• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2015

OLEH :

HENDRI YUDISTIRA YANIS 130100394

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

PREVALENSI DIABETIK NEUROPATI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

TAHUN 2015

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

HENDRI YUDISTIRA YANIS 130100394

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)
(4)

ii

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis yang diturunkan dan ataupun didapatkan oleh karena terjadi penurunan produksi insulin oleh pankreas, ataupun ketidakefektifan dari insulin yang diproduksi. Diabetes Melitus dikenal sebagai silent killer oleh karena sering tidak disadari dan setelah didiagnosa umumnya sudah terjadi komplikasi. Salah satu komplikasi paling sering dari diabetes melitus yaitu diabetik neuropati. Diabetik Neuropati adalah komplikasi dari diabetes yang menyebabkan penurunan sensasi, proprioseptif, refleks, dan kekuatan dari ekstrimitas bawah

Metode : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan data menggunakan metode total sampling. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015.

Hasil : Pada penelitian ini diperoleh jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 sebanyak 1364 orang, dan diabetik neuropati sebanyak 79 orang. Prevalensi diabetik neuropati sebesar 5 % dengan jumlah penderita perempuan sebanyak 58.2 %, dengan umur > 50 tahun sebanyak 70.9 %, dan lama menderita diabetes melitus tipe 2 < 5 tahun sebanyak 77.2 %.

Kesimpulan : Pada penelitian ini prevalensi diabetik neuropati sebesar 5 % dan diabetik neuropati tidak terpengaruh oleh lama menderita diabetes melitus tipe 2.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Neuropati

(5)

acquired deficiency in production of insulin by the pancreas, or by the ineffectiveness of the insulin produced. Diabetes mellitus known as a silent killer because it’s often unrecognizable and after being diagnosed, usually complication already developed. Diabetic neuropathy is one of diabetes mellitus’ complication which is often seen. Diabetic neuropathy is a complication of diabetes mellitus that causes decreased sensation, proprioception, reflexes, and strength in the lower extremities.

Methods : This study is a descriptive study that are using total sampling metod.

The populations of this study are all of the type 2 diabetes mellitus patients whom met the inclusion and exclusion and recorded in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan’s medical records year of 2015.

Results : In this study, the number of patients with type 2 diabetes mellitus are 1364 peoples and 79 peoples with diabetic neuropathy. The prevalence of diabetic neuropathy was 5 % with total of 58.2 % were women, with 70.9 % were > 50 years old, and 77.2 % were having type 2 diabetes mellitus for < 5 years.

Conclusions : In this study the prevalence of diabetic neuropathy is 5 % and the diabetic neuropathy wasn’t affected by the duration of having type 2 diabetes mellitus.

Keyword : Diabetes Mellitus, Neuropathy

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prevalensi Diabetik Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2015” dengan baik.

Dalam pembuatan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) selaku dosen pembimbing 1, yang telah meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penulis selama persiapan pembuatan skripsi.

3. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S selaku dosen pembimbing 2, yang telah meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penulis selama persiapan pembuatan skripsi.

4. dr. T. Siti Harilza Zubaidah, M.Ked(Oph), Sp.M selaku dosen penguji 1, atas kritik dan saran yang bermanfaat.

5. dr. Dewi Saputri, MKT selaku dosen penguji 2, atas kritis dan saran yang bermanfaat.

6. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan atas izin yang diberikan.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman terdekat saya yang tergabung di Sembab dan Doto Jaya.

(7)

yang tidak bisa disebutkan satu-persatu

Medan, Desember 2016 Peneliti

Hendri Yudistira Yanis

(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Diabetes Melitus ... 5

2.1.1. Defenisi Diabetes Melitus ... 5

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus ... 5

2.1.3. Insulin ... 6

2.1.4. Faktor Resiko Diabetes Melitus ... 8

2.1.5. Patogenesis Diabetes Melitus ... 9

2.1.6. Diagnosis Diabetes Melitus ... 9

2.1.7. Komplikasi Diabetes Melitus ... 12

2.1.7.1. Komplikasi Metabolik Akut ... 12

2.1.7.2. Komplikasi Kronik ... 14

2.2. Diabetik Neuropati ... 15

2.2.1. Definisi Diabetik Neuropati ... 15

(9)

2.2.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Diabetik Neuorpati ... 15

2.2.3. Patogenesis Diabetik Neuropati ... 17

2.2.4. Diagnosis Diabetik Neuropati ... 18

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 24

3.1. Kerangka Teori ... 24

3.2. Kerangka Konsep ... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 26

4.1. Rancangan Penelitian ... 26

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

4.3. Populasi dan Sampel ... 26

4.3.1. Populasi Penelitian ... 26

4.3.2. Sampel Penelitian ... 26

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 27

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 27

4.6. Definisi Operasional ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 29

5.1.2. Karakteristik Sampel ... 29

5.1.3. Prevalensi Diabetik Neuropati ... 31

5.2. Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1. Kesimpulan ... 34

6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 39

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Molekul insulin manusia 6

Gambar 2.2. Lokasi Monofilament Test 21

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian 24

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian 25

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Faktor dan Kondisi yang Meningkatkan atau

Mengurangi Sekresi Insulin 7

Tabel 2.2. Langkah – langkah diagnostik DM 12 Tabel 2.3. Komplikasi Kronik dari Diabetes Melitus 15

Tabel 2.4. Sindrom Diabetik Neuropati 17

Tabel 2.5. Neuropathy Symptom Score (NSS) dan Neuropathy

Disability Score (NDS). 19

Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Usia 29 Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Jenis

Kelamin 30

Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Lama

Menderita Diabetes Melitus tipe 2 30

(12)

x

DAFTAR SINGKATAN

ATP : Adenosine Triphospate

AGEs : Advanced Glycosilation End Products

BB : Berat Badan

BMI : Body Mass Index

DM : Diabetes Melitus

EMG : Electromyography

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu

GH : Growth Hormone

GLUT-2 : Glucose Transporter-2 HbA1c : Hemoglobin A1c

HHS : Hiperosmolar Hyperglycemic State IDF : International Diabetic Foundation

IMT : Indeks Massa Tubuh

MODY : Maturity-onset diabetes of the young NDS : Neuropathy Disability Score

NSS : Neuropathy Symptom Score

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia RNA : Ribonucleic Acid

ROS : Reactive Oxygen Species TGT : Toleransi Glukosa Terganggu TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral WHO : World Health Organization

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 39

Lampiran 2 Izin Survey Awal Penelitian 40

Lampiran 3 Ijin Studi Pendahuluan 41

Lampiran 4 Ethical Clearance 42

Lampiran 5 Izin Penelitian 43

Lampiran 6 Izin Penelitian 44

Lampiran 7 Data Induk 45

Lampiran 8 Data Output 49

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus atau sering juga disebut sebagai kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang diturunkan dan ataupun didapatkan oleh karena terjadi penurunan produksi insulin oleh pankreas, ataupun ketidakefektifan dari insulin yang diproduksi.1 Ada 2 tipe Diabetes Melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa. Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg.2

Diabetes Melitus sendiri terletak pada urutan ke-6 sebagai penyakit tidak menular penyebab kematian didunia.3 Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2000, jumlah penyandang DM di Indonesia merupakan yang terbanyak setelah India, China, dan Amerika Serikat. Untuk jumlah kasus diabetes melitus, terdapat 8.426.000 kasus DM pada tahun 2000 di Indonesia. Banyaknya kasus Diabetes Melitus di Indonesia diprediksi akan semakin meningkat hingga menjadi 21.257.000 kasus pada tahun 2030.4

Berdasarkan hasil dari IDF (International Diabetes Federation) untuk tahun 2015, dari total 161.572.000 populasi orang dewasa (20 – 79 tahun) di Indonesia didapati prevalensi sebesar 6.2% atau sekitar 10.021.400 kasus Diabetes Melitus. Sedangkan untuk angka kematian akibat Diabetes Melitus sebesar 184.985 kasus. Ditemukan juga laporan mengenai kasus Diabetes yang tidak terdiagnosa, yaitu sebesar 5.286.200 kasus.5

Untuk Indonesia sendiri, prevalensi diabetes pada umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta

(15)

(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%), Jawa Timur (2,1%). Sedangkan untuk daerah Sumatera Utara sebesar 1,8% yang terdiagnosis dokter.2

Diabetes Melitus dikenal sebagai silent killer oleh karena sering tidak disadari dan setelah didiagnosa umumnya sudah terjadi komplikasi. Komplikasi diabetes yang berkepanjangan mampu menyebabkan kerusakan akibat penyempitan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Disamping kerusakan pembuluh darah, komplikasi paling sering dari diabetes melitus yaitu diabetik neuropati.6

Untuk epidemiologi dari diabetik neuropati sendiri masih terbilang susah karena ketidakkonsistenan definisi, serta kurangnya studi berbasis populasi. Dari tiga studi yang dilakukan di Eropa, prevalensi dari diabetik neuropati bervariasi mulai dari 23% hingga 29%.7

Diabetik neuropati simtomatis ditemukan pada 28.5% dari 6.500 pasien DM. Pada studi yang dilakukan oleh Rochester, walaupun neuropati simtomatis ditemukan hanya pada 13% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnya ditemukan neuropati dengan pemeriksaan klinis. Studi lainnya melaporkan kelainan kecepatan hantar saraf sudah didapati pada 15.2% pasien DM baru, sementara tanda klinis neuropati hanya dijumpai pada 2.3%.6

Pasien dengan penyakit diabetes yang tidak diobati secara adekuat memiliki mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi terkait dengan neuropati daripada pasien yang diobati secara adekuat. Trauma berulang pada suatu daerah dapat menyebabkan kerusakan kulit, ulser serta infeksi yang agresif yang berujung pada amputasi dan kematian.8

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tersebut karena banyaknya kasus diabetik neuropati yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2.

(16)

3

1.2. Rumusan Masalah

Berapakah prevalensi diabetik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit diabetik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan antara kasus diabetik neuropati pada pria dan pada wanita Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2015.

2. Untuk mengetahui usia berapa sajakah penderita diabetik neuropati di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2015.

3. Untuk mengetahui berapa lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2 sebelum didiagnosa dengan diabetik neuropati Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Manfaat untuk Peneliti

Membantu penulis untuk lebih memahami mengenai kasus diabetik neuropati dan angka kejadiannya pada pasien diabetes melitus tipe 2.

(17)

2. Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan

2.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan diabetik neuropati melalui penyuluhan serta deteksi dini diabetes melitus.

2.2. Penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam mempelajari banyaknya kasus diabetik neuropati pada pasien DM tipe-2.

3. Manfaat untuk masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya penderita DM yang baru didiagnosa ataupun telah lama didiagnosa agar lebih memperhatikan kesehatan diri dan menghindari faktor-faktor pemicu diabetik neuropati.

(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus, atau mudahnya kita sebut diabetes, adalah suatu penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak lagi sanggup menghasilkan insulin, ataupun saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik. Insulin adalah suatu hormon yang dibuat oleh pankreas, dimana insulin bekerja sebagai kunci untuk melepas glukosa dari makanan yang kita makan melewati aliran darah menuju ke dalam sel untuk menghasilkan energi.

Semua makanan yang mengandung karbohidrat dipecah menjadi glukosa di dalam darah. Insulin membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel.9

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kategori umum yaitu :

1. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes tipe ini disebabkan karena penghancuran sel beta pankreas, yang biasanya berujung pada kekurangan insulin yang absolut. 10 2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes tipe ini disebabkan karena penurunan sekresi insulin yang progresif yang melatarbelakangi resistensi insulin.10

3. Diabetes Melitus Gestasional

Tipe diabetes yang didapati pada masa mengandung. Diabetes umumnya didiagnosa pada trimester 2 ataupun 3. 10

(19)

4. Diabetes Melitus tipe spesifik oleh karena penyebab lain

A. Monogenic Diabetes Syndrome : Diabetes neonatus, Maturity- onset diabetes of the young (MODY). 10

B. Penyakit eksokrin pankreas : fibrosis kistik, pankreatitis, neoplasma, lainnya.10

C. Karena obat/bahan kimia : glukokortikoid, vacor, pentamidin, asam nikotinat, lainnya.11

D. Sindroma lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Klinifelter, sindrom Turner. 10

2.1.3. Insulin

Insulin diisolasi pertama kali dari pankreas pada tahun 1922 oleh Banting dan Best. Mereka memperhatikan pasien diabetes parah dalam waktu hampir semalam yang memburuk dengan cepat dan meninggal, dibandingkan dengan orang yang hampir normal.12

Gambar 2.1. Molekul insulin manusia.12

Insulin mengambil peran penting dalam penyimpanan kelebihan energi.

Bila terdapat kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama di hati dan otot. Semua kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan juga diubah di bawah rangsangan insulin menjadi lemak dan disimpan di jaringan adiposa. Dengan adanya kelebihan protein, insulin mempunyai efek langsung dalam pengambilan asam amino oleh sel dan

(20)

7

pengubahan asam amino menjadi protein. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein yang ada di dalam sel.12

Insulin merupakan suatu protein kecil pada tubuh manusia yang mempunyai berat molekul sebesar 5808, yang terdiri atas dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Insulin disintesis oleh sel-sel beta pankreas yang diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk praprohormon insulin. Prahormon ini nantinya akan dipecah menjadi proinsulin di retikulum endoplasma dan sebagian besar akan dipecah lagi menjadi insulin di aparatus Golgi.12

Tabel 2.1. Faktor dan Kondisi yang Meningkatkan atau Mengurangi Sekresi Insulin.12

Sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas secara umum dirangsang oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah. Glukosa masuk kedalam sel beta melalui glukosa transporter tipe 2 (GLUT-2). Setelah masuk kedalam sel, glukosa tersebut akan difosforilasi menjadi glukosa-6-phospat oleh enzim glukokinase dan selanjutnya akan dioksidasi menjadi ATP. Kenaikan kadar ATP akan

(21)

menyebabkan penutupan kanal kalium yang peka ATP di sel, sehingga terjadi depolarisasi membran sel yang berujung pada masuknya kalsium. Kalsium yang masuk akan merangsang pelepasan insulin melalui cara eksositosis.12

2.1.4. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor-faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus menurut PERKENI yaitu:

A. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi :

1. Ras dan Etnik (African American, Latino, Native American, Asian American, Pacific Islander).

2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) 3. Usia

Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia ≥ 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan BB normal.10

B. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi : 1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

2. Kurangnya aktivitas fisik.

3. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg).

4. Dislipidemia (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL).

5. Diet tak sehat (unhealthy diet).

Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.10

C. Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes :

1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.

(22)

9

2. Penderita sindrom metabolik

Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.10

3. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases).10

2.1.5. Patogenesis Diabetes Melitus

Pada diabetes melitus tipe-2 masalah utama yang dapat dijumpai yaitu gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ terutama otot dan hati. Mulanya resistensi belum dapat menyebabkan terjadinya diabetes, karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi dengan cara meningkatkan sekresi insulin. Namun seiring progresifitas penyakit, produksi insulin ini akan berangsur menurun. 6

Dibandingkan dengan hati, otot merupakan pengguna glukosa paling banyak. Penurunan sekresi insulin tadi menyebabkan otot tidak mampu melakukan pengambilan insulin secara optimal, hal inilah yang menyebabkan munculnya hiperglikemia. Karena produksi insulin yang berkurang juga, maka terjadi pembentukan glukosa oleh hati dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa. 6

Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas yang akibatnya mengganggu proses ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas.6

2.1.6. Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila didapati keluhan klasik DM, yaitu :

 Keluhan klasik DM : Poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

 Keluhan lain : Lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).10

(23)

Untuk diagnosis DM dapat ditegakkan melalui cara-cara berikut :

1. Keluhan klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Keluhan klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L).13

Cara pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

 Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.6

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan :

 < 140 mg/dL  Normal

 140 – 199 mg/dL  TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

 ≥ 200 mg/dL  Diabetes

(24)

11

4. Nilai HbA1c ≥ 6,5%

Penghitungan kadar glukosa harus tetap diutamakan, karena nilai HbA1c memiliki nilai diagnostik yang buruk untuk mendeteksi prediabetes dan diabetes pada anak dan dewasa yang obesitas dan juga uji nilai HbA1c ini tidak dapat dilakukan pada pasien anemia hemolytic ataupun anemia defisiensi-besi.6

5. Pernapasan Aseton

Asam asetoasetat hasil degradasi dari asam lemak dapat berubah menjadi asam β-hidroksibutirat dan sejumlah kecil diubah menjadi aseton. Kenaikan jumlah asam asetoasetat ini menyebabkan kenaikan kadar aseton yang kemudian akan dikeluarkan dalam udara ekspirasi oleh karena sifatnya yang mudah menguap. Hal inilah yang membuat munculnya napas bau aseton, yang seringkali digunakan untuk diagnosis pada pasien diabetes melitus tipe-1.12

Bila dari hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal ataupun DM, maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT ataupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh:

 TGT : Nilai TTGO antara 140 – 199 mg/dL (7,8 - 11 mmol/L).

 GDPT : Kadar glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6,9 mmol/dL).9

(25)

Tabel 2.2. Langkah – langkah diagnostik DM.10

Pada beberapa pasien yang asimptomatis, ADA menyarankan untuk dilakukan uji tes prediabetes ataupun diabetes pada dewasa yang overwheight (BMI ≥ 25 kg/m2) dan memiliki salah satu gejala pada faktor resiko yang telah disebutkan sebelumnya.11

2.1.7. Komplikasi Diabetes Melitus 2.1.7.1.Komplikasi Metabolik Akut

1. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik ini umumnya merupakan komplikasi dari Diabetes Melitus tipe 1 namun pada beberapa pasien Diabetes Melitus tipe 2 ditemukan juga adanya ketoasidosis diabetik.14

(26)

13

Ketoasidosis diabetik ditandai dengan :

 Serum glukosa > 250 mg/dL

 pH < 7,3

 Serum bikarbonat < 18 mEq/L

 Kenaikan serum keton

 Dehidrasi

 Asidosis metabolik

 Hiperglikemia

Ketoasidosis umumnya terjadi akibat defisiensi insulin yang menstimulasi peningkatan hormon counterregulatory (hormon yang mempengaruhi satu sama lain : glukagon, katekolamin, kortisol, dan GH). Ketidakmampuan untuk menggunakan glukosa menyebabkan tubuh mencari sumber energi alternatif dengan cara :

A. Meningkatkan aktivitas hormon Lipase, yang menyebabkan pemecahan jaringan lemak menjadi asam lemak. Asam lemak tadi akan dirombak menjadi acetyl-coenzyme A; dimana beberapa diantaranya akan masuk ke siklus Krebs untuk menghasilkan energi, sisanya akan diubah kembali menjadi keton (aseton, asetoasetat, dan β-hyroxybutyrate).

B. Katabolisme glikogen dan protein untuk membentuk glukosa Kedua faktor inilah menyebabkan hiperglikemia, yang memicu terjadinya diuresis osmotik yang berujung pada dehidrasi dan asidosis metabolik.14

2. Hiperosmolar non ketotik

Hiperosmolar non ketotik atau disebut juga Hiperosmolar Hiperglycemic State (HHS) oleh karena ditemukannya kadar glukosa yang tinggi ( > 600 mg/dL). Lebih sering terjadi pada penderita Diabetes Melitus tipe-2 yang telah berusia lanjut. Penyebab dari HHS ini sama seperti pada ketoasidosis diabetik yaitu defisiensi insulin dan

(27)

peningkatan kerja hormon counterregulatory, namun yang membedakan HHS dengan Ketoasidosis diabetik yaitu tidak dijumpainya produksi keton di dalam tubuh. Hal itu terjadi karena pada HHS, penderita masih memiliki cukup insulin untuk menekan pembentukan keton.15, 16

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL.

Paling sering disebabkan oleh penggunaan obat diabetes seperti sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia sendiri terdiri atas gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).10

2.1.7.2.Komplikasi Kronik

Kompikasi kronik dari diabetes mampu mempengaruhi kerja dari beberapa sistem organ dan bertanggung jawab atas kebanyakan morbiditas dan mortalitas.

Komplikasinya sendiri dapat dibagi berdasarkan penyebabnya; vaskular ataupun non-vaskular. Komplikasi vaskular dibagi lagi menjadi microvascular dan macrovascular.17

Resiko komplikasi kronis diabetes meningkat seiring dengan lamanya menderita hiperglikemia. Pasien Diabetes Melitus tipe 2 umumnya mengalami periode asimptomatis dari hiperglikemi yang berkepanjangan, sehingga komplikasi banyak telah dijumpai saat diagnosis.17

Patofisiologi dari penyebab komplikasi pada diabetes melitus belum sepenuhnya diketahui, namun ada beberapa teori menyebutkan komplikasi muncul akibat dari hiperglikemia kronik, glikosilasi jaringan, perubahan pada metabolisme kolagen dan stress oksidatif.18

(28)

15

Tabel 2.3. Komplikasi Kronik dari Diabetes Melitus.17 Microvascular

Macrovascular Other

Eye Disease Neuropathy Neprophaty

Retinopathy Sensory and

motor

Coronary artery

disease Gastrointestinal

Macular

edema Autonomic Peripheral

arterial disease Genitourinary

Cerebrovascular

disease Dermatologic

Cataracts Glaucoma Periodontal

disease

2.2. Diabetik Neuropati

2.2.1. Definisi Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati adalah komplikasi dari diabetes yang dialami oleh lebih dari 30% populasi pasien diabetes. Diabetik neuropati menyebabkan penurunan sensasi, proprioseptif, refleks, dan kekuatan dari ekstrimitas bawah.19 2.2.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati dapat dibagi berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, yaitu :

1. Distal symmetric neuropathy

Neuropati ini dimulai dengan adanya numbness, paresthesi, ataupun dysesthesia di kaki lalu setelah beberapa bulan ataupun tahun dapat mengenai seluruh ektrimitas bawah dan ekstrimitas atas. 20

(29)

2. Small fiber and painful neuropathy

Neuropati yang ditandai dengan hilangnya sensasi pada temperatur dan goresan yang diakibatkan oleh kerusakan pada ujung serabut saraf kutan.

Sensasi yang hilang tadi digantikan oleh munculnya rasa terbakar, tersetrum listrik, tertusuk dan nyeri ataupun timbulnya allodynia.20

3. Autonomic neuropathy

Neuropati yang menyerang pada saraf otonom. Umumnya menyebabkan disfungsi pada sistem genitourinari, postural hipotensi, dan dismotilitas pada sistem gastrointestinal. Neuropati ini juga banyak menyebabkan silent cardiac ischemic serta cardiac arrhytmia yang merupakan penyebab paling sering kematian pada pasien diabetes.20

4. Mononeuropathy

Neuropati yang mengenai satu distribusi saraf saja.16 Muncul dengan onset tiba-tiba, nyeri dapat berlangsung dari menit hingga berjam-jam dan juga ditandai dengan adanya numbness serta kelemahan pada dermatom saraf tempat lesi berada. Saraf kranial (terutama N III), ujung saraf dan saraf perifer merupakan tempat paling sering terjadinya lesi. Diyakini mononeuropathy ini disebabkan oleh iskemik vaskular, tapi patogenesisnya sendiri belum dapat dipastikan.20

5. Regional neuropathic syndrome

Neuropati yang mengenai beberapa saraf pada suatu regio. Salah satu contohnya diabetic amyotrophy yang ditandai dengan kelemahan kaki proximal, berat badan menurun yang signifikan, ataupun rasa tegang di kepala yang timbul secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Diabetic thoracoabdominal neuropathy salah satu contoh lainnya.

Kerusakan terjadi pada saraf-saraf di regio toraks dan abdominal. Nyeri pada neuropati ini dapat menyerupai nyeri pada cardiac ischemic, malignancy, gastric ulcer ataupun nyeri organ viseral lainnya.20

(30)

17

Tabel 2.4. Sindrom Diabetik Neuropati.21

2.2.3. Patogenesis Diabetik Neuropati

Banyak hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis dari diabetik neuropati, namun semuanya belum diketahui secara pasti.8 Hiperglikemi yang tidak terkontrol diyakini sebagai faktor utama penyebab terjadinya diabetik neuropati. Mekanisme yang diyakini berperan pada perubahan fungsi dan struktur pada jaringan saraf yaitu aktivasi jalur poliol, stress oksidatif, pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan kelainan vaskular.22

1. Aktivasi jalur poliol

Hiperglikemi berkepanjangan mengakibatkan reduksi glukosa oleh enzim aldose-reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol kemudian dimetabolisasi lagi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidroginase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa tadi menyebabkan kerusakan pada sel saraf.17

(31)

2. Stress Oksidatif

Kadar glikemik yang tinggi menyebabkan terproduksinya radikal bebas seperti superoxide, hidrogen peroksida, hydroxyl yang biasa disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS).22 Peningkatan ROS tersebut menyebabkan kerusakan endotel vaskular yang berefek pada terhalangnya vasodilatasi mikrovaskular. Hal ini menyebabkan menurunnya aliran darah menuju saraf dan terjadi kerusakan pada saraf.23

3. Advanced Glycosilation End Products (AGEs)

Disamping aktivasi jalur poliol, hiperglikemi juga menyebabkan terbentuknya Advanced Glycosilation End products (AGEs) melalui glikolisasi non enzimatik. Produk AGEs ini terbentuk oleh karena interaksi glukosa dengan gugus amino dari protein membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. AGEs diyakini bisa mempercepat terjadinya aterosklerosis, menyebabkan disfungsi glomerular, menurunkan sintesis nitric oxyde, serta memicu disfungsi dari endotel.17

.

2.2.4. Diagnosis Diabetik Neuropati

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati.7

Berikut beberapa diagnosis yang dapat dilakukan : 1. Neuropathy Disability Score (NDS)

Dalam pemeriksaan klinis pasien, berbagai kuesioner telah dikembangkan untuk melihat efek dari neuropati terhadap kualitas hidup pasien. Dari semua alat diagnosis, yang penggunaannya semakin sering yaitu modified Neuropathy Disability Score. NDS berikut ini

(32)

19

mudah untuk digunakan dan hanya memerlukan waktu 1 hingga 2 menit saja. Nilai defisit maksimum adalah 10, yang menyatakan hilangnya refleks dan sensasi.7

Tabel 2.5. Neuropathy Symptom Score (NSS) dan Neuropathy Disability Score (NDS).24

(33)

2. Neuropathy Symptom Score (NSS) Langkah-langkah pelaksanaannya :

a. Pasien ditanya mengenai nyeri dan rasa tidak nyaman yang

dirasakan di kaki. Skor 2 = terbakar, mati rasa, ataupun tingling, 1

= lemas, keram, ataupun nyeri, 0 = tidak ada sensasi seperti yang disebutkan pada skor 2 ataupun 1

b. Skor untuk lokasi simptom : 2 = di kaki, 1 = di bagian posterior kaki, 0 = ditemukan di tempat lain

c. Skor untuk waktu kemunculan simptom : 2 = Semakin parah saat malam, 1 = muncul saat siang dan malam hari, 0 = hanya muncul saat siang hari.

d. Skor 1 ditambahkan bila pada waktu kemunculan simptom membuat pasien terbangun dari tidurnya

e. Skor untuk gerakan yang mengurangi simptom : 2 = berjalan, 1 = berdiri, 0 = duduk ataupun berbaring

f. Total skor adalah 9, dengan tingkat keparahan simptom : none = 0- 2, mild = 3-4, moderate = 5-6, severe = 7-9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Caroline et al, seseorang didiagnosis Painful diabetic neuropathy (PDN) bila skor NDS ≥ 3 dan NSS ≥ 5. Sedangkan untuk skor NDS ≤ 2 dikatakan tidak ada neuropati, dan skor NDS > 8 dikatakan neuropati berat.7

3. Monofilament Screening Test

Monofilamen adalah suatu alat tes yang mudah dan objektif yang digunakan untuk menilai hilangnya sensasi pada diabetik neuropati.

Salah satu test Monofilamen yang sering dilakukan adalah Semmes- Weinsten Monofilament Examination. Menurut Booth dan Young, monofilamen yang digunakan sebaiknya diistirahatkan selama 24 jam untuk memepertahankan keakurasian dari alat. Disarankan juga untuk mengganti monofilamen bila telah digunakan sebanyak 10.000 kali

(34)

21

atau bila telah melewati 6 bulan untuk penggunaan yang sering ataupun 12 bulan untuk penggunaan yang jarang.24

Gambar 2.2. Lokasi Monofilament Test.25

Berikut langkah-langkah pada Semmes-Weinsten Monofilament Examination :

a. Perlihatkan monofilamen 10 g kepada pasien.

b. Sentuhkan monofilamen pada kening ataupun sternum pasien, agar pasien mengetahui sensasi yang dirasakan dari monofilamen.

c. Instruksikan pasien untuk mengatakan “Ya” setiap kali stiumulus monofilamen dirasakan.

d. Dengan mata pasien tertutup, letakkan monofilamen di dorsum ibu jari proximal dari kuku jari. Lakukan dengan gerakan lembut ke kulit, dan lekukkan filamen selama beberapa detik, lalu angkat dari kulit.

(35)

e. Lakukan stimulus ini 4 kali pada tiap kaki dengan irama yang acak agar pasien tidak tau kapan stimulus akan diberikan.

f. Untuk tiap stimulus, berikan skor 0 jika tidak dirasakan stimulus, skor 0,5 bila dirasakan stimulus tapi stimulus yang dirasakan lebih lemah daripada yang dirasakan di kening/sternum, dan skor 1 bila dirasakan stimulus persis seperti di kening/sternum.

g. Skor total 3 dari 8 menandakan adanya neuropati.

h. Skor total 3,5 – 5 menandakan tingginya resiko neuropati untuk 4 tahun kedepan.

i. Skor total 5.5 atau lebih menandakan resiko rendah munculnya neuropati untuk 4 tahun kedepan.26

4. Neuropad

Neuropati otonom adalah salah satu komplikasi yang jarang ditanggapi walaupun mampu mempengaruhi kualitas dan kuantitas hidup dari pasien. Manifestasi paling sering dari neuropati otonom adalah disfungsi sudomotor (berkeringat), akibat terkenanya saraf kolinergik postganglionik yang mempersarafi kelenjar eksokrin dari kulit.27

Oleh karena manifestasi yang sering timbul tersebut maka evaluasi sistem sudomotor menjadi salah satu indikasi diagnosis pada pasien diabetik neuropati. Salah satu cara menilai sistem sudomotor adalah menggunakan Neuropad. Neuropad sendiri adalah suatu alat berbentuk plester yang mengandung garam kobalt yang akan berubah warna dari biru menjadi pink bila terkena keringat. 27

Untuk pelaksanaannya, pasien pertama diminta untuk membuka sepatu dan kaos kaki kira-kira 10 menit sebelum dilakukan pemasangan Neuropad. Neuropad diletakkan di bagian plantar kaki salah satu kaki. Hasil Neuropad dikatakan positif bila setelah 10 menit, plester tetap berwarna biru ataupun menghasilkan gambaran bercak berwarna pink namun tidak secara keseluruhan.27

(36)

23

5. Electromyography (EMG)

Electromyogram adalah suatu test untuk mengukur aktivitas elektrik dari otot. EMG menilai semua tanda adanya blocking ataupun perlambatan respons dari stimulus saraf. EMG sering digunakan untuk menyelidiki alasan kelemahan otot, twitching ataupun paralisis, serta mencari penyebab timbulnya mati rasa, tingling dan nyeri. 28

Pelaksanaannya sendiri dilakukan dengan cara memasukkan jarum, yang berperan sebagai elektroda, kedalam otot melalui kulit.

Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan ototnya, lalu aktivitas elektrik tadi akan terekam.28

(37)

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas.

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian Diabetes Melitus

DM Tipe 1

DM Tipe 2

DM Gestasional

Hiperglikemia Berkepanjangan

Jalur Poliol

Stress Oksidatif Advanced Glycosilation

End Products (AGEs)

Diabetik Neuropati

DM tipe spesifik

(38)

25

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Diabetes Melitus Diabetik Neuropati

(39)

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross-sectional), dimana penelitian ini akan mendeskripsikan berapa banyak jumlah penderita diabetik neuropati pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang didapat melalui data rekam medik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mulai bulan Agustus sampai November 2016. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan sentral rujukan untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Januari 2015 – Desember 2015.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling di mana seluruh sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti:

(40)

27

Kriteria Inklusi :

Pasien diabetes melitus tipe 2 (rawat jalan dan rawat inap) yang telah didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Kriteria Eksklusi :

Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan yang mengalami diabetik neuropati dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu rekam medik pasien yang didiagnosa dengan diabetik neuropati pada bulan Januari 2015 – Desember 2015. Rekam medik tersebut diperoleh dari instalasi rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian dikumpulkan setelah melihat rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2 yang didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Data yang telah terkumpul itu kemudian diolah dengan menggunakan program komputer. Dalam penelitian ini, data akan dianalisis dengan cara deskriptif. Data kemudian akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

4.6. Definisi Operasional

1. Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien sebelum menderita diabetik neuropati.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Ya atau Tidak menderita diabetes melitus tipe 2 Skala Ukur : Nominal

(41)

2. Usia adalah usia pasien yang menderita diabetik neuropati yang dinyatakan dalam tahun.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : ≤ 50 tahun atau > 50 tahun Skala Ukur : Rasio

3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin pasien diabetik neuropati yang tertulis di rekam medik.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Data yang tertulis di Rekam Medik Skala Ukur : Nominal

4. Lama menderita diabetes melitus tipe 2 adalah lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2 saat didiagnosa dengan diabetik neuropati.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik Hasil Ukur : ≤ 5 tahun atau > 5 tahun Skala Ukur : Interval

5. Diabetik Neuropati adalah penyakit diabetik neuropati yang diderita subjek penelitian

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Ya atau Tidak menderita diabetik neuropati Skala Ukur : Nominal

(42)

29

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau nomor 17 Medan, dari bulan Agustus sampai November 2016.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang ada dapat dibedakan menjadi umur, jenis kelamin, dan lama menderita Diabetes Melitus tipe 2 sebelum Diabetik Neuropati.

Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Usia

Umur Jumlah Persentase

≤ 50 Tahun 23 29.1 %

> 50 Tahun 56 70.9 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa mayoritas sampel berusia > 50 tahun dengan jumlah 56 orang (70.9 %), sedangkan sampel paling sedikit berusia

≤ 50 tahun (29.1 %).

(43)

Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 33 41.8 %

Perempuan 46 58.2 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa Diabetik Neuropati lebih banyak didapati pada Perempuan dengan jumlah 46 orang (58.2 %), sedangkan pada Laki-laki sebanyak 33 orang (41.8 %).

Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Diabetik Neuropati Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus tipe 2

Lama menderita Jumlah Persentase

≤ 5 Tahun 61 77.2 %

> 5 Tahun 18 22.8 %

Total 79 100 %

Dari Tabel 5.3. didapatkan bahwa lebih banyak penderita Diabetik Neuropati yang telah menderita Diabetes Melitus tipe 2 ≤ 5 Tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %), sedangkan menderita Diabetes Melitus tipe 2 > 5 Tahun sebanyak 18 orang (22.8 %).

(44)

31

5.1.3. Prevalensi Diabetik Neuropati

Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 1364 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 79 orang. Prevalensi Diabetik Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015 adalah sebanyak 5 %.

5.2. Pembahasan

Diabetes Melitus atau sering juga disebut sebagai kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang diturunkan dan ataupun didapatkan oleh karena terjadi penurunan produksi insulin oleh pankreas, ataupun ketidakefektifan dari insulin yang diproduksi.1 Diabetes Melitus dikenal sebagai silent killer oleh karena sering tidak disadari dan setelah didiagnosa umumnya sudah terjadi komplikasi, disamping kerusakan pembuluh darah, komplikasi paling sering dari diabetes melitus yaitu diabetik neuropati.6

Pada penelitian ini peneliti mencoba mencari angka kejadian dari Diabetik Neuropati khususnya pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015. Dari total 1364 pasien Diabetes Melitus tipe 2, peneliti menemukan 79 pasien menderita Diabetik Neuropati. Dari sampel yang berjumlah 79 tersebut ditemukan 56 orang (70.9 %) berusia > 50 tahun, selebihnya berusia ≤ 50 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di Arab Saudi didapatkan kejadian adanya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular dari Diabetes Melitus tipe 2 pada 748 orang, yaitu 3 orang (5.1 %) pada usia < 40 tahun, 146 orang (19.5 %) pada usia 40 – 49 tahun, 237 orang (31.7 %) pada usia 50 – 59 tahun, dan 327 orang (43.7 %) pada usia ≥ 60 tahun. Penelitian tersebut juga menyebutkan bila variabel tadi dianggap tidak berubah, setiap ada kenaikan umur sebanyak 1 tahun maka akan terjadi peningkatan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 4 %.29

(45)

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan 33 orang (41.8 %) penderita Diabetik Neuropati berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebanyak 46 orang (58.2 %) berjenis kelamin perempuan. Dari hasil ini ditemukan perempuan lebih banyak menderita Diabetik Neuropati dibandingkan pada laki-laki. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat dari suatu studi yang dilakukan di Inggris, dimana dari 15.692 orang sampel didapatkan laki-laki (54 %) lebih banyak dari perempuan (46 %).7

Pada penelitian yang dilakukan di Arab Saudi ternyata didapatkan lebih banyak perempuan sebanyak 431 orang (57.6 %) dibandingkan laki-laki sebanyak 317 orang (42.4 %) untuk menderita komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.29 Penelitian yang dilakukan di Iran juga mendapakan hasil yang serupa yaitu lebih banyak ditemui Diabetik Neuropati pada perempuan (78 %) dibandingkan dengan laki-laki (22 %).30

Hasil pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas pasien Diabetik Neuropati telah menderita Diabetes Melitus tipe 2 ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %) dibandingkan dengan menderita Diabetes Melitus tipe 2 > 5 tahun yaitu sebanyak 18 orang (22.8 %). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat dari studi di Arab Saudi, dimana ditemui lebih banyak pada subjek dengan lama menderita DM < 10 tahun. Pada penelitian inipun disebutkan bahwa setiap kenaikan 1 tahun lama mengidap Diabetes Melitus akan menaikkan komplikasi mikrovaskular sebesar 5 %.29

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muthiah dkk, didapatkan lebih banyak diabetik neuropati dengan lama menderita DM > 5 tahun sebanyak 50 orang dengan rata – rata menderita DM selama 10 tahun.31 Hasil ini berbeda mungkin diakibatkan karena pada penelitian ini rata – rata sampel menderita DM selama kurang lebih 3 tahun, dengan mayoritas sampel menderita DM 1 tahun.

Sebuah studi yang dilakukan di Chennai mengatakan bahwa prevalensi terjadinya Diabetik Neuropati lebih tinggi pada orang yang diketahui telah

(46)

33

mengidap Diabetes Melitus Tipe 2 daripada orang yang baru didiagnosa dengan Diabetes Melitus.32

Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan prevalensi dari pasien Diabetik Neuropati pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 yaitu sebesar 5 %. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapat dari penelitian di Arab Saudi dengan variabel usia, lama DM dan level HbAIc, sebesar 5.6 %.29 Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Iran dengan jumlah sampel 110 orang mendapatkan hasil 10 % menderita Diabetik Neuropati.30

(47)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan :

 Prevalensi penderita Diabetik Neuropati pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2015 adalah sebesar 5 %.

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin ditemukan lebih banyak perempuan sebanyak 46 orang (58.2 %) menderita Diabetik Neuropati daripada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (41.8 %).

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan umur, ditemukan lebih banyak pada usia > 50 tahun sebanyak 56 orang (70.9 %) dibandingkan pada usia < 50 tahun yaitu sebanyak 23 orang (29.1 %).

 Hasil distribusi frekuensi berdasarkan lama menderita Diabetes Melitus tipe 2 lebih banyak ditemukan pada yang telah mengidap < 5 tahun yaitu sebanyak 61 orang (77.2 %) daripada > 5 tahun yaitu 18 orang (22.8 %).

6.2. Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya

 Pada penelitian ini kejadian neuropati sebagai komplikasi dari Diabetes Melitus tipe 2 masih banyak dijumpai. Untuk mencegah meningkatnya kejadian Diabetik Neuropati di kemudian hari, diperlukan tindakan preventif untuk menurukan angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 yang dapat berujung pada Diabetik Neuropati dan juga tindakan kuratif untuk pencegahan komplikasi yang lebih lanjut.

(48)

35

 Rumah sakit serta instansi kesehatan lainnya juga diharapkan untuk meningkatkan lagi kualitas dari Rekam Medik untuk membantu penelitian-penelitian yang serupa.

2. Bagi Masyarakat Luas

 Masyarakat diharapkan lebih peduli terhadap kesehatan dirinya dengan cara merubah gaya hidup dan menghindari faktor-faktor resiko pencetus Diabetes Melitus tipe 2 seperti berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik.

 Bagi masyarakat yang telah didiagnosis dengan Diabetes Melitus tipe 2 agar segera mencari pengobatan sehingga terhindar dari komplikasi progresif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

 Pada penelitian ini peneliti hanya melihat angka kejadian serta beberapa karakteristik pada pasien Diabetik Neuropati melalui data yang diperoleh dari data rekam medik. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat ukur lainnya seperti kuesioner, microfilament, dan lain sebagainya sebagai acuan serta menambah variabel-variabel lain.

(49)

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/

2. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemetrian Kesehatan RI; 2013.p.

87-89

3. Kemenkes [Internet]. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbind. Jakarta:

Kemenkes RI; September 8 2013 [cited 20 April 2016]. Available from:

http://www.depkes.go.id/article/view/2383/diabetes-melitus-penyebab- kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui- posbindu.html

4. WHO [Internet]. Country and regional data on diabetes. Geneva: WHO; 2000

[cited 2016 April 20]. Available from:

http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/index5.html

5. International Diabetes Federation [Internet]. Indonesia. Belgium:

International Diabetes Federation; 2015 [cited April 20 2016]. Available from: http://www.idf.org/membership/wp/indonesia

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2009.p. 1881, 1884, 1922, 1947.

7. Abbott CA, Malik RA, van Ross ERE, Kulkarni J, Boulton AJM. Prevalence and Characteristics of Painful Diabetic Neuropathy in a Large Community- Based Diabetic Population in the U.K. Diabetes Care. 2011;34(10):2220-4.

8. Quan D. Diabetic Neuropathy. Medscape [Internet]. 2015 July [Cited 2016 May 12]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1170337- overview

9. International Diabetes Federation [Internet]. About Diabetes. Belgium:

International Diabetes Federation; 2015 [cited April 20 2016]. Available from: http://www.idf.org/about-diabetes

10. Perhimpunan Endokrinologi Indonesia [Internet]. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: Perhimpunan Endokrinologi Indonesia; 2006.p. 4-7, 30-34

11. American Diabetes Association. Standarts of Medical Care in Diabetes 2016.

Diabetes Care [Internet]. 2016 January [cited May 6 2016];39:20. Available from:

http://care.diabetesjournals.org/content/suppl/2015/12/21/39.Supplement_1.D C2/2016-Standards-of-Care.pdf

12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p. 886, 1010-1011, 1017-1018, 1025- 1026.

(50)

37

13. Khardori R. Type 2 Diabetes Mellitus. Medscape [Internet]. 2015 October

[Cited 2016 May 8]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

14. Westerberg DP. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and Treatment. American Academy of Family Physician [Internet]. 2013 March 1 [Cited 2016 May

9];87(5): 337-346. Available from :

http://www.aafp.org/afp/2013/0301/p337.html

15. Chiasson J-L, Aris-Jilwan N, Bélanger R, Bertrand S. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar state.

Canadian Medical Association Journal. 2003;168(7):859-66.

16. Anonymous. A Related Risk: Hyperosmolar Hyperglycemic State. Diabetes Forecast. 2010 Apr 2010:32.

17. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Harrison’s principles of internal medicine.

17th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p. 2275-2304.

18. Dunning T. Periodontal Disease - The Overlooked Diabetes Complication.

Nephrology Nursing Journal. 2009;36(5):489-95.

19. Ites KI, Anderson EJ, Cahill ML, Kearney JA, Post EC, Gilchrist LS. Balance Interventions for Diabetic Peripheral Neuropathy: A Systematic Review.

Journal of Geriatric Physical Therapy. 2011;34(3):109-16.

20. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. 1st ed. Jakarta: Salemba Empat; 2001.p. 314-315.

21. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. : McGraw Hill;

2007.

22. Kasznicki J, Kosmalski M, Sliwinska A, Mrowicka M, Stanczyk M, Majsterek I, et al. Evaluation of oxidative stress markers in pathogenesis of diabetic neuropathy. Molecular Biology Reports. 2012;39(9):8669-78.

23. Dokken BB. The Pathophysiology of Cardiovascular Disease and Diabetes:

Beyond Blood Pressure and Lipids. Diabetes Spectrum. 2008;21(3):160-5.

24. Ziegler D, Keller J, Maier C, Pannek J. Diabetic Neuropathy. German Diabetes Association: Clinical Practice Guidlines. 2014; 122: 405-415.

25. Northern Devon Healthcare. Screening of the Diabetic Foot How to use of a 10g Monofilament. Northern Devon Healthcare [Internet]. U.K: Northern Devon Healthcare; [date unknown; cited 2016 May 11]. Available from:

http://www.northdevonhealth.nhs.uk/wp-

content/uploads/2014/06/how_to_use_a_10_monofilament.pdf

26. Perkins BA, Olaleye D, Zinman B. Simple screening tests for peripheral neuropathy in the diabetes clinic. Diabetes Care 2001;24:250-6.

27. Mendivil CO, Kattah W, Orduz A, Tique C, Cárdenas JL, Patiño JE.

Neuropad for the detection of cardiovascular autonomic neuropathy in patients with type 2 diabetes. Journal of Diabetes and its Complications.

2016;30(1):93-8.

28. The Foundation for Peripheral Neuropathy [Internet]. Electrodiagnostic Testing. Illinois: The Foundation for Peripheral Neuropathy. [date unknown, cited 2016 May 15]. Available from: https://www.foundationforpn.org/what- is-peripheral-neuropathy/evaluation-and-tests/electrodiagnostic-testing/

(51)

29. Tourkmani AM, Alharbi TJ, Alobikan AH, Abdelhay O, Al Batar SM, Alkhashan HI, et al.Microvascular and macrovascular complications of type 2 diabetic mellitus in Central, Kingdom of Saudi Arabia. Saudi Med J 2016;

Vol. 37 (12): 1408-1411doi: 10.15537/smj.2016.12.17062

30. Booya F, Bandarian F, Larijani B, Pajouhi M, Nooraei M, Lotfi J. Potential risk factors for diabetic neuropathy: a case control study. BMC Neurology.

2005;5(1):24.

31. Suri MH, Haddani H, Sinulingga S. Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 Sampai Dengan 30 November 2014. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas Sriwijaya, Volume 2, No. 3, Oktober 2015: 305-310 32. Rani P, Raman R, Rachapalli S, Pal S, Kulothungan V, et al. Prevalence and

risk factors for severity of diabetic neuropathy in type 2 diabetes mellitus.

Indian Journal of Medical Science. 2010:51-7.

(52)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendri Yudistira Yanis

Tempat/ Tanggal lahir : Takengon, 29 Januari 1996

Agama : Katolik

Alamat : Jalan Azalea IV no 8U Perumahan Cemara Asri Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Budi Dharma, Takengon

2. SMP Swasta Budi Dharma, Takengon 3. SMA Swasta Santo Thomas 1, Medan

Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Panitia PJPMKFKI XIX tahun 2014 2. Anggota Panitia Paskah FK USU tahun 2015 3. Anggota Panitia Natal FK USU tahun 2015 4. Anggota Panitia Bakti Sosial FK USU tahun

2016

(53)

LAMPIRAN 2

(54)

LAMPIRAN 3

(55)

LAMPIRAN 4

(56)

LAMPIRAN 5

(57)

LAMPIRAN 6

Gambar

Gambar 2.1. Molekul insulin manusia. 12
Tabel  2.1.  Faktor  dan  Kondisi  yang  Meningkatkan  atau  Mengurangi  Sekresi  Insulin
Tabel 2.2. Langkah – langkah diagnostik DM. 10
Tabel 2.3. Komplikasi Kronik dari Diabetes Melitus. 17 Microvascular
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang ( cross sectional ) dengan tujuan untuk melihat

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk memberikan gambaran perbedaan sefalik indeks antara laki-laki dan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian metode potong lintang (cross sectional study) yang dilakukan pada karyawan

Jenis penelitian yang diterapkan bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional study atau potong lintang yaitu dengan mengobservasi atau mengumpulkan data

Jenis penelitian yang digunakan yaitu observasi deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional study.Penelitian dilakukan di Kecamatan Mariso kota Makassar yaitu

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian metode potong lintang (cross sectional study) yang dilakukan pada karyawan

Desain penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif asosiasi dengan pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional atau potong lintang., karena didasarkan pada