• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus lain yang termasuk kedalam ruang lingkup kewenangan praperadilan ialah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan pejabat penyidik maupun tentang sah atau tidaknya

penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum.39

Penghentian penyidikan diatur di dalam Pasal 109 ayat (1) dan (2)

KUHAP. Alasan-alasan penghentian penyidikan tersebut antara lain adalah: .40

1. Tidak terdapat cukup bukti;

2. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;

3. Penyidikan dihentikan demi hukum.

Barang kali rasio atau alasan pemberian wewenang penghentian ini antara lain:

a. Untuk menegakan prinsip peradilan cepat tepat dan berbiaya ringan

serta sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dan ehidupan masyarakat. Jika penyidik berkesimpulan bahwa berdasar hasil penyidikan dan penyelidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka dimuka pengadilan, untk apa berlarut-larut menangani dan memeriksa tersangka. Lebih baik penyidik secra resmi menyatakan penghentian penyidikan agar segera tecipta kepastia hukum baik bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat.

39

M. Yahya Harahap (buku I), loc.cit.

40

b. Supaya penyidik terhidar dari tuntut ganti kerugian, sebab kalau perkaranya diteruskan tapi ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut ataupun menghukum, dengan sendirinya memberi hak kepada tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal

95 KUHAP.41

Penghentian penuntutan oleh penuntut umum didasarkan pada bunyi Pasal

140 ayat (2) KUHAP, yaitu: 42

a. Karena tidak cukup bukti;

b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;

c. Perkara ditutup demi hukum.

Penuntutan terjadi jika suatu perkara telah dilimpahkan ke pengadilan negeri yang berwenang, sehingga batasan telah terjadi penuntutan atau belum

adalah adanya pelimpahan suatu perkara ke pengadian negeri.43

Secara harfiah arti kata penghentian penuntutan adalah suatu perkara telah dilimpahkan ke pengadilan negeri, kemudian perkara tersebut dihentikan prosesnya dan kemudian dicabut dengan alasan yang telah ditentukan oleh

undang-undang.44

Akan tetapi, mungkin saja alasan penghentian ditafsirkan secara tidak tepat ataupun penghentian sama sekali tidak beralasan, atau penghentian itu dilakukan untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu, bagaimanapun mesti ada lembaga yang berwenang memeriksa dan menilai sah

41

M. Yahya Harahap (buku I), op.cit. hlm. 147.

42

Hari Sasangka, op.cit. hlm. 174.

43

ibid. hlm. 108

atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, supaya tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum maupun pengawasan tidakan

penyalahgunaan wewenang (abuse of authority). Untuk itu terhadap penghentian

penyidikan, undang-undang memberi hak kepada penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan pemerikaan kepada praperadilan tentang sah atau tidaknya penghentian tersebut. Demikian pula sebaliknya, penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan

sah atau tidaknya penghentian penuntutan kepada Preperadilan.45

Pada tindak pidana khusus, khususnya korupsi, diketahui bahwa penyidik

dan penuntut umum berada dibawah satu atap yaitu Jaksa.46

Untuk mendapatkan solusi masalah ini menurut M. Yahya Harahap adalah undang-undang harus dapat memperluas arti dari pihak ketiga yang berkepentingan tersebut, tidak terbatas hanya saksi korban atau pelapor tetapi meliputi masyarakat, misalnya dalam kasus korupsi yang menjadi pihak ketiga yang berkepentingan (yang mempunyai hak untuk keberatan atas penghentian

Apabila tindak pidana korupsi terjadi penghentian penyidikan atau penuntutan yang tidak beralasan maka siapa yang menajukan keberatan atas penghentian penyidikan atau penuntutan tersebut. Dalam hal ini penuntut umum sebagai penyidik tidak mungkin mengajukan keberatan, sedangkan pihak ketiga yang berkepentingan (saksi/pelapor) tidak ingin terlibat dengan alasan takut, sebab yang dilaporkan adalah seorang pejabat negara yang mempunyai kekuasaan.

45

M. Yahya Harahap, (buku I). op.cit. hlm. 5-6.

46

OC. Kaligis, Pengawasan Terhadap Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus dalam Pemberantasan Korupsi, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 2. (selanjutnya disebut buku II)

penyidikan dan penuntutan) adalah masyarakat yang dapat diwakili oleh Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM).47

Sebagai contoh, pada kasus penghentian penuntutan (SKP2) yang dikeluarkan jaksa untuk menghentikan perkara kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dengan tersangka Yusril Ihza Mahendra. Pada kasus ini, permohonan praperadilan dilakukan oleh LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat diterima. Alasannya dikarenakan permohonan MAKI terlampau prematur. Prematur disini maksudnya bahwa sebenarnya Jaksa Agung selaku termohon belum menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), meskipun berkas sudah dinyatakan lengkap. Namun MAKI masih bisa tersenyum walaupun permohonan praperadilannya tidak dapat diterima oleh Hakim tunggal Ari Jiwantara. Dalam pertimbangan putusannya, hakim tunggal kasus praperadilan

ini, menilai MAKI memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam

kapasitas sebagai pihak ketiga berkepantingan. Lebih lanjut dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan MAKI sebagai LSM berkomitmen terhadap

pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor).48

Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.14.PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana angka 11 menyatakan “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikannya dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) dan

47

M. Yahya Harahap (buku I), op.cit. hlm. 11

48

Legal Standing Pihak Ketiga Praperadilan Diakui. Diunggah pada sabtu, 20 Agustus 2011. Diakses pada Selasa, 6 Desember 2011.

penuntut umum menghentikan penuntutannya sebagaimana simaksud dalam Pasal 140 ayat (2), selain harus memberitahukannya kepada tersangka atau keluarga atau penasehat hukumnya, juga kepada saksi pelapor atau korban, agar mereka mengetahui sehingga menghindari kemungkinan diajukannya ke praperadilan”.

Menurut Hari Sasangka, ketentuan tersebut diatas adalah sangat janggal. Karena saksi pelapor atau korban tetap mempunyai hak untuk mengajukan masalah penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik ke pengadilan untuk diperiksa dalam sidang praperadilan. Jadi pengajuan masalah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam sidang praperadilan tidak bisa dicegah dengan prosedur administratif seperti tersebut diatas. Selama saksi pelapor atau korban menganggap penghentian oleh penyidik merugikan pihaknya maka kemunginan

untuk mengajukan masalah tersebut ke sidang praperadilan tetap ada.49