• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat pada

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Evaluasi Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat

4.4.3. Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat pada

penelitian ini. Rata-rata kadar glukosa awal masing-masing kelompok berkisar antara 345 mg/dl sampai dengan 356 mg/dl (Tabel 16).

4.4.3. Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat pada Tikus Percobaan

Peningkatan produksi glukosa hati dan penurunan pemanfaatan glukosa oleh jaringan perifer merupakan penyebab tingginya konsentrasi glukosa darah (hiperglikemia) pada individu penderita DM. Selanjutnya DM akan menyebabkan terjadinya gangguan pada metabolisme karbohidrat, DM dapat pula mempengaruhi metabolisme protein dan lemak. Asam amino terpaksa dikonversi menjadi glukosa. Ketosis merupakan salah satu gangguan metabolisme asam lemak, yang terjadi karena meningkatnya metabolisme trigliserida yang diikuti dengan kelebihan produksi keton bodies dan kolesterol.

Hasil penelitian Iwai (2008) serta Frode dan Medeiros (2008) menunjukkan bahwa kadar glukosa darah hewan percobaan yang mengalami DM lebih tinggi dan berbeda sangat nyata dibanding hewan uji normal. Hiperglikemik

pada hewan coba diabetes tersebut terjadi akibat defisiensi insulin. Frode dan Medeiros (2008) menjelaskan defisiensi insulin pada hewan DM terjadi karena masuknya bahan penginduksi diabetes (streptozotocin) ke dalam sel beta pankreas melalui glukosa transporter 2 (Glut 2), sehingga menyebabkan alkilasi DNA sel beta tersebut dan akhirnya sel beta pankreas mengalami nekrosis.

Daya hipolikemik hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang dievaluasi melalui pengukuran kadar glukosa darah tikus selama masa percobaan. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap 4 hari dalam 28 hari masa percoban. Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus tampak pada Tabel 16. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah tikus percobaan yang diberi perlakuan hidrolisat, konsentrat, dan isolat mengalami penurunan dibandingkan kontrol positif yang cenderung sedikit fluktuatif dan meningkat sampai akhir masa pecobaan, sedangkan kontrol negatif kadar glukosa darahnya tetap normal.

Tabel 16 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama 28 hari percobaan (mg/dl) (n=5) Hari ke- Kelompok Perlakuan KN KP DM+HPT DM+KPT DM+IPT 0 118.00 ± 4.24a 345.00 ± 58.51b 346.00 ± 148.98b 356.80 ± 85.99b 354.40 ± 120.74b 4 116.60 ± 9.37a 500.80 ± 91.75b 367.80 ± 124.17b 476.80 ± 98.55b 386.00 ± 159.49 b 8 116.00 ± 4.85a 564.60 ± 38.08c 323.00 ± 141.02ab 432.00 ± 146.55bc 327.80 ± 157.53ab 12 122.80 ± 7.12a 502.00 ± 69.54c 270.60 ± 129.72ab 398.00 ± 139bc 307.40 ± 151.66abc 16 121.00 ± 9.92a 515.20 ± 34.82c 236.20 ± 116.30ab 376.80 ± 116.96bc 278.40 ± 150.82ab 20 120.40 ± 2.41a 531.00 ± 54.68c 217.40 ± 91.54ab 358.40 ± 120.17bc 282.60 ± 157.10ab 24 120.80 ± 12.46a 490.80 ± 72.45c 180.00 ± 39.42ab 359.60 ± 133.06bc 270.20 ± 160.78ab 28 121.80 ± 7.92a 538.40 ± 57.66c 159.60 ± 30.13ab 333.40 ± 116.15b 256.60 ± 162.00ab Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). KN=kontrol negatif (tikus normal), KP=kontrol positif (tikus DM), DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.

Kurva daya hipoglikemik HPT, KPT, dan IPT terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus percobaan selama 28 hari terlihat pada Gambar 21. Hasil sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 16) terhadap daya hipoglikemik sampai hari ke-28, kadar glukosa darah menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Uji lanjut Duncan (Lampiran 16) memperlihatkan kadar glukosa darah kelompok tikus perlakuan kontrol positif (tikus DM) berfluktuasi dan mengalami kenaikan selama 28 hari percobaan, sebaliknya untuk kelompok tikus DM yang diberi

perlakuan HPT, KPT, dan IPT cenderung mengalami penurunan kadar glukosa darah selama 28 hari percobaan, sedangkan kelompok tikus kontrol negatif (tikus normal) kadar glukosa darahnya tetap normal (118-121.8 mg/dl). Kelompok tikus perlakuan DM+HPT memiliki penurunan rata-rata kadar glukosa paling besar yaitu 186.4 mg/dl (53.9%), dibandingkan kelompok perlakuan DM+IPT (97.8 mg/dl atau 27.6%), dan kelompok DM+KPT (23.4 mg/dl atau 6.6%), apalagi dengan kelompok tikus kontrol positif yang memiliki kadar glukosa darah terus meningkat dengan rata-rata peningkatan 193.4 mg/dl (56.1%). Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan HPT memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat laju kenaikan kadar glukosa darah pada individu yang menderita DM, bahkan pemberian HPT dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus percobaan sampai ke tingkat normal. Hal ini tentu saja belum bisa digunakan sebagai acuan secara langsung, namun demikian hidrolisat protein teripang telah memberikan dampak dalam pengendalian kadar glukosa darah pada tikus percobaan. Hidrolisat protein teripang bukan obat atau pengganti obat, namun ada harapan apabila dikonsumsi dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah penderita DM.

Gambar 21 Perubahan kadar glukosa darah tikus selama 28 hari percobaan. KN=kontrol negatif (tikus normal), KP=kontrol positif (tikus DM), DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.

Kemampuan hidrolisat protein teripang menekan kenaikan kadar glukosa darah pada tikus diabetes diduga melalui kemampuan asam amino bebas yang dikandung hidrolisat protein teripang yang dapat menstimulasi sel beta untuk mensekresi insulin. Hal ini tekait dengan penelitian Newsholme et al. (2007) yang menyatakan bahwa beberapa asam amino seperti leusin, arginin, lisin, alanin, fenilalanin, isoleusin, dan metionin dalam bentuk bebas mampu menstimulasi sekresi insulin. Kenaikan kadar insulin dapat meningkatkan dan mempercepat metabolisme glukosa sehingga kadar glukosa darah menjadi normal kembali. Kadar insulin yang tinggi dapat pula menstimulasi sebagian besar komponen karbohidrat diubah menjadi energi.

Faktor lain yang diduga dimiliki oleh hidrolisat protein teripang dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah kemampuannya menghambat aktivitas enzim -glukosidase. Iwai (2008), Lee et al. (2010), dan Nwosu et al. (2010) melaporkan bahwa penurunan kadar glukosa darah pada hewan DM karena adanya kemampuan menghambat aktivitas enzim -glukosidase. Diduga efek penghambatan akan terjadi karena inhibitor yang diduga peptida-peptida pendek dan beberapa senyawa bioaktif akan berikatan dengan sisi allosterik enzim, dan akan mengubah sisi aktifnya. Selanjutnya inhibitor dapat membentuk ikatan dengan enzim dalam keadaan bebas, disamping dapat membentuk ikatan dengan komplek enzim substrat. Ikatan inhibitor terhadap enzim bebas dan enzim substrat dapat menyebabkan terbentuknya kompleks enzim inhibitor atau enzim substrat inhibitor yang bersifat tidak produktif karena tidak dapat membentuk produk. Produk hanya akan terbentuk jika ikatan inhibitor lepas dari kompleks enzim substrat inhibitor. Reaksi sampingan yang sangat merugikan akibat pengaruh inhibitor pada jenis penghambatan ini adalah besarnya peluang sisi aktif enzim untuk berubah secara permanen dari keadaan alami jika kompleks enzim inhibitor memiliki ikatan yang sangat kuat. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan reaktifitasnya secara permanen (Suhartono 1989).

Peranan peptida-peptida pendek yang terbentuk selama proses hidrolisis protein teripang diduga pula dapat meningkatkan sekresi insulin, sehingga akan menurunkan kadar glukosa darah. Schirra et al. (1998) dan Clous et al. (2007) melaporkan pemberian glukagon yang dikombinasikan dengan peptida dapat

meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel dengan meningkatnya sekresi insulin serta peningkatan perombakan glukosa di hati oleh glukagon. Pemberian glukagon dan peptida-1 (GLP-1) dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pencegahan DM. Sedangkan Zaitseva et al. (1998) melakukan isolasi peptida dari usus babi yaitu NK-lisisn (NKL) pada konsentrasi 1-100 nM menunjukkan hasil yang sangat berpotensi untuk menstimulir sekresi insulin sel beta pankreas tikus serta dapat meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitoplasma yang akan mensekresikan insulin.

Beberapa komponen bioaktif teripang seperti kromium, magnesium, dan selenium diduga pula dapat meningkatkan stimulasi sekresi insulin, sehingga akan menurunkan kadar glukosa darah. Hasil penelitian menunjukkan pemberian kromium kompleks dan kromium folat pada tikus DM yang diinduksi aloksan selama 2 minggu dapat bersifat hipoglikemik dengan menurunkan kadar glukosa darah (Li et al. 2012). Sedangkan Jing et al. (1995) menyatakan bahwa asupan magnesium yang lebih tinggi pada makanan dapat meningkatkan sekresi insulin sehingga menurunkan resiko DM. Selanjutnya Yu et al. (2009) melaporkan

pemberian selenium dan polisakarida (SPS) pada tikus DM selama 20 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah dan MDA, serta dapat pula meningkatkan aktivitas enzim antioksidan hati dan ginjal dibandingkan yang tidak diberi SPS atau hanya polisakarida saja.