• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERTELAH LAHIRNYA DAN KAITANNYA DENGA JAMINAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2011

C. Perumahan dan Permukiman dalam Kaitan Dengan Jaminan Bank

Dalam Inpres nomor 05/1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut.

Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06/KPTS/1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat (individu/kelompok) sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat,

Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat. Turner (1976) menyatakan ketika penghuni dilibatkan dalam keputusan besar dan bebas membuat masukan dalam perancangan, pembangunan atau pengelolaan rumahnya, baik proses maupun lingkungan yang dihasilkan akan mendorong dirinya dan masyarakat untuk sejahtera. Sebaliknya, bila penghuni tidak mempunyai kontrol dan tanggung jawab terhadap keputusan penting dalam proses pembangunan rumahnya, maka lingkungan pemukiman yang dihasilkan hanya akan menjadi beban bagi pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi penghuninya.

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2011, telah diatur untuk memperoleh kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia. Ketentuan-ketentuan sebagaimana disebut mengatur kemungkinan dijadikannya rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai jaminan kredit dengan dibebani hipotik ataupun fidusia. Adapun mengenai tata cara pembebanan, pemberian surat tanda bukti, roya, dan kemungkinan eksekusi tanpa melalui surat pelelangan umum.

Ternyata dalam undang-undang rumah susun dimungkinkan pemanfaatan lembaga hipotik atas bangunan yang belum ada dan akan dibangun (bouw

disetujui. Sedangkan pencairan kreditnya dilakukan secara sertahap sejalan dengan hasil perkembangan pembangunan kondominium.

Sebagai satu catatan, pembebasan hipotik dapat dilakukan saat bangunan belum ada atau belum dibangun, asalkan dalam akta perjanjian dicantumkan dengan tegas. Karena hukum tanah di Indonesia menerapkan prinsip pemisahan horisontal yang berbeda dengan negara lain yang menggunakan prinsip accessi yang pembebanan hipotik atas bangunan yang akan dibangun terjadi dengan sendirinya tanpa diperjanjikan.

Selanjutnya dalam Pasal 88 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dikatakan bahwa bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah; b. keringanan biaya sewa sarusun;

c. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun;

d. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

e. sertifikasi sarusun.

Maksud diadakannya ketentuan demikian untuk memungkinkan diperolehnya KPR (kredit pemilikan rumah) untuk membayar lunas satuan rumah susun yang dibeli dengan pengembalian secara angsuran. Tentu saja kredit pemilikan satuan rumah susun baru dapat diberikan manakala rumah susun sudah rampung dibangun dan telah dilakukan pemisahan dalam unit/satuan yang bersertifikat.

Dalam Pasal 88 UU No.20 Tahun 2011 mengatur tentang :

1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta memberikan bantuan dan kemudahan bagi MBR.

2) Insentif yang diberikan kepada pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. fasilitasi dalam pengadaan tanah; b. fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah; c. fasilitasi dalam proses perizinan;

d. fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah;

e. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

3) Bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah; b. keringanan biaya sewa sarusun;

c. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun;

d. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

e. sertifikasi sarusun.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR diatur dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2012 huruf a sampai dengan d adalah: a. bahwa penyediaan dana murah jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 126 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman berupa bantuan pembiayaan pemilikan rumah dengan suku bunga yang tetap dan terjangkau selama masa pembiayaan dalam rangka meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah;

b. bahwa dana murah jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa bantuan pembiayaan pemilikan rumah dengan suku bunga yang tetap dan terjangkau selama masa pembiayaan;

c. bahwa untuk meningkatkan akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap pembiayaan pemilikan rumah dan meringankan beban angsuran pembiayaan pemilikan rumah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan;

Direktur Utama Bank BTN Iqbal Latanro mengatakan, KPR BTN telah memberikan peran dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia melalui terpenuhinya kebutuhan hunian bagi masyarakat. Ini sekaligus menjawab kebutuhan pemerintah dalam program pembangunan perumahan nasional. KPR BTN juga ikut mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan karena pembiayaan perumahan bersentuhan dengan 114 industri padat karya. "Imbas dari berkembangnya bisnis KPR tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat sebagai konsumen, tetapi

kalangan pengembang juga mengakui bahwa KPR BTN telah menjadi "darah" yang mengalirkan kehidupan bagi bisnis perumahan di segmen menengah ke bawah,".

Selama 36 tahun, Bank BTN telah berjasa merumahkan rakyat Indonesia, dan jutaan orang sudah terbantu memiliki rumah dengan skim KPR. Namun, masih belasan juta lagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum mendapat kesempatan memiliki rumah. Tidak mengherankan bila KPR yang diluncurkan Bank BTN 36 tahun lalu itu kini menjadi tulang punggung bisnis pembiayaan perumahan di Indonesia.

Pemerintah mulai dengan rencana pembangunan perumahan nasional pada 1974 silam. Guna menunjang kebijakan tersebut, Bank BTN ditunjuk sebagai Lembaga Pembiayaan untuk menyiapkan fasilitas KPR bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor B-49/MK/IV/I/1974 tanggal 29 Januari 1974, lahirlah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pada 10 Desember 1976, Bank BTN merealisasikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk pertama kalinya di Indonesia.

Realisasi KPR BTN pertama tersebut terjadi di kota Semarang dengan 9 unit rumah, kemudian Surabaya 8 unit rumah, dan menyusul kota-kota lainnya. Sejak saat itu, KPR BTN terus berkembang ke seluruh pelosok Tanah Air. Hingga 30 September 2012, KPR BTN telah mewujudkan lebih dari 3 juta unit hunian keluarga Indonesia, dengan total kredit lebih dari Rp 82 triliun. Bank BTN pun menjadi wadah penyaluran pembiayaan KPR terbesar di Indonesia dengan market share 24,82 persen.

Terkait hal ini, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengakui, pengembang kecil bisa

berkembang menjadi besar tidak terlepas dari keberadaan KPR BTN. "KPR BTN sangat membantu pengembang dalam menjalankan bisnis, khususnya pengembang yang membangun rumah untuk MBR, karena 95 persen konsumen MBR membeli rumah dengan cara kredit,"

Tak dipungkiri, KPR BTN sangat membantu masyarakat untuk memiliki hunian yang layak, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pada dasarnya, MBR memang masyarakat yang kurang kemampuannya untuk membeli rumah secara tunai. "Bahkan, masyarakat menengah dan atas pun banyak yang membeli rumah atau hunian mewah menggunakan KPR. Jika KPR tidak ada, dapat dipastikan pertumbuhan bisnis perumahan tidak akan berjalan baik seperti saat ini. Karena walau kebutuhan terhadap rumah besar, namun mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli secara tunai,"

Perlu terus dikembangkan sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai sektor pekerjaan, misalnya KPR perlu dikembangkan hingga bisa menjangkau masyarakat yang bekerja di sektor non-formal.

Selain itu, Eddy mengusulkan, perlu ada skim khusus KPR untuk pekerja tetap yang telah memiliki skim penambahan uang muka (UM) sehingga pekerja tidak perlu lagi mengeluarkan UM tambahan. Khusus untuk rumah bersubsidi, sebaiknya tanpa UM atau paling tidak UM-nya diperkecil.

Demi membantu pekerja informal, sudah saatnya Bank Indonesia (BI) mengeluarkan regulasi yang bisa mengakomodasi mereka. Pasalnya, secara de facto, mereka sebenarnya memiliki kemampuan membayar UM dan membayar cicilan KPR.

Besarnya peran KPR dalam membantu masyarakat memiliki hunian kian terasa setelah banyak perbankan lain juga mulai meluncurkan skim kredit di sektor perumahan. Meski demikian, Direktur BTN Irman Alvian Zahiruddin mengatakan, Bank BTN tidak khawatir dengan fenomena banyaknya perbankan yang terjun ke bisnis KPR. "Masyarakat sebagai konsumen sangat diuntungkan dengan kondisi ini. Demikian juga tentang program perumahan nasional akan menjadi lebih baik jika banyak bank yang terjun pada bisnis KPR," ujarnya. Pemerintah, lanjut dia, dapat mengajak perbankan untuk mendukung program tersebut dan itu sangat positif untuk tujuan terpenuhinya backlog kebutuhan rumah selama ini.53

53

http://pusperkim.blogspot.com/2012/12/kepemilikan-rumah-harus-dipermudah.html

Menurut Teguh Satria Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) yang dikutip dari Bisnis.com, mengatakan Suku bunga kredit pemilikan rumah bersubsidi dapat ditekan menjadi sekitar 2%-3% jika skema tabungan perumahan rakyat yang diusulkan pengembang disetujui karena bunga tersebut untuk menutupi biaya overhead pihak bank dan risiko mereka ketika menyalurkan kredit. pendanaan yang disalurkan oleh ihak bank berasal dari tabungan perumahan rakyat, sehingga bank cuma menanggung biaya administrasi, overhead cost, dan risiko kredit karena tenornya panjang.

Dalam skema yang diusulkan REI, pungutan TAPERA dilakukan terhadap semua WNI yang sudah berpenghasilan di atas kriteria Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), termasuk presiden. Pemberi kerja juga terkena pungutan tersebut dengan persentase yang sama yakni 1%.

Syarat untuk memperoleh Rumah bersubsidi tersebut antara lain:

1) Belum pernah memiliki rumah, baik melalui pembiayaan bersubsidi maupun tidak bersubsidi

2) Penghasilan pokok maksimal Rp3,5 juta untuk rumah tapak dan Rp5,5 juta untuk Rusun

3) Memiliki NPWP dan SPT atau Surat Pernyataan Penghasilan. Sedangkan, spesifikasi rumah yang diperbolehkan adalah: 1) Rumah tapak dengan luas minimal 36 meter persegi

2) Rumah susun berukuran antara 21 meter persegi hingga 36 meter persegi.

Spesifikasi dari bangunan rumah bersubsidi diantaranya: atap, lantai, dan dinding memenuhi persyaratan teknis keselamatan, keamanan dan keandalan bangunan, jaringan distribusi air bersih perpipaan dari PDAM atau sumber air tanah yang layak, utilitas jaringan listrik yang berfungsi, jalan lingkungan yang telah selesai dan berfungsi serta saluran atau drainase tertata dengan baik.

Sedangkan untuk suku bungan dan uang mukanya, KPR FLPP memiliki tingkat suku bunga maksimal 7,25%, sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran, dan asuransi kredit dengan angsuran tetap selama masa tenor (fixed rate mortgage) dengan metode perhitungan bunga anuitas atau efektif. Untuk uang muka sendiri disesuaikan ketentuan bank yang bekerjasama sebagai penyalur program rumah bersubsidi ini, dengan tenor sesuai kesepakatan dengan bank pelaksana, maksimal 20 tahun.54

54

BAB IV

PENYELESAIAN TERHADAP HAMBATAN PEMBANGUNAN