• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Evaluasi Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat

4.4.4. Perubahan Berat Badan Tikus Percobaan

Salah satu ciri umum penderita diabetes adalah terjadinya perubahan berat. Sardesai (2003) menyatakan bahwa DM ditandai dengan poliurea, polidipsia, poliphagia dan penurunan berat badan serta lemah. Kadar glukosa darah melebihi 180 mg/dl, menyebabkan terjadinya pembuangan glukosa ke urine, karena ginjal tidak dapat menahan lagi, sehingga kadar glukosa urine tinggi dan akan menarik air dalam jumlah besar karena adanya daya osmotik dari gula. Kondisi ini menyebabkan volume urine akan meningkat dan penderita DM akan sering kencing (poliurea). Penarikan air yang terlalu banyak, akan mengganggu neraca air di dalam tubuh, sehingga menimbulkan rasa haus terus-menerus (polidipsia). Penderita DM memiliki kadar glukosa berlebihan dalam darah, namun tidak dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi sel (glucose-storred state), sehingga tubuh

menjadi lemah dan mengakibatkan terjadinya rasa lapar yang berlebihan (poliphagia). Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan energi, tubuh harus melakukan perombakan sumber energi lain yaitu lemak dan protein, akibatnya akan terjadi penurunan berat badan.

Pengukuran berat badan tikus selama masa percobaan dilakukan setiap 4 hari selama 28 hari percobaan. Hasil pengukuran berat badan tikus dapat dilihat pada Gambar 22 dan Tabel 17. Kelompok tikus kontrol negatif (tikus normal) selama masa percobaan menunjukkan berat badan yang stabil, bahkan meningkat terus sesuai dengan karakteristik tikus sehat. Kondisi berbeda terlihat pada kelompok tikus kontrol positif (tikus DM) yang menunjukkan kecenderungan penurunan berat badan. Kelompok tikus perlakuan pemberian hidrolisat, konsentrat dan isolat protein teripang menunjukkan peningkatan berat badan, bahkan pemberian hidrolisat protein teripang persentase peningkatan lebih besar dari kontrol negatif.

Gambar 22 Perubahan berat badan tikus selama masa percobaan 28 hari. KN=kontrol negatif (tikus normal), KP=kontrol positif (tikus DM), DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.

Hasil sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 17) terhadap berat badan tikus percobaan sampai hari ke-28, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Uji lanjut Duncan (Lampiran 17) menunjukkan kelompok tikus perlakuan kontrol positif (tikus DM) mengalami penurunan berat badan selama 28

hari percobaan, sebaliknya untuk kelompok tikus DM yang diberi perlakuan HPT, KPT, dan IPT mengalami peningkatan berat badan. Kelompok tikus perlakuan DM+HPT memiliki persentase kenaikan berat badan paling besar yaitu 42.4 g (22.6%), dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan DM+IPT (30.6 g atau 17.3%) dan kelompok DM+KPT (22.8 g atau 12.9%). Berat badan kelompok tikus kontrol negatif (tikus normal) mengalami peningkatan rata-rata sebesar 51.6 g (27.9%), sebaliknya kelompok tikus kontrol positif (tikus DM) mengalami penurunan berat badan sebesar 58.8 g (33.3%). Penurunan berat badan yang sangat nyata mulai terjadi pada hari ke-8 dst. Data ini menunjukkan bahwa perlakuan HPT memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat laju penurunan berat badan pada individu yang menderita DM.

Tabel 17 Rata-rata berat badan tikus selama 28 hari percobaan (gram) (n=5) Hari ke- Kelompok Perlakuan KN KP DM+HPT DM+KPT DM+IPT 0 185.00 ± 19.69a 176.40 ± 30.64a 187.60 ± 28.75a 176.40 ± 10.92a 176.60 ± 19.77a 4 193.80 ± 18.99a 167.40 ± 20.27a 193.60 ± 27.33a 175.40 ± 9.29a 176.80 ± 15.90a 8 201.40 ± 18.77b 144.60 ± 19.77a 204.40 ± 29.69b 181.80 ± 11.14b 184.40 ± 16.01b 12 211.60 ± 15.01b 140.40 ± 20.33a 209.40 ± 25.71b 186.60 ± 14.05b 187.60 ± 14.36b 16 215.00 ± 16.96b 126.60 ± 16.40a 215.40 ± 26.09b 186.60 ± 16.59b 189.20 ± 19.50b 20 223.40 ± 15.32b 121.20 ± 12.03a 220.20 ± 30.56b 192.80 ± 17.37b 196.40 ± 24.64b 24 230.00 ± 19.04b 120.40 ± 11.44a 223.80 ± 30.67b 195.60 ± 18.69b 196.40 ± 29.19b 28 236.60 ± 17.95b 117.60 ± 10.06a 230.00 ± 27.88b 199.20 ± 18.10b 207.20 ± 22.04b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). KN=kontrol negatif (tikus normal), KP=kontrol positif (tikus DM), DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Chandra et al. (2007) yang melaporkan bahwa berat badan tikus normal selama masa penelitian terus mengalami peningkatan, sedang tikus diabetes melitus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan tikus diabetes melitus mengalami kegagalan sintesis glikogen dalam sel. Grover et al. (2002) menjelaskan glikogenesis tidak terjadi pada diabetes akibat defisiensi ataupun insensitivitas insulin. Keadaan tersebut mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga pembentukan glikogen dalam sel hati dan otot tidak terjadi. Sementara itu karena tidak ada sumber energi (glukosa) yang masuk, sel akan melakukan glukoneogenesis.

Glukoneogenesis merupakan mekanisme sintesis glukosa dengan membongkar lemak dan protein dari hati dan jaringan lemak. Bila proses ini berlangsung kronis berakibat pada penurunan berat badan (Brody 1999).

Terjadinya penurunan berat badan pada kelompok tikus perlakuan kontrol positif (tikus DM) karena pada tikus DM terjadi kekurangan insulin. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel sehingga kebutuhan energi untuk tubuh diperoleh dari hasil lipolisis. Lemak di berbagai jaringan dimobilisasi dan mengalami beta oksidasi untuk menghasilkan energi. Kehilangan lemak menyebabkan berat badan menurun. Hal yang sama dilaporkan Widowati (2007) dan Suarsana (2009), yang menyatakan bahwa penurunan berat badan merupakan salah satu karakteristik DM yang diinduksi aloksan.

Pada tikus DM yang diberi hidrolisat protein teripang, berat badan dapat ditingkatkan. Kemampuan hidrolisat protein teripang untuk menghambat penurunan berat badan tampaknya sama dengan kemampuannya untuk menurunkan kondisi hiperglikemia, yaitu hidrolisat protein teripang diduga membantu tubuh mempercepat metabolisme glukosa di hati, mempercepat glikogenesis, dan mencegah lipolisis, melalui stimulasi sekresi insulin oleh asam amino bebas yang terkandung di dalam hidrolisat protein teripang.

4.5. Aktivitas Enzim Antioksidan Intrasel (SOD, GPx, dan Katalase) Hati Semua tikus percobaan setelah diperlakukan selama 28 hari, selanjutnya pada hari ke-29 dilakukan pembedahan dan pengambilan organ hati, yaitu organ yang akan dilihat aktivitas enzim antioksidan intraselnya. Enzim antioksidan intrasel seperti SOD, glutation peroksidase (GPx), dan katalase merupakan antioksidan endogen yang berperan melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif. Enzim ini bekerja dengan cara mengurangi pembentukan radikal bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Kerentanan suatu jaringan terhadap kerusakan oksidatif bergantung pada mekanisme pertahanan enzim antioksidan intrasel.

Pemberian aloksan yang merupakan senyawa diabetogenik bertujuan untuk menginduksi tikus menjadi DM. Mekanisme kerusakan sel beta yang diakibatkan oleh aloksan adalah melalui pembentukan ROS dan radikal aloksan. Produksi ROS yang berlebihan menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan

berakibat kerusakan pada sel beta pankreas sehingga pankreas tidak mampu menghasilkan insulin. Ketiadaan insulin ini menimbulkan penyakit DM (Szkudelski 2001).

Kerentanan suatu jaringan terhadap kerusakan oksidatif bergantung pada mekanisme pertahanan enzim antioksidan intrasel. Peningkatan radikal bebas tubuh yang terjadi pada tikus kontrol positif (tikus DM), akan meningkatkan pemakaian enzim antioksidan intrasel, sehingga menyebabkan penurunan aktivitas enzim SOD, GPx, dan katalase (Tabel 18).

Tikus DM yang diinduksi dengan aloksan ternyata dapat menurunkan kadar SOD, katalase, dan GPx. Pada tikus DM yang diinduksi dengan aloksan, terjadi pembentukan radikal bebas spesies oksigen reaktif (ROS) yang tinggi. Tingginya radikal bebas ini akan meningkatkan pemakaian enzim SOD, GPx, dan katalase. Kondisi ini menyebabkan tingginya penggunaan enzim antioksidan intrasel dalam tubuh sehingga menurunkan status antioksidan tubuh. Rendahnya status antioksidan intrasel pada kelompok tikus kontrol positif (tikus DM) mengakibatkan sel tidak mampu mencegah reaktivitas senyawa radikal bebas dalam tubuh.

Tabel 18 Pengaruh pemberian HPT, KPT, dan IPT terhadap aktivitas enzim antioksidan intrasel pada hati tikus percobaan

Perlakuan

Enzim antioksidan intrasel hati SOD (U/mg protein) GPx (U/mg protein) Katalase (U/g protein) KN 10.93 ± 1.22b 0.54 ± 0.04b 0.047 ± 0.005b KP 2.61 ± 0.15a 0.38 ± 0.02a 0.023 ± 0.011a DM + HPT 10.84 ± 2.34b 0.44 ± 0.01a 0.027 ± 0.005a DM + KPT 7.5 ± 2.17ab 0.43 ± 0.01a 0.027 ± 0.011a DM + IPT 8.06 ± 2.92b 0.41 ± 0.01a 0.03 ± 0.01a Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). KN=kontrol negatif (tikus normal), KP=kontrol positif (tikus DM), DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.

Hasil sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 18) aktivitas enzim antioksidan intrasel menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap SOD, GPx, dan nyata (P<0.05) terhadap katalase pada tikus percobaan selama 28 hari. Uji lanjut Duncan (Lampiran 18) memperlihatkan kelompok kontrol negatif (tikus

normal) memiliki aktivitas enzim GPx hati sangat nyata (P<0.01) dan katalase hati nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan DM+HPT, DM+KPT dan DM+IPT. Aktivitas enzim GPx dan katalase kelompok tikus perlakuan DM+HPT, DM+KPT dan DM+IPT menunjukkan tidak ada perbedaan dibandingkan kelompok tikus kontrol positif. Aktivitas enzim SOD kelompok tikus perlakuan DM+HPT, DM+KPT dan DM+IPT tidak berbeda sangat nyata dibandingkan kelompok perlakuan kontrol negatif (tikus normal), namun hanya kelompok tikus perlakuan DM+HPT dan DM+IPT sangat nyata lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan kelompok tikus perlakuan kontrol positif (tikus DM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa HPT, KPT, dan IPT mampu mempertahankan aktivitas SOD dan tidak mampu mempertahankan aktivitas GPx dan katalase.

Di dalam sel, penghilangan senyawa oksigen reaktif seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida dilakukan oleh sistem antioksidan enzimatik. Penghilangan atau pemusnahan anion superoksida dikatalisasi oleh enzim superoksida dismutase (SOD), yaitu dengan mengubahnya menjadi H2O2 dan O2. Selanjutnya oleh glutation peroksidase, H2O2 yang terbentuk diubah dengan cara menggunakannya untuk mengkonversi glutation tereduksi menjadi glutation teroksidasi. Sedangkan pemusnahan H2O2 oleh katalase dilakukan dengan menguraikannya menjadi H2O dan O2 (Halliwel 2006). Namun pada kondisi DM, enzim-enzim antioksidan tersebut mengalami penurunan karena terjadi peningkatan radikal bebas yang ada.

Peran enzim antioksidan intrasel adalah untuk menetralkan ROS. Sebagai contoh, enzim SOD, GPx dan katalase termasuk enzim antioksidan utama dalam melindungi oksidasi komponen biologis dari serangan ROS. Enzim SOD terdapat di dalam sitoplasma serta mitokondria dan berperan dalam mendismutasi radikal superoksida (OH*) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) (Newsholme et al. 2007). Enzim katalase dan GPx termasuk kelompok enzim hidroperoksidase yang melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Kedua enzim ini bekerja sama dalam proses detoksifikasi hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O). Pada pankreas normal, kadar enzim antioksidan baik enzim SOD, katalase, dan GPx terdapat dalam konsentrasi relatif lebih sedikit bila dibanding dengan

jaringan lainnya seperti hati, ginjal, dan otot (Robertson et al. 2004) sehingga sel- sel yang mengandung katalase dan GPx dalam jumlah sedikit sangat peka terhadap hidrogen peroksidase.

Penelitian ini memberikan hasil bahwa pemberian hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang ternyata mampu mempertahankan aktivitas enzim antioksidan SOD. Hidrolisat protein teripang memiliki kemampuan mempertahankan akitivitas SOD lebih tinggi dibandingkan konsentrat dan isolat protein teripang. Hal ini diduga karena pengaruh hipoglikemik dari asam amino bebas yang dikandung oleh hidrolisat protein teripang. Newsholme et al. 2007, Liu et al. 2008, dan Kanetro 2009 menyatakan bahwa asam amino dalam bentuk bebas dapat meningkatkan sekresi insulin melalui cara bersinergi dengan glukosa dalam peningkatan energi (ATP) di mitokondria sel beta pankreas melalui jalur TCA. Peningkatan energi (ATP) ini akan meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah tikus DM. Hal ini diduga memberikan pengaruh terhadap penurunan produksi radikal bebas, sehingga aktivitas enzim antioksidan intrasel SOD yang terdapat pada hati dapat dipertahankan.

Mekanisme lain hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang dapat mempertahankan aktivitas enzim antioksidan intrasel SOD adalah diduga kandungan asam amino pada hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk sintesis enzim antioksidan intrasel SOD. Peningkatan sintesis enzim SOD ini dapat digunakan untuk menetralisir radikal bebas, sehingga kandungan dan aktivitasnya dapat dipertahankan.

Enzim SOD termasuk dalam golongan metaloenzim. Berdasarkan kofaktor dan distribusinya didalam tubuh, enzim superoksida dismutase dibagi menjadi Mn-SOD dan Cu,Zn-SOD. Mn-SOD merupakan suatu homotetramer (96 kDa) yang mengandung satu atom mangan per subunit yang membentuk lingkaran dari Mn (III) ke Mn (II) dan kembali ke Mn (III) melalui dua tahap dismutasi dari superoxide. Mn-SOD ditemukan di mitokondria dari sel eukariotik serta keberadaannya sangat penting untuk kelangsungan hidup aerob dan pertahanan terhadap radikal bebas. Sedangkan Cu,Zn-SOD merupakan enzim yang mengandung dua subunit identik, dimana tiap subunit mengandung sekelompok logam, active site, dan disusun oleh atom tembaga dan seng. Studi biokimia yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa enzim Cu,Zn-SOD merupakan suatu bentuk protein yang terlarut dan berasosiasi dengan sitoplasma dan inti (Mates & Jimenez 1999). Oleh karena SOD merupakan suatu protein, maka bahan dasar utama penyusunnya adalah asam amino. Pada penelitian ini diduga kandungan asam amino yang terdapat pada hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang merupakan bahan dasar untuk sintesis enzim antioksidan intrasel SOD. Menurut Lehninger (1994) proses sintesis protein melalui lima tahap utama yaitu: aktivasi asam amino, inisiasi rantai polipeptida, pemanjangan rantai polipeptida, penyempurnaan rantai polipeptida (transminasi dan pembebasan), serta pelipatan dan pengolahan.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemberian jumlah prekrusor asam amino pada kultur Saccharomyces cerevisiae menggunakan media glukosa terbatas akan meningkatkan total RNA dan jumlah protein, sehingga dapat meningkatkan sintesis enzim SOD (Gonzalez et al. 2003). Selanjutnya Liao et al. (2008) melaporkan bahwa pemberian asam amino fenilalanin, arginin, leusin, dan metionin yang dikombinasikan dengan Cu, H2O, dan Cl dapat meningkatkan sintesis enzim SOD. Sedangkan Cheng et al. (2006) telah meneliti kandungan Cu,Zn-SOD pada udang galah (Macrobranchium rosenbergii) yang tersusun atas lebih kurang 201 asam amino dan memiliki kemiripan 60% dengan lobster air tawar (Pacifastacus leniusculus ) dan 64% dengan kepiting (Callinectes sapidus).

Peranan peptida-peptida pendek yang terbentuk selama proses hidrolisis protein teripang diduga pula dapat mempertahankan aktivitas enzim intraseluler SOD. Peptida-peptida tersebut diduga memiliki sifat scavenging radikal dikarenakan kemampuan mendonorkan hidrogen dan dapat pula bereaksi dengan radikal untuk mengubah menjadi produk yang lebih stabil, sehingga menghentikan reaksi rantai radikal (Binsan et al. 2008). Suetsuna et al. (2000) menyatakan grup hidroksil fenolik pada asam amino aromatik seperti fenilalanin, triptopan, dan tirosin berpotensi mendonorkan elektron. Asam amino histidin (polar), prolin, alanin, dan leusin (non polar) berkontribusi pada scavenging radikal (Kim et al. 2001). Hernadez-Ledesman et al. (2005) menyatakan triptopan dan tirosin (grup indolik dan fenolik) merupakan donor hidrogen. Jun et al. (2004)

melakukan purifikasi dan karakterisasi peptida antioksidan dari hirolisat enzimatik protein ikan yellowfin (Limanda aspera), peptida antioksidan ini bekerja secara sinergis dengan α-tokoferol. Raghvan & Kristinsson (2008) melakukan penelitian tingkat kemampuan antioksidan hidrolisat protein ikan nila, yang menunjukkan semakin tinggi derajat hidrolisis maka semakin tinggi aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH.

Hasil penelitian juga menunjukkan pemberian hidrolisat, konsentrat dan isolat protein teripang tidak mampu mempertahankan aktivitas enzim antioksidan GPx dan katalase. Hal ini diduga karena kandungan protein dan asam amino bebas pada hidrolisat, konsentrat dan isolat protein teripang tidak mampu bersinergi dengan enzim antioksidan GPx dan katalase untuk mengimbangi dan menetralisir peningkatan produksi radikal bebas endogen, sehingga tidak mampu memutuskan reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang stabil.