilengkapi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dilakukannya beberapa penyesuaian tergantung pada lokasinya. Dari aspek ekonomi diharapkan lokasi yang menguntungkan terutama yang dekat dengan akses utama kota, tetapi dari sisi investasi ini akan kurang

menguntungkan. Karenanya perlu kajian lebih dalam lagi untuk menyeimbangkan kelima aspek ini agar pembangunan rumah susun sewa dapat diterapkan dan memberikan manfaat yang semaksimal mungkin.

Dalam pembangunan Rusunawa yang tak kalah pentingnya adalah Fasilitasi Administrasi Alih Aset Rusunawa yang digunakan. Kelengkapan data pendukung yang digunakan dalam fasilitasi administrasi alih aset Rusunawa adalah seperti yang disyaratkan dalam Permenkeu No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Dan berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat Pembangunan Rusunawa di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dari tahun 2005-2010 sebanyak 138 Twin Block (TB), terdiri dari :

1. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Negeri/ Kementerian Pendidikan Nasional sebanyak 45 TB;

2. Rusunawa untuk Pekerja/ Pemerintah Daerah sebanyak 29,5 TB;

3. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Swasta, BUMN dan BUMD sebanyak 40,5 TB;

4. Rusunawa untuk Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Polri sebanyak 23 TB.

Sedangkan Progres Penyerahan Rusunawa yaitu:

a. Serah terima Rusun Sewa Mahasiswa Rusun Sewa Mahasiswa yang telah diserahterimakan kepada Kementerian Pendidikan Nasional berdasarkan Berita Acara No.80/M/PL.03.01/05/2011-No.352/MPN/LL/2011, yaitu:

1. Rusunawa Universitas Indonesia (1 TB), Kota Depok dan; 2. Rusunawa Universitas Sam Ratulangi (1 TB), Kota Manado

b. Usulan Hibah Rusun Sewa Pekerja Rusun Sewa Pekerja yang telah diusulkan dengan mekanisme hibah ke Kementerian Keuangan melalui Surat No. S-186/MK.06/2011 tanggal 6 April 2011:

1. Rusunawa Cingised Bandung (1TB) untuk diserahkan kepada Pemkot Bandung

2. Rusunawa Muka Kuning Batam (1TB) untuk diserahkan kepada Pemkot Batam.

Saat ini statusnya sedang dalam proses usulan untuk persetujuan Presiden RI di Kementerian Sekretariat Negara. Selain itu, juga telah diusulkan Hibah Rusun Sewa Pekerja sbb: Rusun Sewa Pekerja Siwalankerto (2 TB), yang saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu.

c. Usulan Alih Status penggunaan BMN Rusun Sewa Mahasiswa: 1. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Diponegoro (1 TB); 2. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Udayana (1 TB); 3. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Hasanuddin (1 TB); 4. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Andalas (1 TB)\

Saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu.