• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Diabetik Neuropati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Diabetik Neuropati

2.2.1. Definisi Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati adalah komplikasi dari diabetes yang dialami oleh lebih dari 30% populasi pasien diabetes. Diabetik neuropati menyebabkan penurunan sensasi, proprioseptif, refleks, dan kekuatan dari ekstrimitas bawah.19 2.2.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati dapat dibagi berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, yaitu :

1. Distal symmetric neuropathy

Neuropati ini dimulai dengan adanya numbness, paresthesi, ataupun dysesthesia di kaki lalu setelah beberapa bulan ataupun tahun dapat mengenai seluruh ektrimitas bawah dan ekstrimitas atas. 20

2. Small fiber and painful neuropathy

Neuropati yang ditandai dengan hilangnya sensasi pada temperatur dan goresan yang diakibatkan oleh kerusakan pada ujung serabut saraf kutan.

Sensasi yang hilang tadi digantikan oleh munculnya rasa terbakar, tersetrum listrik, tertusuk dan nyeri ataupun timbulnya allodynia.20

3. Autonomic neuropathy

Neuropati yang menyerang pada saraf otonom. Umumnya menyebabkan disfungsi pada sistem genitourinari, postural hipotensi, dan dismotilitas pada sistem gastrointestinal. Neuropati ini juga banyak menyebabkan silent cardiac ischemic serta cardiac arrhytmia yang merupakan penyebab paling sering kematian pada pasien diabetes.20

4. Mononeuropathy

Neuropati yang mengenai satu distribusi saraf saja.16 Muncul dengan onset tiba-tiba, nyeri dapat berlangsung dari menit hingga berjam-jam dan juga ditandai dengan adanya numbness serta kelemahan pada dermatom saraf tempat lesi berada. Saraf kranial (terutama N III), ujung saraf dan saraf perifer merupakan tempat paling sering terjadinya lesi. Diyakini mononeuropathy ini disebabkan oleh iskemik vaskular, tapi patogenesisnya sendiri belum dapat dipastikan.20

5. Regional neuropathic syndrome

Neuropati yang mengenai beberapa saraf pada suatu regio. Salah satu contohnya diabetic amyotrophy yang ditandai dengan kelemahan kaki proximal, berat badan menurun yang signifikan, ataupun rasa tegang di kepala yang timbul secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Diabetic thoracoabdominal neuropathy salah satu contoh lainnya.

Kerusakan terjadi pada saraf-saraf di regio toraks dan abdominal. Nyeri pada neuropati ini dapat menyerupai nyeri pada cardiac ischemic, malignancy, gastric ulcer ataupun nyeri organ viseral lainnya.20

17

Tabel 2.4. Sindrom Diabetik Neuropati.21

2.2.3. Patogenesis Diabetik Neuropati

Banyak hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis dari diabetik neuropati, namun semuanya belum diketahui secara pasti.8 Hiperglikemi yang tidak terkontrol diyakini sebagai faktor utama penyebab terjadinya diabetik neuropati. Mekanisme yang diyakini berperan pada perubahan fungsi dan struktur pada jaringan saraf yaitu aktivasi jalur poliol, stress oksidatif, pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan kelainan vaskular.22

1. Aktivasi jalur poliol

Hiperglikemi berkepanjangan mengakibatkan reduksi glukosa oleh enzim aldose-reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol kemudian dimetabolisasi lagi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidroginase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa tadi menyebabkan kerusakan pada sel saraf.17

2. Stress Oksidatif

Kadar glikemik yang tinggi menyebabkan terproduksinya radikal bebas seperti superoxide, hidrogen peroksida, hydroxyl yang biasa disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS).22 Peningkatan ROS tersebut menyebabkan kerusakan endotel vaskular yang berefek pada terhalangnya vasodilatasi mikrovaskular. Hal ini menyebabkan menurunnya aliran darah menuju saraf dan terjadi kerusakan pada saraf.23

3. Advanced Glycosilation End Products (AGEs)

Disamping aktivasi jalur poliol, hiperglikemi juga menyebabkan terbentuknya Advanced Glycosilation End products (AGEs) melalui glikolisasi non enzimatik. Produk AGEs ini terbentuk oleh karena interaksi glukosa dengan gugus amino dari protein membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. AGEs diyakini bisa mempercepat terjadinya aterosklerosis, menyebabkan disfungsi glomerular, menurunkan sintesis nitric oxyde, serta memicu disfungsi dari endotel.17

.

2.2.4. Diagnosis Diabetik Neuropati

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati.7

Berikut beberapa diagnosis yang dapat dilakukan : 1. Neuropathy Disability Score (NDS)

Dalam pemeriksaan klinis pasien, berbagai kuesioner telah dikembangkan untuk melihat efek dari neuropati terhadap kualitas hidup pasien. Dari semua alat diagnosis, yang penggunaannya semakin sering yaitu modified Neuropathy Disability Score. NDS berikut ini

19

mudah untuk digunakan dan hanya memerlukan waktu 1 hingga 2 menit saja. Nilai defisit maksimum adalah 10, yang menyatakan hilangnya refleks dan sensasi.7

Tabel 2.5. Neuropathy Symptom Score (NSS) dan Neuropathy Disability Score (NDS).24

2. Neuropathy Symptom Score (NSS) Langkah-langkah pelaksanaannya :

a. Pasien ditanya mengenai nyeri dan rasa tidak nyaman yang

dirasakan di kaki. Skor 2 = terbakar, mati rasa, ataupun tingling, 1

= lemas, keram, ataupun nyeri, 0 = tidak ada sensasi seperti yang disebutkan pada skor 2 ataupun 1

b. Skor untuk lokasi simptom : 2 = di kaki, 1 = di bagian posterior kaki, 0 = ditemukan di tempat lain

c. Skor untuk waktu kemunculan simptom : 2 = Semakin parah saat malam, 1 = muncul saat siang dan malam hari, 0 = hanya muncul saat siang hari.

d. Skor 1 ditambahkan bila pada waktu kemunculan simptom membuat pasien terbangun dari tidurnya

e. Skor untuk gerakan yang mengurangi simptom : 2 = berjalan, 1 = berdiri, 0 = duduk ataupun berbaring

f. Total skor adalah 9, dengan tingkat keparahan simptom : none = 0-2, mild = 3-4, moderate = 5-6, severe = 7-9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Caroline et al, seseorang didiagnosis Painful diabetic neuropathy (PDN) bila skor NDS ≥ 3 dan NSS ≥ 5. Sedangkan untuk skor NDS ≤ 2 dikatakan tidak ada neuropati, dan skor NDS > 8 dikatakan neuropati berat.7

3. Monofilament Screening Test

Monofilamen adalah suatu alat tes yang mudah dan objektif yang digunakan untuk menilai hilangnya sensasi pada diabetik neuropati.

Salah satu test Monofilamen yang sering dilakukan adalah Semmes-Weinsten Monofilament Examination. Menurut Booth dan Young, monofilamen yang digunakan sebaiknya diistirahatkan selama 24 jam untuk memepertahankan keakurasian dari alat. Disarankan juga untuk mengganti monofilamen bila telah digunakan sebanyak 10.000 kali

21

atau bila telah melewati 6 bulan untuk penggunaan yang sering ataupun 12 bulan untuk penggunaan yang jarang.24

Gambar 2.2. Lokasi Monofilament Test.25

Berikut langkah-langkah pada Semmes-Weinsten Monofilament Examination :

a. Perlihatkan monofilamen 10 g kepada pasien.

b. Sentuhkan monofilamen pada kening ataupun sternum pasien, agar pasien mengetahui sensasi yang dirasakan dari monofilamen.

c. Instruksikan pasien untuk mengatakan “Ya” setiap kali stiumulus monofilamen dirasakan.

d. Dengan mata pasien tertutup, letakkan monofilamen di dorsum ibu jari proximal dari kuku jari. Lakukan dengan gerakan lembut ke kulit, dan lekukkan filamen selama beberapa detik, lalu angkat dari kulit.

e. Lakukan stimulus ini 4 kali pada tiap kaki dengan irama yang acak agar pasien tidak tau kapan stimulus akan diberikan.

f. Untuk tiap stimulus, berikan skor 0 jika tidak dirasakan stimulus, skor 0,5 bila dirasakan stimulus tapi stimulus yang dirasakan lebih lemah daripada yang dirasakan di kening/sternum, dan skor 1 bila dirasakan stimulus persis seperti di kening/sternum.

g. Skor total 3 dari 8 menandakan adanya neuropati.

h. Skor total 3,5 – 5 menandakan tingginya resiko neuropati untuk 4 tahun kedepan.

i. Skor total 5.5 atau lebih menandakan resiko rendah munculnya neuropati untuk 4 tahun kedepan.26

4. Neuropad

Neuropati otonom adalah salah satu komplikasi yang jarang ditanggapi walaupun mampu mempengaruhi kualitas dan kuantitas hidup dari pasien. Manifestasi paling sering dari neuropati otonom adalah disfungsi sudomotor (berkeringat), akibat terkenanya saraf kolinergik postganglionik yang mempersarafi kelenjar eksokrin dari kulit.27

Oleh karena manifestasi yang sering timbul tersebut maka evaluasi sistem sudomotor menjadi salah satu indikasi diagnosis pada pasien diabetik neuropati. Salah satu cara menilai sistem sudomotor adalah menggunakan Neuropad. Neuropad sendiri adalah suatu alat berbentuk plester yang mengandung garam kobalt yang akan berubah warna dari biru menjadi pink bila terkena keringat. 27

Untuk pelaksanaannya, pasien pertama diminta untuk membuka sepatu dan kaos kaki kira-kira 10 menit sebelum dilakukan pemasangan Neuropad. Neuropad diletakkan di bagian plantar kaki salah satu kaki. Hasil Neuropad dikatakan positif bila setelah 10 menit, plester tetap berwarna biru ataupun menghasilkan gambaran bercak berwarna pink namun tidak secara keseluruhan.27

23

5. Electromyography (EMG)

Electromyogram adalah suatu test untuk mengukur aktivitas elektrik dari otot. EMG menilai semua tanda adanya blocking ataupun perlambatan respons dari stimulus saraf. EMG sering digunakan untuk menyelidiki alasan kelemahan otot, twitching ataupun paralisis, serta mencari penyebab timbulnya mati rasa, tingling dan nyeri. 28

Pelaksanaannya sendiri dilakukan dengan cara memasukkan jarum, yang berperan sebagai elektroda, kedalam otot melalui kulit.

Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan ototnya, lalu aktivitas elektrik tadi akan terekam.28

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas.

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian Diabetes Melitus

DM Tipe 1

DM Tipe 2

DM Gestasional

Hiperglikemia Berkepanjangan

Jalur Poliol

Stress Oksidatif Advanced Glycosilation

End Products (AGEs)

Diabetik Neuropati

DM tipe spesifik

25

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Diabetes Melitus Diabetik Neuropati

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross-sectional), dimana penelitian ini akan mendeskripsikan berapa banyak jumlah penderita diabetik neuropati pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang didapat melalui data rekam medik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mulai bulan Agustus sampai November 2016. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan sentral rujukan untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Januari 2015 – Desember 2015.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling di mana seluruh sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti:

27

Kriteria Inklusi :

Pasien diabetes melitus tipe 2 (rawat jalan dan rawat inap) yang telah didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Kriteria Eksklusi :

Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan yang mengalami diabetik neuropati dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu rekam medik pasien yang didiagnosa dengan diabetik neuropati pada bulan Januari 2015 – Desember 2015. Rekam medik tersebut diperoleh dari instalasi rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian dikumpulkan setelah melihat rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2 yang didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Data yang telah terkumpul itu kemudian diolah dengan menggunakan program komputer. Dalam penelitian ini, data akan dianalisis dengan cara deskriptif. Data kemudian akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

4.6. Definisi Operasional

1. Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien sebelum menderita diabetik neuropati.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Ya atau Tidak menderita diabetes melitus tipe 2 Skala Ukur : Nominal

2. Usia adalah usia pasien yang menderita diabetik neuropati yang

3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin pasien diabetik neuropati yang tertulis di rekam medik.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Data yang tertulis di Rekam Medik Skala Ukur : Nominal

4. Lama menderita diabetes melitus tipe 2 adalah lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2 saat didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik Hasil Ukur : ≤ 5 tahun atau > 5 tahun Skala Ukur : Interval

5. Diabetik Neuropati adalah penyakit diabetik neuropati yang diderita subjek penelitian

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Ya atau Tidak menderita diabetik neuropati Skala Ukur : Nominal

29

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, dari bulan Agustus sampai November 2016.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang ada dapat dibedakan menjadi umur, jenis kelamin, dan lama menderita Diabetes Melitus tipe 2 sebelum Diabetik Neuropati.

Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Usia

Umur Jumlah Persentase

≤ 50 Tahun 23 29.1 %

> 50 Tahun 56 70.9 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa mayoritas sampel berusia > 50 tahun dengan jumlah 56 orang (70.9 %), sedangkan sampel paling sedikit berusia

≤ 50 tahun (29.1 %).

Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 33 41.8 %

Perempuan 46 58.2 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa Diabetik Neuropati lebih banyak didapati pada Perempuan dengan jumlah 46 orang (58.2 %), sedangkan pada Laki-laki sebanyak 33 orang (41.8 %).

Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus tipe 2

Lama menderita Jumlah Persentase

≤ 5 Tahun 61 77.2 %

> 5 Tahun 18 22.8 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.3. didapatkan bahwa lebih banyak penderita Diabetik Neuropati yang telah menderita Diabetes Melitus tipe 2 ≤ 5 Tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %), sedangkan menderita Diabetes Melitus tipe 2 > 5 Tahun sebanyak 18 orang (22.8 %).

31

5.1.3. Prevalensi Diabetik Neuropati

Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 1364 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 79 orang. Prevalensi Diabetik Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015 adalah sebanyak 5 %.

5.2. Pembahasan

Diabetes Melitus atau sering juga disebut sebagai kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang diturunkan dan ataupun didapatkan oleh karena terjadi penurunan produksi insulin oleh pankreas, ataupun ketidakefektifan dari insulin yang diproduksi.1 Diabetes Melitus dikenal sebagai silent killer oleh karena sering tidak disadari dan setelah didiagnosa umumnya sudah terjadi komplikasi, disamping kerusakan pembuluh darah, komplikasi paling sering dari diabetes melitus yaitu diabetik neuropati.6

Pada penelitian ini peneliti mencoba mencari angka kejadian dari Diabetik Neuropati khususnya pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015. Dari total 1364 pasien Diabetes Melitus tipe 2, peneliti menemukan 79 pasien menderita Diabetik Neuropati. Dari sampel yang berjumlah 79 tersebut ditemukan 56 orang (70.9 %) berusia > 50 tahun, selebihnya berusia ≤ 50 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di Arab Saudi didapatkan kejadian adanya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular dari Diabetes Melitus tipe 2 pada 748 orang, yaitu 3 orang (5.1 %) pada usia < 40 tahun, 146 orang (19.5 %) pada usia 40 – 49 tahun, 237 orang (31.7 %) pada usia 50 – 59 tahun, dan 327 orang (43.7 %) pada usia ≥ 60 tahun. Penelitian tersebut juga menyebutkan bila variabel tadi dianggap tidak berubah, setiap ada kenaikan umur sebanyak 1 tahun maka akan terjadi peningkatan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 4 %.29

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan 33 orang (41.8 %) penderita Diabetik Neuropati berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebanyak 46 orang (58.2 %) berjenis kelamin perempuan. Dari hasil ini ditemukan perempuan lebih banyak menderita Diabetik Neuropati dibandingkan pada laki-laki. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat dari suatu studi yang dilakukan di Inggris, dimana dari 15.692 orang sampel didapatkan laki-laki (54 %) lebih banyak dari perempuan (46 %).7

Pada penelitian yang dilakukan di Arab Saudi ternyata didapatkan lebih banyak perempuan sebanyak 431 orang (57.6 %) dibandingkan laki-laki sebanyak 317 orang (42.4 %) untuk menderita komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.29 Penelitian yang dilakukan di Iran juga mendapakan hasil yang serupa yaitu lebih banyak ditemui Diabetik Neuropati pada perempuan (78 %) dibandingkan dengan laki-laki (22 %).30

Hasil pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas pasien Diabetik Neuropati telah menderita Diabetes Melitus tipe 2 ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %) dibandingkan dengan menderita Diabetes Melitus tipe 2 > 5 tahun yaitu sebanyak 18 orang (22.8 %). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat dari studi di Arab Saudi, dimana ditemui lebih banyak pada subjek dengan lama menderita DM < 10 tahun. Pada penelitian inipun disebutkan bahwa setiap kenaikan 1 tahun lama mengidap Diabetes Melitus akan menaikkan komplikasi mikrovaskular sebesar 5 %.29

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muthiah dkk, didapatkan lebih banyak diabetik neuropati dengan lama menderita DM > 5 tahun sebanyak 50 orang dengan rata – rata menderita DM selama 10 tahun.31 Hasil ini berbeda mungkin diakibatkan karena pada penelitian ini rata – rata sampel menderita DM selama kurang lebih 3 tahun, dengan mayoritas sampel menderita DM 1 tahun.

Sebuah studi yang dilakukan di Chennai mengatakan bahwa prevalensi terjadinya Diabetik Neuropati lebih tinggi pada orang yang diketahui telah

33

mengidap Diabetes Melitus Tipe 2 daripada orang yang baru didiagnosa dengan Diabetes Melitus.32

Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan prevalensi dari pasien Diabetik Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 yaitu sebesar 5 %. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapat dari penelitian di Arab Saudi dengan variabel usia, lama DM dan level HbAIc, sebesar 5.6 %.29 Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Iran dengan jumlah sampel 110 orang mendapatkan hasil 10 % menderita Diabetik Neuropati.30

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan :

 Prevalensi penderita Diabetik Neuropati pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015 adalah sebesar 5 %.

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin ditemukan lebih banyak perempuan sebanyak 46 orang (58.2 %) menderita Diabetik Neuropati daripada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (41.8 %).

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan umur, ditemukan lebih banyak pada usia > 50 tahun sebanyak 56 orang (70.9 %) dibandingkan pada usia < 50 tahun yaitu sebanyak 23 orang (29.1 %).

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan lama menderita Diabetes Melitus tipe 2 lebih banyak ditemukan pada yang telah mengidap < 5 tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %) daripada > 5 tahun yaitu 18 orang (22.8 %).

6.2. Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya

 Pada penelitian ini kejadian neuropati sebagai komplikasi dari Diabetes Melitus tipe 2 masih banyak dijumpai. Untuk mencegah meningkatnya kejadian Diabetik Neuropati di kemudian hari, diperlukan tindakan preventif untuk menurukan angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 yang dapat berujung pada Diabetik Neuropati dan juga tindakan kuratif untuk pencegahan komplikasi yang lebih lanjut.

35

 Rumah sakit serta instansi kesehatan lainnya juga diharapkan untuk meningkatkan lagi kualitas dari Rekam Medik untuk membantu penelitian-penelitian yang serupa.

2. Bagi Masyarakat Luas

 Masyarakat diharapkan lebih peduli terhadap kesehatan dirinya dengan cara merubah gaya hidup dan menghindari faktor-faktor resiko pencetus Diabetes Melitus tipe 2 seperti berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik.

 Bagi masyarakat yang telah didiagnosis dengan Diabetes Melitus tipe 2 agar segera mencari pengobatan sehingga terhindar dari komplikasi progresif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

 Pada penelitian ini peneliti hanya melihat angka kejadian serta beberapa karakteristik pada pasien Diabetik Neuropati melalui data yang diperoleh dari data rekam medik. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat ukur lainnya seperti kuesioner, microfilament, dan lain sebagainya sebagai acuan serta menambah variabel-variabel lain.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/

2. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemetrian Kesehatan RI; 2013.p.

87-89

3. Kemenkes [Internet]. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbind. Jakarta:

Kemenkes RI; September 8 2013 [cited 20 April 2016]. Available from:

http://www.depkes.go.id/article/view/2383/diabetes-melitus-penyebab- kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui-posbindu.html

4. WHO [Internet]. Country and regional data on diabetes. Geneva: WHO; 2000

[cited 2016 April 20]. Available from:

http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/index5.html

5. International Diabetes Federation [Internet]. Indonesia. Belgium:

International Diabetes Federation; 2015 [cited April 20 2016]. Available from: http://www.idf.org/membership/wp/indonesia

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009.p. 1881, 1884, 1922, 1947.

7. Abbott CA, Malik RA, van Ross ERE, Kulkarni J, Boulton AJM. Prevalence and Characteristics of Painful Diabetic Neuropathy in a Large Community-Based Diabetic Population in the U.K. Diabetes Care. 2011;34(10):2220-4.

8. Quan D. Diabetic Neuropathy. Medscape [Internet]. 2015 July [Cited 2016 May 12]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview

9. International Diabetes Federation [Internet]. About Diabetes. Belgium:

International Diabetes Federation; 2015 [cited April 20 2016]. Available from: http://www.idf.org/about-diabetes

10. Perhimpunan Endokrinologi Indonesia [Internet]. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: Perhimpunan Endokrinologi Indonesia; 2006.p. 4-7, 30-34

11. American Diabetes Association. Standarts of Medical Care in Diabetes 2016.

Diabetes Care [Internet]. 2016 January [cited May 6 2016];39:20. Available from:

http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2015/12/21/39.Supplement_1.D C2/2016-Standards-of-Care.pdf

12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p. 886, 1010-1011, 1017-1018, 1025-1026.

37

13. Khardori R. Type 2 Diabetes Mellitus. Medscape [Internet]. 2015 October

[Cited 2016 May 8]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

14. Westerberg DP. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment. American Academy of Family Physician [Internet]. 2013 March 1 [Cited 2016 May

9];87(5): 337-346. Available from :

http://www.aafp.org/afp/2013/0301/p337.html

15. Chiasson J-L, Aris-Jilwan N, Bélanger R, Bertrand S. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar state.

Canadian Medical Association Journal. 2003;168(7):859-66.

16. Anonymous. A Related Risk: Hyperosmolar Hyperglycemic State. Diabetes Forecast. 2010 Apr 2010:32.

17. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Harrison’s principles of internal medicine.

17th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p. 2275-2304.

18. Dunning T. Periodontal Disease - The Overlooked Diabetes Complication.

Nephrology Nursing Journal. 2009;36(5):489-95.

19. Ites KI, Anderson EJ, Cahill ML, Kearney JA, Post EC, Gilchrist LS. Balance Interventions for Diabetic Peripheral Neuropathy: A Systematic Review.

Journal of Geriatric Physical Therapy. 2011;34(3):109-16.

20. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. 1st ed. Jakarta: Salemba Empat; 2001.p. 314-315.

21. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. : McGraw Hill;

2007.

22. Kasznicki J, Kosmalski M, Sliwinska A, Mrowicka M, Stanczyk M, Majsterek I, et al. Evaluation of oxidative stress markers in pathogenesis of

22. Kasznicki J, Kosmalski M, Sliwinska A, Mrowicka M, Stanczyk M, Majsterek I, et al. Evaluation of oxidative stress markers in pathogenesis of

Dokumen terkait