• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Metode Pengumpulan Data

3. Daya Dukung Pemburu

a. Kuota Buru

Menurut van Lavieren (1982) dalam Ratag (2006), Besarnya panen maksimum yang lestari dihitung dengan menggunakan rumus:

MSY = 4

1 .r.K

Keterangan: r = laju pertumbuhan populasi pada lingkungan terbatas K = daya dukung Lingkungan

Sumber : Bappeda 2005 A. Kesesuaian Kondisi Bio-Fisik Kawasan Sebagai kebun Buru 1. Tipe Penutupan Lahan

Kawasan ini ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/Um/1954 tanggal 31 Agustus 1954 (Yunitasari, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang petugas perhutani setempat (komunikasi pribadi, Pak Muhammad dan Pak Ajum) dan menurut Yunitasari (2005), luas kawasan hutan RPH Cariu BKPH Jonggol sekitar 3.169,55 ha yang terbagi ke dalam 10 petak kawasan hutan, dimana lokasi Penangkaran Rusa Jonggol sendiri terletak di dalam Petak 9 RPH Cariu, BKPH Jonggol. Luas keseluruhan yang digunakan sebagai Penangkaran Rusa Jonggol (PRJ) adalah 5 ha yang dibatasi dengan pagar kawat (Azis, 1996).

Gambar 2. Kondisi penutupan lahan kawasan petak 9

Berdasarkan hasil register inventarisasi hutan oleh Perhutani tahun 2003, luas Petak 9 adalah 530,9 ha, sedangkan berdasarkan peta kawasan hutan dari perum perhutani tahun 2005 diketahui bahwa luas Petak 9 adalah 535 ha (Selisih

4,1 ha). Pada awalnya sekitar awal tahun 1991, berdasarkan hasil wawancara dengan salah-satu petugas bagian penanaman di BKPH Jonggol RPH Cariu (komunikasi pribadi, Pak Muhammad), dan dengan salah satu petugas bagian penyuluhan kehutanan di RPH Cariu (komunikasi pribadi, Pak Acip) serta menurut Fakultas Kehutanan (1991), luas areal yang diusulkan untuk lokasi wisata buru di Jonggol adalah seluas ± 1000 ha yaitu di area petak 7 seluas 242 ha, petak 8 seluas 218 ha dan petak 9 seluas 535 ha. Akan tetapi kemudian, berdasarkan hasil survey lapangan ke petak 7, 8 dan 9, dan wawancara dengan petugas, masyarakat sekitar serta perubahan penutupan lahan akibat pertambahan penduduk, maka disimpulkan bahwa diantara ketiga petak tersebut, petak 9 adalah lokasi sekitar penangkaran yang paling ideal saat ini untuk dijadikan lokasi perburuan disebabkan oleh kondisi bio-fisik kawasannya yang masih baik dan belum terlalu tersentuh oleh manusia seperti pemukiman penduduk, serta jumlah sawah yang masih sedikit. Luas Petak 9 pada tahun 2005 berdasarkan tipe penutupan lahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas kawasan Petak 9 berdasarkan tipe penutupan lahan

Penutupan Lahan Luas (Ha) Presentase (%)

Awan (no data) 3 0,6

Hutan tanaman 499 93,3

Sawah irigasi 33 6,1

Jumlah 535 100

Sumber. Data Primer, 2006.

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa tipe penutupan lahan sebagian besar (93,3 %) berupa hutan tanaman dan sisanya adalah sawah irigasi (6,1%). Hal ini membuktikan bahwa kawasan petak 9 termasuk kawasan yang masih memiliki kondisi kawasan yang baik yang belum banyak tersentuh oleh manusia seperti pemukiman penduduk atau enclave.

Namun demikian, berdasarkan hasil survei di lapangan jenis penutupan lahan yang ada di petak 9 selain hutan tanaman dan sawah, juga ada semak-belukar dan padang rumputnya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui bahwa luas areal yang ditumbuhi oleh rerumputan yang rapat dan banyak ±10 % dari luas petak contoh. Berdasarkan hal itu, maka luas padang rumput di petak 9 diperkirakan sekitar 53,5 ha.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, semak-belukar dan padang perumputan yang ada di kawasan petak 9 masih dalam kondisi sangat baik. Hal ini ditunjukan oleh rumput-rumputnya dan tumbuhan bawah lainnya yang tumbuh

subur dan menghijau, walaupun pada musim kemarau. Padang rumput dan semak-belukar di kawasan petak 9 tidak terlalu luas, namun lokasinya tersebar. Berdasarkan penutupan lahan, diketahui bahwa rusa pada umumnya menyukai habitat hutan dataran rendah, dataran terbuka, padang rumput, dan semak belukar. Oleh karena itu, kawasan ini memiliki potensi yang cukup baik bagi pengembangan kebun buru dikarenakan memiliki penutupan lahan yang sesuai bagi kebutuhan satwa buru.

Namun demikian, walaupun di kawasan petak 9 sebagian besar kawasannya ditumbuhi oleh rerumputan dan atau tumbuhan bawah, tetapi untuk lebih mengoptimalkan pengembangan kebun buru, maka diperlukan juga pembinaan habitat secara berkala dan salah-satu caranya adalah dengan penambahan luas padang perumputan yang ada dikawasan ini untuk meningkatkan daya dukungnya. Areal yang memungkinkan untuk perluasan padang perumputan adalah areal-areal yang berpenutupan lahan berupa sawah dan semak-belukar.

Gambar 3. Padang rumput dan semak-belukar di kawasan petak 9 2. Topografi

Lokasi penangkaran terletak pada ketinggian antara 200-500 m dpl. Kondisi lapangan kawasan sekitar Penangkaran Rusa Jonggol memiliki konfigurasi lahan pada umumnya landai hingga berbukit-bukit. Berdasarkan analisis Citra Landsat TM hasil klasifikasi Bapeda tahun 2005, sebanyak 99,57 % kawasan petak 9 terletak pada ketinggian 100-500 m dpl dan 0,43 % pada ketinggian 500-750 m dpl. Berdasarkan topografi, diketahui bahwa pada umumnya rusa menyukai areal hutan dengan kemiringan lahan yang beragam dan tidak ada perbedaan pemilihan kemiringan lahan berdasarkan musim

Sumber: Bappeda 2005

penghujan ataupun kemarau. Selain itu, pada umumnya rusa dapat hidup pada tempat-tempat dengan kemiringan lahan ringan hingga hutan perbukitan yang memiliki kemiringan lahan sangat curam. Berdasarkan ketingggian tempat, kawasan petak 9 sangat mendukung bagi habitat satwa buru rusa jawa karena memiliki ketinggian 100-750 m dpl, sedangkan berdasarkan literatur data penyebaran dan habitat rusa jawa secara alami, rusa jawa dapat ditemukan mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2600 m dpl (Direktorat PPA, 1978).

Gambar 4. Ketinggian tempat kawasan petak 9 Penangkaran Rusa Jonggol.

Berdasarkan Gambar 4, maka luas kawasan Petak 9 menurut ketinggian tempat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas kawasan Petak 9 berdasarkan ketinggian tempat

Ketinggian Tempat (m dpl) Luas_(Ha) Presentase (%)

100 - 250 266,72 49,85

250 - 500 266,00 49,72

500 - 750 2,28 0,43

Jumlah 535 100

Sumber. Data Primer, 2006.

Berdasarkan kelas kemiringan lahan, kawasan petak 9 memiliki kelas kelerengan yang beragam. Hal ini sangat sesuai bagi pengembangan kawasan perburuan, dimana diketahui bahwa satwa buru juga membutuhkan tempat

Sumber: Bappeda 2005 berlindung dari predator yang dalam hal ini adalah pemburu, dimana area perlindungan bagi satwa buru ini memiliki kemiringan lereng di atas 40 % (Ratag, 2006). Apabila suatu kawasan hanya mempunyai kelas kelerengan lahan datar atau landai saja, maka dapat dipastikan tidak ada tempat berlindung bagi satwa buru dari kejaran para pemburu, selain itu juga dapat membuat para pemburu tidak mendapatkan tantangan yang berarti dalam memburu satwa buru sehingga kegiatan berburu jadi mudah serta membosankan.

Gambar 5. Kemiringan lahan kawasan petak 9 Penangkaran Rusa Jonggol Berdasarkan Gambar 5, maka luas kawasan Petak 9 berdasarkan kelas kemiringan lahan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas kawasan Petak 9 berdasarkan kemiringan lahan

Kelas Lereng (%) Luas (Ha) Presentase (%) Keterangan

0-8 116,40 21,76 Datar 8-15 131,88 24,65 Landai 15-25 201,11 37,59 Agak curam 25-45 81,86 15,30 Curam >45 3,76 0,70 Sangat Curam Jumlah 535 100

Sumber. Data Primer, 2006.

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat dengan jelas bahwa sebagian besar kawasan petak 9 masuk ke dalam tipe kelas kemiringan lahan agak curam,

kemudian diikuti oleh landai, datar dan curam, sedangkan kemiringan lahan sangat curam adalah yang paling kecil luasnya. Berdasarkan literatur diketahui bahwa satwa buru rusa pada umumnya dapat hidup pada tempat-tempat dengan kemiringan lahan ringan hingga hutan perbukitan yang memiliki kemiringan lahan sangat curam, sedangkan bagi pemburu dapat melakukan perburuan pada kondisi topografi yang masih dapat ditolerir satwa buru dan relatif mudah dilalui pemburu dengan berjalan kaki (Ratag, 2006).

Gambar 6. Pemandangan kawasan sekitar penangkaran dari areal petak 9 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa areal petak 9 dapat memenuhi kebutuhan satwa buru dan pemburu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa satwa buru rusa dapat hidup pada tempat dengan kemiringan lahan ringan atau datar hingga hutan perbukitan yang sangat curam, sedangkan bagi pemburu hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan perburuan satwa buru dikarenakan kemiringan lahan yang beragam. Namun demikian, tidak semua areal kawasan petak 9 pada kemiringan lahan tertentu (sangat curam atau di atas kemiringan lereng 40 %) dapat dilakukan kegiatan perburuan. Jadi berdasarkan kemiringan lerengnya, luas lahan yang dapat diselenggarakan kegiatan perburuan sekitar 449,39 ha (landai-agak curam), sedangkan sisanya 87 ha (curam-sangat curam) sebagai areal perlindungan satwa buru rusa dari predator atau pemburu.

Dokumen terkait