• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Karakteristik dan Parameter Demografi Rusa

4. Model Pertumbuhan Populasi

Pendugaan model pertumbuhan logistik ini mempertimbangkan bahwa populasi rusa memiliki beberapa kendala lingkungan, yaitu terbatasnya ruang dan pakan. Kapasitas daya dukung merupakan batas ukuran populasi yang dapat di dukung oleh sumberdaya yang tersedia.

Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa jumlah jenis rusa terbanyak di dalam penangkaran adalah rusa jawa yaitu 70% lebih sehingga diasumsikan bahwa laju pertumbuhan populasi untuk rusa di dalam penangkaran adalah laju pertumbuhan populasi dari jenis rusa jawa. Pada pendugaan pertumbuhan populasi rusa di penangkaran, nilai No yang digunakan adalah jumlah populasi rusa di penangkaran pada tahun 2006 yaitu 73 ekor dengan laju pertumbuhan populasi sebesar 0,59 dan kapasitas daya dukung lingkungan sebesar 83 ekor.

Pertumbuhan populasi rusa tinggi pada tahun 2006 – 2008, kemudian sangat lambat ketika mendekati daya dukung. Dari pendugaan model pertumbuhan logistik ini diduga populasi rusa di penangkaran akan mencapai kapasitas daya dukung lingkungannya pada tahun 2011. Agar peningkatan pertumbuhan populasi terjadi secara optimal di dalam penangkaran, maka diperlukan juga kegiatan pembinaan habitat di dalam penangkaran untuk lebih memaksimalkan daya dukung penangkaran. Model pertumbuhan populasi rusa di Penangkaran Rusa Jonggol disajikan pada Gambar 14.

Model Pertumbuhan Populasi

65 70 75 80 85 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Ju m lah ( eko r)

Gambar 14. Model Pertumbuhan Populasi Rusa di PRJ

Berdasarkan Gambar 14, pertumbuhan populasi ini cukup cepat karena untuk mencapai populasi maksimal yaitu 83 ekor memerlukan waktu 5 tahun. Oleh karena kondisi penangkaran setiap tahunnya mengalami penurunan sehingga diperlukan campur tangan manusia yang lebih intensif untuk memperbaiki kondisi lingkungan terutama vegetasi hijauan sebagai sumber makanan dan perlindungan bagi rusa seperti pepohonan, rumput, serta semak belukar yang sepertinya sudah tidak terawat lagi.

C. Daya Dukung Pemburu

Agar kegiatan perburuan dalam kawasan kebun buru dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan, maka pengelola harus melakukan beberapa hal, yakni : a) penentuan metode berburu yang tepat, b) pembatasan areal buru dimana perburuan boleh dilakukan, c) pengendalian jumlah pemburu berizin yang memanfaatkan kawasan buru, d) pembatasan jumlah yang boleh diburu dan periode berburu, e) pengendalian jenis senapan dan amunisi yang digunakan, dan f) mengumpulkan penghasilan dari biaya pemberian izin dan pajak hasil buruan (MacKinnon et al ., 1993 dalam Priyono, 2006).

Menurut Priyono (2006) daya dukung pemburu adalah pengendalian jumlah pemburu yang berizin yang memanfaatkan kawasan taman buru atau kebun buru. Hal ini dilakukan agar populasi satwa buru tetap terjamin kelestariannya dan pemburu dapat melakukan kegiatan perburuan secara aman. Daya dukung pemburu ditentukan oleh metode buru, jenis senjata buru yang digunakan, kebutuhan ruang buru bagi setiap pemburu, dan musim buru yang ditetapkan.

1. Musim Buru

Di Indonesia, lamanya masa berburu untuk setiap periode buru ditentukan berdasarkan masa berlakunya surat izin perburuan (SIB) yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Daerah yang didasarkan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 543/Kpts-II/1997, yakni 10 hari (Priyono, 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 461 /Kpts-II/1999, musim buru ditetapkan dengan memperhatikan keadaan populasi dan jenis satwa buru, musim kawin, musim beranak, perbandingan jantan betina, serta umur satwa buru. Van Bemmel (1949) dalam Schroder (1976) menyebutkan bahwa rusa-rusa di Indonesia melahirkan anak sepanjang tahun, tidak dibatasi musim tertentu seperti spesies rusa di daerah iklim sedang. Namun demikian, puncak frekuensi melahirkan anak terjadi hanya pada satu atau dua periode setiap tahunnya. Periode puncak ini bervariasi menurut daerah dan kadang-kadang menurut waktu. Kaitan yang agak jelas biasanya nampak sehubungan dengan datangnya musim hujan, dimana pada awal musim ini kelahiran meningkat bersamaan dengan melimpahnya tetumbuhan sumber makanan bagi rusa.

Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), secara alami lama musim kawin untuk rusa tropis khususnya rusa jawa adalah 4 bulan yaitu antara bulan Februari hingga Juni, sedangkan untuk musim kelahiran anak jatuh pada bulan April-Juni dan September di Pulau Jawa serta Maret di Flores serta Januari dan Agustus di Sulawesi. Berdasarkan pertimbangan data iklim yang diperoleh, bahwa daerah Kecamatan Tanjungsari memiliki delapan bulan basah, dua bulan lembab, serta dua bulan kering, maka disarankan bahwa lamanya waktu buru yang tepat di kawasan ini adalah dua bulan dengan pertimbangan bahwa pada bulan basah adalah waktu yang sesuai untuk kawin dan berkembangbiak rusa jawa sehingga tidak tepat untuk melaksanakan kegiatan berburu.

Menurut sody (1940) dalam Fakultas Kehutanan (1991) musim kelahiran anak rusa jawa jatuh pada bulan April-Juni dan September di Pulau Jawa, Maret di Flores, serta Januari dan Agustus di Sulawesi. Menurut Van Bemmel (1949) dalam Schroder (1976), bahwa periode puncak musim berkembang biak rusa bervariasi menurut daerah dan kadang-kadang juga menurut waktu. Kaitan yang jelas biasanya berhubungan dengan musim hujan dan musim kering dimana pada awal musim hujan kelahiran rusa meningkat bersama melimpahnya tetumbuhan sumber pakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BMG tahun 2005 tentang bulan basah dan kering di daerah Penangkaran Rusa Jonggol dan

sekitarnya, diketahui bahwa bulan kering atau bulan yang memiliki intensitas hujan yang paling rendah ádalah bulan Juli dan Oktober.Berdasarkan itu, maka bulan yang tepat untuk diadakan untuk kegiatan berburu adalah bulan Juli dan Oktober, sehingga dalam satu tahun ada 6 periode buru. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada bulan Juli dan desember adalah bulan yang memiliki intensitas hujan yang paling rendah (bulan kering) dimana seperti diketahui bahwa pada musim kemarau bukan merupakan waktu kawin rusa jawa dan pada bulan ini juga tidak terjadi kelahiran satwa buru rusa jawa.

2. Metode Buru

Perburuan rusa dapat dilakukan dengan berbagai metode, tetapi hanya ada dua metode yang sangat populer yakni “stalking” dan “hound hunting”. Stalking adalahberburu dengan cara mengikuti satwa, pemburu mencari “tanda-tanda” melalui feses, jejak kaki, goresan pada batang pohon yang dapat menunjukan keberadaan rusa. Metode berburu stalking pada umumnya dilakukan secara sendirian. Namun demikian, beberapa pemburu menggunakan anjing pelacak untuk menentukan lokasi rusa (Schroder, 2006 dalam Priyono 2006)

Hound Hunting merupakan perburuan rusa yang dilakukan secara beregu dengan cara pemburu menempatkan diri pada posisi strategis kemudian anjing pelacak dilepaskan untuk mencari rusa dan menggiringnya ke arah pemburu. Metode perburuan ini diawali dengan cara memberikan tanda-tanda yang baru ditinggalkan oleh rusa kepada anjing pelacak untuk membantu memudahkan anjing mencari lokasi rusa (Schroder, 2006 dalam Priyono 2006).

Metode berburu lainnya adalah “sit hunting”, yakni perburuan yang dilakukan dengan cara pemburu duduk atau berdiam diri pada tempat tertentu sambil mengamati satwa buru. Metode perburuan ini kurang disukai oleh para pemburu profesional karena tantangan tingkat kesulitan lapangan yang dihadapi relatif ringan dan seringkali pemburu tidak mendapatkan satwa buru (Priyono, 2006). Berdasarkan kondisi topografi dan tipe penutupan lahan di areal petak 9 maka metode berburu yang paling sesuai adalah stalking.

Dokumen terkait