• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.2 Bentuk-Bentuk Switching barrier .1Biaya Perpindahan

2.1.2.2 Daya pikat Produk

Daya pikat produk meliputi seberapa banyak sesuatu yang lebih buruk atau lebih baik dalam berbagai dimensi suatu alternatif konsumen akan produk Julander dan Soderlund dalam Taufiq (2007:20). Ketika ada sedikit alternatif sehat atau merasa kinerja atau manfaat dari atribut produk rendah, tingkat kemungkinan untuk tetap mengkonsumsi juga rendah. Jika resiko yang dirasakan lebih besar dari resiko yang dapat diterima, maka konsumen termotivasi untuk mengurangi resiko dengan beberapa cara atau tidak jadi melakukan pembelian. Oleh karena itu konsumen cenderung memperkecil tingkat resiko untuk mencari alternatif merek produk yang terbaik dari beberapa merek yang tersedia di pasar. Lebih lanjut, daya pikat produk berorientasi pada persepsi pelanggan mengenai alternatif pilihan dari persaingan yang ada di pasar. Jones dan Burnham dalam Balabanis dkk, (2006:12) sudah menyoroti bahwa

19 daya pikat produk merupakan satu faktor penting ketika pelanggan mempertimbangkan perpindahan supplier yang heterogen. Oleh karena itu merek perlu meningkatkan persepsi tentang manfaat perpindahan dalam kaitan dengan temuan suatu alternatif sehingga pelanggan merasa tidak ada manfaat yang dirasakan dari perpindahan merek

ketika produk yang disediakan oleh pesaing adalah sama. Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka variabel Daya

pikat produk dalam penelitian ini dibentuk oleh indikator berikut Ramada (2006:22) :

1. Reputasi produk dibanding provider lainnya

2. Produk adalah merek (brand) yang terkenal dibanding provider lainnya.

3. Kelengkapan layanan produk dibanding provider lainnya. 4. Kualitas layanan sms (short message service quality) produk dibanding provider lainnya.

5. Kualitas suara saat percakapan (call quality) produk dibanding provider lainnya.

6. Kualitas jangkauan (coverage quality) produk dibanding provider lainnya.

7. Kualitas layanan internet produk lebih baik dari operator lain dibanding provider lainnya.

20 2.1.2.3 Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Hubungan interpersonal adalah keadaan dimana kita berkomunikasi dengan orang lain, disini kita tidak hanya menyampaikan apa yang ingin disampaikan tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Oleh karena itu hubungan interpersonal sangat erat kaitannya dengan "komunikasi". Selain komunikasi yang dibutuhkan ada salah satu dasar untuk membangun hubungan interpersonal adalah ketertarikan dengan orang lain. Dalam buku Weiten (2011:527) Hubungan interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. (Muhammad 2005:158).

Seseorang melakukan hubungan interpersonal ketika mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka variabel hubungan interpersonal dalam penelitian ini dibentuk oleh indikator berikut Sugesti (2012:43)

1. Komunikasi karyawan dengan pelanggannya 2. Karyawan selalu menyapa pelanggannya

21 3. Kesempatan konsultasi tentang produk dengan karyawan

4. Perasaan pelanggan ketika konsultasi dengan karyawan 5. Hubungan dengan sesama pelanggan

6. Interaksi dengan sesama pelanggan 2.1.2.4Pemulihan layanan

Pemulihan layanan atau service recovery adalah berbagai hal yang akan dilakukan perusahaan setelah terjadinya suatu kegagalan jasa dalam pelayanan (service failure). Service recovery terjadi ketika adanya keluhan pelayanan (complain) dari pelanggan yang merasa tidak puas akan layanan dari perusahaan tersebut.

Berikut beberapa macam pengertian/definisi service recovery menurut para ahli : Menurut Tjiptono (2007:450) Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan yang merupakan upaya mempertahankan jalinan relasi dengan pelanggan yang tidak puas melalui kebijakan pemulihan jasa yang efektif . Menurut Lovelock dan Wright (2007:152) Service recovery adalah upaya-upaya sistematis oleh perusahaan setelah kegagalan jasa untuk memperbaiki suatu masalah dan mempertahankan kehendak baik pelanggan.

Bentuk-bentuk Penerapan Service Recovery Pemulihan layanan pada umumnya diwujudkan dengan tiga cara pokok Ah & Wan (2006:102) yaitu:

1. Procedural Justice

Merupakan atribut yang memfokuskan pada keadilan yang seharusnya diterima oleh konsumen ketika mengajukan komplain sesuai dengan

22 aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. Procedural justice atau keadilan prosedural mengacu kepada kebijakan, peraturan, dan waktu yang digunakan dalam proses penanganan keluhan. Pelanggan menginginkan akses yang mudah terhadap prosedur yang adil mencakup tiga elemen penting, yaitu perusahaan bertanggung jawab atas kegagalan jasa, setiap komplain ditangani dengan cepat di mulai oleh karyawan yang pertama kali mengalami kontak dengan pelanggan, dan adanya sistem yang fleksibel dan mempertimbangkan pula situasi individual serta masukan dari pelanggan mengenai hasil akhir yang diharapkannya. Procedural justice meliputi pengendalian proses (process control), pengendalian keputusan (decision control), kemudahan akses (accessibility), waktu/kecepatan (timing/speed), dan fleksibilitas (flexibility) dalam menangani komplain pelanggan.

2. Interactional Justice

Merupakan atribut yang memfokuskan pada kelakuan atau respon yang ditunjukkan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan konsumen yang mengajukan komplain. Interactional justice atau keadilan interaksional meliputi penjelasan (explanation/causal account), kejujuran/keterbukaan (honesty), kesopanan (politeness), usaha (effort) dan empati (empathy).

3. Distributive Justice

Merupakan atribut yang memfokuskan pada hasil dari penyelesaian service recovery, misalnya usaha apa saja yang dilakukan perusahaan

23 untuk menangani keluhan pelanggan ketika perusahaan melakukan kesalahan, meskipun perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besar sebagai pengganti kerugian. Untuk mengatasi kegagalan pelayanan perusahaan melakukan tindakan distributive justice dapat diwujudkan dengan memberi kompensasi pelanggan, misalnya memberi penggantian jasa gratis, diskon, kupon, pengembalian (refund), hadiah gratis (freegives), dan melakukan permintaan maaf karena persepsi pelanggan atas keadilan distributif cenderung dipengaruhi oleh metode atau tipe kompensasi Kristaung (2005:184).

Berdasarkan uraian diatas maka indikator dari variabel pemulihan layanan dalam penelitian ini adalah Pratama (2012:24)

1. Respon yang cepat dalam penanganan keluhan 2. Kecepatan waktu penanganan

3. Kemudahan akses 4. Pengawasan proses

5. Pengawasan pengambilan keputusan 6. Kejelasan informasi karyawan 7. Kejujuran karyawan

8 Kesopanan karyawan

9. Usaha karyawan dalam melakukan perbaikan 10. Empati karyawan

11. Permohonan maaf atas kegagalan jasa 12. Kompensasi penggantian jasa

Dokumen terkait