• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN PRAPERADILAN MENGENAI SAH TIDAKNYA PENAHANAN YANG DILAKUKAN PENYIDIK DALAM TINDAK

6. Dasar Mengajukan Praperadilan

A.Kewenangan penahanan tidak disertai penangkapan.

1. Bahwa Pemohon adalah orang yang terhadapnya telah dilakukan

penahanan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Stabat-Langkat (Termohon) berdasarkan Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penyidikan) Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011;

2. Bahwa Termohon dalam melakukan penahanan terhadap Pemohon bertindak sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan pasal 6 huruf b KUHAP yang menyatakan bahwa “ Penyidik adalah : b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang”;

3. Bahwa sebagai institusi penegak hukum, Termohon diberikan

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penahanan terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti yang cukup dengan alasan-alasan hukum yang telah ditetapkan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP;

4. Bahwa dalam perkara ini penahanan yang dilakukan oleh Termohon

tidak bersesuaian dengan hukum positif yang berlaku dengan aasan sebagai berikut:

5. Bahwa Pasal 16 ayat (2) dinyatakan “Untuk kepentingan penyidikan,

penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan”,

sehingga berdasarkan hal landasan hukum tersebut sebelum dilakukannya penahanan terhadap diri Pemohon, Termohon harus menggunakan wewenangnya untuk melakukan penangkapan terlebih dahulu sebelum dilakukannya penangkapan.

6. Bahwa sebelum dilakukan penahanan terhadap diri Pemohon,

Termohon sama sekali tidak pernah melakukan penangkapan terhadap diri Pemohon atas tindak pidana yang sedang dituduhkan dilakukan

oleh Pemohon yang notabene manjadi dasar dilakukan penahanan oleh Termohon;

7. Bahwa didalam Surat Perintah Penahanan Termohon Nomor

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011, Pemohon dituduh melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga tindak pidana yang dituduhkan kepada Pemohon tersebut adalah tindak pidana khusus dan bukan merupakan tindak pidana pelanggaran;

8. Bahwa Pasal 19 ayat (2) KUHAP menyatakan “Terhadap tersangka

pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah”;

9. Bahwa oleh karena tindak pidana yang dituduhkan kepada Pemohon

bukan merupakan pelanggaran maka Termohon sebagai seorang penyidik berdasarkan kewenangannya mempunyai kewajiban hukum

(legal obligation) untuk melakukan penangkapan terlebh dahulu

sebelum melakukan penahanan;

10. Bahwa berdasarkan pertimbangan dan pendapat hukum diatas tindakan

termohon melakukan penahanan terhadap diri Pemohon adalah perbuatan tidak bersesuaian dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan)

Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 patut untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;

B. Penahanan tidak berdasarkan bukti yang cukup

1. Bahwa Pemohon adalah seorang yang berprofesi sebagai akuntan

publik yang bertugas menjual jasa dalam hal pemeriksaan keuangan perusahaan jasa restitusi pajak dan jasa lainnya, dan atas jasa tersebut Pemohon mendapatkan imbalan atau honor sesuai jasa yang telah disepakati antar para pihak;

2. Bahwa pada tahun 2003 Pemohon dengan pihak Pemkab langkat telah

mengadakan kesepakatan, hal mana dituangkan dalam hal perjanjian pekerja antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemohon Nomor 01/spks/2003 tertanggal 18 Januari 2003;

3. Bahwa dengan adanya kesepakatan tersebut Pemohon telah

melaksanakan tugas dan telah menerima jasa atau honor secara keseluruhan;

4. Bahwa secara tiba-tiba pada tanggal 27 Oktober 2010 Pemohon

dipanggil oleh Termohon untuk diperiksa sebagai terangka atas perkara pidana atas pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh Pemohon;

5. Bahwa dengan dipanggilnya Pemohon sebagai tersangka maka status

Pemohon menjadi tersangka dan penetapan Pemohon oleh Termohon sebagai tersangka tersebut bertentangan serta melanggar Pasal 1 ayat

karena perbuatannya atau keadaannya didasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;

6. Bahwa pada tanggal 02 Maret 2011 Termohon telah melakukan

penahanan atas diri Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011;

7. Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP menegaskan: “Perintah

penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan teerhadap seorang

tersangka atau terdakwa yang diduga keras malakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup...”;

8. Bahwa yang dikatakan sebagai bukti yang cukup menurut hukum

adalah berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagai makan ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP;

9. Bahwa dalam perkara ini tidak ada bukti yang cukup bagi Termohon

untuk melakukan penahanan atas diri Pemohon sebab Pemohon adalah salah satu pihak dalam perjanjian pekerjaan Nomor 01/spks/2003 tertanggal 18 Januari 2003 dalam objek perkara yang disidik sementara perkara tersebut adalah ranah hukum perdata khususnya pasal 1320 KUHPerdata (vide putusan Pengadilan Negeri Simalungun tanggal 9 Juni 2010 Reg. No. 255/Pid.B/ 2009/ PN.Sim yang amarnya membebaskan terdakwa);

10. Bahwa oleh karena objek perkara yang disidik merupakan ranah hukum

melakukan penahanan terhadap diri Pemohon sehingga Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan patut untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;

C.Penahanan Berdasarkan Hukum Yang Keliru

1. Bahwa Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 yang diterbitkan Temohon dalam konsiderans point ke-1 berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 284 ayat (2) jo. Pasal 20 ayat (1) jo. Pasal 21 jo. Pasal 23 jo. Pasal 24 ayat (1) selanjutnya dalam konsiderans pertimbangan point ke-2 dinyatakan berhubungan dengan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;

2. Bahwa dasar dan pertimbangan yang didalilkan Termohon sebagaimana

disebutkan diatas adalah tidak sesuai dengan fakta hukum yang ada yaitu tentang adanya bukti yang cukup yang diduga keras Pemohon melakukan tindak pidana korupsi dan adanya kekhawatiran bahwa Pemohon akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sehingga dalil tersebut adalah dalil yang keliru;

3. Bahwa kekeliruan Termohon tentang dalil pertimbangannya tersebut

a. Bahwa makna diduga keras Pemohon melakukan tindak pidana korupsi adalah dalil yang keliru sebab dalil tersebut haruslah terang dan jelas, dan menyangkut tindak pidana korupsi berbeda dengan tindak pidana umum, pada tindak pidana korupsi menyangkut kerugian negara harus terlebih dahulu dinyatakan oleh lembaga yang berwenang dan bila telah dinyatakan ada unsur kerugian negara maka barulah dapat suatu perbuatan diduga sebagai bukti permulaan maupun diduga keras sebagai tindak pidana korupsi, namun pada perkara a quo belum ada suatu pernyataan tentang kerugian negara dari lembaga yang berwenang;

b. Bahwa dalam melakukan penahanan, Termohon salah dalam

menafsirkan (interpretasi) pertimbangan penahanan sebab tidak sesuai dengan fakta hukum yang ada yaitu :

- Bahwa dalil yang menyatakan Pemohon dikhawatirkan melarikan diri

adalah dalil yang keliru dan tidak benar sebab setiap ada panggilan yang diperlukan pihak Termohon dalam melakukan pemeriksaan, Pemohon selalu kooperatif yaitu selalu hadir dan tidak pernah menghambat jalannya proses penyidikan kalaupun tidak hadir selalu memberi jawaban atau pemberitahuan ketidakhadirannya tersebut. Bagaimana Pemohon akan melarikan diri sedangkan usia (telah mencapai 57 tahun) dan kesehatan klien kami tidak memungkinkan untuk melarikan diri pula profesi Pemohon yang mengharuskan kepercayaan masyarakat kepada Pemohon;

- Bahwa dalil yang menyatakan Pemohon dikhawatirkan merusak dan menghilangkan barang bukti adalah dalil yang keliru dan tidak benar sebab bagaimana mungkin Pemohon dapat merusak atau menghilangkan barang bukti sedangkan barang bukti tidak satupun berada ditangan Pemohon, barang bukti telah pula berada ditangan Termohon;

- Bahwa dalil yang menyatakan Pemohon dikhawatirkan mengulangi tindak

pidana adalah dalil yang keliru dan tidak benar sebab bagaimana mungkin Pemohon mengulangi tindak pidana sedangkan Pomohon tidak lagi melakukan pekerjaan untuk mengelola keuangan negara dan profesi Pemohon yang mengharuskan kepercayaan masyarakat kepada Pemohon;

4. Bahwa berasarkan uraian diatas, menyangkut penahanan atas diri

Pemohon ternyata tidak bersesuaian dengan pertimbangan atau syarat formil dan materil seperti yang dimaksud dalam Pasal 21 KUHAP sebagaimana yang telah didalilkan Termohon maka Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan patut untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;

D. Surat Perintah Penahanan Tidak Memenuhi Syarat Formil

1. Bahwa Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 yang diterbitkan Termohon dalam konsiderans point ke-1 menyatakan berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana Pasal 284 ayat (2) jo. Pasal 20 ayat (1) jo. Pasal 21 jo. Pasal 23 jo. Pasal 24 ayat (1);

2. Bahwa dalam konsideran penahanan, terhadap Pasal 21 KUHAP

sebagai dasar diterbitkannya Surat Perintah Penahanan oleh

Termohon dan didalam Pasal 21 ayat (2) menyatakan “Penahanan

atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang

mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan

menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan”

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) KUHAP tersebut

terdapat syarat formil yang harus dituangkan dalam setiap surat penahan penyidik atau penetapan hakim yakni:

a. Identitas tersangka atau terdakwa;

b. Menyebutkan alasan penahanan;

c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau

didakwakan;

d. Tempat ia ditahan

4. Bahwa apabila syarat formil sebagaimana disebutkan dalam

ketentuan Pasal 21 ayat (2) KUHAP dikaitkan dengan Surat

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Identitas tersangka atau terdakwa:

Nama Lengkap : Drs. Hasnil, AK.,MM

Tempat lahir : batu sangkar

Dst...

b. Menyebutkan alasan penahanan; sebagaimana disebutkan

dalam kansiderans pertimbangan:

1. Untuk kepentingan penyidikan dalam perkara tindak pidana

korupsi dalam pengadaan jasa konsultan pajak dalam rangka penghitungan kelebihan pembayaran pajak penghasilan PNS tahun 2001 dan 2002 pada sekretariat pemerintahan kabupaten langkat tahun anggaran 2003 yang dilakukan oleh Drs. Hasnil, AK., melanggar dst...

2. Berhubung dengan adanya keadaan yang menimbulkan

kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan;

3. Oleh karena itu dianggap perlu untuk mengeluarkan surat

perintah.

c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau

d. Tempat ia ditahan;

Melakukan penahanan di rumah Tahanan Negara Tanjung Pura.

5. Bahwa oleh karena itu tidak adanya uraian singkat perkara

kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan dalam Surat Perintah Penahanan (tingkat penyidikan) Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 maka Surat Perintah tersebut belum dan tidak memenuhi syarat formil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 ayat (2) KUHAP;

6. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka Surat Perintah Nomor

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) KUHAP dan patut untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Bahwa berdasarkan uraian tersebut maka wajar kiranya hakim praperadilan menyatakan dalam putusannya Surat Perintah Penahanan Nomor PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 tidak sah dan patut dibatalkan karena tidak mempunyai kekuatan hukum;

Bahwa terhadap penahanan pemohon oleh Termohon telah mengakibatkan kerugian materil maupun moril pada diri Pemohon yang mana bila dijabarkan kerugian tersebut adalah:

a. Kerugian materi = dengan dilakukannya penahanan yang terlebih

dahulu dilakukan dengan pemanggilan dan Pemohon menghadiri pemanggilan tersebut maka Pemohon mengalami kerugian materil

sebagai biaya transportasi dari Jakarta-Medan-Stabat sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah)

b. Kerugian moril = walaupun kerugian ini tidak dapat dinilai dengan

sejumlah uang namun patut dan penting bagi pemohon untuk memintakan ganti kerugian sebagai suatu harga diri yaitu sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);

Maka seluruh kerugian yang diderita Pemohon baik secara materil maupun moril adalah sebesar 505.000.000,- (lima ratus lima juta rupiah);

Bahwa apabila Termohon lalai menjalankan putusan ini maka sangat

beralasan hukum bila Termohon dikenakan uang paksa (dwangsom) Rp

200.000,- per hari hingga putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

Bahwa berdasaran hal tersebut diatas , cukup beralasan bagi ketua Pengadilan Negeri Stabat cq hakim yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini untuk memutuskan dengan amar putusan sebagai berikut:

a. Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk

seluruhnya;

b. Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor

PRINT-03/N.2.25/Fd.1/03/2011 tanggal 2 Maret 2011 terhadap Pemohon adalah tidak sah dan kerananya dinyatakan batal demi hukum;

c. Memerintahkan kepada Termohon untuk mengeluarkan Pemohon

d. Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian baik materil atau inmateril sebesar 505.000.000,-

e. Menghukum Termohon apabila lalai menjalankan putusan untuk

membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 200.000,-

f. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.